Dishub

Negara Hadir dalam Kisah Antoni Sopir Damri Terbaik

Bang neupeu udep bluetooth bus siat, mangat lon puta lagu dari hp lon. (Bang hidupkan bluetooth bus sebentar, biar saya putar lagu dari HP saya) Aceh TRANSit – Kata salah seorang penumpang di belakang dengan logat Aceh yang begitu kental, sopir menoleh sekilas ke kaca spion sambil tersenyum, menekan tombol di dasbor, dan lagu pun mengalun pelan. Sosok sopir tersebut adalah Antoni, orang yang telah 12 tahun mengabdi dibalik kemudi bus Damri, meninggalkan anak dan istri setiap pagi, menelusuri jalanan dengan total jarak tempuh 100 km pulang pergi. “Jadi bang kita ada dua trip perjalanan setiap pagi dan siang, cuma di hari minggu aja kita libur bang,” ucap Antoni dengan nada bersahaja. Melayani rute dari Terminal Tipe A Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat hingga pedalaman desa Alue Kuyun, rute yang sulit dilalui namun banyak diminati. Setiap hari kursi-kursi Damri hampir selalu penuh terisi, didominasi ibu-ibu berseragam putih dan nyak-nyak menenteng barang belanjaan. Di hari-hari tertentu, ia harus turun dari bus, menyeka keringat demi menganti ban yang bocor atau mesin yang ngadat dari bus keluaran tahun 2011 tersebut. Tapi tak sekalipun ia menggerutu. Ia hanya berharap bus masih kuat menyusuri rute ini esok hari. “Kalau bisa bang kita dikasih armada baru oleh pemerintah, karena disini pun (Meulaboh) minyak susah, dan tangki kita cukup kecil,” ujar Antoni, peraih predikat sopir Damri terbaik di seluruh Aceh ini. Pernah satu kali ia mengangkut penumpang yang sekilas terlihat biasa saja, namun sesampainya di dalam bus penumpang tersebut berteriak histeris dan membuat kegaduhan, Antoni terperanjat dan pada akhirnya penumpang tersebut terpaksa diturunkan. “Rupanya ODGJ bang, hahaha kalau diingat-ingat lucu juga,” ungkap Antoni sembari tertawa mengingat kejadian tak terlupakan yang pernah ia alami. Bagi warga Aceh Barat, kehadiran bus Damri sangat bermanfaat. Rahma, salah satu warga yang merasakannya. Selaku Bidan Desa Meutulang, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat ini merasa sangat terbantu sekali dengan hadirnya bus Damri. Saban hari bus ini membawanya pulang dan pergi untuk bertugas di Puskesmas yang berjarak 40 km dari pusat kota Meulaboh. Dengan tarif terjangkau hanya Rp9.000 untuk sekali perjalanan, rute ini sempat berhenti beroperasi selama setahun pada tahun 2024 lalu akibat keterbatasan anggaran. Namun, tingginya permintaan masyarakat serta keterbatasan akses transportasi di wilayah tersebut mendorong diaktifkannya kembali rute ini pada tahun 2025. Antoni, begitulah ia dipanggil sehari-hari. Seorang sopir bus Damri. Pahlawan dibalik kemudi. Dari balik kaca depan busnya, ia melihat dan akhirnya memahami, arti penting hadirnya negara, khususnya dalam bidang transportasi.(Achdiyat Perdana) Baca Tulisan Aceh TRANSit Edisi VII Lainnya Klik Disini

Gerbang Laut Menuju Simelue

Aceh TRANSit – Apa jadinya bila wilayah kepulauan tanpa pelabuhan penyeberangan? Tanpa infrastruktur ini, daerah seperti Simeulue akan mengalami isolasi yang menghambat distribusi barang, mobilitas penduduk, dan akses layanan publik menyulitkan stabilitas sosial-ekonomi lokal. Dalam literatur kepelabuhan, menurut Triatmodjo (2009), pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda transportasi. Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 juga menekankan pentingnya pelabuhan sebagai tempat naik-turun penumpang dan bongkar muat barang. Sebagai negara kepulauan, ketersediaan pelabuhan yang berfungsi dengan baik menjadi prasyarat penting dalam menjaga konektivitas antar wilayah serta menjamin distribusi barang dan mobilitas manusia. Indonesia memiliki lebih dari 17.000 pulau, sehingga peran pelabuhan penyeberangan tidak hanya sekadar simpul transportasi, tetapi juga instrumen strategis dalam menunjang pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, serta ketahanan sosial masyarakat di wilayah terpencil. Oleh karena itu, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan yang andal merupakan bagian dari strategi nasional untuk memperkuat sistem transportasi maritim Indonesia serta menjawab tantangan geografis sebagai negara kepulauan terbesar di dunia. Pelabuhan Penyeberangan Labuhan Haji terletak di Gampong Pasar Lama, Kecamatan Labuhan Haji, Kabupaten Aceh Selatan, Pada koordinat sekitar 3,32° LU dan 96,59° BT dengan jarak tempuh sekitar 48 km dari ibukota kabupaten, Tapak Tuan. Letaknya di pesisir barat Sumatra menjadikannya simpul strategis penghubung daratan Aceh dengan Pulau Simeulue di Samudra Hindia. Bagi masyarakat Simeulue, pelabuhan ini adalah gerbang vital menuju kebutuhan pokok, layanan publik, dan mobilitas sosial. Keberadaan pelabuhan ini memberikan dampak positif pada ekonomi lokal. Warung, kios, hingga jasa transportasi tumbuh di sekitar dermaga. Lebih jauh lagi, seluruh pasokan logistik untuk Simeulue sembako, material bangunan, hingga kebutuhan harian bergantung pada kelancaran penyeberangan ini. Namun, posisi geografis di Samudra Hindia juga menghadirkan tantangan. Saat cuaca ekstrem terjadi, gelombang tinggi sering memaksa kapal menunda atau membatalkan perjalanan. Akibatnya, pasokan barang ke Simeulue terhambat, stok kebutuhan di pasar menjadi langka, dan harga barang pun melonjak tajam. Kondisi ini membebani masyarakat yang sangat bergantung pada jalur laut. Upaya peningkatan konektivitas laut antara Kabupaten Simeulue dan Kabupaten Aceh Selatan terus didorong oleh berbagai pihak. Lintasan Sinabang-Labuhan Haji ini dipandang sebagai rute yang strategis. Rute ini dinilai memiliki keunggulan dalam jarak tempuh yang lebih pendek, biaya operasional yang lebih efisien, serta tingkat keselamatan pelayaran yang lebih baik dibandingkan rute lainnya. Rehabilitasi pun dilakukan dalam rangka peningkatan infrastruktur ini. Rehabilitasi yang dimulai sejak Agustus 2025 dan direncanakan selesai pada bulan Desember diharapkan membuat Pelabuhan Penyeberangan Labuhan Haji semakin tangguh, aman, dan andal sebagai urat nadi konektivitas Simeulue–Aceh.(Ireane Putri Masdha) Baca Tulisan Aceh TRANSit Edisi VII Lainnya Klik Disini

Gratis dan Modern Aplikasi Trans Koetaradja Semakin Diminati

Di tengah perkembangan teknologi dan kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin dinamis, Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh melalui UPTD Angkutan Massal Trans Koetaradja tampil progresif. Salah satunya dengan menghadirkan layanan transportasi publik yang tak hanya gratis, tetapi kini juga lebih modern dan terintegrasi secara digital. Bus Trans Koetaradja, yang sejak tahun 2016 menjadi moda transportasi andalan warga, terus mengalami inovasi signifikan demi menunjang kenyamanan, efisiensi, dan aksesibilitas masyarakat. Trans Koetaradja awalnya diluncurkan sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan, menekan biaya transportasi warga, serta memperkenalkan budaya menggunakan transportasi umum yang layak dan ramah lingkungan. Kini, dengan hadirnya aplikasi digital Trans Koetaradja, layanan ini naik satu tingkat lebih maju. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mengecek jadwal keberangkatan bus secara real-time, melacak posisi armada, serta mengetahui halte terdekat hanya dengan satu sentuhan melalui ponsel pintar. Aplikasi ini bisa diunduh secara gratis melalui Play Store dan App Store dan dirancang dengan antarmuka yang sederhana namun fungsional, sehingga mudah digunakan oleh semua kalangan—dari pelajar hingga pekerja profesional. Menurut Kepala UTPD Angkutan Massal Perkotaan Trans Koetaradja, Muhammad Hanung Kuncoro, peluncuran aplikasi ini merupakan bagian dari langkah strategis dalam transformasi digital layanan publik, tentunya selaras dengan visi Banda Aceh sebagai kota cerdas (smart city). “Digitalisasi ini bukan hanya memudahkan masyarakat, tetapi juga menjadi landasan untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien, terencana, dan minim hambatan,” ujarnya. Kini, tidak ada lagi ketidakpastian dalam menunggu bus. Warga dapat merencanakan perjalanan dengan lebih presisi dan nyaman. Salah satu fitur menarik lainnya adalah penerapan sistem Tap On Bus (TOB), yang telah digunakan di semua armada. Meskipun menggunakan tiket masuk bus menggunakan kartu uang elektronik, TOB ini masih bersifat gratis dan lebih ditujukan untuk pendataan serta edukasi penggunaan pembayaran non-tunai di masa depan. Artinya, Trans Koetaradja tetap menjadi transportasi publik tanpa biaya, sekaligus menyiapkan masyarakat untuk beradaptasi dengan ekosistem digital. Dengan rute yang menjangkau hampir seluruh wilayah kota, Trans Koetaradja kian diminati oleh masyarakat. Banyak warga kini lebih memilih naik dari halte resmi ketimbang menggunakan kendaraan pribadi, yang tentu berdampak langsung pada berkurangnya kemacetan serta penurunan emisi kendaraan di pusat kota Banda Aceh. Ini menjadi langkah nyata dalam mendukung transportasi berkelanjutan dan ramah lingkungan. Upaya pengembangan aplikasi dan layanan ini juga dibarengi dengan sosialisasi intensif melalui media sosial dan berbagai platform digital. Pemerintah daerah berharap semakin banyak warga yang mengetahui, mengunduh, dan memanfaatkan aplikasi ini demi pengalaman mobilitas yang lebih baik. Siti Aisyah, mahasiswi kampus UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini rutin menggunakan layanan bus Trans Koetaradja dari Blang Bintang pada Koridor 5 (Pusat Kota-Ulee Kareng-Bandara SIM) menuju Darussalam pada Feeder 7 (Darusalam-Lam Ateuk). Ia mengungkapkan pengalamannya sejak menggunakan aplikasi ini. “Dulu saya sering menunggu tanpa tahu kapan bus datang. Sekarang saya bisa cek langsung di aplikasi. Ini sangat membantu, apalagi kalau sedang buru-buru ke kampus,” tuturnya. Ia juga menyebut bahwa informasi halte dan rute yang lengkap membuat perjalanan lebih tenang dan terencana. Dengan konsep yang semakin digital, tetap gratis, serta didukung kenyamanan layanan yang terus ditingkatkan, Trans Koetaradja berhasil memposisikan diri sebagai ikon transportasi modern Banda Aceh. Ke depan, diharapkan aplikasi ini terus dikembangkan agar lebih responsif, adaptif, dan tetap menjawab kebutuhan mobilitas warga yang semakin dinamis.Kini saatnya masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya bergerak bersama menuju masa depan transportasi publik yang lebih hijau, praktis, dan cerdas. Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Setir dan Sepiring Sate: Estu Menantang Malam dari Takengon

Aceh TRANSit – Takengon, rokok menyala pelan di sela jari Estu Budianto, yang akrab dipanggil Wen. Ia duduk santai di warung kopi pinggir terminal, espresso arabika di hadapannya mengepulkan aroma yang akrab. Wajahnya masih segar, tak menua oleh waktu, meski sepuluh tahun sudah ia melewati jalan lintas provinsi sebagai sopir angkutan AKDP. Wen, memulai karier dari bawah. “Tahun 2014 saya cuma nyuci mobil di doorsmeer milik perusahaan angkutan di Banda Aceh. Gak lanjut kuliah,” tutur pria yang kini berusia 31 tahun itu dengan tenang. Dari situlah ia mulai kenal dunia persupiran, dan tak lama kemudian dipercaya menjadi sopir jemput. Dunia AKDP mengenal dua jenis sopir: sopir jemput dan sopir jalan. Sopir jemput menjemput penumpang dari rumah ke rumah, karena banyak yang kesulitan menjangkau terminal dan membutuhkan biaya tambahan. Perjalanan kariernya telah membawa ia ke kursi kemudi mobil Hiace lintas kota. Awalnya sopir cadangan, kini ia memegang rute tetap Banda Aceh – Takengon, Aceh Tengah. Rutinitas malam hari menjadi sahabat dan kantuk menjelang subuh adalah musuh utama. “Saya nikah tahun 2016, semua dari hasil nyopir,” katanya bangga. Anak sulungnya baru saja masuk SD. Dalam obrolan, Wen tak banyak mengeluh. “Cukup untuk makan, cukup untuk hidup dan gak punya utang,” tambahnya sambil tertawa. Dan inilah bagian yang membuat semua teman ngopi tergelak: “Gaji kami lebih besar dari gaji pokok PNS, gaji pokok tapi ya bang,” ujarnya sambil tertawa lepas yang semua mendengarkan kisahnya tahu arah ucapannya.Lalu ia menambahkan, “Kalau berhenti di warung makan saya selalu disuguhi makan sate dan ayam geprek sama pemilik warung. Ya begitulah, hidup di jalan kadang lebih gurih dari yang kerja di kantor.” Satir itu muncul begitu saja, tanpa maksud merendahkan. Justru disitulah letaknya: kerja keras di jalan bisa jadi tumpuan hidup, bukan sekadar peluh yang hilang di aspal. Tak berseragam, tak tercatat absensi, tapi tetap bisa pulang dengan sesuatu yang hangat—di piring dan di hati. Namun tentu, ada risiko. Ia pernah mengalami kecelakaan ringan, dan tantangan kabut dataran tinggi Takengon jadi cerita harian. Tapi Wen tak gentar. “Musibah bagian dari lalu lintas di jalan,” katanya. Kini, Wen mengangsur Hiace pribadi lewat skema kerja sama dengan perusahaan. “Memang awalnya berutang, tapi jelas arahnya. Kalau tua nanti, saya balik ke loket atau jadi supir jemput. Rezeki masih bisa dicari,” katanya yakin. Menutup cerita, Wen menyampaikan harapan, “Supir ini ujung tombak. Kami butuh pemerintah, bukan sekadar aturan, tapi juga bimbingan. Ajak kami bicara soal izin, soal tata kelola. Jangan tiba-tiba razia tanpa pemahaman,”pungkasnya. Dan seperti segelas kopi yang perlahan dingin di dataran tinggi, Wen tetap hangat dengan prinsip: ramah, disiplin, dan jujur. Bukan hanya setir yang ia pegang erat, tapi juga harapan bahwa jalanan tak hanya membawa lelah, tapi juga harga diri.(T.Fajar Hakim) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:  

Meningkatkan Pelayanan Dengan Merevitalisasi Terminal Tipe B Bireuen

Terminal Penumpang Bireuen dibangun dengan tujuan mendukung mobilitas masyarakat yang terus berkembang. Ketika kebutuhan transportasi umum mulai meningkat, sejak saat itu, terminal ini mengalami beberapa tahap pembaruan, baik dari segi fisik maupun dari segi pelayanan. Terminal tersebut berkembang seiring waktu, baik dari sisi operasional hingga jumlah kendaraan yang singgah di terminal tersebut. Dengan kondisi tersebut tentu akan ada permasalahan lainnya seperti kemacetan lalu lintas di jalan raya yang diakibatkan keluar masuknya kendaraan, dan padatnya area terminal yang berdampak pada penataan tata ruang di dalam terminal yang tidak teratur. Pada tanggal 20 September 2023 merupakan awal dari penghentian sementara operasional angkutan AKDP di terminal tipe C di Bireuen. Dan sejak saat itu juga bahwa aktivitas angkutan umum penumpang AKDP di terminal lama Bireuen berada di bawah kewenangan Dinas Perhubungan Aceh. Dinas Perhubungan Aceh melalui UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B mulai melakukan relokasi terutama pada loket perusahaan angkutan umum AKDP dari terminal lama Bireuen ke dalam area Terminal Tipe B Bireuen pada Kamis, 12 Oktober 2023. Relokasi terminal mobil penumpang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan transportasi angkutan darat di Aceh, khususnya di wilayah Kabupaten Bireuen. Revitalisasi Terminal Tipe B Bireuen (Tahap 1) merupakan salah satu kegiatan strategis Dinas Perhubungan Aceh dalam rangka meningkatkan pelayanan angkutan umum antar kota dalam provinsi (AKDP) di wilayah Bireuen. Rehabilitasi terminal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kepada penumpang, menciptakan suasana yang lebih aman, nyaman, dan teratur, serta mendukung kelancaran operasional angkutan umum. Revitalisasi terminal juga diharapkan dapat menarik minat masyarakat untuk kembali menggunakan transportasi umum. Besaran anggaran yang diperlukan pada paket pekerjaan revitalisasi terminal tipe B Bireun (tahap I) adalah sebesar Rp 6,9 miliar. Adapun pekerjaan pada tahap pertama ini mencakup pekerjaan persiapan, pembangunan loket sementara, pekerjaan gedung terminal, pekerjaan elektrikal, pekerjaan toilet, pekerjaan landscape dan pekerjaan jalan. Diharapkan dengan revitalisasi terminal tipe B Bireun ini dapat menjadikan terminal memiliki tiga fungsi utama, meliputi sebagai tempat naik turun penumpang bus, pendorong, serta penggerak perekonomian daerah dan juga sebagai pusat kegiatan sosial. Dengan terminal yang direhabilitasi, kemudian fasilitasnya ditingkatkan, pelayanan untuk masyarakat termasuk pemilik kendaraan maupun sopir angkutan darat antar Kabupaten atau Kota jadi lebih baik. akan memacu setidaknya mengembalikan pertumbuhan/perkembangan jumlah angkutan umum yang beroperasi, sebagai angkutan umum massal dan mengurangi ketimpangan perannya dibandingkan moda transportasi darat lain. Selain itu, melalui revitalisasi akan meningkatkan keselamatan, keamanan dan pelayanan sehingga masyarakat semakin nyaman menggunakan bus sebagai angkutan umum. Melalui revitalisasi ini, diharapkan calon penumpang akan merasa nyaman selama menunggu bus di area terminal, dapat memberikan pelayanan angkutan jalan AKDP, dan angkutan jalan lainnya yang nyaman dan aman, sehingga masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadi untuk melakukan mobilitasnya baik di dalam kota maupun luar kota. Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Strategi Jitu Atasi Truk Odol Di Aceh: Keselamatan Jalan, Kelancaran Bisnis

Masalah truk Over Dimension Over Loading (ODOL), atau truk dengan muatan dan dimensi yang berlebihan, sedang jadi perhatian serius di seluruh Indonesia karena bisa merusak jalan dan membahayakan pengguna jalan lain. Di Aceh, Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Kelas II mengambil langkah yang cerdas dan terencana untuk menghadapi masalah ini. Meskipun begitu, BPTD sadar betul bahwa transportasi darat adalah tulang punggung logistik yang sangat penting bagi perekonomian. Oleh karena itu, pendekatan yang diambil tidak hanya fokus pada penindakan, tapi juga membangun kesadaran secara bertahap dan menyeluruh. BPTD Aceh menganggap langkah pencegahan sebagai hal yang paling penting. Strategi ini dimulai dengan sosialisasi besar-besaran yang melibatkan semua terminal, Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), dan pelabuhan. Para petugas di lapangan rajin membagikan brosur tentang bahaya ODOL kepada masyarakat dan para sopir truk. Di era digital, BPTD juga memanfaatkan media sosial dan Running Text ATCS di persimpangan jalan Kota Banda Aceh, yang berhasil dilihat oleh 200 ribu orang. Upaya ini bertujuan agar pesan bisa sampai ke semua kalangan masyarakat. Selain itu, BPTD mendorong perusahaan angkutan barang untuk menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan (SMK). Sistem ini mewajibkan mereka untuk memikirkan keselamatan sopir dan masyarakat dalam setiap operasinya. Pengawasan SMK ini dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi. BPTD juga mengimbau setiap UPPKB di kabupaten/kota untuk memperketat pengawasan agar kendaraan ODOL tidak bisa lolos. Sambil melakukan pencegahan, BPTD Kelas II Aceh juga terus menegakkan hukum dengan pengawasan ketat di UPPKB. Ada dua UPPKB strategis di perbatasan Aceh-Sumut, yaitu UPPKB Seumadam dan PPKB Subulussalam, yang beroperasi 24 jam untuk mengawasi truk yang masuk ke Aceh. Sebagai bentuk penindakan, BPTD telah menilang 87 truk ODOL di UPPKB Seumadam dalam periode 8 Mei hingga 17 Juni. Namun, saat ini, sanksi tilang diganti dengan teguran. Hal ini dilakukan untuk memberi kesempatan kepada masyarakat dan pengusaha agar lebih memahami aturan tentang kendaraan ODOL. Tidak ada satu pun upaya yang bisa berhasil tanpa kerja sama. BPTD Aceh aktif bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti Dinas Perhubungan Provinsi, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota, Kepolisian, dan sektor swasta. Kerja sama ini mencakup penerapan SMK, pengujian kendaraan yang lebih ketat, dan sosialisasi di terminal serta pelabuhan. Dengan bersatu, semua pihak terkait bisa bersama-sama menciptakan budaya transportasi darat yang tertib dan aman. Melalui strategi yang menyeluruh, BPTD Kelas II Aceh tidak hanya sekadar menegakkan aturan, tetapi juga membangun kesadaran bersama. Pendekatan bertahap, mulai dari pencegahan, penegakan hukum, hingga kolaborasi yang kuat, menjadikan penanganan ODOL di Aceh sebagai contoh yang baik. Ini membuktikan bahwa dengan kerja sama yang baik, keseimbangan antara keselamatan di jalan dan kelancaran bisnis bisa terwujud.(*) Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Muhammad Yacub, Dibalik Setir Bus Trans Koetaradja

