Dishub

Air Asia dan Pemerintah Aceh Sepakati Peningkatan Kunjungan Wisata

BANDA ACEH – Gubernur Aceh, Nova Iriansyah tandatangani kerjasama antara Pemerintah Aceh dengan PT Indonesia AirAsia terkait pengembangan dan peningkatan kunjungan wisatawan di Aceh, Banda Aceh, Sabtu, 4 Juni 2022. Kerjasama ini berfokus pada pengembangan penerbangan untuk mendukung pariwisata Aceh serta meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan mancaneraga maupun domestik ke Aceh. Pada kesempatan tersebut, Nova mengapresiasi AirAsia yang telah merespon secara cepat surat dari Pemerintah Aceh. Hubungan yang baik dan saling menghargai ini, sebut Nova, semoga bisa memberikan dampak yang baik pula bagi masyarakat Aceh. Lebih lanjut, Nova menyampaikan bahwa masyarakat Aceh memiliki hubungan psikologis yang cukup dalam dengan AirAsia. Makanya, ia sangat bergembira maskapai ini telah terbang kembali ke Aceh. “Hari ini saya berserta seluruh rakyat Aceh bergembira karena AirAsia telah melayani kembali penerbangan ke Aceh,” ungkap Nova. Terkait layanan rute internasional, Nova menyebut bahwa saat ini Bandara Sultan Iskandara Muda (SIM) belum bisa melayani rute tersebut karena belum memiliki izin dari Pemerintah Pusat. