Dishub

Setir dan Sepiring Sate: Estu Menantang Malam dari Takengon

Aceh TRANSit – Takengon, rokok menyala pelan di sela jari Estu Budianto, yang akrab dipanggil Wen. Ia duduk santai di warung kopi pinggir terminal, espresso arabika di hadapannya mengepulkan aroma yang akrab. Wajahnya masih segar, tak menua oleh waktu, meski sepuluh tahun sudah ia melewati jalan lintas provinsi sebagai sopir angkutan AKDP. Wen, memulai karier dari bawah. “Tahun 2014 saya cuma nyuci mobil di doorsmeer milik perusahaan angkutan di Banda Aceh. Gak lanjut kuliah,” tutur pria yang kini berusia 31 tahun itu dengan tenang. Dari situlah ia mulai kenal dunia persupiran, dan tak lama kemudian dipercaya menjadi sopir jemput. Dunia AKDP mengenal dua jenis sopir: sopir jemput dan sopir jalan. Sopir jemput menjemput penumpang dari rumah ke rumah, karena banyak yang kesulitan menjangkau terminal dan membutuhkan biaya tambahan. Perjalanan kariernya telah membawa ia ke kursi kemudi mobil Hiace lintas kota. Awalnya sopir cadangan, kini ia memegang rute tetap Banda Aceh – Takengon, Aceh Tengah. Rutinitas malam hari menjadi sahabat dan kantuk menjelang subuh adalah musuh utama. “Saya nikah tahun 2016, semua dari hasil nyopir,” katanya bangga. Anak sulungnya baru saja masuk SD. Dalam obrolan, Wen tak banyak mengeluh. “Cukup untuk makan, cukup untuk hidup dan gak punya utang,” tambahnya sambil tertawa. Dan inilah bagian yang membuat semua teman ngopi tergelak: “Gaji kami lebih besar dari gaji pokok PNS, gaji pokok tapi ya bang,” ujarnya sambil tertawa lepas yang semua mendengarkan kisahnya tahu arah ucapannya.Lalu ia menambahkan, “Kalau berhenti di warung makan saya selalu disuguhi makan sate dan ayam geprek sama pemilik warung. Ya begitulah, hidup di jalan kadang lebih gurih dari yang kerja di kantor.” Satir itu muncul begitu saja, tanpa maksud merendahkan. Justru disitulah letaknya: kerja keras di jalan bisa jadi tumpuan hidup, bukan sekadar peluh yang hilang di aspal. Tak berseragam, tak tercatat absensi, tapi tetap bisa pulang dengan sesuatu yang hangat—di piring dan di hati. Namun tentu, ada risiko. Ia pernah mengalami kecelakaan ringan, dan tantangan kabut dataran tinggi Takengon jadi cerita harian. Tapi Wen tak gentar. “Musibah bagian dari lalu lintas di jalan,” katanya. Kini, Wen mengangsur Hiace pribadi lewat skema kerja sama dengan perusahaan. “Memang awalnya berutang, tapi jelas arahnya. Kalau tua nanti, saya balik ke loket atau jadi supir jemput. Rezeki masih bisa dicari,” katanya yakin. Menutup cerita, Wen menyampaikan harapan, “Supir ini ujung tombak. Kami butuh pemerintah, bukan sekadar aturan, tapi juga bimbingan. Ajak kami bicara soal izin, soal tata kelola. Jangan tiba-tiba razia tanpa pemahaman,”pungkasnya. Dan seperti segelas kopi yang perlahan dingin di dataran tinggi, Wen tetap hangat dengan prinsip: ramah, disiplin, dan jujur. Bukan hanya setir yang ia pegang erat, tapi juga harapan bahwa jalanan tak hanya membawa lelah, tapi juga harga diri.(T.Fajar Hakim) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:  

Muhammad Yacub, Dibalik Setir Bus Trans Koetaradja

Aceh TRANSit – Pagi yang cerah di Kota Banda Aceh, Muhammad Yacub, seorang sopir bus Trans Koetaradja, memulai rutinitasnya. Setiap hari, ia mengendarai bus yang melayani mobilitas masyarakat dari rumah mereka ke Pusat Kota atau sebaliknya. Di balik profesinya yang tampak sederhana, terdapat sebuah kisah perjuangan yang penuh dedikasi dan semangat untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Muhammad Yacub atau yang akrab disapa Pak Yacub bukanlah sosok yang mudah menyerah. Selama bertahun-tahun, ia selalu merasa bahwa bekerja di sektor transportasi publik adalah cara terbaik untuk memberi kontribusi bagi masyarakat. Berbagai rute sudah pernah ia lalui dan berbagai jenis bus pun sudah ia kemudikan. Sebelum menjadi sopir bus Trans Koetaradja, Pak Yacub sudah menjadi sopir angkutan umum bernama Labi-labi selama kurang lebih 18 tahun. Ia berjuang menghadapi berbagai rintangan di jalanan demi memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Ia tahu betul bahwa hidup tidak akan pernah mudah, tapi keyakinannya bahwa setiap usaha akan membuahkan hasil membuatnya tidak mudah menyerah. Dengan pengalaman bertahun-tahun di dunia transportasi, Pak Yacub akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Trans Koetaradja pada tahun 2017, angkutan yang menjadi tulang punggung transportasi publik di Banda Aceh. Sebagai seorang Pramudi, ia tidak hanya bertugas mengemudi, tetapi juga menjadi wajah dari pelayanan yang memastikan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Baginya, pekerjaan ini lebih dari sekadar mencari nafkah, ia merasa bangga bisa menjadi bagian dari layanan yang memudahkan masyarakat Aceh. Tak jarang, ia mendengar ucapan terima kasih dari penumpang yang merasa terbantu dengan adanya bus Trans Koetaradja. kata-kata sederhana seperti itu menjadi penghargaan yang sangat berarti bagi dirinya. Hal itu membuatnya merasa bahwa setiap perjalanan yang dilaluinya membawa manfaat yang lebih besar. Namun, tugasnya tidak mudah. Tantangan di jalan sering kali datang, mulai dari kemacetan hingga tugas mengelola waktu yang sangat ketat. Namun, Pak Yacub tidak pernah mengeluh. Baginya, setiap rintangan adalah bagian dari proses yang membuatnya menjadi lebih kuat dan lebih bijak. Cerita Pak Yacub begitu membanggakan terkait ketulusannya dalam menjalankan pekerjaan. Ia bukan sekadar bekerja untuk mencari uang, tetapi juga untuk mengabdi kepada masyarakat. Bagi Pak Yacub, profesinya adalah kebanggaan, dan itu terlihat jelas dalam setiap langkahnya. Ia selalu memberikan yang terbaik kepada setiap penumpang yang memasuki busnya. Dengan semangat kerja keras dan rasa tanggung jawab yang tinggi, ia menjadi sosok yang dihormati oleh sesama sopir dan penumpang. Kisah Pak Yacub adalah bukti bahwa dari pekerjaan yang tampak sederhana sekalipun, seseorang bisa memberikan dampak yang besar bagi kehidupan orang lain. Ia menunjukkan bahwa ketulusan, dedikasi, dan kerja keras adalah kunci untuk meraih keberhasilan. Dengan setiap perjalanan yang ia tempuh, Pak Yacub tidak hanya mengantarkan penumpang ke tujuan mereka, tetapi juga mengantarkan inspirasi dan kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Ia berharap besar agar bus Trans Koetaradja di masa yang akan datang akan terus bisa melayani masyarakat dengan baik, serta membuat pramudi dan pramugara lebih sejahtera. Semoga cerita ini bisa memberikan gambaran betapa besar dedikasi seorang sopir bus dalam menjalani tugasnya, dan bagaimana usaha serta kerja keras mereka patut dihargai.(Stephanie Marsya Ayundha) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini: Majalah TRANSit

Mengeluh Tetapi Tidak Mengubah

Aceh TRANSit – Transportasi di negara maju ibarat sebuah simfoni yang berjalan harmonis—kereta tepat waktu, bus terjadwal, jalur pejalan kaki lebar dan nyaman. Sementara di Indonesia, transportasi lebih mirip permainan takdir: menunggu bus yang tak kunjung tiba, bertaruh nyawa di zebra cross, atau bersaing dengan pedagang kaki lima di trotoar. Teknologi canggih di luar negeri memudahkan pembayaran dan navigasi, sementara di sini, tukang parkir lebih akurat daripada GPS. Soalan aturan lalu lintas? Di luar negeri dihormati seperti layaknya kitab suci. Sementara di sini, lampu merah sering dianggap sebagai opsi, bukan keharusan. Perbedaan ini bukan sekadar ironi, tapi cerminan bagaimana sistem dibangun—apakah untuk kemudahan publik, atau sekadar ajang survival bagi warganya. Belum lagi jalan rusak, kemacetan, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan transportasi publik menambah keluhan sehari-hari. Kita semua tahu, ketika hujan turun, beberapa ruas jalan berubah menjadi ‘kolam ikan dadakan’ yang menantang keberanian pengendara motor. Diperparah lagi dengan pengrusakan fasilitas publik seperti halte dan pencurian kabel listrik traffic light oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Masih banyak yang malas menggunakan transportasi umum, lebih memilih kendaraan pribadi meski tahu akan semakin menambah kemacetan. Kesadaran berlalu lintas? Ah, itu hanya teori di ujian SIM. Masih banyak yang menerobos lampu merah, berhenti sembarangan, dan berkendara seolah jalanan adalah milik pribadi.Setiap hari, kita mengeluh tentang hal tersebut. “Pemerintah harus bertindak!” seru kita di warung kopi atau di jagat maya. Tapi, coba tanya diri sendiri—apa yang sudah kita lakukan untuk memperbaiki keadaan? Lalu, ketika ada inisiatif perubahan, seperti pembatasan kendaraan atau aturan baru, langsung muncul protes. “Menyusahkan masyarakat!” katanya. Padahal, yang menyusahkan kita selama ini bukan aturan baru—tapi kebiasaan buruk kita sendiri yang terus dipelihara. Jadi, sampai kapan kita hanya mengeluh tanpa bertindak? Mungkin sampai jalan berlubang itu membesar untuk jadi wisata air dadakan. Namun, bukan berarti Aceh harus terjebak dalam masalah ini selamanya. Ada berbagai solusi yang bisa diterapkan seperti peningkatan infrastruktur yang lebih modern, transportasi publik yang lebih terjangkau, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Apalagi, dengan kemajuan teknologi, sistem transportasi berbasis digital bisa menjadi jawaban bagi mobilitas masyarakat yang lebih efisien. Peningkatan kesadaran masyarakat adalah kunci utama dalam menjalankan sistem transportasi dan menciptakan lingkungan jalan yang lebih aman dan tertib. Terutama kita juga perlu menjaga fasilitas publik untuk kepentingan bersama. Ketika kesadaran ini tumbuh secara kolektif, akan tercipta budaya berlalu lintas yang lebih beretika dan saling menghormati. Aceh memiliki potensi besar untuk memperbaiki sistem transportasinya. Yang dibutuhkan adalah keseriusan pemerintah dan dukungan serta kesadaran masyarakat untuk mewujudkan mobilitas yang lebih nyaman, aman, dan terjangkau. Mari mulai berbenah bersama, jika tidak, mengeluh akan terus membelenggu pikiran yang lahir dan batin.(Abu Joel)

Mudik Gratis, Bahagia Bertemu Keluarga

Pada setiap momen lebaran, mudik telah menjadi tradisi tahunan yang ‘wajib’ bagi masyarakat kita saat menyambut hari raya, khususnya Idulfitri. Di mana jutaan orang melakukan pergerakan, pulang ke kampung halaman untuk berkumpul kembali dengan keluarga besar, mempererat tali silaturahmi, dan merayakan momen penting bersama orang-orang tercinta. Musim mudik tidak hanya berdampak pada naiknya inflasi di sejumlah daerah, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas selama perjalanan. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mengambil langkah bijak mengenai tradisi mudik tahunan. Esensi inilah yang mendasari program mudik gratis untuk masyarakat Aceh harus diwujudkan. Pemerintah Aceh bergerak cepat bersama perusahaan BUMN, BUMD, dan Swasta berinisiatif menyelenggarakan program mudik gratis ini. Tentu, seyogianya untuk membantu memudahkan masyarakat pulang ke kampung halaman mereka selama musim mudik. Program ini juga bertujuan untuk mengurangi beban biaya transportasi bagi masyarakat dan mengurangi kemacetan di jalan raya dengan menyediakan moda transportasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Atas inisiasi berbagai pihak ini pula Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh pada 27-28 Maret 2025 menoreh kesuksesan yang nyata. Tercatat sebanyak 1.577 orang yang berhasil terlayani mudik gratis dengan selamat sampai ke kampung halaman. Dinas Perhubungan Aceh selaku leading sector pada program ini mengarahkan sebanyak 92 unit kendaraan baik bus dan minibus untuk mengantar para pemudik ke 16 Kabupaten/Kota tujuan. Adapun rutenya adalah Banda Aceh – Medan, Banda Aceh – Kuala Simpang, Banda Aceh – Langsa, Banda Aceh – Blangkejeren – Kutacane, Banda Aceh – Ketipis Bener Meriah, Banda Aceh – Takengon, Banda Aceh – Peureulak, Banda Aceh – Lhoksukon, Banda Aceh – Lhokseumawe, Banda Aceh – Bireuen, Banda Aceh – Meulaboh, Banda Aceh – Simpang Peut Jeuram, Banda Aceh – Blang Pidie, Banda Aceh – Tapak Tuan, Banda Aceh – Subulussalam, dan Banda Aceh – Rimo Singkil. Dengan segala manfaatnya, Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh ini adalah contoh nyata dari kebijakan yang dapat membawa dampak positif dan manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat kita. Betapa tidak, mulai dari animo masyarakat yang tinggi saat pendaftaran untuk melakukan war ticket secara daring. Salah