Aceh TRANSit – Pagi yang cerah di Kota Banda Aceh, Muhammad Yacub, seorang sopir bus Trans Koetaradja, memulai rutinitasnya. Setiap hari, ia mengendarai bus yang melayani mobilitas masyarakat dari rumah mereka ke Pusat Kota atau sebaliknya. Di balik profesinya yang tampak sederhana, terdapat sebuah kisah perjuangan yang penuh dedikasi dan semangat untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Muhammad Yacub atau yang akrab disapa Pak Yacub bukanlah sosok yang mudah menyerah. Selama bertahun-tahun, ia selalu merasa bahwa bekerja di sektor transportasi publik adalah cara terbaik untuk memberi kontribusi bagi masyarakat. Berbagai rute sudah pernah ia lalui dan berbagai jenis bus pun sudah ia kemudikan. Sebelum menjadi sopir bus Trans Koetaradja, Pak Yacub sudah menjadi sopir angkutan umum bernama Labi-labi selama kurang lebih 18 tahun. Ia berjuang menghadapi berbagai rintangan di jalanan demi memenuhi kebutuhan keluarga kecilnya. Ia tahu betul bahwa hidup tidak akan pernah mudah, tapi keyakinannya bahwa setiap usaha akan membuahkan hasil membuatnya tidak mudah menyerah. Dengan pengalaman bertahun-tahun di dunia transportasi, Pak Yacub akhirnya mendapatkan kesempatan untuk bergabung dengan Trans Koetaradja pada tahun 2017, angkutan yang menjadi tulang punggung transportasi publik di Banda Aceh. Sebagai seorang Pramudi, ia tidak hanya bertugas mengemudi, tetapi juga menjadi wajah dari pelayanan yang memastikan kenyamanan dan keselamatan penumpang. Baginya, pekerjaan ini lebih dari sekadar mencari nafkah, ia merasa bangga bisa menjadi bagian dari layanan yang memudahkan masyarakat Aceh. Tak jarang, ia mendengar ucapan terima kasih dari penumpang yang merasa terbantu dengan adanya bus Trans Koetaradja. kata-kata sederhana seperti itu menjadi penghargaan yang sangat berarti bagi dirinya. Hal itu membuatnya merasa bahwa setiap perjalanan yang dilaluinya membawa manfaat yang lebih besar. Namun, tugasnya tidak mudah. Tantangan di jalan sering kali datang, mulai dari kemacetan hingga tugas mengelola waktu yang sangat ketat. Namun, Pak Yacub tidak pernah mengeluh. Baginya, setiap rintangan adalah bagian dari proses yang membuatnya menjadi lebih kuat dan lebih bijak. Cerita Pak Yacub begitu membanggakan terkait ketulusannya dalam menjalankan pekerjaan. Ia bukan sekadar bekerja untuk mencari uang, tetapi juga untuk mengabdi kepada masyarakat. Bagi Pak Yacub, profesinya adalah kebanggaan, dan itu terlihat jelas dalam setiap langkahnya. Ia selalu memberikan yang terbaik kepada setiap penumpang yang memasuki busnya. Dengan semangat kerja keras dan rasa tanggung jawab yang tinggi, ia menjadi sosok yang dihormati oleh sesama sopir dan penumpang. Kisah Pak Yacub adalah bukti bahwa dari pekerjaan yang tampak sederhana sekalipun, seseorang bisa memberikan dampak yang besar bagi kehidupan orang lain. Ia menunjukkan bahwa ketulusan, dedikasi, dan kerja keras adalah kunci untuk meraih keberhasilan. Dengan setiap perjalanan yang ia tempuh, Pak Yacub tidak hanya mengantarkan penumpang ke tujuan mereka, tetapi juga mengantarkan inspirasi dan kebanggaan bagi masyarakat Aceh. Ia berharap besar agar bus Trans Koetaradja di masa yang akan datang akan terus bisa melayani masyarakat dengan baik, serta membuat pramudi dan pramugara lebih sejahtera. Semoga cerita ini bisa memberikan gambaran betapa besar dedikasi seorang sopir bus dalam menjalani tugasnya, dan bagaimana usaha serta kerja keras mereka patut dihargai.(Stephanie Marsya Ayundha) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini:

Ikhtiar Bandara SIM Layani Jemaah Haji

Musim haji tahun 2025 menjadi sebuah momen yang sangat berharga bagi ribuan jemaah haji asal Aceh yang berangkat melalui Embarkasi Aceh di Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM). Sebagai pintu gerbang menuju tanah suci, bandara ini tidak hanya menjadi lokasi keberangkatan, tetapi juga ruang pelayanan yang penuh makna spiritual. Sejak pengantaran dari Asrama Haji, penanganan bagasi, pemeriksaan dokumen, hingga pendampingan menuju pesawat, seluruh proses dijalankan dengan profesional, tertib, dan menyentuh hati. Para petugas bandara, pihak keamanan, serta tim kesehatan bekerja bahu-membahu untuk memberikan layanan yang terbaik, khususnya bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan mereka yang membutuhkan bantuan khusus. Kursi roda, jalur cepat, hingga pendampingan personal disiapkan agar tak seorang pun merasa kesulitan. Suasana keberangkatan diwarnai dengan senyum, doa, dan kesabaran para petugas yang melayani dengan sepenuh hati, menjadikan setiap langkah jemaah terasa lebih ringan dan penuh ketenangan. Seperti yang diungkapkan oleh H. Abdul Malik, jemaah asal Aceh Tengah, “Kami benar-benar merasa dihargai dan dimuliakan sejak tiba di bandara, semua dilayani dengan sabar dan ikhlas, tidak ada yang merasa dibiarkan sendirian,” ungkapnya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Hj. Nuraini dari Banda Aceh yang merasa tenang karena “Semua proses keberangkatan di Bandara SIM terasa sangat teratur, cepat, dan penuh keramahan,” seraya ia mengapresiasi. Testimoni ini memperlihatkan bahwa pelayanan ibadah haji di Bandara SIM tahun 2025 bukan sekadar uruan teknis penerbangan, melainkan wujud penghormatan berbagai pemangku kepentingan di Aceh dalam memuliakan tamu Allah, menjadikan setiap keberangkatan sebuah ibadah yang penuh kehangatan dan keberkahan. Dengan persiapan matang yang dilakukan sejak jauh hari, Embarkasi Aceh mampu memberikan pelayanan yang tertib, aman, dan nyaman bagi ribuan jemaah. General Manager Bandara SIM, Setiyo Pramono menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, mulai dari otoritas bandara, maskapai, petugas keamanan, hingga transportasi bus yang mengantar jemaah dari Asrama Haji langsung menuju pesawat. “Persiapan sudah dimuali sebulan sebelum keberangkatan dan dilanjutkan dengan evaluasi sebulan setelahnya, agar setiap detail dari pelayanannya itu dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun,” ujarnya. Selain manajemen alur keberangkatan, aspek keselamatan juga mendapat perhatian khusus. Tahun ini, kategori ARFF (Airport Rescue and Fire Fighting) dinaikkan dari level 7 menjadi level 8 untuk memenuhi standar operasional pesawat berbadan besar. Meski dihadapkan pada keterbatasan personel, peraturan lembur di momen itu membuat pelayanan tetap berjalan maksimal. “Kami pastikan keselamatan dan kenyamanan Jemaah tetap menjadi prioritas, meskipun membutuhkan tenaga ekstra dari petugas bandara,” tegas Setiyo. Salah satu kendala yang ditemui adalah keterbatasan fasilitas ground handling, khususnya penggunaan tangga manual yang menyulitkan jemaah lansia maupun penyandang disabilitas. Namun, solusi telah disiapkan untuk musim haji berikutnya, antara lain dengan pemanfaatan Gedung VIP yang memiliki garbarata dan lift. “Harapan kami ke depan, fasilitas ini bisa digunakan agar jemaah lansia maupun berkursi roda lebih mudah naik ke pesawat,” jelasnya. Capaian membanggakan pun diraih, yakni On Time Performance (OTP) 100 persen pada seluruh penerbangan haji tahun ini. Pencapaian ini bahkan mendapat apresiasi langsung dari Kementerian Agama Republik Indonesia karena tidak semua bandara mampu mencapainya, termasuk Bandara Soekarno Hatta. Dengan 12 kloter yang berangkat pada tahun ini dan rencana peningkatan hingga 16 kloter di tahun mendatang, Bandara SIM terus memantapkan diri sebagai embarkasi yang siap melayani tamu Allah dengan sepenuh hati. “Kami ingin setiap jemaah berangkat dengan hati tenang, karena merasa dilayani dengan ikhlas sejak dari asrama haji hingga menaiki dan menuruni pesawat,” tutupnya.(*) Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Mengeluh Tetapi Tidak Mengubah

Aceh TRANSit – Transportasi di negara maju ibarat sebuah simfoni yang berjalan harmonis—kereta tepat waktu, bus terjadwal, jalur pejalan kaki lebar dan nyaman. Sementara di Indonesia, transportasi lebih mirip permainan takdir: menunggu bus yang tak kunjung tiba, bertaruh nyawa di zebra cross, atau bersaing dengan pedagang kaki lima di trotoar. Teknologi canggih di luar negeri memudahkan pembayaran dan navigasi, sementara di sini, tukang parkir lebih akurat daripada GPS. Soalan aturan lalu lintas? Di luar negeri dihormati seperti layaknya kitab suci. Sementara di sini, lampu merah sering dianggap sebagai opsi, bukan keharusan. Perbedaan ini bukan sekadar ironi, tapi cerminan bagaimana sistem dibangun—apakah untuk kemudahan publik, atau sekadar ajang survival bagi warganya. Belum lagi jalan rusak, kemacetan, dan kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan transportasi publik menambah keluhan sehari-hari. Kita semua tahu, ketika hujan turun, beberapa ruas jalan berubah menjadi ‘kolam ikan dadakan’ yang menantang keberanian pengendara motor. Diperparah lagi dengan pengrusakan fasilitas publik seperti halte dan pencurian kabel listrik traffic light oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.Masih banyak yang malas menggunakan transportasi umum, lebih memilih kendaraan pribadi meski tahu akan semakin menambah kemacetan. Kesadaran berlalu lintas? Ah, itu hanya teori di ujian SIM. Masih banyak yang menerobos lampu merah, berhenti sembarangan, dan berkendara seolah jalanan adalah milik pribadi.Setiap hari, kita mengeluh tentang hal tersebut. “Pemerintah harus bertindak!” seru kita di warung kopi atau di jagat maya. Tapi, coba tanya diri sendiri—apa yang sudah kita lakukan untuk memperbaiki keadaan? Lalu, ketika ada inisiatif perubahan, seperti pembatasan kendaraan atau aturan baru, langsung muncul protes. “Menyusahkan masyarakat!” katanya. Padahal, yang menyusahkan kita selama ini bukan aturan baru—tapi kebiasaan buruk kita sendiri yang terus dipelihara. Jadi, sampai kapan kita hanya mengeluh tanpa bertindak? Mungkin sampai jalan berlubang itu membesar untuk jadi wisata air dadakan. Namun, bukan berarti Aceh harus terjebak dalam masalah ini selamanya. Ada berbagai solusi yang bisa diterapkan seperti peningkatan infrastruktur yang lebih modern, transportasi publik yang lebih terjangkau, serta peningkatan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Apalagi, dengan kemajuan teknologi, sistem transportasi berbasis digital bisa menjadi jawaban bagi mobilitas masyarakat yang lebih efisien. Peningkatan kesadaran masyarakat adalah kunci utama dalam menjalankan sistem transportasi dan menciptakan lingkungan jalan yang lebih aman dan tertib. Terutama kita juga perlu menjaga fasilitas publik untuk kepentingan bersama. Ketika kesadaran ini tumbuh secara kolektif, akan tercipta budaya berlalu lintas yang lebih beretika dan saling menghormati. Aceh memiliki potensi besar untuk memperbaiki sistem transportasinya. Yang dibutuhkan adalah keseriusan pemerintah dan dukungan serta kesadaran masyarakat untuk mewujudkan mobilitas yang lebih nyaman, aman, dan terjangkau. Mari mulai berbenah bersama, jika tidak, mengeluh akan terus membelenggu pikiran yang lahir dan batin.(Abu Joel)

Mudik Gratis, Bahagia Bertemu Keluarga

Pada setiap momen lebaran, mudik telah menjadi tradisi tahunan yang ‘wajib’ bagi masyarakat kita saat menyambut hari raya, khususnya Idulfitri. Di mana jutaan orang melakukan pergerakan, pulang ke kampung halaman untuk berkumpul kembali dengan keluarga besar, mempererat tali silaturahmi, dan merayakan momen penting bersama orang-orang tercinta. Musim mudik tidak hanya berdampak pada naiknya inflasi di sejumlah daerah, tetapi juga meningkatkan risiko kecelakaan lalu lintas selama perjalanan. Oleh karena itu, Pemerintah Pusat melalui Kementerian Dalam Negeri mengambil langkah bijak mengenai tradisi mudik tahunan. Esensi inilah yang mendasari program mudik gratis untuk masyarakat Aceh harus diwujudkan. Pemerintah Aceh bergerak cepat bersama perusahaan BUMN, BUMD, dan Swasta berinisiatif menyelenggarakan program mudik gratis ini. Tentu, seyogianya untuk membantu memudahkan masyarakat pulang ke kampung halaman mereka selama musim mudik. Program ini juga bertujuan untuk mengurangi beban biaya transportasi bagi masyarakat dan mengurangi kemacetan di jalan raya dengan menyediakan moda transportasi yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Atas inisiasi berbagai pihak ini pula Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh pada 27-28 Maret 2025 menoreh kesuksesan yang nyata. Tercatat sebanyak 1.577 orang yang berhasil terlayani mudik gratis dengan selamat sampai ke kampung halaman. Dinas Perhubungan Aceh selaku leading sector pada program ini mengarahkan sebanyak 92 unit kendaraan baik bus dan minibus untuk mengantar para pemudik ke 16 Kabupaten/Kota tujuan. Adapun rutenya adalah Banda Aceh – Medan, Banda Aceh – Kuala Simpang, Banda Aceh – Langsa, Banda Aceh – Blangkejeren – Kutacane, Banda Aceh – Ketipis Bener Meriah, Banda Aceh – Takengon, Banda Aceh – Peureulak, Banda Aceh – Lhoksukon, Banda Aceh – Lhokseumawe, Banda Aceh – Bireuen, Banda Aceh – Meulaboh, Banda Aceh – Simpang Peut Jeuram, Banda Aceh – Blang Pidie, Banda Aceh – Tapak Tuan, Banda Aceh – Subulussalam, dan Banda Aceh – Rimo Singkil. Dengan segala manfaatnya, Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh ini adalah contoh nyata dari kebijakan yang dapat membawa dampak positif dan manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh masyarakat kita. Betapa tidak, mulai dari animo masyarakat yang tinggi saat pendaftaran untuk melakukan war ticket secara daring. Salah seorang pemudik Rahma (45) yang berhasil mendaftar pulang kampung dari Banda Aceh – Aceh Tamiang, menyambut positif program ini. Manfaat yang dapat dirasakan langsung yaitu terbantunya biaya transportasi yang sudah ditangani oleh Pemerintah, hingga ia bisa mudik bersama keluarga tahun ini. Pada akhirnya, pilihan untuk ikut atau tidak dalam program mudik gratis tergantung pada prioritas dan situasi masing-masing. Jika biaya menjadi perhatian utama, program mudik gratis jelas merupakan opsi yang sangat menguntungkan. Namun, jika fleksibilitas dan kenyamanan lebih diutamakan dari pada sekadar biaya, memilih transportasi pribadi mungkin menjadi pilihan yang lebih baik. Program Mudik Gratis Pemerintah Aceh telah menjadi solusi efektif untuk membantu masyarakat, terutama yang memiliki keterbatasan finansial, namun tetap dapat merayakan hari besar bersama keluarga di kampung halaman. Di samping itu, program ini juga mencerminkan bentuk kepedulian sosial sebagai upaya Pemerintah Aceh serta berbagai pihak dalam mendukung kesejahteraan masyarakat.(Fuji Lestari) Baca Selengkap Tulisan Aceh TRANSit lainnya klik di bawah ini: