Dishub

Rooftop Kapal untuk Cuaca Cerah

Aksesibilitas yang menghubungkan suatu wilayah daratan dengan wilayah daratan yang ada di kepulauan salah satunya dapat dihubungkan sarana transportasi laut. Untuk menghubungkan daratan yang terpisah tersebut pada umumnya menggunakan sarana berupa kapal, sarana ini didesain berdasarkan kebutuhan dan karakteristik wilayahnya. Kapal yang digunakan untuk dapat mengangkut kendaraan dan orang dikategorikan dalam Kapal Roll On Roll Off (Kapal Ro-Ro), jenis kapal ini pada prinsipnya adalah menghubungkan dua ruas jalan yang terpisah oleh perairan, dari aspek operasional memiliki metode bongkar muat yang menjadi ciri khas kapal Ro-Ro,  kendaraan yang masuk (Roll On) dan keluar (Roll Off) kapal dengan penggeraknya sendiri, tentu dengan fasilitas infrastruktur pendukung di pelabuhan. Mengingat kebutuhan dan tujuan maka bagian dari kapal Ro-Ro dapat difungsikan untuk masuk kendaraan dan orang. Bagian dari kapal yang dimanfaatkan untuk kendaraan harus memenuhi persyaratan teknis berdasarkan ukuran kendaraan yang diizinkan, sedangkan untuk bahagian yang dimanfaatkan untuk orang atau penumpang juga berdasarkan standar pelayanan minimal angkutan penyeberangan yang ditetapkan, kenyamanan penumpang juga mempertimbangkan kondisi cuaca pada lintasan, walaupun secara regulasi juga mengarahkan adanya ruang penumpang tertutup dan terbuka. Beberapa hari belakangan ini, kondisi cuaca seluruh wilayah Aceh diguyur hujan yang disertai angin kencang. Bagi pelayaran, kondisi ini menjadi faktor pertimbangan dalam keselamatan pelayaran, apalagi pihak BMKG telah mengeluarkan peringatan gelombang tinggi dan cuaca buruk. Terkhusus pelayaran Ulee Lheue menuju Balohan atau sebaliknya, angin dan hujan dengan intensitas tinggi mengganggu perjalanan untuk menyeberang, bahkan tinggi gelombang dapat mencapai 4 (empat) meter. Jika cuaca cerah seperti pagi ini, Sabtu, 3 April 2021, para pelancong dapat menikmati panorama laut dari geladak (bagian paling atas) kapal atau bahasa kerennya “rooftop“. Layaknya, Kapal Ro-Ro lainnya seperti KMP. BRR yang juga didesain memiliki rooftop, begitu pun dengan KMP. Aceh Hebat 2, yang dapat digunakan penumpang untuk menikmati alam sambil memesan makanan maupun minuman di kafetaria yang berada di rooftop ini dalam cuaca baik. Pada kondisi angin kencang dan hujan tentu tidak disarankan untuk menikmati bagian outdoor ini karena kondisinya yang terbuka. Bagian rooftop yang dimanfaatkan untuk kafetaria dengan atap kanopi hanya sebahagian kecil dari deck yang berada di lantai paling atas, sebahagian besar kondisinya terbuka sehingga dalam kondisi hujan deras dapat menyebabkan genangan yang akan dibuang melalui saluran pembuangan air hujan, genangan tersebut bukan karena atap yang bocor atau atap kapal yang rusak tetapi memang disebabkan oleh area yang terbuka. Bagi Rakan Moda yang menyeberang dalam kondisi seperti ini dianjurkan untuk menempati di bagian ruang penumpang ekonomi reguler atau ruang penumpang non ekonomi reguler  yang tersedia di lantai khusus penumpang kapal tersebut, sehingga tidak terkena angin dan tempias air hujan. (MS)

Komite FAL : Kesiagaan untuk Cegah Corona Masuk Aceh

Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) sebagai pintu masuk ke Aceh telah melakukan upaya siaga terhadap virus corona yang menjadi isu mengkhawatirkan masyarakat saat ini. Simulasi yang dilakukan pihak-pihak terkait beberapa waktu lalu untuk melatih kesiapsiagaan serta tanggap darurat apabila terjadi urgensi. “Untuk mengantisipasi hal ini, pihak Angkasa Pura II telah mengambil kebijakan tegas dalam mencegah virus corona masuk ke Aceh, mengingat sedang dilakukannya relayout di terminal penumpang memang ada masalah keterbatasan ruangan untuk isolasi. Tetapi, hal ini sudah dipenuhi walaupun secara darurat dengan tetap mengikuti prosedur yang ada,” ujar Indra Gunawan, General Manager PT Angkasa Pura II Bandara SIM. Secara nasional GM PT Angkasa Pura II Bandara SIM juga menyampaikan bahwa telah diambil kebijakan untuk menutup semua penerbangan langsung dari Cina mulai besok (Rabu 5 Februari 2020 pukul 00.00 WIB-red). Jadi, tidak adalagi pesawat dari Cina yang langsung ke Indonesia, dengan demikian diharapkan penyebaran virus corona sudah lebih mudah dikendalikan. Rapat Komite Fasilitas (FAL) Bandara SIM, Selasa (4/2/2019) di Aula Dishub Aceh, merupakan pertemuan sebagai wadah koordinasi yang dilakukan secara rutin menyikapi surat edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI. Komite FAL melaksanakan koordinasi sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali atau bila diperlukan untuk menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dalam kesempatan rapat ini, komite secara khusus membahas kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona dan langkah-langkah antisipasi yang perlu dilakukan oleh masing-masing sektor berdasarkan tugas pokok. Menurut Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh, Nuryanto menegaskan pihaknya saat ini masih terus melakukan thermal scanner kepada setiap penumpang yang datang ke Aceh khususnya kedatangan internasional di Bandara SIM. Hal ini juga dilakukan pemantauannya di beberapa kota lainnya. “Kita juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas serta Rumah Sakit rujukan yaitu RSUZA di Banda Aceh dan Rumah Sakit Cut Meutia di Lhokseumawe yang telah dipersiapkan untuk menangani virus ini dan terus berupaya agar warga nyaman dan terhindar dari virus ini,” sebutnya. Kadishub Aceh, Junaidi Ali selaku Ketua Komite FAL mengatakan, “Pemerintah hadir untuk menjaga masyarakat terkait penyebaran virus ini melalui bandara. Untuk itu, kita terus berkoordinasi dengan semua pihak yang terkait penyelenggaraan untuk meningkatkan kewaspadaan di Bandara SIM,” ujarnya. Pencegahan lainnya juga dilakuan Kantor Pos bersama Beacukai dengan menyetop pengiriman barang dari Cina. Sementara itu, informasi yang didapatkan dari Station Manager Garuda Indonesia, Riezky Arief Kautsar menyebutkan Australia dan Singapura telah melakukan hal yang serupa. Tak terkecuali, mereka juga memantau riwayat penerbangan dari Cina. Ditambahkannya, setiap crew pesawat Garuda Indonesia telah dilakukan private medical chek-up untuk tiap penerbangan. “Kita berkoordinasi internal authority di sana dengan perwakilan Garuda Indonesia di negara setempat,” ungkapnya. Koordinasi ini melibatkan banyak stakeholder lintas sektor. Diantaranya, Balai Karantina Pertanian, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Imigrasi, BASARNAS, Disbudpar Aceh, BMKG, Pos Indonesia, AirNav, Angkasa Pura II Bandara SIM, DPPU Bandara SIM, Garuda Indonesia, Lion Grup, Air Asia, Fire Fly, Citilink, dan Susi Air. Mengakhiri rapat Komite FAL, Kadishub Aceh menyampaikan agar seluruh anggota Komite FAL untuk dapat menghadiri undangan Gubernur Aceh dalam acara Zikir dan Doa Bersama untuk Mahasiswa Aceh di Wuhan Cina pada Selasa, 4 Februari 2020 di Masjid Raya Baiturrahaman Banda Aceh setelah shalat Isya berjamaah. Zikir dan Doa ini akan diisi oleh Tgk Asy’ari Ibrahim, S.Pd.I serta tausyiah oleh Ustaz Masrul Aidi. (*)

Kesiapan Bandara SIM Tanggap Darurat Bencana

Tak dapat dipungkiri, saat terjadinya bencana, pesawat dan bandara menjadi garda terdepan mitigasi bencana. Salah satunya seperti yang diungkapkan Teuku Darmansyah. Hari itu, Darmansyah selaku Kepala Cabang PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) ketika gempa dan tsunami menghantam Aceh, sedang perjalanan dari Jakarta menuju Banda Aceh. Saat itu, dia menghadiri rapat pembahasan pengembangan dan pembangunan Bandara SIM di Jawa Barat. Saat tiba di Bandara Polonia Medan, Darmansyah bersiap menuju Banda Aceh tidak menyangka kejadian buruk itu terjadi di Aceh. Sekitar pukul 09.00 WIB, di Bandara Polonia tidak ada yang mengetahui gempa di Aceh. Hingga, pukul pesawat Garuda B737 GA 190 pada pukul 09.20 WIB terlanjut take off ke Aceh. Barulah Darmansyah mengetahui 10 menit menjelang landing. Pilot mengabari penumpang bahwa Bandara SIM tidak dapat didarati karena rusak akibat gempa. Dan pesawat berbalik arah kembali ke Medan. Dia juga belum mengetahui kalau Aceh terendam air. Tiba di Medan, dihubungilah petugas Bandara SIM menggunakan handphone, namun tidak ada jawaban. Begitu juga melalui telepon. Lalu, Darmansyah pergi ke radar Bandara Polonia Medan. “Disanalah saya berbicara dengan Pak Putra lewat radio portable lantas mengetahui Aceh sudah kacau balau,” sebut Darmansyah. Dalam beberapa jam kerisauannya itu, sedikit tercerahkan saat mengetahui bahwa pesawat kalibrasi yang dipiloti Capt. Bantasidi mendarat di Polonia dari Aceh. Kepadanya, Darmansyah meminta Bantasidi mengantarnya kembali ke Aceh. Tepatnya, pukul 13.30 WIB Darmansyah take off menuju Aceh. Sebelum mendarat, terlebih dulu pesawat mengelilingi pesisir pantai hingga Banda Aceh. Di ketinggian 1500 kaki itu, Banda Aceh dipenuhi genangan air. Hanya Masjid Raya, gedung olahraga, dan monumen pesawat Seulawah yang terlihat jelas dari atas. Pesawat mendarat pukul 14.30 WIB. Lalu Darmansyah segera menjumpai pegawainya dan memastikan segala kondisi bandara. Setelah memastikan bandara masih layak dioperasikan, seperti pelayanan lalu lintas udara, run way, power plan, dan fasilitas keselamatan penerbangan lainnya. Di hari itu, maka pukul 16.40 WIB Bandara SIM dibuka kembali serta mengabarinya ke Medan dan Direktur Utama PT. Angkasa Pura II di Jakarta. Tim dadakan segera dibentuk di kantor pusat yang bertugas memberikan bantuan kepada Bandara SIM. Karena sejak hari pertama bencana jumlah pegawai sangat sedikit yang bisa bekerja lantaran masih mencari anggota keluarganya. Lalu dibentuklah posko peduli Aceh dengan mengirimkan relawan sesuai bidang keahlian secara bergelombang hingga Mei 2005. Koordinasi yang intens juga kami lakukan dengan pangkalan TNI AU dalam rangka pengamanan dan persiapan penanggulangan bencana tersebut. Semua kedatangan, pejabat, relawan maupun bantuan semua ditangani oleh posko Angkasa Pura II. Beruntung sekali atas permintaan Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa melalui Duta Besar Singapura untuk Indonesia di Jakarta. Aceh mendapat bantuan fasilitas pelayanan Lalu Lintas Udara (LLU) berupa mobile tower dan empat buah helikopter raksasa dua baling chinook yang sangat bermanfaat dalam operasi search and rescue. “Saya terharu banyak sekali negara-negara yang memberikan bantuan untuk Aceh kita,” pungkas GM yang menjabat dari tahun 2003-2005 itu. Sejak saat itulah, pesawat dari berbagai negara dapat mendarat, mengevakuasi warga, dan mengirimkan bantuan. Berduyun-duyunlah bala bantuan datang menghampiri Aceh baik dalam maupun luar negeri. Kini, pasca tsunami, Bandara SIM memiliki keunggulan. Hal ini seperti yang diungkapkan General Manager Angkasa Pura II Bandara SIM, Indra Gunawan. Seperti runway 3000 meter yang dapat didarati pesawat Boeing 747-400, 777-300ER. Luas ini menjadikan Bandara SIM yang pertama sebagai bandara terluas di Pulau Sumatera. Selain itu, bandara ini memiliki 3 taxiway dan 1 taxiway paralel, 8 parking stand dengan konfigurasi 2 wide body dan 6 narrow body. Saat ini sedang dilakukan pekerjaan perluasan terminal dan perawatan sisi fasilitas utama bandara yaitu overlay run way dan taxi way. Terkait kesiapan mitigasi bencana, Indra menyebut Bandara SIM memiliki komite. Diantaranya Emergency Respon Plan (ERP), Airport Emergency Plan (AEP), Airport Security Comitee (ASP) dan Emergency Operation Center yang dapat terhubung keseluruh Instansi tanggap darurat. “Semua komite ini dilakukan simulasi setiap 2 tahun sekali,” katanya. Upaya mitigasi bencana juga dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia dikenal sebagai AirNav. Seperti yang diungkapkan GM AirNav Indonesia Kacab Banda Aceh, Wisnu Hadi Prabowo. Dikatakannya, saat terjadi bencana, crisis centre dibentuk berkolaborasi dengan pihak terkait. Gunanya agar pelayanan pada kondisi darurat berjalan maksimal. “Kami ikut memastikan akses slot terhadap pesawat yang ingin memberikan bantuan maupun evakuasi warga dapat mendarat dengan selamat,” ujar Wisnu. Saat ini AirNav telah membenahi majamemen berupa teknologi informasi yang memudahkan airline mengetahui ketersediaan slot pesawat yang kita beri nama cronos system, setiap jamnya akan diketahui berapa banyak kapasitas. Sistem ini terbuka, sehingga airline dapat memonitor slot mana yang kosong maupun telah terisi. Rencana penerbangan (flight plan) jika dulunya airliner mengantar sendiri ke Air Tower Control secara manual. Sekarang, berbasis elektronic flight plan. Jadi pihak airplane dengan akunnya dapat mengakses tanpa harus datang ke AirNav. Selain itu, untuk memastikan keselamatan kedatangan dan keberangkatan kita membuat prosedur konvensional ataupun yang saat ini sedang kita kembangkan berbasis satelit yang kita sebut Perfome Base Navigation (PBN). Saat ini AirNav tidak hanya menjamin keselamatan, tapi kita juga dituntut membantu airline mencapai efisiensi. (Muarrief) Versi cetak digital dapat diakses dilaman:

DISHUB ACEH BERIKAN PENGHARGAAN WAHANA TATA NUGRAHA

Dinas Perhubungan Aceh berikan penghargaan Wahana Tata Nugraha kepada sejumlah Kabupaten/Kota sebagai bentuk apresiasi atas partisipasi dalam mengikuti Penilaian Kinerja Penyelenggaraan Sistem Transportasi Perkotaan Tahun 2019. Penyerahan penghargaan tersebut dilakukan di ruang rapat Bidang LLAJ Dinas Perhubungan Aceh, Senin, 20 Januari 2020. Wahana Tata Nugraha merupakan penghargaan yang diberikan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada Provinsi, Kabupaten/Kota yang mampu menata transportasi dan fasilitas publik dengan baik. Beberapa daerah yang mengikuti kegiatan Wahana Tata Nugraha di antaranya; Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Tamiang, dan Kota Langsa. Selain menerima sertifikat atas partisipasi dalam mengikuti kegiatan ini, daerah tersebut juga menerima perlengkapan lapangan seperti water barrier, rambu hand stop, rompi lapangan, pin keselamatan, poster keselamatan lalu lintas, dan lain-lain. Kepala Seksi Lalu Lintas dan Keselamatan Jalan Bidang LLAJ Dishub Aceh, M. Hanung Kuncoro, S.SiT dalam sambutannya menyampaikan, Dishub Aceh mengapresiasi Kabupaten/Kota yang telah mengikuti kegiatan Wahana Tata Nugraha Tahun 2019. “Manfaat yang didapat oleh daerah sekurang-kurangnya adalah system transportasi dan fasilitas publik tertata dengan baik. Apalagi Pemerintah Kabupaten/Kota merupakan ujung tombak dalam merealisasikan kegiatan ini,” ujar Hanung. (MG)

Difabel Bukan Suatu Alasan untuk Tidak Mengabdi

Denting jarum jam terus mengalun, diiringi dengan deru suara mesin kendaraan yang lalu lalang seakan menambah riuhnya ibu kota Aceh. Dari kejauhan nampak seorang pria paruh baya yang dengan gigih dan susah payah terus berdiri di pinggir jalan di antara ramainya suasana. Namanya Husaini, pria paruh baya dengan kemampuan berbeda (difabel) yang sehari-harinya berprofesi sebagai juru parkir (jukir) rumah makan Nasi Uduk Kelapa Gading di Jalan T. Nyak Arief. Pria kelahiran Aceh Tamiang 54 tahun yang lalu ini menjalani pekerjaannya itu sejak tahun 2014. Dalam sebuah kesempatan, tim Aceh Transit berbincang dengannya seputar perjalanan hidupnya. Berikut kisahnya. Husaini menghabiskan masa kecil hingga remajanya di daerah kelahirannya Aceh Tamiang. Pada tahun 1985, Husaini memutuskan mengadu nasib di Banda Aceh, mengikuti langkah hidup saudaranya. Ketiadaan keahlian dan keterampilan khusus, membuat Husaini melakukan banyak pekerjaan serabutan diantaranya sebagai buruh bangunan hingga berjualan pisang goreng. Pada tahun 1996, Husaini mantap mengambil keputusan membina bahtera rumah tangga. Setahun kemudian Husaini dikaruniai anak pertama dan anak kedua pada awal tahun 2004. Kehidupannya bahagia kala itu. Hingga sebuah kenyataan pahit harus ia hadapi pada Desember 2004, kebahagiaan keluaga kecilnya itu harus sirna akibat bencana tsunami yang melanda Aceh dan beberapa negara lain di Samudera Hindia. Bencana itu merenggut istri dan seorang anaknya menyisakan ia dan anak bungsunya yang kemudian ia titipkan kepada sang ibunda di kampung halaman. Bangkit dan jatuh kembali Husaini tak mau terus larut dalam nestapa. Ia mulai menata hidupnya kembali. Berbagai jenis pekerjaan serabutan kembali ia jalani. Dua tahun setelah bencana, pada tahun 2006 Husaini memutuskan kembali membina bahtera rumah tangga. Jalan kehidupan yang tak selamanya mulus, membuatnya menghadapi keterpurukan untuk kesekian kalinya. Akhir 2008, ia mengalami sebuah kecelakaan tragis di daerah Kota Langkat yang membuatnya harus kehilangan salah satu anggota tubuhnya. Ya, dia harus menghadapi kenyataan bahwa salah satu bagian kakinya harus diamputasi. Perjuangan pemulihan pascaamputasi ternyata tak sejalan dengan yang diharapkan. Tepatnya pada 2009, sang istri merantau ke Malaysia, meninggalkannya seorang diri. Namun Husaini tetap bertekad, demi ibunda serta pendidikan anak semata wayangnya. Menjadi juru parkir Rezeki yang dikirimkan Tuhan memang tidak pernah salah orang. Tak jauh dari tempat tinggalnya, ada sebuah rumah makan yang mulai buka dan beroperasi tepatnya pada sekitar awal tahun 2014 dan belum ada juru parkir yang berjaga. Usahanya tidak sia-sia. Husaini segera mendaftar ke kantor Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh untuk didata dan diberikan beberapa pelatihan singkat serta perlengkapan kerja. Husaini sempat ditanya oleh staf Dinas Perhubungan, “Apakah kamu sanggup untuk melakukan pekerjaan ini?” Husaini dengan mantap menjawab: “Insyaallah saya sanggup, tidak ada pekerjaan yang tidak dapat kita kerjakan selagi kita berusaha dengan giat.” Lalu kemudian ia diberikan perlengkapan kerja berupa 2 buah rompi kerja, satu paket karcis parkir, kartu identitas dan sebuah peluit. Perlengkapan yang ia dapatkan saat itu masih selalu ia gunakan hingga saat ini, kecuali kartu identitas yang ia simpan di rumahnya, karena alasan takut hilang apabila selalu dipakai. Sedangkan untuk karcis parkir sebanyak 400 lembar yang dibagikan, sampai saat ini belum pernah dihabiskan karena pelanggan banyak yang tidak meminta karcis tersebut. Selama 4 tahun, Husaini selalu siaga menjalankan tugas dari pukul 11 pagi hingga pukul 10 malam. Penghasilannya tiap hari tak menentu, pada saat rumah makan itu ramai pengunjung, ia dapat mendapatkan pemasukan hingga Rp 150.000,- namun pada saat sepi paling banyak ia hanya bisa membawa pulang Rp 50.000,-. Setiap harinya Husaini menyetor retribusi parkir kepada Dinas Perhubungan sebesar Rp 25.000 saat hari kerja, Rp 15.000 saat akhir pekan, serta Rp 20.000 saat hari libur nasional. Pada akhirnya, pengalaman hidup Husaini hingga saat ini patut jadi motivasi. Keterbatasan fisik tidak membuatnya menyerah untuk berusaha, tanpa harus menjadi peminta-minta. (Reza Ali Ma’sum)     Versi cetak digital dapat diakses dilaman:

Semangat Aceh dan Kepercayaan Dunia

Bertemu tokoh sekaliber Prof. Dr. Kuntoro Mangkusubroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai orang nomor satu di Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD – Nias, ternyata tidaklah sesulit yang dibayangkan. Sehari setelah tim ACEH TRANSit, Arrad Iskandar menyampaikan keinginan untuk wawancara, tokoh super sibuk yang masih aktif di School of Business and Management Institut Teknologi Bandung Jakarta ini langsung menkonfirmasi dan mengajak bertemu disalahsatu café di kawasan SCBD Jakarta. Sore itu ditemani secangkir kopi obrolan pun mengalir dengan santai. Usai berbasabasi sejenak, semua pertanyaan tim ACEH TRANSit satu persatu pun disimak dan dijawab dengan ramah dan santai oleh beliau. Berikut petikan wawancaranya. Setelah 15 tahun pasca tsunami, apakah bapak masih memantau perkembangan Aceh? Saya melihat investasi di Aceh belum tumbuh seperti apa yang saya harapkan ketika meninggalkan Aceh 10 tahun yang lalu. Menilai dari infrastruktur yang telah dibangun di masa BRR maupun setelah masa BRR seharusnya investasi di Aceh sudah cukup tinggi. Besarnya investasi itu menunjukkan tingkat kepercayaan para investor dan sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Saya kira salah satu faktornya adalah kebijakan Pemerintah Daerah seharusnya lebih ramah terhadap sektor investasi. Ketiadaan kepastian hukum untuk melindungi investor pasti akan membuat investasi lesu. Ketika pertama kali melihat kerusakan yang sangat besar akibat tsunami, bagaimana Bapak merasa yakin untuk mampu mengerjakan rehabilitasi dan rekonstruksi? Saat pertama melihat dampak gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh, baik dari sisi infrastruktur, kondisi psikologi masyarakat ditambah lagi konflik yang masih berlangsung, jujur saja saya merasa ragu mampu membangun Aceh seperti sedia kala. Setelah enam bulan di Aceh, saya bertemu dengan banyak masyarakat korban tsunami, mendengar harapan-harapan mereka, saya mulai berpikir sudah saatnya masyarakat Aceh tidak lagi hanya diperlakukan sebagai korban bencana, namun juga sebagai masyarakat yang ingin membangun daerahnya. Saya mengajak segenap masyarakat Aceh untuk bersama-sama membangun Aceh kembali, karena saya di Aceh ini cuma sementara sedangkan masyarakat Aceh disini selama-lamanya. Masyarakat Aceh dapat melihat ketulusan niat saya sehingga banyak yang mau berkontribusi dan membantu saya dalam membangun Aceh kembali. Dari situlah mulai timbul keyakinan dalam diri saya bahwa saya bisa membangun Aceh kembali, karena saya tidak sendiri dalam membangun Aceh. BRR berhasil membangun Pelabuhan Ulee Lheue dalam waktu 7 bulan dan Pelabuhan Malahayati dalam waktu 9 Bulan. Ini sesuatu yang luar biasa, dan diluar ekpektasi semua orang dan tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan dan kepercayaan dari rakyat Aceh. BRR mengelola uang bantuan sebesar $7,2 Milyar dengan penyaluran bantuan tersebut mencapai 93 persen, jauh diatas rekor dunia yaitu Honduras dengan 63 persen, dapat Bapak ceritakan sedikit tentang pencapaian tersebut? Realisasi 93 persen itu jika kita menghitung hanya sampai pada bulan April 2009, saat masa tugas BRR berakhir di Aceh. Saat itu beberapa NGO masih membangun rumah bantuan dan menyalurkan bantuan lainnnya untuk korban tsunami. Jadi kalau saya perhitungan saya tidak salah jumlah realisasi penyaluran bantuan untuk Aceh itu adalah sekitar 103 persen di akhir tahun 2009. Bagaimana bisa realisasinya melebihi 100 persen? Saya menyewa dua perusahaan finance kelas dunia, yaitu Price Water House Cooper dan untuk mengaudit dan Ernst & Young untuk sistem pengendalian keuangan. Segala laporan saya buka ke publik. Saya juga menggagas satuan anti korupsi di BRR. Saya ingin mendapatkan kepercayaan dunia dengan menunjukkan bahwa kita tidak main-main dalam membangun Aceh kembali. Ketika kita berhasil mendapatkan kepercayaan dunia, maka bantuan pun terus mengalir untuk Aceh. Selain kegiatan yang dilaksanakan langsung oleh BRR, ada begitu banyak NGO dari seluruh dunia hadir membantu Aceh, Bagaimana Bapak mensinergikannya? Saya menggunakan metode yang sangat sederhana namun sangat efektif yaitu hanya berupa dua lembar formulir. Saya meminta seluruh NGO yang ingin menyalurkan bantuan untuk Aceh mengisi formulir yang isinya Lembaga apa, dari negara mana, berapa jumlah dana yang disumbangkan, membawa barang apa, bentuk sumbangannya apa, dan lokasinya dimana. Formulir itu lalu saya kumpulkan dan pelajari selanjutnya saya arahkan untuk menyalurkan bantuannya. Tantangan terberat saat Rehab Rekon di Aceh? Saat itu kondisi Aceh masih didera konflik, walau penandatangan MoU Helsinki sudah terlaksana namun tidak serta merta membuat situasi menjadi kondusif. Pernah dalam perjalanan ke Calang, saya dan rombongan dicegat oleh sekelompok orang tidak dikenal, saat itu sekitaran tengah malam. Saya menjelaskan bahwa saya dan rombongan ini dari BRR, datang untuk memberikan bantuan kepada masyarakat korban gempa dan tsunami di Calang. Saya bersyukur tanpa ada diskusi yang panjang kami akhirnya dipersilahkan melanjutkan perjalanan. Menurut saya hal-hal seperti ini sangat menghambat pergerakan BRR dalam penyaluran bantuan untuk Aceh saat itu. Saat ini Aceh mengembangkan pusat kajian mitigasi bencana untuk berbagi pengalamannya dengan masyarakat dunia, bagaimana bapak melihat ini sebagai sesuatu yang strategis? Saya melihat hal ini sebagai hal yang penting, ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh. Dengan adanya pusat kajian ini, data, fakta, maupun pengalaman penyintas gempa dan tsunami yang dapat menjadi sebuah penelitian yang manfaatnya dapat dipublikasikan dan juga diterapkan tidak hanya di Aceh tapi dimanapun tempat yang berpotensi menghadapi ancaman yang sama. Apa pengalaman yang paling berkesan di Aceh? Untuk saya yang paling berkesan di Aceh itu adalah SDN 17 Peulanggahan Banda Aceh. Peulanggahan itu salah satu daerah cukup parah terkena dampak gempa dan tsunami. Setelah SD tersebut melakukan pendataan ulang, ternyata jumlah murid yang selamat hanya 14 orang. Saya memerintahkan untuk membangun ulang SD tersebut walaupun banyak yang mempertanyakan keputusan saya. Keputusan saya tidak salah, tahun ke tahun siswa di SD tersebut terus bertambah. Saya juga sempat berfoto dengan ke 14 siswa tersebut sebagai kenang-kenangan. Ini pengalaman yang sangat berkesan untuk saya selama di Aceh. Pertumbuhan penduduk atau perkembangan kota Banda Aceh concern terhadap pemukiman pada kawasan rawan bencana, padahal dulu pernah digagas agar tidak bermukim di kawasan tersebut, bagaimana pendapat bapak? Saya melihat ketakutan dan trauma terhadap bencana gempa dan tsunami hanya berlangsung setahun. Setelah itu masyarakat mulai pulih dan kembali bermukim didaerah yang rawan terkena tsunami. Penetapan kawasan rawan bencana ini sangat sulit diterapkan karena ada tiga faktor yaitu romantisme kepemilikan tanah tersebut karena sudah turun temurun tinggal didaerah tersebut, keyakinan bahwa bencana tsunami tidak akan terulang lagi dalam waktu dekat, dan mata pencaharian karena banyak masyarakat yang

Nova Iriansyah: Tidak Ada Lompatan Tanpa Langkah-langkah Kecil

Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mengalungi selempang bermotif kerawang Gayo kepada Nakhoda kapal KM. Express Bahari 5F serta seremoni lepas tali sebagai simbol peresmian armada baru kapal cepat pelayaran Ulee Lheue – Balohan. Acara ini diselenggarakan di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Banda Aceh (23/12). Dalam acara ini Plt. Gubernur Aceh juga melakukan ramah tamah dengan awak dan penumpang kapal sekaligus menyaksikan pelayaran perdana ke Pelabuhan Penyeberangan Balohan, Sabang. “Pemerintah terus mendorong keterlibatan private sector dalam peningkatan pelayanan transportasi, peremajaan armada penyeberangan ini diharapkan agar kita bersama-sama mendukung pariwisata Aceh, tingkat pelayanan juga menjadi perhatian kita bersama,” ujar Nova. Peremajaan armada ini dilakukan dengan konfigurasi konstruksi lambung kapal berbahan aluminium sehingga dapat meningkatkan keselamatan dan kenyamanan bagi pengguna jasa penyeberangan dengan harapan minat wisatawan semakin meningkat dan nyaman berlayar ke pulau dengan seribu pesona ini, Pulau Weh, Sabang. Setelah melepas pelayaran perdana KM. Express Bahari 5F di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Plt. Gubernur Aceh Nova Iriansyah resmikan Pusat Kendali Trans Koetaradja di Terminal Tipe A Batoh, Banda Aceh. Acara peresmian ini turut dihadiri oleh Walikota Banda Aceh, Ketua Komisi IV DPR Aceh, Dirlantas Polda Aceh, dan sejumlah pejabat terkait di lingkup Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kota Banda Aceh. Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Nova Iriansyah dalam sambutannya mengatakan, Pemerintah Aceh harus mampu berkolaborasi, baik dengan sektor swasta maupun antar pemerintah dengan kerjasama yang mutualistik. “Sesuai perintah Presiden, semua stakeholder harus kolaboratif. Hari ini perintah itu sedang kita aktualisasikan secara konkrit dalam langkah-langkah kecil pada peresmian pelayaran perdana kapal cepat dan pusat kendali Trans Koetaradja,” ujar Nova. Nova menambahkan, hari ini kita meresmikan tempat yang luar biasa. Sebuah inovasi dalam sektor angkutan perkotaan khususnya pelayanan angkutan Trans Koetaradja dengan sistem kendali teknologi terkini. “Yang lebih membanggakan hari ini juga ada kerjasama dengan Universitas Syiah Kuala dalam hal mengangkat sophistikasi pengelolaan layanan angkutan Trans Koetaradja,” ungkap Nova. Walikota Banda Aceh, Aminullah Usman dalam sambutannya mengapresiasi dan menyampaikan ucapan terima kasih karena telah mendukung program smart city yang sudah dicanangkan. Diharapkan pengembangan fasilitas ini mampu mendukung peningkatan jumlah wisatawan ke ibukota provinsi Aceh. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi dalam laporannya menyebutkan, pada tahun 2019 Dinas Perhubungan melakukan beberapa kegiatan pembangunan yang difokuskan pada 2 tujuan utama, yaitu peningkatan pengawasan operasional berbasis informasi teknologi dan peningkatan kapasitas pelayanan. Untuk peningkatan pengawasan operasional, Dishub Aceh membangun pusat kendali Trans Koetaradja yang berbasis digital. Pusat kendali ini dilengkapi video wall yang terhubung dengan NVR (Network Video Recorder), People Counting Camera, Digital Signage, dan CCTV yang terpasang pada setiap bus dan halte. Dishub Aceh juga melakukan peluncuran aplikasi ETA (Estimate Time Arrival) Trans Koetaradja berbasis android. Melalui aplikasi ini, pengguna Trans Koetaradja dapat mengetahui waktu kedatangan bus dan jarak halte terdekat. “Aplikasi ini dapat memudahkan masyarakat pengguna Trans Koetaradja, dan sudah dapat diunduh di Google Play melalui handphone. Aplikasi masih membutuhkan penyempurnaan, masukan dari semua pihak terutama pengguna Trans Koetaradja sangat diharapkan,” ujar Junaidi. Sedangkan untuk peningkatan kapasitas pelayanan Trans Koetaradja Junaidi mengatakan, Dishub Aceh melakukan pengadaan 12 unit armada baru berukuran sedang yang akan dioperasikan pada koridor 3 (Pusat Kota – Mata Ie) dan koridor 5 (Pusat Kota – Ulee Kareng – Blang Bintang). Penambahan armada ini untuk memperkecil headway (jarak antar bus) agar pelanggan Trans Koetaradja tidak harus menunggu terlalu lama. Seluruh kegiatan sudah terlaksana dengan baik dan akan segera dioperasikan dalam rangka memberikan pelayanan angkutan massal yang prima kepada seluruh masyarakat. “Pengadaan yang bersumber dari APBA Tahun 2019 ini bisa dirasakan langsung dampaknya oleh masyarakat,” ungkap Junaidi dengan semangat. Kehadiran Pusat Kendali Trans Koetaradja sebagai era baru dalam pelayanan angkutan massal perkotaan. Untuk penyempurnaannya terus dilakukan kerjasama antara Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan dengan Universitas Syiah Kuala di Bidang Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Informasi dan Teknologi serta Pengembangan Sumber Daya Manusia. Dinas Perhubungan Aceh bersama Jurusan Teknik Elektro dan Komputer Universitas Syiah Kuala telah selesai melakukan riset bersama tentang sistem prototipe pembayaran e-ticketing pada Bus Trans Koetaradja. Prototipe ini akan dilakukan proses pendaftaran hak kekayaan intelektual sebelum diproduksi dan dipasang dalam semua bus Trans Koetaradja. “Pelayanan publik terus kita tingkatkan di seluruh Aceh, setiap hari terus ada perbaikan-perbaikan. Pembenahan yang kita lakukan saat ini adalah langkah-langkah kecil karena tidak ada lompatan tanpa langkah-langkah kecil,” tutup Nova. (AM)

PEKAN KESELAMATAN JALAN ACEH TAHUN 2019

Dinas Perhubungan Aceh selenggarakan Acara Puncak Pekan Keselamatan Jalan Aceh Tahun 2019 di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Minggu, 1 Desember 2019. Rangkaian kegiatan dalam rangka Pekan Keselamatan telah dimulai sejak 25 November 2019. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., dalam sambutannya menyampaikan, dari sekian banyak korban kecelakaan lalu lintas didominasi oleh anak muda, pelajar dan mahasiswa. “Maka Pekan Keselamatan Jalan Aceh ini adalah salah satu upaya Dinas Perhubungan agar terjalin sinergisitas dari semua pihak dalam rangka mengurangi kecelakaan lalu lintas di jalan raya,” ungkap Junaidi. Acara ini mengajak para pengguna kendaraan agar lebih memperhatikan peralatan pendukung keselamatan dalam berkendara, serta membangkitkan kesadaran keselamatan dalam berkendara sejak dini yaitu salah satunya dengan menggandeng pelajar pelopor sebagai duta pemerintah. “Pemilihan Pelajar Pelopor merupakan upaya Dishub Aceh agar bisa menjadi wakil pemerintah dalam kampanye keselamatan berlalu lintas di jalan raya,” terang Junaidi. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar nomor dua di Indonesia dengan rata-rata jumlah orang meninggal setiap jam sekitar tiga sampai empat orang. Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Aceh sebagai kegiatan rutin merupakan salah satu upaya Dinas Perhubungan Aceh untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Selain itu, juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pengendara tentang pentingnya keselamatan berkendara. Pada kegiatan puncak juga dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) Keselamatan Berlalu Lintas antara Dinas Perhubungan Aceh dengan sejumlah sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar. Kerjasama ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pelajar sekolah akan keselamatan berlalu lintas. Pekan Keselamatan Jalan Aceh Tahun 2019 memiliki sejumlah rangkaian kegiatan yang telah diadakan beberapa hari sebelumnya yaitu; lomba vlog, lomba mural & graffiti, safety riding, donor darah, senam jantung sehat, music performance, dan deklarasi keselamatan lalu lintas dan anti narkoba. (MG)   Simak videonya di bawah ini :

DISHUB BANDA ACEH TERAPKAN TRANSAKSI NON TUNAI DI PELABUHAN ULEE LHEUE

Mulai 1 Desember 2019, Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh akan menerapkan sistem pembayaran non tunai di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Banda Aceh. Penerapan transaksi non tunai bertujuan untuk mencegah pungli dan kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemerintah Kota Banda Aceh dari retribusi pelayanan pelabuhan. Transaksi non tunai di pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue nantinya meliputi; jasa tanda masuk pelabuhan, jasa penitipan kendaraan, dan jasa penggunaan dermaga pelabuhan, termasuk jasa timbangan kendaraan. Kasubbag Keuangan Dishub Banda Aceh Mahdani yang dihubungi Aceh TRANSit menyebutkan, alat pembayaran yang digunakan untuk transaksi non tunai adalah kartu uang elektronik yang dikeluarkan perbankan seperti; Brizzi, e-money, Flazz, dan Tapcash. “Saat ini sedang dilakukan sistem integrasi test untuk ujicoba penggunaan kartu uang elektronik antara Dishub Banda Aceh dan PT. AINO selaku penyedia payment gateway dengan pihak bank,” ungkapnya. Mahdani menambahkan, masyarakat bisa mendapatkan kartu uang elektronik di kantor masing-masing bank, counter penjualan kartu/top up isi saldo di pintu gerbang masuk pelabuhan, serta agen penjualan lainnya. “Direncanakan pada tahun depan bisa menggunakan dompet digital dari Hp android yang berbasis QR code seperti Link aja, Dana, Ovo, Gopay dan lain-lain yang terintegrasi dalam satu barcode yaitu QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard),” jelasnya. Penerapan transaksi non tunai ini sesuai dengan Peraturan Walikota Banda Aceh No. 10 Tahun 2018 tentang pelaksanaan transaksi non tunai di lingkungan Pemerintah Kota Banda Aceh. Hal tersebut juga sejalan dengan instruksi Presiden No. 10 Tahun 2016 tentang aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi. “Penerapan transaksi non tunai di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue juga untuk mewujudkan Banda Aceh Smart City dan mendukung Aceh Smart Province, serta ikut menyukseskan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT),” tutup Mahdani. (AM)

BUSINESS FORUM, UNTUK PENINGKATAN KONEKTIVITAS DISTRIBUSI LOGISTIK ACEH

Dorong peran sinergis Pelabuhan Malahayati dalam peningkatan konektivitas distribusi logistik di Aceh, PT. Pelindo I Cabang Malahayati bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Aceh selenggarakan acara Business Forum, Rabu, 06 November 2019. Business Forum yang diadakan di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh ini mengangkat tema “Peningkatan Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan Malahayati Sebagai Konektivitas Logistik di Aceh.” Acara yang pembiayaannya didukung oleh PT. Pelindo 1 Cabang Malahayati ini mengundang berbagai stakeholder yang terkait langsung dengan kegiatan dan kelancaran distribusi logistik di Aceh, seperti unsur Pemerintah, asosiasi dan dunia usaha. Hadir mewakili Plt. Gubernur Aceh, Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, S.T., M.T., menyampaikan, Business Forum merupakan ruang bagi semua stakeholder untuk menyampaikan gagasan dalam rangka mengoptimalkan peran Pelabuhan Malahayati. “Keberadaan pelabuhan ini sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas bisnis yang akan hadir di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong,” papar Junaidi, membacakan pidato Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Dalam amanat pidato ini disebutkan, kehadiran sebuah kawasan industri harus dilengkapi dengan keberadaan pelabuhan laut sebagai pintu masuk untuk kegiatan ekspor impor. “Kawasan industri itu juga harus dilengkapi dengan pusat logistik serta jaringan transportasi multimoda agar aksesibilitas barang lebih mudah,” ungkap Junaidi. Business Forum diisi oleh beberapa pemateri diantaranya; Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., dengan materi tentang Infrastruktur dan Konektivitas Logistik Pada Kawasan Industri Aceh, Direktur Utama PT. Pembangunan Aceh (PEMA) Zubir Sahim, dengan materi tentang Peluang Investasi Aceh, Perwakilan PT. Trans Continent, dengan materi tentang Dampak Industrialisasi dan Kawasan Industri Aceh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Aceh, dan General Manager PT. Pelindo I Cabang Malahayati Sam Arifin Wiwi, dengan materi tentang Bongkar Muat Di Pelabuhan Malahayati Sebagai Konektivitas di Provinsi Aceh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja Pelabuhan Malahayati dalam mendukung program Tol Laut (T1) untuk mendorong KIA Ladong, mempersiapkan SDM bagi pelaku usaha dan penyedia jasa logistik, meningkatkan daya saing pengusaha, serta mengnyinergikan pelaksanaan kelogistikan untuk peningkatan pelayanan di bidang perhubungan. (AM)