Dishub

Layanan TransK Gratis Karena Dana Otsus, Harus Lanjut

Banda Aceh – Trans Koetaradja melayani perjalanan masyarakat di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar secara gratis dari tahun 2016 hingga sekarang (tahun 2025). TransK melayani seluruh lapisan masyarakat, baik penduduk asli maupun wisatawan, mulai dari pelajar, lansia, hingga difabel. Dan itu semua dibiayai melalui dana otsus (otonomi khusus) Aceh. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh Teuku Faisal saat memaparkan penggunaan dana otsus Aceh pada Dinas Perhubungan Aceh di hadapan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dana Otsus Aceh di Aula Multimoda pada Rabu, 22 Oktober 2025. Selama Trans Koetaradja hadir, lanjut Teuku Faisal, dampak dari segi ekonomi terhadap masyarakat sangat luar biasa. “Karena layanannya gratis, jadi biaya yang perlu mereka keluarkan untuk bermobilitas sehari-hari bisa dihemat untuk kebutuhan lainnya,” pungkasnya. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap layanan angkutan massal perkotaan ini juga semakin meningkat setiap tahunnya. Hal itu tercermin dari ramainya jumlah aduan disaat bus TransK tidak beroperasi. “Ada sebagian masyarakat yang butuh naik bus TransK untuk pergi bekerja. Ketika TransK berhenti, mereka mengaku harus kehilangan pekerjaannya karena tidak bisa berangkat kerja,” ujar Teuku Faisal kepada Tim Monev Otsus Aceh. Selain pada layanan angkutan massal, Teuku Faisal juga memaparkan penggunaan dana otsus di sejumlah layanan transportasi lainnya, seperti pembangunan 3 unit kapal penyeberangan KMP Aceh Hebat untuk menjamin kelancaran konektivitas di wilayah kepulauan, pengembangan pelabuhan penyeberangan, terminal tipe B Aceh, hingga pembangunan fasilitas keselamatan jalan di sepanjang ruas jalan provinsi Aceh. Pada kesempatan yang sama, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Khusus, Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri, Sumule Tumbo menyebutkan bahwa penggunaan dana otsus sejatinya harus pada layanan yang bersentuhan langsung dengan publik seperti layanan angkutan massal Trans Koetaradja. “Inilah tujuan kunjungan kita untuk melihat langsung efektivitas serta pemanfaatan dana otsus. Di sini kita melihat dana otsus sangat dibutuhkan untuk mendukung konektivitas dan mobilitas masyarakat Aceh,” sebut Sumule selaku Ketua Tim Monev Otsus Aceh. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Direktur Pembangunan Indonesia Barat, Kedeputian Pembangunan Kewilayahan Kementerian PPN/Bappenas, Jayadi terkait penggunaan dana otsus Aceh pada sektor transportasi publik. Menurutnya, layanan Trans Koetaradja yang diberikan secara gratis di Aceh menjadi contoh yang unik dan luar biasa dari penggunaan dana otsus dalam konteks transportasi publik. Jayadi menambahkan, kehadiran transportasi publik yang dibiayai oleh Pemerintah memberikan dampak multiplier effect yang sangat luas dan signifikan terhadap perekonomian dan sosial. “Cost terbesar dari penyediaan transportasi publik adalah merubah mindset masyarakat untuk mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan publik,” sebutnya. Dirinya menilai apa yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dengan penyediaan transportasi publik secara gratis merupakan langkah awal yang tepat untuk merubah kebiasaan masyarakat dalam melakukan mobilitas sehari-hari. Tim Monev Dana Otsus Aceh terdiri dari beberapa Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Bappenas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Tim Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA). Setelah mendengar pemaparan, Kadishub Aceh bersama Tim Monev Dana Otsus Aceh meninjau Depo Angkutan Massal Trans Koetaradja. Di sana, rombongan melihat bus-bus TransK yang dibeli menggunakan dana otsus, termasuk menjajal kenyamanan bus beserta fasilitasnya.(AB) Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Bus Trans Koetaradja: Bukti Nyata Transportasi Publik Gratis itu Ada

Oleh Djoko Setijowarno Bus Trans Koetaradja adalah sebuah sistem transportasi umum di Banda Aceh dan Aceh Besar yang menjadi solusi modern untuk mobilitas perkotaan. Bus Trans Koetaradja tidak hanya dibangun untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga untuk memberikan layanan transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat . Sejak kehadirannya, Trans Koetaradja telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian banyak orang, terutama mahasiswa yang menjadikannya andalan untuk bepergian ke kampus atau ke pusat kota. Layanan gratis dan fasilitas yang nyaman, seperti pendingin udara, membuat Trans Koetaradja sangat populer dan selalu ramai penumpang. Meskipun sempat mengalami tantangan operasional dan revitalisasi, layanan ini terus berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat, menjadikannya salah satu sistem transportasi publik yang sukses dan berkelanjutan di Indonesia. Perkembangan Bus Trans Koetaradja menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjadikan layanan bus ini sebagai tulang punggung transportasi publik yang terintegrasi di Banda Aceh. Penambahan rute feeder sangat penting karena memungkinkan penumpang dari area yang lebih jauh untuk terhubung ke koridor utama dengan mudah. Program ini merupakan inisiasi pemerintah dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi publik di Aceh. Nama “Koetaradja” sendiri diambil dari nama lama Kota Banda Aceh, yakni Kutaraja, yang memberikan sentuhan lokal pada identitasnya. Informasi Dinas Perhubungan Provinsi Aceh (2025), menyebutkan 2 Mei 2016, bus Trans Koetaradja resmi beroperasi, saat itu hanya satu koridor, yaitu Pusat Kota (Masjid Raya Baiturrahman) – Darussalam (Pusat Perkuliahan), dengan jumlah bus sebanyak 25 unit hibah dari Kementerian Perhubungan. Seiring berjalan waktu, saat ini Trans Koetaradja sudah memiliki 59 unit bus, 25 bus ukuran besar dan 34 bus ukuran sedang yang melayani 6 koridor utama dan 5 rute feeder di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Koridor 1 (Pusat Kota – Daerussalam), koridor 2 (Pusat Kota – Blang Bintang via Lambaro), koridor 2B (Pusat Kota – Ulee Lheue), koridor 3A (Pusat Kota – Mata le via Setul, koridor 3B (Pusat kota – Mata le via lampaeuneurut), dan koridor 5 (Pusat kota – Blang Bintang via Ulee Kareng). Sementara feeder 1 (Trans Campus/Darussalam), feeder 2 (Pusat Kota – Lambaro), feeder 3 (Pusat Kota – Lampuuk), feeder 4 (Simpang Rima – Lambung), feeder 5 (BKKBN – Serambi Indonesia), feeder 6 (Keudah – Pasar Al Mahirah), feeder 7 (Darussalam – Pasar Lam Ateuk), feeder 8 (Pusat Kota – Lampaseh) dan yang paling terbaru adalah feeder 9 (Sp Mesra – Kajhu). Diskusi dengan Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Aceh T. Rizki Fadhil, S.SiT, M.Si (23/09/2025), menyampaikan perdana tahun 2016 dioperasikan 10 unit bus besar untuk 1 rute, tahun 2017 untuk 3 rute (25 bus besar dan 5 bus sedang), tahun 2018 untuk 3 rute (25 bus besar dan 15 bus sedang), tahun 2019 untuk 5 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2020 untuk 6 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2021 untuk 6 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2022 untuk 10 rute (6 koridor dan 4 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 27 bus sedang, tahun 2023 dan 2024 untuk 11 rute (6 koridor dan 6 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 34 bus sedang, tahun 2025 untuk 15 rute (6 koridor dan 9 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 34 bus sedang. Tempat perhentian Bus Trans Koetaradja berupa halte (permanen dan portable ) dan shelter. Tahun 2016 disediakan 16 halte permanen dan 24 halte portable , tahun 2017 (45 halte permanen dan 38 halte portable ), tahun 2018 (85 halte permanen dan 38 halte portable ), tahun 2019 (90 halte permanen dan 54 halte portable ), tahun 2020 (91 halte permanen dan 76 halte portable ), tahun 2021 (91 halte permanen dan 83 halte portable ), tahun 2022 (94 halte permanen, 83 halte portable dan 7 shelter), tahun 2023-2024 (94 halte permanen, 85 halte portable dan 10 shelter) dan tahun 2025 (94 halte permanen, 87 halte portable dan 10 shelter). Trans campus Tersedia juga layanan Trans Campus yang melayani dua kampus negeri, yaitu Universitas Syah Kuala dan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Jumlah bus feeder di jalur ini sebanyak 2 unit bus, mulai dari asrama mahasiswa melewati semua fakulltas dan berakhir di dekat halte Mesjid Jamik yang juga merupakan pemberhentian bus Koridor utama 1. Bus feeder yang paling diminati khususnya mahasiswa baru ini memiliki kapasitas 16 tempat duduk dan 14 pegangan dengan panjang rute layanan sejauh 5,5 km. Dalam sehari ada 10 ritase, waktu layanan jam 07.30 – 17.05. Sekali ritase 35 menit, waktu tunggu 20 menit untuk kondisi on peak dan 35 menit untuk kondisi off peak. Dengan desain kaca lebar panoramic, bus ini juga dilengkapi dengan ramp untuk disabilitas di pintu belakang bus. Trans Meudiwana Setiap hari Minggu dioperasikan Trans Meudiwana. Trans Meudiwana merupakan layanan feeder Trans Koetaradja dikhususkan untuk melayani perjalanan masyarakat yang berpergian ke tempat-tempat wisata yang ada di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, seperti Museum, situs sejarah, situs tsunami dan pantai. Program ini kolaborasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh menggunakan 2 armada bus ukuran sedang. Ada dua rute, yaitu Mesjid Raya – Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue dan Masjid Raya -Lampuuk. Rute Lampuuk merupakan rute favorit dimana masyarakat bisa menikmati keindahan pantai lampuuk secara gratis. Anggaran operasional Penyediaan anggaran melalui APBD merupakan wujud komitmen Pemerintah Aceh dalam memberikan pelayanan angkutan massal perkotaan yang berkelanjutan. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Aceh, alokasi anggaran tahun 2016 sebesar Rp 1,73 miliar, tahun 2017 (Rp 5,45 miliar), tahun 2018 (Rp 7,76 miliar), tahun 2019 (Rp 11,45 miliar), tahun 2020 (Rp 13,2 miliar), tahun 2021 (Rp 12,99 miliar), tahun 2022 (Rp 15,13 miliar), tahun 2023 (Rp 9,59 miliar), tahun 2024 (Rp 10,57 miliar), dan tahun 2025 (Rp 12,65 miliar). Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Prov. Aceh Tahun 2025 sebesar Rp 11 triliun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Banda Aceh (Rp 1,47 triliun), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Besar (Rp 1,8 triliun). Menurut data dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2024, kawasan perumahan yang harus dilayani di Kota Banda Aceh sebanyak 59 kawasan perumahan dan 113 kawasan perumahan di Kab. Aceh Besar. Sejumlah kawasan perumahan

Trans Koetaradja: Ruang Kreativitas Bagi Semua

Banda Aceh – Trans Koetaradja tak hanya menjadi bagian dari mobilitas kota, tetapi juga ruang kreativitas untuk semua warga. Kini, bus TransK hadir dengan tampilan baru hasil kreasi anak muda Aceh. Dishub Aceh memberi ruang bagi pelaku industri kreatif untuk menuangkan karya idenya melalui Lomba Livery Bus Trans Koetaradja. Di tengah gempuran ‘instrumentasi budaya luar’, nyatanya warisan budaya Aceh dapat beradaptasi di berbagai masa. Sesuatu yang sangat klop, pelaku industri kreatif diberi kesempatan, maka budaya dan pariwisata Aceh dapat tersampaikan kepada masyarakat. Melalui mobile billboard bus TransK telah membersamai perkembangan Aceh hingga saat ini. Bus TransK pada Koridor 2A pagi itu melaju dari Pusat Kota menuju Blang Bintang (via Lambaro) dengan suasana baru. Di sisi kiri badan bus terpampang karya Muhammad Talal, Juara 1 Lomba Livery Bus TransK pada Pekan Trans Koetaradja 2025. Sementara di sisi lainnya badan bus dengan kode TR16 ini telah terpajang karya Wendi Amiria, Juara 2 Lomba Livery Bus TransK. Dengan tema lomba Modern Heritage of Aceh, Talal mengaplikasikan karya livery-nya bertajuk ‘Lestari di Jalan, Mekar dalam Ingatan’. Ia memadukan wajah masa kini Aceh yang dinamis dengan akar budaya yang kuat. Secara detail, tampilan hasil livery-nya yang berbentuk karikatur dalam rupa tokoh anak muda berbusana adat, kuliner Aceh (kuah beulangong dan mie Aceh), ditambah latar rumoh Aceh yang mempesona, serta motif Gayo mewakili nilai kehidupan, kerja keras, serta keharmonisan alam dan manusia. Senada dengan Talal, Wendi juga bercerita tentang ketertarikannya mengikuti lomba ini. Anak muda lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala ini, telah bekerja sebagai ilustrator dan desainer grafis di salah satu studio di Kota Banda Aceh. “Saya tertarik ikut lomba desain livery pada Pekan Trans Koetaradja, karena bus ini menjadi moda transportasi yang saya gunakan dalam kegiatan sehari-hari. Lebih lagi lomba ini menjadi salah satu bidang yang saat ini sedang saya minati,” sebutnya yang berasal dari Simeulue. Ditambahkannya, secara filosofis, ide, dan inspirasi desain ini dari pariwisata dan warisan-warisan budaya di Aceh. Ia tertarik untuk menterjemahkannya dalam bentuk visual vektor, seperti adanya turis, ikon Aceh yaitu Masjid Raya Baiturrahman, serta kuliner Aceh misalnya kopi saring. Sehingga kearifan lokal, budaya, kuliner, dan objek wisata di Aceh berbaur dengan gaya hidup modern penduduknya. “Jadi keseluruhan ide-ide dan konsep ini saya satukan dalam satu ide konsep ilustrasi pada lomba livery Trans Koetaradja. Perasaan saya tentu sangat senang dan bangga, sebab karya saya telah diaplikasikan pada bus Trans Koetaradja,” jawabnya Senin, 13 Oktober 2025 di Banda Aceh. Wendi pun mengapresiasi Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh telah membuka ruang kreativitas bagi pelaku industri kreatif di Aceh. “Semoga ini bisa menjadi satu langkah awal ke depannya bagi pelaku industri kreatif di Aceh, bisa berkolaborasi dengan pemerintah. Saya yakin ada banyak pelaku industri kreatif di Aceh dengan karya mereka siap untuk bekerjasama,” pungkasnya. Nah, kalau Rakan Moda bertemu bus ini, jangan lupa abadikan momen ya. Lalu mention akun Instagram @dishub_aceh.(MR) Baca Berita Lainnya: Hingga September 2025, Trans Koetaradja Layani Lebih dari 600 Ribu Penumpang Tim Penilai Komisi Informasi Aceh Akui Kualitas PPID Dishub Aceh Kok Bisa? Trans Koetaradja yang Gratis Ini Jadi Andalan Dina Sejak SMP

Negara Hadir dalam Kisah Antoni Sopir Damri Terbaik

Bang neupeu udep bluetooth bus siat, mangat lon puta lagu dari hp lon. (Bang hidupkan bluetooth bus sebentar, biar saya putar lagu dari HP saya) Aceh TRANSit – Kata salah seorang penumpang di belakang dengan logat Aceh yang begitu kental, sopir menoleh sekilas ke kaca spion sambil tersenyum, menekan tombol di dasbor, dan lagu pun mengalun pelan. Sosok sopir tersebut adalah Antoni, orang yang telah 12 tahun mengabdi dibalik kemudi bus Damri, meninggalkan anak dan istri setiap pagi, menelusuri jalanan dengan total jarak tempuh 100 km pulang pergi. “Jadi bang kita ada dua trip perjalanan setiap pagi dan siang, cuma di hari minggu aja kita libur bang,” ucap Antoni dengan nada bersahaja. Melayani rute dari Terminal Tipe A Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat hingga pedalaman desa Alue Kuyun, rute yang sulit dilalui namun banyak diminati. Setiap hari kursi-kursi Damri hampir selalu penuh terisi, didominasi ibu-ibu berseragam putih dan nyak-nyak menenteng barang belanjaan. Di hari-hari tertentu, ia harus turun dari bus, menyeka keringat demi menganti ban yang bocor atau mesin yang ngadat dari bus keluaran tahun 2011 tersebut. Tapi tak sekalipun ia menggerutu. Ia hanya berharap bus masih kuat menyusuri rute ini esok hari. “Kalau bisa bang kita dikasih armada baru oleh pemerintah, karena disini pun (Meulaboh) minyak susah, dan tangki kita cukup kecil,” ujar Antoni, peraih predikat sopir Damri terbaik di seluruh Aceh ini. Pernah satu kali ia mengangkut penumpang yang sekilas terlihat biasa saja, namun sesampainya di dalam bus penumpang tersebut berteriak histeris dan membuat kegaduhan, Antoni terperanjat dan pada akhirnya penumpang tersebut terpaksa diturunkan. “Rupanya ODGJ bang, hahaha kalau diingat-ingat lucu juga,” ungkap Antoni sembari tertawa mengingat kejadian tak terlupakan yang pernah ia alami. Bagi warga Aceh Barat, kehadiran bus Damri sangat bermanfaat. Rahma, salah satu warga yang merasakannya. Selaku Bidan Desa Meutulang, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat ini merasa sangat terbantu sekali dengan hadirnya bus Damri. Saban hari bus ini membawanya pulang dan pergi untuk bertugas di Puskesmas yang berjarak 40 km dari pusat kota Meulaboh. Dengan tarif terjangkau hanya Rp9.000 untuk sekali perjalanan, rute ini sempat berhenti beroperasi selama setahun pada tahun 2024 lalu akibat keterbatasan anggaran. Namun, tingginya permintaan masyarakat serta keterbatasan akses transportasi di wilayah tersebut mendorong diaktifkannya kembali rute ini pada tahun 2025. Antoni, begitulah ia dipanggil sehari-hari. Seorang sopir bus Damri. Pahlawan dibalik kemudi. Dari balik kaca depan busnya, ia melihat dan akhirnya memahami, arti penting hadirnya negara, khususnya dalam bidang transportasi.(Achdiyat Perdana) Baca Tulisan Aceh TRANSit Edisi VII Lainnya Klik Disini

Menjelajah Pelosok Aceh: Kisah Bus Perintis yang Menghubungkan Daerah Terisolir

Oleh Djoko Setijowarno* Keberadaan bus perintis di Provinsi Aceh tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, akan tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan, pemerataan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di daerah-daerah yang terpinggirkan. Berdasarkan data Perum Damri Cabang Aceh (2025), bus perintis melayani 12 rute di Provinsi Aceh sepanjang 999 km. Rute-rute ini adalah Sinabang – Sibigo (188 km), Sinabang – Alafan (100 km), Kota Fajar – Manggamat (50 km), Kuala Simpang – Tenggulun (86 km), Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (108 km), Meulaboh – Alus Luyun (106 km), Longkib – Subulusalam (60 km), Gunung Meriah – Singkil (90 km), Gunung Meriah – Singkohor (54 km), Panton Lanbu – Bantayan (32 km), Laweung – Kota Sigli (41 km), dan Blang Pu uk – Ujong Fatihah (84 km). Kondisi rute bus perintis di Aceh sepanjang 629 km jalan aspal, 52 km jalan tanah, 45 km jalan berbatu tajam, 37 km jalan basah dan genangan air, 110 km jalan berdebu dan berpasir, 212 jalan tanjakan dan turunan dan 236 jembatan. Disamping itu melewati 211 sekolah, 42 rumah sakit, 41 pasar, 149 kawasan perkantoran dan 14 terminal penumpang. Rinciannya di masing-masing lintas berikut ini. Lintas Sinabang – Sibigo melewati 51 sekolah, 5 rumah sakit, 7 pasar, 27 perkantoran dan 1 terminal penumpang, lintas Sinabang – Alafan (23 sekolah, 4 rumah sakit, 5 pasar, 52 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kota Fajar – Manggamat Alafan (23 sekolah, 3 rumah sakit, 3 pasar, 4 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kuala Simpang – Tenggulun (12 sekolah, 6 rumah sakit, 5 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Alus Luyun (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Longkib – Subulusalam (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkil (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkohor (3 sekolah, 5 rumah sakit, 4 pasar, 1 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Panton Lanbu – Bantayan (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Laweung – Kota Sigli (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang). Bus perintis di Aceh memiliki peran penting dalam menghubungkan daerah-daerah dengan pusat-pusat keramaian. Layanan ini dioperasikan oleh Perum Damri sebagai bagian dari program subsidi pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Beberapa manfaat utama dari keberadaan bus perintis di Aceh. Pertama, membuka keterisoliran wilayah . Ini adalah manfaat paling krusial dari bus perintis. Di banyak daerah di Aceh, masyarakat kesulitan mengakses layanan publik atau pusat ekonomi karena minimnya pilihan transportasi. Bus perintis hadir untuk menjangkau rute-rute ini, menghubungkan desa-desa terpencil dengan pusat-pusat kota atau kecamatan. Hal ini secara efektif memutus keterisoliran dan membuat masyarakat bisa bergerak lebih mudah. Kedua, mendukung perekonomian lokal . Dengan adanya akses transportasi yang terjamin, masyarakat di daerah pedalaman dapat mengangkut hasil bumi mereka, seperti buah-buahan atau komoditas pertanian lainnya, ke pasar di kota. Tanpa bus perintis, masyarakat harus mengeluarkan biaya mahal untuk menyewa kendaraan pribadi atau bahkan membawa barang dengan cara manual, yang tentunya tidak efisien. Bus perintis membantu mempercepat distribusi barang dan meningkatkan pendapatan warga. Ketiga, mempermudah akses ke layanan publik . Transportasi yang lancar sangat penting untuk mendapatkan layanan publik. Bus perintis memudahkan masyarakat untuk bepergian ke pusat pemerintahan, rumah sakit, sekolah, atau bank. Sebagai contoh, warga di daerah pedalaman bisa mengurus dokumen penting, berobat ke fasilitas kesehatan, atau menghadiri kegiatan sosial tanpa harus menempuh perjalanan yang sulit dan mahal. Keempat, menyediakan pilihan transportasi murah dan aman . Tarif bus perintis disubsidi oleh pemerintah, sehingga biayanya sangat terjangkau, bahkan seringkali hanya beberapa ribu rupiah. Selain itu, bus perintis juga umumnya lebih aman dan nyaman dibandingkan dengan transportasi swasta yang tidak resmi di beberapa daerah. Hal ini memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama bagi pelajar, lansia, dan perempuan. Bus Perintis di Pulau Simeulue Ada dua rute bus perintis di Pulau Simeulue, yaitu rute Sinabang – Sibigo dan Sinabang – Alafan. Pulau Simeulue adalah sebuah pulau yang terletak sekitar 150 km di lepas pantai barat daratan Provinsi Aceh. Pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Simeulue dan memiliki ibu kota di Sinabang. Dikenal dengan keindahan alamnya yang eksotis, Pulau Simeulue menawarkan beragam atraksi wisata, terutama bagi para pencinta alam dan petualangan. Pulau Simeulue memiliki beberapa kecamatan yang lokasinya terpencil dan sulit dijangkau, seperti Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Alafan. Jarak tempuh dari ibukota kabupaten, Sinabang, ke daerah ini bisa mencapai 5 jam. Sebelum ada bus perintis, masyarakat sangat bergantung pada kendaraan pribadi atau transportasi sewaan dengan biaya tinggi. Bus perintis hadir dengan rute subsidi seperti Sinabang–Sibigo dan Sinabang–Alafan untuk memutus keterisolasian tersebut, membuat mobilitas menjadi lebih mudah dan teratur. Dengan adanya transportasi yang rutin dan terjangkau, masyarakat di wilayah pedalaman Pulau Simeulue kini bisa lebih mudah mengangkut hasil bumi dan komoditas pertanian mereka ke pasar-pasar di Kota Sinabang. Hal ini memotong rantai distribusi yang panjang dan menekan biaya logistik, sehingga secara langsung meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pedagang kecil. Bus perintis juga mempermudah pergerakan barang dari pusat kota ke desa-desa, mendorong roda ekonomi di seluruh pulau. Banyak masyarakat Simeulue yang harus pergi ke Sinabang untuk mengurus dokumen pemerintahan, mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit, atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bus perintis memberikan akses yang lebih mudah dan murah bagi mereka, terutama para pelajar dan mahasiswa, untuk bisa bersekolah atau berobat tanpa harus memikirkan biaya transportasi yang mahal. Tarif yang dikenakan sangat terjangkau, jauh lebih murah dibanding transportasi swasta. Selain itu, bus perintis juga memberikan standar keamanan yang lebih baik, memberikan rasa aman bagi seluruh penumpang. Secara keseluruhan, bus perintis di Pulau Simeulue berperan vital dalam meningkatkan konektivitas, pemerataan ekonomi, dan akses terhadap layanan dasar, yang pada akhirnya membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kondisi kendaraan Sudah saatnya pemerintah meremajakan armada untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang, termasuk di Provinsi Aceh. Dengan

Kereta Api Cut Meutia: Moda Transportasi Terjangkau di Provinsi Aceh

Oleh Djoko Setijowarno* Meskipun jalurnya masih pendek, kehadirannya menjadi simbol harapan untuk mengembalikan kejayaan perkeretaapian di “Tanah Rencong”  KA Cut Meutia telah beroperasi sejak 1 Desember 2013 dan merupakan salah satu dari sembilan Kereta Api (KA) perintis yang ada di Indonesia. Kereta perintis ini berperan penting, sama seperti yang lain, seperti KA Datuk Belambangan di Sumatera Utara, KA Bathara Kresna di Jawa Tengah, KA Lembah Anai dan KA Minangkabau Ekspres di Sumatera Barat. Perintis lainnya termasuk LRT Sumatera Selatan, serta KA Makassar Parepare di Sulawesi Selatan. Sejarah Perkeretaapian di Aceh Perkeretaapian di Aceh dimulai tahun 1876 oleh pemerintah kolonial Belanda. Awalnya, jalur kereta api ini dibangun untuk tujuan militer, yaitu untuk mempermudah pergerakan pasukan dan logistik dalam Perang Aceh, yakni mengangkut pasukan, senjata, dan logistik perang. Jalur pertama yang dibangun adalah dari Pelabuhan Ulee Lheue ke Kutaraja (Banda Aceh) sepanjang 5 km. Pembangunan terus dilakukan hingga jalur kereta api di Aceh berhasil mencapai panjang total 502 kilometer, menghubungkan kawasan-kawasan penting, antara lain Ulee Lheue – Banda Aceh – Sigli – Lhokseumawe – Langsa – Pangkalan Susu (di Sumatera Utara). Seiring waktu, jalur ini terus diperpanjang dan dikelola oleh perusahaan bernama Atjeh Tram (AT) yang kemudian menjadi Atjeh Staatsspoorwegen (ASS). Jalur ini membentang hingga ke Besitang di Sumatera Utara tahun 1919. Meskipun awalnya dibangun untuk militer, kereta api kemudian juga dimanfaatkan untuk angkutan umum dan ekonomi, seperti mengangkut penumpang dan hasil bumi, memfasilitasi perdagangan, dan memperkenalkan transportasi modern kepada masyarakat. Setelah kemerdekaan, operasional kereta api di Aceh diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Namun, seiring dengan berbagai factor, seperti bencana alam (banjir bandang yang merusak jembatan rel pada 1976). Terjadi kerugian finansial, dan semakin baiknya akses jalan raya, operasional kereta api di Aceh semakin menurun. Pada tahun 1982, operasional kereta api di Aceh secara resmi dihentikan. Banyak rel dan aset perkeretaapian dibongkar atau terbengkalai. Jalur kereta api di Aceh terus mengalami kerugian finansial. Puncaknya, pada tahun 1976, jembatan rel di atas Sungai Bengga, Pidie, rusak parah akibat banjir bandang dan tidak pernah diperbaiki. Kerusakan ini dianggap sebagai awal dari berakhirnya era kereta api di Aceh. Seiring dengan semakin baiknya infrastruktur jalan raya dan maraknya penggunaan kendaraan pribadi, masyarakat beralih dari kereta api ke transportasi darat lainnya yang dianggap lebih fleksibel. Reaktivasi dengan KA Perintis Jalur kereta api Lhokseumawe – Bireuen membentang sepanjang kira-kira 46,35 km. Bagian yang unik dari jalur ini adalah penggunaan lebar rel 1.435 mm, menjadikannya yang pertama di Indonesia setelah kemerdekaan. Saat ini, segmen sepanjang 21,45 km (Krueng Geukueh – Kutablang) sudah beroperasi. Ke depannya, akan diaktifkan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh ke Stasiun Muara Satu, dengan rencana pengembangan lebih lanjut sekitar 17 km menuju Stasiun Matang dan Stasiun Bireuen. Sepanjang jalur kereta api Lhokseumawe hingga Bireuen, beberapa stasiun telah selesai dibangun. Stasiun-stasiun tersebut meliputi Stasiun Muara Satu (terletak di Desa Blang Pulo, Lhokseumawe), Stasiun Krueng Geukueh (di Keude Krueng Geukueh, Aceh Utara), Stasiun Bungkaih (di Desa Bungkaih, Aceh Utara), dan Stasiun Krueng Mane (di Desa Cot Seurani, Aceh Utara). Jalur ini kemudian berlanjut ke Kabupaten Bireuen, tempat berdirinya Stasiun Geurugok (di Desa Cot Pu’uk) dan Stasiun Kutablang (di Kecamatan Kutablang). Layanan KA Perintis Cut Meutia menggunakan Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) yang diproduksi oleh PT INKA. Pengoperasian KA ini berada di bawah tanggung jawab PT KAI Divre I Sumatera Utara, berdasarkan penugasan resmi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Satuan Pelayanan Lhokseumawe membantu mengelola dan memberikan dukungan terhadap layanan ini, berada langsung di bawah koordinasi Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan. BTP Medan sendiri mengawasi jaringan kereta api di tiga provinsi (Aceh, Sumatera Utara, dan Riau). Secara total, mereka mengelola jalur sepanjang 542 km, melayani 62 stasiun, dan mengoperasikan 17 lintasan pelayanan. Kehadiran KA Cut Meutia tidak hanya meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat, tetapi juga secara aktif mendorong pengembangan jaringan kereta api di Aceh. Hal ini mencakup persiapan pengoperasian Stasiun Muara Satu (yang sebelumnya dikenal sebagai Stasiun Paloh), sekaligus mendukung aspek edukasi bagi masyarakat, dengan layanan yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan. Selama periode Januari hingga Agustus 2025, KA Cut Meutia telah melayani 30.527 penumpang. Jumlah ini berasal dari total kapasitas kursi sebanyak 270.240, menghasilkan tingkat okupansi rata-rata 11%. Tingkat keterisian tertinggi tercatat pada Februari, mencapai 26%, sementara bulan-bulan lainnya menunjukkan angka yang fluktuatif. Dalam sehari, KA ini melayani 8 kali perjalanan dengan waktu tempuh selama 64 menit sekali jalan. Perjalanan pertama dimulai pukul 07.04 dari Stasiun Krueng Geukueh, dan perjalanan terakhir berangkat pukul 17.50 dari Stasiun Kutablang. Tarif yang dikenakan untuk sekali perjalanan adalah Rp 2.000. Lintas ini dipenuhi dengan perlintasan dari setiap rumah dan cukup membuat waspada bagi masinis yang mengoperasikannya. Sepanjang perjalanan semboyan 35 selalu digunakan berupa sirine untuk meningkatkan faktor keselamatan bagi masyarakat. Saat ini, KA Cut Meutia hanya menggunakan satu rangkaian yang terdiri dari dua kereta penumpang. Kereta ini masih mengandalkan kipas angin sebagai pendingin, Penting untuk segera melengkapi KA Cut Meutia dengan pendingin ruangan / Air Conditioning (AC). Tanpa AC, penumpang dapat merasa tidak nyaman dan berkeringat terutama saat kereta berjalan di bawah cuaca panas. Selain itu, perlu dipertimbangkan penambahan unit kereta. Saat ini, tidak tersedia kereta cadangan. Apabila rangkaian yang beroperasi mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan, layanan akan terhenti karena tidak ada unit pengganti. Petak belum operasi Pembangunan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh menuju Stasiun Muara Satu telah dimulai sejak tahun 2023. Meskipun sosialisasi sudah dilakukan sejak Januari 2025, hingga saat ini jalur tersebut belum juga beroperasi. Keterlambatan pengoperasian lintas ini dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam menghadirkan layanan konektivitas. Stasiun Muara Satu saat ini sudah siap untuk dioperasikan. Dibandingkan dengan stasiun lain di jalur tersebut, Stasiun Muara Satu tergolong lebih luas dan memiliki fasilitas yang lengkap, termasuk lahan parkir kendaraan bermotor yang memadai. Namun, ada kendala yang dihadapi sejumlah instalasi kelengkapan di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) sering hilang dan harus berkali-kali diganti oleh kontraktor. Sebagai informasi, JPL atau yang sering disebut perlintasan sebidang adalah perpotongan antara rel kereta api dan jalan raya/setapak, yang dijaga oleh petugas yang dikenal sebagai Petugas Jaga Lintasan (PJL). Perlu pendanaan Saat ini, masyarakat belum

Hingga September 2025, Trans Koetaradja Layani Lebih dari 600 Ribu Penumpang

Banda Aceh – Layanan angkutan massal perkotaan Trans Koetaradja terus menunjukkan tren positif. Pada tahun ini, yaitu per bulan Februari hingga September 2025, tercatat sebanyak 604.954 penumpang telah menggunakan layanan Bus Rapid Transit (BRT) andalan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar tersebut. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal, mengatakan bahwa jumlah pengguna Trans Koetaradja terus meningkat setiap bulannya. Dari seluruh koridor yang beroperasi, Koridor 1 (Pusat Kota – Darussalam) tercatat menjadi rute paling ramai, dengan total 246.743 penumpang. “Selama delapan bulan beroperasi, bulan September jumlah penumpang tertinggi, yaitu 125.390 orang. Ini menunjukkan bahwa Trans Koetaradja semakin diminati masyarakat untuk mendukung aktivitas sehari-hari,” ujar Teuku Faisal, Selasa, 14/10. Ia menambahkan, peningkatan ini juga didukung oleh peluncuran aplikasi Trans Koetaradja yang memudahkan pengguna dalam mengakses layanan transportasi publik tersebut. Aplikasi yang tersedia di Play Store dan App Store ini memungkinkan pengguna mengetahui jadwal bus secara realtime dan menemukan halte terdekat dengan mudah. “Sejak diluncurkan pada Mei lalu, aplikasi Trans Koetaradja sudah diunduh sebanyak 6.695 kali. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat semakin akrab dengan layanan digital untuk mendukung mobilitas mereka,” kata Faisal. Kadishub Aceh menegaskan bahwa pihaknya akan terus menghadirkan inovasi baru untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan pengguna Trans Koetaradja, yang hingga kini masih melayani penumpang secara gratis. Menurut Faisal, pengembangan transportasi publik menjadi bagian dari upaya Pemerintah Aceh mewujudkan mobilitas yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. “Hal ini juga sejalan dengan arahan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, agar masyarakat semakin dimudahkan dalam mendapatkan layanan transportasi yang berkualitas,” pungkasnya.(MR/HZ) Baca Berita Lainnya: Tim Penilai Komisi Informasi Aceh Akui Kualitas PPID Dishub Aceh Kok Bisa? Trans Koetaradja yang Gratis Ini Jadi Andalan Dina Sejak SMP Akses Transportasi Umum ke Kawasan Perumahan

Tim Penilai Komisi Informasi Aceh Akui Kualitas PPID Dishub Aceh

Banda Aceh – Keterbukaan informasi publik bukan hanya sekadar kata, tapi telah menjadi budaya bagi setiap ASN Dishub Aceh. Prinsip itu selalu dipegang sehingga kini menjadi “culture” yang terus terbawa dalam setiap program yang dijalankan oleh Dishub Aceh. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh Teuku Faisal saat menerima kunjungan visitasi Tim Penilai Komisi Informasi Aceh (KIA) dalam rangka monitoring dan evaluasi (monev) Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2025 di Aula Multimoda, Selasa, 14 Oktober 2025. Dalam kunjungan hari ini, Tim Penilai KIA melihat langsung penerapan keterbukaan informasi publik di Dishub Aceh, mulai dari tempat layanan informasi, ruang kerja PPID, serta mendengar pemaparan inovasi dan strategi pengelolaan keterbukaan informasi yang telah dijalankan oleh Dishub Aceh. Keterbukaan informasi publik, kata Teuku Faisal, bukan hanya kewajiban yang diamanahkan oleh undang-undang. Akan tetapi, keterbukaan informasi menjadi fondasi dalam membangun kepercayaan publik. Oleh sebab itu, lanjutnya, Dishub Aceh terus berupaya melahirkan inovasi dan strategi baru dalam penyebaran informasi sehingga masyarakat dapat mengakses informasi dengan mudah. Di samping itu, Dishub Aceh juga memperbanyak kanal-kanal penyerapan aspirasi (feedback) masyarakat selaku pengguna layanan, baik masukan, ide, hingga keluhan terhadap pelayanan yang diberikan. “Kita menyadari betul keterbukaan informasi serta kemudahan memperoleh informasi di sektor transportasi sangat penting, termasuk mengoptimalkan penggunaan media sosial yang kini menjadi arus utama penyebaran informasi,” ungkap Teuku Faisal. Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Dinas Perhubungan Aceh memaparkan inovasi dan strategi keterbukaan informasi publik yang telah dilaksanakan oleh Dishub Aceh di hadapan Tim Penilai KIA. Selanjutnya, dilanjutkan dengan sesi tanya jawab serta penyampaian saran dan masukan oleh Tim Penilai KIA. Kadishub Aceh menyambut baik sejumlah masukan yang diberikan untuk diterapkan pada pelayanan sektor transportasi Aceh di masa yang akan datang. “Ide dan masukan dari Tim Penilai hari ini akan dirumuskan lebih lanjut oleh Dishub Aceh untuk kemajuan transportasi Aceh,” sebutnya. Sementara itu, Ketua KIA Junaidi menyebutkan bahwa pihaknya menilai positif dengan pemaparan inovasi dan strategi pengelolaan keterbukaan informasi publik oleh Dishub Aceh. Junaidi menambahkan, strategi penyebaran informasi publik yang dilakukan oleh Dishub Aceh cukup beragam, khususnya pemanfaatan platform digital dan media sosial yang sangat optimal. “Kami juga melihat cukup banyak inovasi digital yang diciptakan, berupa layanan yang bersentuhan langsung dengan publik dan masyarakat bisa mengakses langsung secara realtime, seperti aplikasi Trans Koetaradja, data angkutan, jumlah trayek, serta informasi-informasi lainnya,” sebut Junaidi. Dishub Aceh, menurut Junaidi, bisa menjadi role model bagi SKPA ataupun badan publik lain di Aceh dalam hal kualitas layanan informasi publik lewat inovasi dan berbagai macam layanan yang diberikan, baik digital maupun non digital.(AB) Baca Berita Lainnya: Kok Bisa? Trans Koetaradja yang Gratis Ini Jadi Andalan Dina Sejak SMP Akses Transportasi Umum ke Kawasan Perumahan Sebulan Dipasang, Puluhan Tiang Rambu di Lintas Krueng Raya-Laweung Hilang Dicuri Simak Videonya di Sini:

Akses Transportasi Umum ke Kawasan Perumahan

Oleh Djoko Setijowarno* Penyediaan akses transportasi umum ke kawasan perumahan akan mengurangi biaya transportasi bagi masyarakat. Dengan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun , kita dapat memberikan subsidi angkutan umum selama setahun penuh untuk 20 kota kecil dan sedang di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Biro Komunikasi Dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan (29/09/2025), Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyampaikan komitmen Kementerian Perhubungan untuk mendorong tersedianya akses transportasi umum massal menuju kawasan perumahan. Saat ini, banyak kawasan perumahan tidak memiliki fasilitas transportasi umum yang memadai untuk menuju tempat kerja. Hal ini membuat perumahan menjadi kurang layak huni karena tidak didukung oleh akses layanan transportasi umum. Mayoritas melakukan perjalanan dimulai dari tempat tinggal. Indonesia tengah menghadapi krisis transportasi umum, lebih dari 95% kawasan perumahan tidak memiliki akses. Padahal, idealnya, warga bisa menjangkau halte atau stasiun hanya dengan berjalan kaki maksimal 500 meter. Kualitas layanan angkutan publik yang menurun memicu naiknya biaya transportasi, yang pada akhirnya membebani pengeluaran masyarakat. Menurut Survei Biaya Hidup (SBH) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, biaya transportasi di Indonesia rata-rata menyumbang 12,46% dari total biaya hidup rumah tangga. Angka ini melebihi standar ideal Bank Dunia yang merekomendasikan porsi pengeluaran transportasi tidak lebih dari 10%. Sebelum tahun 1990-an, kebijakan pemerintah mengharuskan pembangunan perumahan diimbangi dengan adanya layanan transportasi umum seperti angkutan kota atau bus Damri. Namun, seiring berjalannya waktu, layanan angkutan ini semakin berkurang, bahkan banyak yang sudah hilang, meskipun kawasan perumahan tersebut masih tetap ada. Untuk mengatasi masalah ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu direvisi. Saat ini, undang-undang tersebut belum mewajibkan fasilitas transportasi umum sebagai bagian dari sarana umum. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan kewajiban pembangunan perumahan yang disertai dengan penyediaan akses transportasi umum. Kolaborasi antar kementerian Penyediaan akses transportasi umum ke kawasan permukiman tidak harus sepenuhnya ditanggung oleh Kementerian Perhubungan. Sebaliknya, Kementerian Perhubungan dapat bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri agar pemerintah daerah bisa menyiapkan anggaran khusus. Saat ini, sudah ada tiga pemerintah daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pendanaan angkutan umum, yaitu Kota Pekanbaru, Kota Semarang, dan Kota Batam. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 2 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum Massal, pasal 12 menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru berkewajiban memberikan pembiayaan untuk angkutan umum massal maksimal 5% dari APBD, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Pendanaan ini merupakan bentuk subsidi atau Public Service Obligation (PSO), dan dapat juga berasal dari sumber lain. Peraturan Daerah Kota Semarang No. 11 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perhubungan, pasal 140 mengatur bahwa Pemerintah Kota Semarang dapat memberikan subsidi angkutan untuk trayek tertentu. Subsidi ini berlaku untuk angkutan umum maupun angkutan massal, seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan kereta api. Alokasi subsidi paling sedikit 5% dari APBD dan didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Peraturan Daerah Kota Batam No. 1 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan, pasal 24 menyatakan bahwa Pemerintah Kota Batam wajib menyediakan pendanaan untuk sistem BRT dan prasarananya, dengan alokasi minimal 10% dari total Opsen Pajak Kendaraan Bermotor. Pendanaan ini bertujuan untuk subsidi angkutan umum massal atau Public Service Obligation (PSO) dan peningkatan layanan BRT setiap tahunnya, serta dapat bersumber dari pendanaan lain sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu, berdasarkan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa hasil dari penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen PKB harus dialokasikan setidaknya 10% untuk pembangunan moda dan sarana transportasi umum Menuntut keseriusan pemerintah pusat Pertanyaan tentang komitmen pemerintah pusat terhadap pemerataan transportasi umum di daerah sering muncul. Dengan total 514 pemerintah daerah yang tersebar di 38 provinsi, sudah seharusnya Kementerian Perhubungan meningkatkan anggaran tahunan untuk pembenahan angkutan umum. ______________ Pemerintah menargetkan pembenahan angkutan umum di 20 kota melalui RPJMN 2025-2029. Namun, program ini menghadapi tantangan serius karena anggaran stimulan skema buy the service (BTS) terus menyusut, yang membuat keberhasilan program dipertanyakan. Anggaran yang dialokasikan untuk skema ini menunjukkan tren penurunan signifikan. Setelah mencapai puncaknya di angka Rp 582,98 miliar pada 2023, alokasi anggaran justru terus menurun. Berikut adalah rinciannya tahun 2020 sebesar Rp 51,83 miliar (5 kota, 19 koridor), tahun 2021 (Rp 312,25 miliar, 5 kota, 26 koridor), tahun 2022 (Rp 552,91 miliar, 10 kota, 51 koridor), tahun 2023 (Rp 582,98 miliar, 10 kota, 48 koridor), tahun 2024 (Rp 437,89 miliar, 11 kota, 46 koridor), tahun 2025 (Rp 177,49 miliar, 6 kota, 16 koridor), dan 2026 (Rp 82,6 miliar direncanakan, hanya untuk 5 kota). Pada 2026, anggaran sebesar Rp 82,6 miliar hanya akan dialokasikan untuk lima kota, yaitu Kabupaten Banyumas, Kota Manado, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Balikpapan. Keterbatasan ini memunculkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah terhadap pemerataan perbaikan transportasi umum di seluruh Indonesia, terutama mengingat target awal yang lebih ambisius. Meskipun sering menghadapi kendala anggaran, saat ini 38 pemerintah daerah telah berinisiatif mengalokasikan APBD mereka untuk membiayai operasional angkutan umum. Upaya ini dilakukan oleh 12 provinsi, 16 kota, dan 10 kabupaten . Bahkan, dua pemerintah daerah telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur alokasi 5% dari APBD untuk subsidi angkutan umum. Sebelas pemerintah provinsi, di antaranya Trans Koetaradja di Aceh, Trans Siginjai di Jambi, dan Trans Jakarta di Daerah Khusus Jakarta. Angkutan umum serupa juga beroperasi di Jawa Barat (Metro Jabar Trans), Jawa Tengah (Trans Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (Trans Jogja), Jawa Timur (Trans Jatim), Banten (Trans Banten). Sementara itu, ada juga Trans Metro Dewata di Bali, Trans Banjarbakula di Kalimantan Selatan, Trans Sulsel di Sulawesi Selatan, dan Trans NKRI di Gorontalo. Sebanyak 16 kota, seperti Trans Binjai di Kota Binjai, Trans Metro Deli di Kota Medan, dan Trans Padang di Kota Padang. Di pulau lain, ada juga Trans Metro Pekanbaru di Kota Pekanbaru, Trans Batam di Kota Batam, serta Trans Musi Jaya di Kota Palembang. Di Jawa, layanan serupa tersedia di Kota Bogor (Trans Pakuan), Kota Tangerang (Trans Tangerang dan Si Banteng), Kota Bandung (Trans Metro Bandung), Kota Semarang (Trans Semarang), Kota Surakarta (Trans Batik Solo Trans), dan Kota Surabaya (Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Surabaya). Sementara di Kalimantan dan Sulawesi, layanan ini hadir di Kota Banjarmasin (Trans Banjarmasin), Kota Banjarbaru (Angkutan Juara), Kota

Sebulan Dipasang, Puluhan Tiang Rambu di Lintas Krueng Raya-Laweung Hilang Dicuri

Banda Aceh – Puluhan rambu lalu lintas yang dipasang oleh Dinas Perhubungan Aceh di sepanjang jalan lintas Krueng Raya – Laweung hilang dari tempatnya, tepatnya di kawasan perbukitan Lamreh, dekat Pantai Pasir Putih, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Padahal, sebagian besar rambu lalu lintas tersebut baru saja dipasang sekitar sebulan yang lalu. Hilangnya puluhan rambu itu berisiko terhadap keselamatan para pengendara yang melintasi kawasan tersebut, khususnya pada malam hari. Karena lintas Krueng Raya – Laweung memiliki kondisi geografis pergunungan dengan sisi jalan berupa jurang yang cukup dalam. Berdasarkan pantauan Tim Dishub Aceh pada Sabtu (4/10) yang lalu, terdapat 24 tiang rambu chevron (marka dengan pola garis-garis serong) hilang yang terpotong pada pangkal, sehingga hanya menyisakan beton pondasinya. Rambu ini berfungsi memberi ilusi visual bagi pengendara untuk mengurangi kecepatan kendaraan, terutama di area rawan kecelakaan atau persimpangan jalan. Jenis rambu ini sangat berguna pada malam hari, sebab sorotan lampu kendaraan akan membuat plang rambu itu bercahaya dan memberi peringatan kepada pengguna jalan mengenai kondisi jalan yang berbahaya. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal menyampaikan, rambu-rambu lalu lintas di Lokasi tersebut baru saja dipasang karena merupakan kawasan rawan terhadap kecelakaan lalu lintas. “Kami menyayangkan hilangnya rambu-rambu yang baru saja dipasang di lokasi tersebut. Apalagi lintasan Krueng Raya – Laweung itu rawan kecelakaan lalu lintas. Akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab yang mencuri rambu tersebut, dikhawatirkan bisa mengakibatkan kecelakaan kembali berulang yang merugikan pengguna jalan,” ujar Teuku Faisal. Selain di Kabupaten Aceh Besar, kehilangan fasilitas keselamatan jalan yang dipasang oleh Dinas Perhubungan Aceh juga terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara. Berdasarkan laporan, terdapat 6 unit alat penerangan jalan (APJ) yang hilang pada ruas jalan Muara Situlen – Lawe Deski. Akibatnya, jalan yang seharusnya mendapat penerangan kini kembali gelap gulita. Terkait kejadian ini, Kadishub Aceh menyatakan bahwa Dishub Aceh sudah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisan untuk mencegah kejadian serupa tidak terjadi kembali di masa yang akan datang. Kadishub juga berharap fasilitas yang dibangun melalui dana APBA ini dapat dijaga bersama. Ia meminta bantuan masyarakat yang mengetahui tindakan pencurian atau perusakan fasilitas transportasi untuk melapor ke Dishub Aceh.(AB) Baca Berita Lainnya: Saatnya Berpihak pada Transportasi Publik Gerbang Laut Menuju Simelue Wagub Aceh Sapa Sopir Truk di Puncak Geurutee, Beri Jajan Makan Siang