seorang pemudik Rahma (45) yang berhasil mendaftar pulang kampung dari Banda Aceh – Aceh Tamiang, menyambut positif program ini. Manfaat yang dapat dirasakan langsung yaitu terbantunya biaya transportasi yang sudah ditangani oleh Pemerintah, hingga ia bisa mudik bersama keluarga tahun ini. Pada akhirnya, pilihan untuk ikut atau tidak dalam program mudik gratis tergantung pada prioritas dan situasi masing-masing. Jika biaya menjadi perhatian utama, program mudik gratis jelas merupakan opsi yang sangat menguntungkan. Namun, jika fleksibilitas dan kenyamanan lebih diutamakan dari pada sekadar biaya, memilih transportasi pribadi mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh telah menjadi solusi efektif untuk membantu masyarakat, terutama yang memiliki keterbatasan finansial, namun tetap dapat merayakan hari besar bersama keluarga di kampung halaman. Di samping itu, program ini juga mencerminkan bentuk kepedulian sosial sebagai upaya Pemerintah Aceh serta berbagai pihak dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.(Fuji Lestari) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Tol Sibanceh Permudah Arus Mudik dan Balik Lebaran

Aceh TRANSit – Sejak awal keberadaanya Tol Sigli-Banda Aceh (Sibanceh) telah menghubungkan berbagai wilayah di Bumi Rencong. Salah satu ruas tolnya yaitu Seksi 1 Padang Tiji-Seulimeum yang menghubungkan Padang Tiji di Kabupaten Pidie dan Seulimeum di Kabupaten Aceh Besar. Ruas Tol Sibanceh Seksi 1 memiliki panjang 23,95 kilometer. Keberadaan Tol Sibanceh ini memiliki banyak manfaat, di antaranya dapat menghemat waktu tempuh perjalanan sehingga mobilitas pengguna jalan menjadi lebih cepat. Meningkatkan daya saing dan sistem logistik jalur perdagangan di Aceh, mendorong tumbuhnya pusat kegiatan ekonomi produktif baru, khususnya di koridor Banda Aceh-Sigli dan menghubungkan pusat ekonomi, industri, serta pasar. Secara umum keberadaan jalan tol di daerah diperlukan guna mempermudah distribusi logistik dan dapat mengurai kemacetan. PT Hutama Karya (HK) resmi membuka jalur fungsional Jalan Tol Sibanceh Seksi 1 Padang Tiji-Seulimeum pada tanggal 24 Maret hingga 10 April untuk kendaraan golongan 1 guna mendukung kelancaran arus mudik dan balik Lebaran 2025. Jalan Tol Sibanceh Seksi 1 ini dibuka tanpa tarif alias gratis mulai pukul 08.00-17.00 WIB. Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal telah melakukan peninjauan lapangan terkait rencana kesiapan pengaktifan jalan Tol Sigli – Banda Aceh Seksi 1 (Padang Tiji – Seulimuem). Menjelang mudik Lebaran 1446 H bersama Direktur Lalu Lintas Polda Aceh, Kepala Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II Aceh, dan Branch Manager Divisi Operasi dan Pemeliharaan jalan Tol Ruas Sigli – Banda Aceh pada Jumat, 14 Maret 2025. Pengoperasian ini sebagai langkah strategis untuk mengantisipasi lonjakan volume kendaraan. Lonjakan volume kendaraan diprediksi terjadi selama periode arus mudik H-7 dan arus balik H+7 Lebaran 2025. Untuk mendukung kelancaran arus mudik, PT Hutama Karya telah menyiagakan 280 petugas dan 39 unit kendaraan operasional. Selain itu, dua rest area, yakni rest area 37A dan 37B, beroperasi penuh selama 24 jam dari 20 Maret hingga 10 April 2025. Menurut data yang dihimpun dari e-Manifest Dishub Aceh, sejak H-7 Lebaran 2025 atau 24 Maret hingga 7 April, kendaraan yang melintas di jalan Tol Sibanceh untuk seksi Padang Tiji – Seulimuem selama periode tersebut tercatat sebanyak 63.537 kendaraan, didominasi golongan I sebesar 99 persen. Ini adalah gerbang tol (GT) yang paling ramai meski hanya dibuka fungsional selama sembilan jam per hari. Keberadaan Tol Sigli-Banda Aceh diharapkan dapat mendorong investasi pembangunan daerah sehingga masyarakat dan jasa logistik barang mendapat manfaat baik ekonomi maupun sosial. Kehadiran jalan tol dan berbagai sarana infrastruktur primer untuk pembangunan ekonomi wilayah memang diperlukan bagi daerah sehingga dapat dimanfaatkan untuk upaya pengembangan kawasan industri, mendorong pariwisata lokal, dan membantu para pelaku UMKM. Pemerintah sudah menyediakan infrastruktur yang mengoneksikan antardaerah secara lebih cepat dan mudah sehingga tinggal bagaimana Pemerintah Daerah bisa lebih cepat lagi memacu pertumbuhan ekonomi di daerah masing-masing agar produktif dengan memanfaatkan jalan tol yang sudah dibangun pemerintah.(Dewi Suswati) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Asa Membara Rute Baru Trans Koetaradja

Aceh TRANSit – Kabar gembira bagi masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya. Di tahun 2025, bus Trans Koetaradja kembali menghadirkan inovasi layanan dengan membuka tiga rute baru yang semakin mempermudah mobilitas warga. Rute-rute baru tersebut mencakup Darussalam- Pasar Lam Ateuk, rute Pusat Kota-Lampaseh-Lambung, dan rute Keudah – Pasar Al Mahirah. Mulai beroperasi sejak 25 Februari 2025, kehadiran rute baru ini merupakan jawaban atas permintaan masyarakat yang menginginkan akses transportasi umum lebih luas dan efisien. Kepala UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja, M. Hanung Kuncoro, menjelaskan bahwa dari banyaknya usulan rute baru, tiga rute inilah yang dapat direalisasikan. “Masyarakat di kawasan ini melapor ke perangkat desa agar bus Trans Koetaradja bisa menjangkau wilayah mereka. Permintaan ini kemudian diperkuat oleh surat dari DPRK dan DPRA, sehingga akhirnya tiga rute baru ini bisa kami wujudkan,” ujarnya dalam wawancara dengan tim majalah Aceh TRANSit, Selasa, 25 Maret 2025. Keputusan ini ternyata mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Berdasarkan data pergerakan penumpang e-Manifes yang terdapat di laman Dinas Perhubungan Aceh, feeder 8 (Pusat Kota – Lampaseh – Lambung) menjadi rute paling ramai sejak awal beroperasi hingga 25 Maret 2025. Ini menunjukkan bahwa hadirnya rute baru benar-benar memberikan dampak positif bagi mobilitas masyarakat. Salah satu penumpang setia bus Trans Koetaradja, Rahmawati, mengungkapkan rasa syukurnya atas perluasan rute ini. Perempuan yang akrab disapa Wati ini telah menggunakan layanan Bus Rapid Transit (BRT) sejak tahun 2016. Sebagai warga Gampong Pie, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh, Wati yang tidak memiliki kendaraan pribadi merasa sangat terbantu dengan hadirnya rute baru ini. Memang, saat ini banyak masyarakat berharap adanya penambahan halte Trans Koetaradja, terutama di daerah yang minim fasilitas dan membutuhkan tempat berlindung. Namun, pembangunan halte permanen juga memiliki tantangan tersendiri. Beberapa halte kerap menjadi sasaran vandalisme, dan tidak jarang disalahgunakan sebagai tempat tidur oleh Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), yang dapat mengganggu kenyamanan serta estetika lingkungan. Pemerintah Aceh melalui Dishub Aceh terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan, termasuk dalam hal prasarana transportasi. Salah satu langkah yang telah dilakukan adalah berkoordinasi dengan Dinas Sosial. “Kami sudah menyurati Dinas Sosial untuk menangani keberadaan ODGJ yang mengganggu kenyamanan penumpang, baik di halte maupun di dalam bus Trans Koetaradja. Beberapa ODGJ bahkan melakukan tindakan tidak senonoh yang membuat penumpang merasa khawatir,” jelas Hanung. Terlepas dari berbagai tantangan tersebut, Hanung berharap penambahan rute ini dapat mempermudah mobilitas masyarakat ke fasilitas publik. Dengan semakin bertambahnya rute, diharapkan semakin banyak warga yang beralih ke transportasi publik yang lebih nyaman, aman, terjangkau, dan ramah lingkungan. Pemerintah pun terus berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan, agar masyarakat dapat menikmati perjalanan yang lebih mudah dan efisien. Bagi warga Banda Aceh yang belum mencoba bus Trans Koetaradja, yuk manfaatkan fasilitas ini! Dengan semakin luasnya jangkauan rute, kini perjalanan menuju pusat perbelanjaan, kawasan pendidikan, hingga area perdagangan semakin mudah dan nyaman.(Dhea Atifa) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Kisah Warga Kala Trans Koetaradja Berhenti Sementara

Aceh TRANSit – Seiring dengan penghentian sementara layanan Trans Koetaradja pada awal tahun ini, warga Banda Aceh dan Aceh Besar dihadapkan pada realitas baru dalam mobilitas harian mereka. Transportasi publik ini telah menjadi penopang utama aktivitas warga. Salah satu suara yang mencerminkan keresahan masyarakat datang dari Nurul Aini (27), pegawai toko di Peunayong, Kota Banda Aceh yang telah bergantung pada Trans Koetaradja selama hampir empat tahun terakhir. “Saya merasa seperti kehilangan teman perjalanan yang setia,” ucap Nurul saat ditemui Tim Aceh TRANSit di sela waktu istirahatnya, Senin, 24 Maret 2025.” Ia tinggal di Lambaro, Aceh Besar dan setiap hari menempuh perjalanan ke tempat kerjanya di pusat kota Banda Aceh. Selama ini, Trans Koetaradja bukan hanya menjadi pilihan karena tarifnya masih gratis, tapi juga karena kenyamanan dan keamanannya yang tidak ia temukan di moda transportasi lain. “Busnya bersih, ber-AC, sopirnya sopan. Saya bisa duduk dengan tenang, nggak perlu was-was,” tutur Nurul, mengenang masa-masa ketika bus biru-putih itu masih setia mengantarnya bekerja. Semasa berhentinya bus ini pada 1 Januari – 24 Februari, rutinitas itu berubah drastis. Ia harus memilih antara ojek daring atau labi-labi dua moda transportasi yang menurutnya kurang ideal, baik dari sisi biaya maupun kenyamanan. Nurul mengakui bahwa lonjakan pengeluaran transportasi menjadi salah satu tantangan utama sejak penghentian layanan. “Dulu saya bisa simpan uang transport untuk keperluan lain, sekarang hampir setengah gaji habis di jalan,” keluhnya. Tapi lebih dari itu, ia juga merasa produktivitasnya terganggu. “Kalau dulu saya bisa atur waktu dengan rapi, sekarang sering telat karena harus menunggu angkutan lain yang kadang nggak pasti datangnya. Kadang harus berdiri lama di pinggir jalan, kadang juga tidak kebagian tempat duduk. Jauh berbeda dengan dulu saat bisa naik bus Trans Koetaradja dengan nyaman dan teratur,” ungkapnya. Meski kecewa, ia sadar bahwa mungkin ada kebijakan yang membuat operasional Trans Koetaradja harus dihentikan sementara waktu. Harapannya sederhana namun penuh makna, ia ingin akses terhadap transportasi publik yang layak, terjangkau, dan berkelanjutan ini tetap tersedia bagi masyarakat. Cerita Nurul bukanlah cerita tunggal. Ia mewakili ribuan suara yang senada, suara masyarakat yang merasa terpinggirkan ketika layanan publik yang selama ini mereka andalkan tiba-tiba dihentikan dengan sementara waktu. Trans Koetaradja dalam pandangan mereka, bukan hanya alat transportasi. Ia simbol kemajuan, keadilan akses, dan perhatian negara terhadap warganya. Di tengah arus pembangunan yang terus diupayakan, suara seperti Nurul perlu mendapat tempat di meja kebijakan konkrit nan strategis di masa mendatang agar kisah ini tidak terulang kembali. Sebab kota yang baik bukan hanya dibangun dengan beton dan jalan raya, tapi juga dengan mendengar denyut harian warganya yang paling terdampak.(Rahma Yanti) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Trans Koetaradja Berhenti, Macet Tak Terhindari

Aceh TRANSit – Trans Koetaradja, bus idolanya warga ibu kota awal tahun 2025 ini, berhenti beroperasi. Berbagai tanggapan dan harapan masyarakat, tersampaikan di media sosial, tak terkecuali di media sosial resmi @dishub_aceh. Tentu pula, komentar ini juga merambat ke obrolan warung kopi dan lainnya. Hal ini wajar, mengingat pentingnya layanan ini bagi mobilitas masyarakat Aceh, terutama di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Angkutan massal yang telah beroperasi sejak tahun 2016 silam, di tahun ini berhenti beroperasi sementara pada Januari dan Februari. Apa yang menyebabkan terhentinya layanan yang sudah menjadi tulang punggung transportasi masyarakat ini ? Aceh TRANSit berbicara dengan Kepala UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja, M.Hanung Kuncoro, Senin, 24 Maret 2025 lalu. Menurut Hanung, terhentinya operasional Trans Koetaradja pada awal tahun 2025 disebabkan oleh berakhirnya kontrak pengelolaan antara Pemerintah Aceh dengan operator yang mengoperasikan layanan bus tersebut, layanan Trans Koetaradja yang masih gratis ini didukung oleh APBA. “Pada akhir tahun 2024, kontrak dengan mitra pengelola layanannya berakhir,” sebut Hanung. Keputusan untuk berhentinya layanan sementara waktu memang bukanlah langkah yang diinginkan oleh Pemerintah. Tentu saja, menurutnya keputusan ini berdampak pada pengguna setia Trans Koetaradja. Misalnya, masyarakat, pelajar, pegawai, yang membutuhkan mobilitas harian ke tempat tujuannya jadi terganggu, hingga hampir dua bulan lamanya. Sebab, kehadiran Trans Koetaradja selama ini telah menjadi pilihan utama bagi masyarakat untuk menghindari kemacetan jalanan Ibu Kota. “Ketika layanan ini berhenti, tentu saja menyebabkan meningkatnya jumlah pengguna kendaraan pribadi maupun angkutan umum, pada akhirnya membuat jalanan semakin macet,”tambah Hanung. Banyak pengguna layanan yang terpaksa mencari alternatif lain, seperti ojek daring atau taksi, yang tentu saja lebih mahal dan kadang tidak nyaman. Oleh karena itu, dalam perkembangannya, kata Hanung, Dishub Aceh terus mengupayakan kembali beroperasinya Trans Koetaradja dan menempatkan atensi yang serius terkait hal ini. “Pada waktu itu, kita bekerja keras untuk memastikan agar Trans Koetaradja dapat beroperasi kembali secepat mungkin. Alhamdulillah, pada 25 Februari lalu, bus ini telah beroperasi kembali,” ujar Hanung. Mengenai inovasi pelayanan bus, saat ini sedang dirampungkan sebuah aplikasi yang terintegrasi dan memudahkan pengguna memantau jadwal bus secara realtime. Pemerintah juga berkomitmen untuk memperbaiki infrastruktur yang ada, termasuk terminal bus dan halte, untuk memastikan kenyamanan dan keselamatan penumpang. “Kita ingin Trans Koetaradja tidak hanya menjadi solusi untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi masyarakat Aceh dalam beraktivitas sehari-hari,” pungkasnya. Melalui adanya perbaikan dan pembaruan yang dilakukan, kehadiran Trans Koetaradja diharapkan bisa terus menjadi solusi yang berkelanjutan dan ramah bagi pengguna.(Rahma Yanti) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Menyusuri Panasnya Jalanan Demi Senyuman

Aceh TRANSit – Di bawah terik matahari yang bersinar, Khairul Anam, seorang mahasiswa Fakultas Syariah UIN Ar-Raniry, memutar kunci kontak motornya. Suara mesin menderu pelan, menjadi pertanda awal perjalanan. Tujuannya? Sigli, sebuah kota di Kabupaten Pidie yang menjadi tempat pulang, tempat di mana orang tuanya menanti dengan senyuman. Dengan tekad dan niat yang kuat, ia melaju. Namun, Anam tidak gegabah. Ia mempersiapkan diri jauh hari sebelum keberangkatan. Diantara persiapan tersebut adalah mengganti oli, memeriksa kondisi mesin, mengecek tekanan ban, serta memastikan rem dan lampu berfungsi optimal. Ia juga melengkapi diri dengan helm standar, jas hujan, dan masker. Memastikan keselamatan sebagai prioritas utama. Setiap kali rasa lelah menyerang, kala melewati pegunungan Seulawah, Aceh Besar yang panjang, bayangan wajah kedua orang tuanya kembali hadir di benaknya, memompa semangat yang nyaris padam. Perjalanan pun ditempuh dengan penuh kehati-hatian. Mudik dengan sepeda motor memang penuh tantangan, namun baginya, semua itu layak dilalui demi sebuah momen lebaran. Ia percaya, setiap kilometer yang dilaluinya setara dengan senyuman orang tua saat menyambutnya. Lain halnya dengan Delva, mahasiswi Sosiologi Universitas Syiah Kuala (USK) ini rela menempuh kurang lebih 11 jam perjalanan untuk sampai ke kampung halaman. Gadis ini berasal dari Aceh Selatan, tepatnya di Labuhan Haji. Pengalaman pertama mudik naik sepeda motor ia lakukan pada libur semester satu, sekitar Desember 2022.Ada alasan kuat kenapa Delva memilih sepeda motor sebagai moda transportasi untuk mudik. Baginya, mudik naik sepeda motor jauh lebih hemat. Di kampung halamannya, sepeda motor juga sangat dibutuhkan untuk mobilitas harian. Mengirim sepeda motor lewat jasa ekspedisi memerlukan biaya tambahan yang tidak sedikit. Selain itu, Delva merasa naik sepeda motor lebih praktis dan fleksibel. Delva pun mengaku lebih nyaman berkendara sendiri. Soal kekhawatiran orang tua, Delva mengakui bahwa mereka tentu cemas. Apalagi perjalanan dari Banda Aceh ke Aceh Selatan memakan waktu tempuh yang cukup lama. Namun, Delva tetap mantap menempuh perjalanan ini sendirian. Meski jalur menuju kampung halaman berliku dan rawan kecelakaan di sejumlah titik, Delva mengaku sudah biasa dan tidak merasa takut. Untuk kendaraan, ia tidak pernah melewatkan persiapan teknis. Sehari sebelum keberangkatan, sepeda motornya selalu diservis terlebih dahulu, mulai dari ganti oli, pengecekan rem, hingga memeriksa kondisi ban. Ia juga membawa pompa kecil, jas hujan, STNK, SIM, serta memastikan tangki bahan bakar terisi penuh. Delva berpesan untuk setiap orang yang ingin mudik naik sepeda motor untuk selalu mengutamakan keselamatan saat berkendara.(Achdiyat Perdana) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Strategi Pelabuhan Ulee Lheue Layani ‘Lautan’ Pemudik

Aceh TRANSit – Bagi kebanyakan orang, mudik merupakan momen sakral yang selalu dinanti. Selain momen kehangatan dan kebersamaannya, mudik juga menjadi kesempatan recharged energy setelah lama di perantauan. Pelabuhan menjadi salah satu infrastruktur guna mengakomodir kebutuhan tersebut. Salah satunya Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheu Kota Banda Aceh. Sebagai masterpiece pelabuhan penyeberangan di Aceh, Pelabuhan Ulee Lheue terus melakukan berbagai persiapan dalam melayani lonjakan pengunjung. Tak hanya pemudik, lonjakan juga bersinggungan dengan momen pergerakan wisatawan yang hendak rehat sejenak ke Pulau Weh, Kota Sabang setelah lebaran usai. Data yang terpantau pada laman informasi Pergerakan Penumpang Libur Lebaran Idulfitri 1446H dari tanggal 24 Maret hingga 8 April 2025 (H-7 sampai dengan H+7 lebaran) menunjukkan bahwa sebanyak 198.850 pengguna jasa transportasi melakukan perjalanan di masa libur tahun ini. Nah, khusus data produksi angkutan penyeberangan di lintasan Ulee Lheue – Balohan pada tahun ini mengalami peningkatan sebesar 1,79 persen dibandingkan periode lalu. Sejak periode 24 Maret sampai dengan 8 April 2025, tercatat sebanyak 56.648 pergerakan pemudik dan wisatawan yang menyeberang pada lintasan favorit ini. Sedangkan pada periode lalu hanya sebanyak 55.650 pergerakan penumpang. Puncak lonjakan pergerakan arus pengunjung terjadi pada tanggal 4 April 2025 (H+4) lebaran yang mencapai 7.300 penumpang. Banyak usaha yang diupayakan oleh Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh dan pemangku kepentingan terkait agar grafik pengunjung terus meningkat. Salah satunya sistem e-ticketing yang sudah diberlakukan di Pelabuhan Ulee Lheue. Tujuannya sudah pasti memberikan pelayanan terbaik, kenyamanan dan keterbukaan transparansi publik. Masyarakat juga menyambut baik inovasi ini, karena dengannya kepastian waktu keberangkatan dan antrean panjang dapat dielakkan. Prosesnya juga mudah hanya dengan mengakses langsung situs resmi atau aplikasi Ferizy melalui ponsel pintar, masyarakat dari daerah mana pun dan di waktu kapan pun dapat langsung memesan tiket tanpa perlu bertatap muka di pelabuhan. PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) cabang Banda Aceh dan PT Sakti Inti Makmur (SIM) juga tak mau kalah dalam mengakomodir kebutuhan pengunjung. Terdapat 7 armada kapal feri dengan keberangkatan mencapai 20 trip PP (pulang – pergi) perhari yang beroperasi periode lebaran 1446 H. Rekor keberangkatan kapal terbanyak terjadi pada hari Kamis, 3 April 2025 yang mencapai 23 trip sehari, dengan rincian 9 trip kapal cepat dan 14 trip kapal feri Ro-Ro. Kadishub Aceh, Teuku Faisal sangat mengapresiasi setiap pemangku kepentingan transportasi di Aceh yang sudah bekerja maksimal, baik pada moda darat, laut dan udara, yang turut menyukseskan penyelenggaraan transportasi selama masa mudik lebaran ini. Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue telah berupaya menunjukkan kesiapan yang optimal dalam menghadapi arus mudik Lebaran 1446 H. Berbagai langkah antisipatif, seperti penambahan frekuensi trip kapal, peningkatan jumlah personel, serta inovasi yang dihadirkan demi kelancaran arus penumpang. Selain itu, koordinasi yang solid antar lembaga terus ditingkatkan agar arus mudik dapat berlangsung dengan aman dan lancar. Dengan langkah tersebut diharapkan masyarakat dapat merasakan momen kehangatan dan kenyamanan yang terus diupayakan disetiap sarana prasarana perhubungan.(Rahmi Caesaria Nazir) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini: