Dishub

Kesiapan Bandara SIM Tanggap Darurat Bencana

Tak dapat dipungkiri, saat terjadinya bencana, pesawat dan bandara menjadi garda terdepan mitigasi bencana. Salah satunya seperti yang diungkapkan Teuku Darmansyah. Hari itu, Darmansyah selaku Kepala Cabang PT Angkasa Pura II (Persero) Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) ketika gempa dan tsunami menghantam Aceh, sedang perjalanan dari Jakarta menuju Banda Aceh. Saat itu, dia menghadiri rapat pembahasan pengembangan dan pembangunan Bandara SIM di Jawa Barat. Saat tiba di Bandara Polonia Medan, Darmansyah bersiap menuju Banda Aceh tidak menyangka kejadian buruk itu terjadi di Aceh. Sekitar pukul 09.00 WIB, di Bandara Polonia tidak ada yang mengetahui gempa di Aceh. Hingga, pukul pesawat Garuda B737 GA 190 pada pukul 09.20 WIB terlanjut take off ke Aceh. Barulah Darmansyah mengetahui 10 menit menjelang landing. Pilot mengabari penumpang bahwa Bandara SIM tidak dapat didarati karena rusak akibat gempa. Dan pesawat berbalik arah kembali ke Medan. Dia juga belum mengetahui kalau Aceh terendam air. Tiba di Medan, dihubungilah petugas Bandara SIM menggunakan handphone, namun tidak ada jawaban. Begitu juga melalui telepon. Lalu, Darmansyah pergi ke radar Bandara Polonia Medan. “Disanalah saya berbicara dengan Pak Putra lewat radio portable lantas mengetahui Aceh sudah kacau balau,” sebut Darmansyah. Dalam beberapa jam kerisauannya itu, sedikit tercerahkan saat mengetahui bahwa pesawat kalibrasi yang dipiloti Capt. Bantasidi mendarat di Polonia dari Aceh. Kepadanya, Darmansyah meminta Bantasidi mengantarnya kembali ke Aceh. Tepatnya, pukul 13.30 WIB Darmansyah take off menuju Aceh. Sebelum mendarat, terlebih dulu pesawat mengelilingi pesisir pantai hingga Banda Aceh. Di ketinggian 1500 kaki itu, Banda Aceh dipenuhi genangan air. Hanya Masjid Raya, gedung olahraga, dan monumen pesawat Seulawah yang terlihat jelas dari atas. Pesawat mendarat pukul 14.30 WIB. Lalu Darmansyah segera menjumpai pegawainya dan memastikan segala kondisi bandara. Setelah memastikan bandara masih layak dioperasikan, seperti pelayanan lalu lintas udara, run way, power plan, dan fasilitas keselamatan penerbangan lainnya. Di hari itu, maka pukul 16.40 WIB Bandara SIM dibuka kembali serta mengabarinya ke Medan dan Direktur Utama PT. Angkasa Pura II di Jakarta. Tim dadakan segera dibentuk di kantor pusat yang bertugas memberikan bantuan kepada Bandara SIM. Karena sejak hari pertama bencana jumlah pegawai sangat sedikit yang bisa bekerja lantaran masih mencari anggota keluarganya. Lalu dibentuklah posko peduli Aceh dengan mengirimkan relawan sesuai bidang keahlian secara bergelombang hingga Mei 2005. Koordinasi yang intens juga kami lakukan dengan pangkalan TNI AU dalam rangka pengamanan dan persiapan penanggulangan bencana tersebut. Semua kedatangan, pejabat, relawan maupun bantuan semua ditangani oleh posko Angkasa Pura II. Beruntung sekali atas permintaan Menteri Perhubungan, Hatta Rajasa melalui Duta Besar Singapura untuk Indonesia di Jakarta. Aceh mendapat bantuan fasilitas pelayanan Lalu Lintas Udara (LLU) berupa mobile tower dan empat buah helikopter raksasa dua baling chinook yang sangat bermanfaat dalam operasi search and rescue. “Saya terharu banyak sekali negara-negara yang memberikan bantuan untuk Aceh kita,” pungkas GM yang menjabat dari tahun 2003-2005 itu. Sejak saat itulah, pesawat dari berbagai negara dapat mendarat, mengevakuasi warga, dan mengirimkan bantuan. Berduyun-duyunlah bala bantuan datang menghampiri Aceh baik dalam maupun luar negeri. Kini, pasca tsunami, Bandara SIM memiliki keunggulan. Hal ini seperti yang diungkapkan General Manager Angkasa Pura II Bandara SIM, Indra Gunawan. Seperti runway 3000 meter yang dapat didarati pesawat Boeing 747-400, 777-300ER. Luas ini menjadikan Bandara SIM yang pertama sebagai bandara terluas di Pulau Sumatera. Selain itu, bandara ini memiliki 3 taxiway dan 1 taxiway paralel, 8 parking stand dengan konfigurasi 2 wide body dan 6 narrow body. Saat ini sedang dilakukan pekerjaan perluasan terminal dan perawatan sisi fasilitas utama bandara yaitu overlay run way dan taxi way. Terkait kesiapan mitigasi bencana, Indra menyebut Bandara SIM memiliki komite. Diantaranya Emergency Respon Plan (ERP), Airport Emergency Plan (AEP), Airport Security Comitee (ASP) dan Emergency Operation Center yang dapat terhubung keseluruh Instansi tanggap darurat. “Semua komite ini dilakukan simulasi setiap 2 tahun sekali,” katanya. Upaya mitigasi bencana juga dilakukan oleh Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia dikenal sebagai AirNav. Seperti yang diungkapkan GM AirNav Indonesia Kacab Banda Aceh, Wisnu Hadi Prabowo. Dikatakannya, saat terjadi bencana, crisis centre dibentuk berkolaborasi dengan pihak terkait. Gunanya agar pelayanan pada kondisi darurat berjalan maksimal. “Kami ikut memastikan akses slot terhadap pesawat yang ingin memberikan bantuan maupun evakuasi warga dapat mendarat dengan selamat,” ujar Wisnu. Saat ini AirNav telah membenahi majamemen berupa teknologi informasi yang memudahkan airline mengetahui ketersediaan slot pesawat yang kita beri nama cronos system, setiap jamnya akan diketahui berapa banyak kapasitas. Sistem ini terbuka, sehingga airline dapat memonitor slot mana yang kosong maupun telah terisi. Rencana penerbangan (flight plan) jika dulunya airliner mengantar sendiri ke Air Tower Control secara manual. Sekarang, berbasis elektronic flight plan. Jadi pihak airplane dengan akunnya dapat mengakses tanpa harus datang ke AirNav. Selain itu, untuk memastikan keselamatan kedatangan dan keberangkatan kita membuat prosedur konvensional ataupun yang saat ini sedang kita kembangkan berbasis satelit yang kita sebut Perfome Base Navigation (PBN). Saat ini AirNav tidak hanya menjamin keselamatan, tapi kita juga dituntut membantu airline mencapai efisiensi. (Muarrief) Versi cetak digital dapat diakses dilaman:

KOLABORASI : Mempersiapkan Infrastruktur Transportasi 15 Tahun Lebih Cepat Untuk Sabang

Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Kawasan Bebas Sabang (BPKS), Pemerintah Kota Sabang dan Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh melakukan pertemuan membahas rencana pengelolaan Pelabuhan Penyeberangan Balohan Kota Sabang. Pertemuan ini dilakukan di Aula Rapat Dinas Perhubungan Aceh, Banda Aceh tanggal 16 Januari 2020. Di dalam pertemuan ini juga membahas rencana kerjasama dalam pengelolaan Pelabuhan Penyeberangan Balohan Kota Sabang, pelaksanaan revitalisasi dilaksanakan oleh BPKS yang diharapkan segera selesai pembangunannya. Setiap kegiatan perlu sebuah istilah “Cet Langet – bermimpi setinggi-tingginya -red”, yang berarti sebuah perencanaan ke depan yang dikonsepkan untuk target pencapaian yang harus diimplementasikan dan bersifat mutlak. Di dalam sebuah perencanaan tidak hanya menyebutkan tujuan dan target secara gamblang, namun kemungkinan hambatan atau deviasi pencapaian juga terprediksi saat proses pelaksanaan. Maka suatu perencanaan sangat diperlukan untuk manajemen program sebagai panduan pengambilan sikap dalam upaya pencapaian target yang diharapkan. Idealnya dari sebuah program pembangunan jaringan transportasi Aceh juga mengharuskan sebuah masterplan sehingga pelaksanaan kegiatan pengembangan dan pembangunan kedepannya dapat dilakukan secara terstruktur, menyeluruh dan tuntas, mulai dari perencanaan, konstruksi, operasi, pemeliharaan, dan pembiayaan. Begitu pula, arah pengembangan dan pembangunan fasilitas pelabuhan penyeberangan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan yang akan datang. Oleh karena itu, dalam merencanakan pembangunan transportasi sedini mungkin, Dishub Aceh melakukan studi 2015 untuk menyusun Rencana Induk Pelabuhan Penyeberangan (RIP) Balohan Kota Sabang. Hasil studi yang ditetapkan dalam RIP Balohan Kota Sabang menyebutkan bahwa jumlah penumpang pada tahun eksisting – Tahun 2015 –red mencapai 258.697 orang dan diprediksi pertumbuhan di Tahun 2035 mencapai 514.397 orang. Persentase pertumbuhan ini mencapai 50,29 persen khusus untuk penumpang Kapal Ferry Ro-Ro. Ini merupakan bom waktu apabila tidak tertangani pada saat ini. RIP ini direncanakan dalam rentang masa 2016 – 2035 yang berisi tentang jangka waktu perencanaan, rencana tapak dan rencana detail teknis, proyeksi arus pertumbuhan dan rencana kebutuhan penumpang dan/atau barang, perkiraan dampak penting dan penanganan dampak, dan hal terkait lainnya. Dalam mewujudkan target yang telah direncanakan dalam RIP maka perlu diupayakan dengan platform kolaborasi untuk “mempersiapkan infrastruktur lebih awal untuk kebutuhan pertumbuhan masa depan”. Dalam perjalanan yang berliku dan menanjak, dimulai dengan konsultasi Kementerian dan koordinasi Bappenas serta syarat investasi yang harus dipenuhi hingga pada akhirnya BPKS bersedia melakukan investasi. Namun hal ini tidak surut dari kendala dan rintangan dari kesulitan menganggarkan program kegiatan, persoalan lahan yang belum dikuasai dan aspek lainnya yang tak kalah menantang. Pembangunan dan pengembangan kawasan Pelabuhan Penyeberangan Balohan Kota Sabang dimulai pada Tahun 2018 dan kondisi pembangunan sekarang sudah mencapai 80 % dari alokasi anggaran yang disediakan. Hal ini juga merupakan suatu prestasi yang perlu diaksarakan dalam sebuah goresan pena yang menjadi pelajaran ke depan bagi kita. “Biasanya hampir semua rencana induk terlambat”, hari ini pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Balohan Kota Sabang 15 tahun lebih cepat dari upaya “Cet Langet” pada Tahun 2015 lalu, artinya berdasarkan RIP, Pelabuhan Penyeberangan Balohan dijadwalkan penyelesesaian infrastrukturnya di Tahun 2035. Kebiasaan selama ini, kita terfokus pada satu arah angin dalam mempercepat pembangunan. Padahal, ada arah angin lain yang membawa lebih banyak keuntungan layaknya kolaborasi. Suatu ulasan mungkin perlu dipatenkan bahwa “dengan kolaborasi, percepatan bukan hal mustahil atau cet langet”. Jadi, saat ini revisi mesti dilakukan untuk mengakomodir percepatan dengan pelaksanaan ini menggunakan pendekatan demand follow supply. Dengan segala keterbatasan, kolaborasi yang sudah dilakukan perlu dijadikan model dalam penyediaan infrastruktur transportasi Aceh di masa yang akan datang. Walikota Sabang, Nazaruddin dalam sambutannya menyampaikan agar dapat segera memperoleh kesepakatan tentang format pengelolaan yang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku, termasuk standar operasional dan prosedur yang diperlukan untuk pelayanan yang lebih baik. (MS)

ACEH BUTUH PESAWAT YANG SESUAI UNTUK PERCEPATAN KONEKTIVITAS ANTAR WILAYAH

Upaya-upaya Pemerintah Aceh untuk terus mengejar target pada program prioritas terus dilakukan. Pada Senin, 1 Juli 2019 yang lalu, Plt. Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT., melakukan kunjungan kerja ke PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) di Bandung, Jawa Barat. Kunjungan kerja tersebut merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Memorandum of Standing (MoU) yang telah dilaksanakan oleh Gubernur Aceh Irwandi Yusuf di Singapura pada Tanggal 07 Februari Tahun 2018. MoU tersebut bertujuan untuk mensinergikan dan mengoptimalkan rencana pengadaan pesawat dan pembangunan assembly line pesawat terbang N219 di Provinsi Aceh. Kunjungan Plt. Gubernur Aceh ke PTDI lebih menekankan pada evaluasi terhadap MoU yang sudah ada dan membahas kemungkinan kesepakatan realistis yang bisa dicapai dalam RPJMA 2017 – 2022 sehingga capaian MoU dapat diukur dengan baik. Pertemuan Pemerintah Aceh dan PTDI juga membahas penyempurnaan studi tentang penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM) dan operasional Pesawat N219 untuk mendukung konektivitas antar wilayah dan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kesenjangan wilayah. Pengembangan transportasi udara Aceh seharusnya berpedoman pada tata ruang Aceh yang mengarahkan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) berperan sebagai hub bandara-bandara yang ada di Aceh. Konsep arah pengembangan ini belum terealisasi secara optimal. Kondisi eksisting perintis saat ini juga belum signifikan dengan pengembangan konsep ini. Beberapa penerbangan ini masih mengarah ke hub bandara wilayah barat, Kualanamu, Sumatera Utara. Angkutan udara semestinya mempersingkat waktu dan jarak, akan tetapi saat ini untuk beberapa daerah membutuhkan biaya yang lebih besar dari seharusnya untuk dapat menjangkau Ibukota Provinsi. Tindak lanjut Pemerintah Aceh dengan PTDI juga mendorong implementasi konsep pengembangan Tata Ruang Aceh dalam meningkatkan peran Bandara SIM sebagai hub bandara Aceh. Dalam hal ini untuk mendorong transportasi udara secara komersial juga butuh waktu yang lama dan jika pihak ketiga yang mengurus juga belum tentu memberikan keuntungan yang banyak. Akan tetapi, masyarakat sangat membutuhkan moda transportasi ini. Sehingga, Pemerintah perlu mengintervensi kebutuhan sarana transportasi udara (pesawat terbang –red) untuk mengungkit peran prasarana (Bandara –red) yang telah ada di Aceh agar kembali terbangun dari “mati suri” selama ini. Sebagai karya anak bangsa, N219 merupakan pesawat komuter berbasis regulasi CASR/FAR 23 yang memiliki daya angkut sebanyak 19 penumpang dan secara umum memiliki daya angkut, serta flight & field performance yang lebih unggul dikelasnya. Pesawat ini dibangun oleh PT. Dirgantara Indonesia bersama LAPAN (Lembaga Penerbangan & Antariksa Nasional) dan direncanakan dapat menyelesaikan tahap sertifikasi pada akhir tahun 2019. Pesawat N219 dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan transportasi udara nasional di wilayah perintis. Memiliki kabin terluas di kelasnya dan dapat dimodifikasi untuk berbagai macam kebutuhan, seperti angkutan penumpang, angkutan barang maupun evakuasi medis saat terjadi bencana. N219 memiliki kecepatan maksimum mencapai 210 knot dan kecepatan terendahnya mencapai 59 knot, sehingga dapat terbang di wilayah bertebing dan berbukit sesuai karakteristik beberapa Bandara yang ada di Aceh. N219 juga memiliki kemampuan mendarat pada runway yang relatif pendek atau short take off – landing sehingga tidak membutuhkan landasan panjang dan mudah dioperasikan di daerah terpencil. N219 juga dilengkapi dengan Terrain Awareness and Warning System, yaitu alat yang bisa mendeteksi wilayah perbukitan. Sistem pesawat akan memberikan tanda dan visualisasi secara dimensi sehingga pilot tahu secara langsung kondisi perbukitan yang akan dilaluinya. Sesuai dengan kondisi Aceh saat ini yang memiliki 12 bandara yang belum beroperasi secara maksimal, bahkan beberapa bandara hanya melayani penerbangan perintis seminggu sekali. Pengadaan pesawat N219 merupakan salah satu upaya untuk mengoptimalkan bandara-bandara di Aceh tersebut. Aceh yang terpisah dengan perbukitan dan lautan, akan dapat terkoneksi dengan pesawat udara yang sesuai dengan topografi wilayah Aceh. Saat ini konektivitas antar wilayah merupakan salah satu tantangan terbesar dalam hal mengembangkan sektor kepariwisataan di Provinsi Aceh. Sejalan dengan hal tersebut, penambahan frekuensi penerbangan dari dan ke bandara-bandara di Aceh diperlukan untuk mendukung pertumbuhan kunjungan wisata. Data kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik pada tahun 2014 hingga 2018 menunjukkan tren kunjungan yang terus meningkat. Adanya kerjasama IMT-GT (Sabang-Phuket-Langkawi) dalam bidang pariwisata dan kegiatan kepariwisataan lainnya, mendorong tumbuhnya industri pariwisata di Provinsi Aceh. Selain faktor pariwisata, Aceh yang dikenal sebagai daerah rawan bencana juga sangat memerlukan konektivitas wilayah melalui angkutan udara. Bencana Tsunami 2004 membuktikan peran bandara-bandara di Aceh sebagai pusat mitigasi bencana saat itu. Maka dukungan angkutan udara yang modern dan sesuai dengan topografi wilayah Aceh patut diwujudkan. Kabin pesawat N219 yang dapat dimodifikasi untuk evakuasi medis, mampu mengangkut sebanyak 9 pasien dalam sekali penerbangan. Sejalan dengan program prioritas Dinas Perhubungan Aceh untuk menjadikan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda sebagai “Center of Umroh”, pesawat N219 dapat memudahkan masyarakat Aceh untuk melaksanakan ibadah umrah. Data yang diperoleh dari PT. Angkasa Pura II Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda menunjukkan, jumlah keberangkatan jama’ah umrah dari bandara tersebut pada tahun 2017 sampai dengan 2019 mencapai 29.550 jama’ah. Keberangkatan umrah dari Bandara SIM pada tahun 2019 mengalami lonjakan yang sangat tinggi yaitu sebesar 15.831 jama’ah. Hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan animo masyarakat Aceh untuk memulai perjalanan ibadah umrah terpusat di bandara SIM dan terhubung dengan bandara-bandara lain dalam wilayah Aceh dan beroperasi secara simultan. Tentu dengan adanya pesawat N219 yang melayani penerbangan di wilayah Aceh, masyarakat yang saat ini jika ingin melaksanakan umrah harus menempuh perjalanan darat dari daerah ke Banda Aceh atau bahkan melakukan perjalanan ibadah melalui bandara di luar Aceh. Dengan adanya konektivitas angkutan udara, masyarakat dapat lebih “fokus” dalam mempersiapkan ibadah ke tanah suci. Pesawat N219 juga diharapkan dapat menjadi solusi distribusi logistik yang terintegrasi, efektif dan efisien, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pesawat N219 juga dikembangkan untuk mendukung program jembatan udara seperti regulasi Presiden nomor 70 tahun 2017 mengenai “Penyelenggaraan Kewajiban Pelayanan Publik Untuk Angkutan Barang Dari Dan Ke Daerah Tertinggal, Terpencil, Terluar, Dan Perbatasan”. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2017, komoditas perikanan yang dikirim dari pelabuhan Sinabang, Singkil, dan Tapaktuan menuju pelabuhan Belawan mencapai 60.203 Ton. Dengan rincian dari Sinabang sebanyak 14.653 Ton, Singkil sebanyak 11.550 Ton, dan Tapaktuan sebesar 34.000 Ton. Pengiriman ikan melalui perjalanan darat dari pelabuhan-pelabuhan tersebut menuju pelabuhan Belawan membutuhkan waktu minimal 10 jam, bahkan dari Sinabang mencapai 21 jam. Bila dibandingkan dengan perjalanan udara, komoditas perikanan dari Sinabang, Singkil, dan Tapaktuan masing-masing dapat diangkut dalam waktu kurang dari 1 jam, sehingga kesegaran ikan masih terjaga dan nilai ekspornya

PEKAN KESELAMATAN JALAN ACEH TAHUN 2019

Dinas Perhubungan Aceh selenggarakan Acara Puncak Pekan Keselamatan Jalan Aceh Tahun 2019 di Lapangan Blang Padang Banda Aceh, Minggu, 1 Desember 2019. Rangkaian kegiatan dalam rangka Pekan Keselamatan telah dimulai sejak 25 November 2019. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., dalam sambutannya menyampaikan, dari sekian banyak korban kecelakaan lalu lintas didominasi oleh anak muda, pelajar dan mahasiswa. “Maka Pekan Keselamatan Jalan Aceh ini adalah salah satu upaya Dinas Perhubungan agar terjalin sinergisitas dari semua pihak dalam rangka mengurangi kecelakaan lalu lintas di jalan raya,” ungkap Junaidi. Acara ini mengajak para pengguna kendaraan agar lebih memperhatikan peralatan pendukung keselamatan dalam berkendara, serta membangkitkan kesadaran keselamatan dalam berkendara sejak dini yaitu salah satunya dengan menggandeng pelajar pelopor sebagai duta pemerintah. “Pemilihan Pelajar Pelopor merupakan upaya Dishub Aceh agar bisa menjadi wakil pemerintah dalam kampanye keselamatan berlalu lintas di jalan raya,” terang Junaidi. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh terbesar nomor dua di Indonesia dengan rata-rata jumlah orang meninggal setiap jam sekitar tiga sampai empat orang. Penyelenggaraan Pekan Keselamatan Jalan Aceh sebagai kegiatan rutin merupakan salah satu upaya Dinas Perhubungan Aceh untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di jalan raya. Selain itu, juga bertujuan untuk meningkatkan kesadaran pengendara tentang pentingnya keselamatan berkendara. Pada kegiatan puncak juga dilaksanakan penandatanganan Perjanjian Kerjasama (MoU) Keselamatan Berlalu Lintas antara Dinas Perhubungan Aceh dengan sejumlah sekolah di Banda Aceh dan Aceh Besar. Kerjasama ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran pelajar sekolah akan keselamatan berlalu lintas. Pekan Keselamatan Jalan Aceh Tahun 2019 memiliki sejumlah rangkaian kegiatan yang telah diadakan beberapa hari sebelumnya yaitu; lomba vlog, lomba mural & graffiti, safety riding, donor darah, senam jantung sehat, music performance, dan deklarasi keselamatan lalu lintas dan anti narkoba. (MG)   Simak videonya di bawah ini :

KEBERSAMAAN PEKERJA DI BANDARA SIM DALAM BALUTAN KEMENANGAN IDUL ADHA

Banda Aceh (10/08), PT. Angkasa Pura II Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) menyelenggarakan Shalat Ied di halaman parkir Bandara SIM. Penyelenggaraan Shalat Ied ini juga diiringi dengan penyembelihan hewan qurban sebanyak empat ekor sapi dan satu ekor kambing yang akan dibagikan kepada masyarakat sekitar. Awalnya, penyelenggaraan Shalat Ied ini telah direncanakan pada tahun sebelumnya. Namun, pada tahun ini Angkasa Pura II bersama stakeholder terlibat berkesempatan melakukan shalat hari raya bersama. Dalam perbincangan singkat Tim Aceh Transit dengan Bapak Yos Suwagiyono, General Manajer PT Angkasa Pura II menyampaikan bahwa, “penyelenggaraan Shalat Ied ini menyikapi permintaan teman-teman imigrasi, mereka mengeluh selama beberapa tahun, puasanya full tapi nggak pernah Shalat Ied,” ucapnya penuh semangat. “Maka, sampailah hal ini kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu, mereka koordinasi dengan airlines dan pihak terkait. Kemudian, mereka menyurati saya dan disampaikan juga ke Bupati Aceh Besar,” lanjutnya dengan rona wajah yang cerah. Dalam hal ini, Bupati Aceh Besar menghimbau Bandara SIM agar dapat menunda sementara penerbangan saat hari pertama Idul Adha mulai pukul 00.00 – 12.00 WIB. Terlebih dulu, manajeman Bandara SIM berkoordinasi dengan Otoritas Bandara Wilayah II Medan dalam menyikapi surat edaran tersebut. Dalam hal ini, Otoritas Bandara Wilayah II Medan selaku regulator agar tidak bertentangan dengan regulasi yang telah ditetapkan. Setelah berkoodinasi, manajemen Bandara SIM menghentikan sementara penerbangan pada tanggal 11 Agustus 2019 dari pukul 07.25 – 11.00 WIB. Namun, penerbangan pertama pada hari tersebut (penerbangan pukul 06.00 WIB –red) tetap beroperasi seperti biasanya. Dalam kesempatan ini juga, Junaidi, Kepala Dinas Perhubungan Aceh, menyampaikan bahwa secara teknis pelaksanaan aktifitas transportasi pada Shalat Ied tidak mengganggu pelayanan bandara. Hanya saja, pergeseran jam pelayanan setelah prosesi Shalat Idul Adha dan penyembelihan Qurban. Prosesi ini dapat dijadikan sebagai ritual rutin dalam penyambutan hari raya sekaligus sebagai identitas pribadi Aceh sebagai daerah Syari’at Islam. “Kita perlu tunjukkan kepada mereka, bahwa Aceh gini loh. Syiar Islam menyeruak dari pintu gerbang pertama Aceh. Niat baik seperti ini perlu kita pertahankan dan juga kita permudah jalan bagi yang ingin melaksanaan Shalat Hari Raya (Shalat Ied –red),” Imbuh Pak Yos dalam perbincangan ini. Tambahnya, pada momen seperti ini, kita sebagai insan perhubungan bekerja lebih ekstra dari biasanya. Melayani masyarakat yang ingin segera berkumpul dengan keluarga pada hari penuh kemenangan. Beberapa jam inilah kita manfaatkan dan sisihkan waktu dalam menyambut hari kemenangan di atas sajadah dengan sujud penuh suka cita menghadap Ilahi dalam kebersamaan. Inilah rasa syukur yang mendalam pada Sang Kuasa. Komunitas pelayanan di Bandara SIM seperti Airnav, Airlines, beacukai beserta keluarga menyambut gembira penyelenggarakan Shalat Ied di Bandara SIM. Inilah harapan kebahagiaan, mereka dapat merasakan kesyahduan Shalat Ied di hari kemenangan bersama keluarga meskipun sedang dalam melaksanakan tugas. Tetes pilu tahun-tahun berlalu, mereka hanya mampu menyaksikan indahnya kalimat takbir melalui televisi yang tergantung di pojok bandara. Tahun ini, mereka dapat melafazkan kalimah takbir bersama-sama. Penuh kesyahduan suka cita, dan haru bahagia menyelimuti relung hati komunitas ini. Masyarakat juga menyambut antusias penyelenggaraan Shalat Ied ini. Momentum seperti ini perlu dipertahankan dan menjadi ciri khas Aceh sebagai Serambi Mekkah. Kemeriahan penyambutan Hari Raya (Idul Fitri dan Idul Adha –red) sebagai rasa syukur kepada Allah SWT. Nantinya, momen seperti ini dapat mempererat ukhuwah islamiah dan silaturrahmi bagi kita semua. (MS)

TRANSPORTASI LANCAR UNTUK MUDIK LANCAR 2019

Penyelenggaraan angkutan lebaran terhitung sejak tanggal 26 Mei 2019 sampai dengan 13 Juni 2019 cenderung lancar dan lebih baik, hal ini dapat dilihat dari koordinasi yang lebih baik dari Dinas Perhubungan, Kepolisian, Kodam Iskandar Muda, Operator pelayanan transportasi dan Stakeholder pendukung kegiatan pelayanan mudik lainnya. Dukungan kesiapan Armada Darat, Laut dan ASDP, serta Angkutan Udara baik Komersil maupun perintis yang beroperasi secara optimal juga mempunyai andil yang besar terhadap keberhasilan angkutan lebaran kali ini. Keberhasilan pelayanan ini juga didukung oleh ketersediaan infrastruktur jalan yang mencapai nilai kemantapan 93,91%. Evaluasi penyelenggaraan kegiatan dari hasil Rampcheck kendaraan khususnya angkutan umum pada moda transportasi darat menunjukkan 80% kendaraan memenuhi persyaratan teknis dan administrasi (Ramp Check 21 sd 25 Mei 2019) sedangkan angkutan udara dan laut/penyeberangan secara umum dipastikan memenuhi persyaratan teknis dan administrasi, bahkan pada tahun ini Dinas Perhubungan Aceh beserta jajaran yang terkait kemaritiman mengadakan rampcheck untuk angkutan laut di atas 8 GT pada tanggal 27 Mei 2019 dengan menghimbau kapal-kapal yang beropearasi dapat memenuhi standar keselamatan pelayaran. Arus puncak mudik menunjukkan 5700 penumpang/hari yang masuk ke Banda Aceh dari semua moda transportasi dan 6028 penumpang/hari yang keluar dari Banda Aceh. Dengan jumlah keberangkatan penumpang rata-rata selama masa lebaran adalah 2500 sampai dengan 3000 penumpang perhari. Puncak mudik terjadi pada H-3 (2 Juni 2019) untuk moda darat, sedangkan udara dan laut pada H-6 (30 mei 2019).  Untuk arus balik terjadi pada H+3 (9 Juni 2019) untuk moda transportasi darat, udara dan laut, sedangkan angkutan penyeberangan pada H+2 (8 mei 2019). Tahun 2018 terdapat 63 kasus kecelakaan dengan dampak korban meninggal dunia sebanyak 31 orang, namun pada tahun 2019 turun menjadi 53 kasus kecelakaan dengan korban jiwa sebanyak 25 orang (Data : Dirlantas Polda Aceh). Puncak Arus Balik mengakibatkan 9456 penumpang/hari atau meningkat 20% penumpang baik arus mudik maupun arus balik jika dibandingkan data tahun 2018. Peningkatan Arus mudik/balik sangat terlihat pada pengangkutan penyeberangan dan laut yaitu sekitar 30% yang disebabkan  karena adanya angkutan perintis Tol Laut yang melayani wilayah pantai barat selatan dan tambahan frekuensi keberangkatan kapal ferry pada lintasan Balohan Sabang. Keberhasilan penanganan angkutan lebaran kali ini juga terlihat dengan menurunnya angka kecelakaan sebesar 16 persen dari tahun sebelumnya. Kerugian materi akibat laka lantas pada tahun 2019 ini diperkirakan sebesar Rp. 131.720.000 atau menurun 73 % dari tahun sebelumnya (Data : Dirlantas Polda Aceh). Pelaksanaan Angkutan lebaran kali ini cenderung lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya jika dilihat dari kesiapan koordinasi, infrastruktur jalan, kesiapan moda dampak kecelakaan serta pemberian informasi kepada masyarakat sehingga menciptakan mudik lancar untuk kita semua.

ASN DISHUB ACEH IKRARKAN “AKU SIAP NETRAL”

Seluruh PNS dan Non-PNS di lingkungan Dinas Perhubungan Aceh mengikrarkan diri “Aku Siap Netral” untuk Pemilihan umum Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang akan berlangsung pada 17 April 2019 mendatang. Kepala Dinas Pehubungan Aceh Junaidi, ST, MT memimpin apel pagi serta pembacaan Ikrar “Aku Siap Netral” (ASN) di halaman Kantor Dinas Perhubungan Aceh, Senin (01/04/2019). Junaidi, ST, MT membacakan lima butir ikrar yang diikuti oleh seluruh PNS dan Non-PNS  yang disaksikan langsung oleh Panwaslih Aceh, Kepala Biro Organisasi Sekretariat Aceh dan Pejabat Badan Kepegawaian Aceh. Usai pengucapan ikrar ASN, seluruh PNS dan Non-PNS  Dishub Aceh membubuhi tanda tangan pada spanduk ikrar “Aku Siap Netral” yang diawali oleh Kadishub Aceh, dilanjutkan oleh Pejabat Esselon III dan IV hingga para seluruh staff. Ada 5 (lima) poin dalam ikrar tersebut yang menyatakan komitmen ASN (Aku Siap Netral) yaitu : pertama, tetap konsisten menjaga netralitas dengan tidak membuat keputusan atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan peserta pemilu tertentu; kedua, tidak mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah masa kampanye; ketiga, tidak menggunakan fasilitas maupun anggaran Pemerintah dan Pemerintah Daerah bagi kepentingan kampanye peserta pemilu tertentu; keempat, ikut bersinergi dengan Panitia Pengawas Pemilihan Umum Aceh dalam mendorong penyelenggaraan pemilu yang jujur, adil dan bermartabat dilingkungan Badan Penanggulangan Bencana Aceh dan kelima, tidak menyebarkan ujaran kebencian, berita yang tidak jelas atau fitnah dan hoax yang dapat menguntungkan atau merugikan peserta pemilu. Dengan berikrar “Aku Siap Netral” diharapkan setiap PNS dan Non-PNS tidak ikut terlibat dalam hiruk pikuk politik, bersikap netral dan tidak menunjukkan keberpihakkan kemana pun serta dapat  memberi contoh kepada para aparatur lainnya. (DW)

PERLU DUKUNGAN SEMUA PIHAK UNTUK OPTIMALISASI PELAYANAN TERMINAL PIDIE JAYA

Pelaksanaan Proses pelimpahan kewenangan Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana serta Dokumen (P3D), sejalan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah melimpahkan kewenangan pengelolaan Terminal Tipe B pada Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh. Setelah dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, terminal-terminal Tipe B tersebut resmi diserahkan pengoperasiannya pada Dinas Perhubungan Aceh Tahun 2017. Sebagian terminal-terminal Tipe B ini ada yang telah beroperasi dan bahkan ada yang belum berfungsi. Pada lintas timur Aceh, Terminal Bireuen dan Pidie Jaya merupakan terminal yang belum berfungsi pada saat peralihan Proses P3D. Fungsi terminal bukan hanya sebagai tempat pemberhentian sementara kendaraan umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang, tetapi juga sebagai tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian sistem arus angkutan penumpang dan barang yang berguna men-tracking arus kendaraan dan jumlah penumpang. Terminal Pidie Jaya yang dibangun pada tahun 2010, mulai tahun 2018 berada dibawah Pemerintah Aceh melalui pengelolaan UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B Dinas Perhubungan Aceh. UPTD yang dibentuk pada akhir tahun 2018, kini dihadapkan pada tantangan untuk dapat segera menjalankan dan mengoperasionalkan Terminal Tipe B Pidie Jaya. Pengoperasian Terminal Tipe B Pidie Jaya akan dilakukan secara bertahap, tahapan operasional awal untuk jangka pendek dan revitalisasi infrastruktur serta standar pelayanan secara keseluruhan untuk jangka panjang. Pada tahap awal ini, target yang ingin dicapai adalah inisiasi awal pemanfaatan fungsi Terminal Pidie Jaya, terdapat berbagai kendala dalam mengoperasionalkan terminal ini sehingga belum dapat dijalankan secara optimal. Kendala utama adalah keterbatasan jumlah personil (saat ini tersedia 3 petugas dan tenaga keamanan serta tenaga kebersihan) yang menjadikan terminal tersebut belum dapat melayani setiap hari dan 24 Jam penuh. Fasilitas dan prasarana yang masih belum memadai, juga menjadi salah satu penyebab operasional belum berjalan secara optimal. Erizal, Kepala UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B menjelaskan “Masih perlu banyak persiapan untuk mengoperasionalkan terminal tersebut baik dari sisi SDM maupun fasilitas pendukung operasional agar lebih optimal dalam pelayanan, Sarana dan Prasarana yang tersedia saat ini masih berada dibawah 50%, Fasilitas Utama 48,5% dan Fasilitas Penunjang 51,5%. Pada tahap awal operasional terminal ini, dimulai dengan Sosialisasi Operasional Terminal yang telah dilaksanakan pada tanggal 12 s/d 15 Maret 2019 lalu dengan dukungan Dinas Perhubungan Pidie Jaya dan Polres Pidie Jaya. Selanjutnya, operasional terminal akan dijalankan hanya pada hari dan jam kerja yaitu Senin s/d Jumat mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB (tidak termasuk hari Sabtu, Minggu dan hari Libur). Dalam pengoperasiannya, Terminal Tipe B Pidie Jaya akan ikut melibatkan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Dinas Perhubungan dan Disperindagkop Kabupaten Pidie Jaya. Bentuk kerjasama Dinas Perhubungan Aceh dan Dinas Perhubungan Pidie Jaya sedang dalam proses penyiapan format kerja yang diharapkan akan mempercepat optimalisasi pelayanan di terminal ini. Keberadaan Ruko-ruko yang terletak di sekeliling terminal yang saat ini dikelola langsung oleh Disperindagkop juga akan segera difungsikan sehingga akan membantu menghidupkan fungsi terminal Pidie Jaya dan pada akhirnya akan memicu pengembangan perekonomian masyarakat sekitarnya. Erizal juga berharap, agar terlaksananya operasional terminal tersebut diharapkan juga adanya kesadaran dan kerjasama dari para pengemudi AKDP yang masih belum masuk ke dalam terminal, agar masuk ke dalam terminal sesuai dengan sosialisasi yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu dan peraturan yang berlaku. (DW)

DISHUB ACEH BERSIAP MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI BIDANG TRANSPORTASI

Di awal tahun 2019 ini Dinas Perhubungan Aceh kembali mengadakan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang diadakan oleh Bidang LLAJ Dishub Aceh kali ini (Senin, 18/3) adalah Focus Group Discussion (FGD) Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Angkutan Provinsi Aceh dengan Tema Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Angkutan Umum di Banda Aceh. Ketua Panitia, Ilham Akbar, S.SiT dalam laporannya mengatakan acara ini bertujuan untuk menghimpun permasalahan pelayanan angkutan umum di Provinsi Aceh baik dari Operator Angkutan, Aparatur Pemerintah, masyarakat, Lembaga Non-Pemerintah pemerhati dan pengawas pelayanan angkutan umum. Selanjutnya akan dilakukan evaluasi dan diskusi secara bersama-sama untuk mendapatkan gambaran solusi pemecahan permasalahan pada masa yang akan datang. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini dijadwalkan pelaksanaannya selama setengah hari, dimulai pada jam 9.00 WIB pagi hari Senin, Tanggal 18 Maret 2019 dan berakhir pada jam 14.00 WIB di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh. Peserta yang mengikuti FGD sebanyak 60 Peserta yang berasal dari Pengusaha Angkutan, Aparatur Pemerintah, Mahasiswa, Akademisi dan Komunitas Aceh Bus Lover. Ada 3 topik yang dibahas dalam FGD ini yaitu tentang; Perkembangan Bisnis Transportasi dan Peningkatan Pelayanan Kepada Konsumen (disampaikan oleh Pemerhati Transportasi Nasional, Dr. Ir. Haris Muhammadun, A.TD, MM, IPM), Profil Aplikasi dan Peluang Kerjasama Penjualan Tiket Angkutan Umum Aceh Secara Online dengan Konten Lokal (disampaikan oleh Ketua Koperasi Tunas Baru Abadi – Roda 360), dan Kebijakan dan Dampak Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Perkembangan Dunia Bisnis Transportasi (disampaikan oleh Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh). Kepala Dinas Perhubungan Aceh yang diwakili Sekretaris Dishub Aceh, Teuku Faisal, ST. MT dalam sambutannya mengatakan bahwa Dishub Aceh harus dapat mengadopsi perkembangan teknologi saat ini untuk bidang transportasi, sehingga pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan pelayanan angkutan umum bagi masyarakat. Perkembangan teknologi digital seperti financial technology, internet of things, e-commerce dan lainnya harus dapat diadopsi dan dikembangkan dalam kegiatan pembangunan transportasi di Provinsi Aceh. Sesuai dengan keinginan Pemerintah Pusat yang telah meresmikan Roadmap Strategi Indonesia menghadapi Era Revolusi 4.0 yang mana seluruh aktifitas industrinya menggunakan teknologi digital. Oleh karena itu, seluruh pihak yang terkait dengan sektor transportasi perlu merapatkan barisan untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Aktifitas transportasi dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi yang serba cepat dan canggih. T. Faisal juga menambahkan bahwa Focus Group Discussion ini dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk check and balance terhadap pembangunan transportasi di Aceh. “Kami berharap FGD pada hari ini dapat menjadi wadah yang tepat bagi para pihak terkait untuk bersama-sama bertemu, berdiskusi dan bertukar informasi guna membahas permasalahan yang dihadapi dan solusi yang diperlukan berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi di bidang pelayanan transportasi,” ujar T. Faisal diakhir sambutannya. (AM)

JANUARI 2019, KMP BRR SAH MENJADI MILIK PEMERINTAH ACEH

Kapal KMP. BRR yang dibangun oleh BRR NAD-NIAS melalui anggaran APBN pada Tahun 2007-2008 sebagai bagian dari upaya rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah Aceh yang luluh lantak akibat musibah gempa bumi dan tsunami pada tahun 2004. Kapal KMP. BRR merupakan jenis kapal penyeberangan (Ro-Ro) dengan berkapasitas 377 orang (penumpang) dan 25 unit kendaraan (kombinasi) serta dapat beroperasi dengan kecepatan 12 knot. Setelah selesai dibangun, asset KMP BRR pada saat itu tercatat sebagai Barang Milik Negara di bawah Kementerian Perhubungan sedangkan untuk operasionalnya diserahkan oleh Menteri Perhubungan kepada Pemerintah Aceh melalui Berita Acara Serah Terima (BAST) Hasil Pekerjaan untuk dipergunakan dalam tugas-tugas operasional pada Tahun 2009. Dengan adanya serah terima operasional tersebut maka Pemerintah Aceh melalui PT. ASDP Indonesia Ferry sebagai BUMN yang bergerak dibidang jasa angkutan penyeberangan, mengoperasikan KMP BRR untuk lintasan Ulee Lheue – Balohan hingga saat ini. Untuk lebih mengoptimalkan pelayanan KMP BRR kepada masyarakat, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan mengalihkan kepemilikan aset kapal KMP BRR melalui mekanisme hibah kepada Pemerintah Aceh. Proses hibah asset dengan nilai perolehan Rp. 26.426.603.700,- Milyar ini telah berlangsung beberapa lama dan dengan terbitnya surat persetujuan Menteri Keuangan Nomor S-500/MK.6/2018 Tanggal 12 Nopember 2018 perihal Persetujuan Hibah Barang Milik Negara kepada Pemerintah Daerah, maka dilaksanakan penandatanganan naskah Perjanjian Hibah dan Berita Acara Serah Terima Barang pada tanggal 11 Januari 2019 antara Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Dr. Ir. Djoko Sasono, M. Sc (Eng) dengan Plt. Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, MT di Kementerian Perhubungan Jakarta. Acara penandatanganan naskah hibah tersebut turut dihadiri Kadishub Aceh, Junaidi, Kepala BPKA Jamaluddin dan ketua komisi IV DPRA Tgk Anwar. Dari Kementerian Perhubungan turut dihadiri Sekditjen Perhubungan Darat, Kepala Biro Perencanaan dan jajaran pejabat di lingkungan Sekretariat Jenderal Kemenhub. Dalam sambutannya Sekjen Kemenhub Djoko Sasono menyampaikan bahwa dengan dihibahkannya kapal KMP BRR kepada Pemerintah Aceh, dapat menambah semangat untuk membangun masyarakat di wilayah kepulauan di Aceh. Pada kesempatan ini, Plt. Gubernur Aceh menyampaikan rasa terima kasih kepada Kemenhub atas hibah KMP BRR ini, karena kehadiran kapal tersebut sangat dirasakan langsung manfaatnya bagi masyarakat. “Semoga Kementerian Perhubungan dapat terus melanjutkan dan memperluas subsidi perintis angkutan penyeberangan, serta mendukung dan mengarahkan program Pemerintah Aceh dalam penyediaan angkutan massal perkotaan berbasis rel di beberapa kota yg berkembang di Aceh, dimulai dari Kota Banda Aceh”. harap Nova dalam sambutannya. Plt. Gubernur juga menilai bahwa selama ini sinergitas antara Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh dengan Kementerian Perhubungan berjalan sangat baik, untuk itu diharapkan sinergisitas dan kolaborasi tersebut dapat terus ditingkatkan. Dengan beralihnya status kepemilikan aset KMP BRR menjadi milik Pemerintah Aceh, maka Pemerintah Aceh memiliki kewenangan dan keleluasaan dalam pemanfaatan kapal tersebut sehingga akan sangat berpengaruh terhadap optimalisasi pelayanan terhadap masyarakat serta peningkatan pendapatan asli daerah. (QQ)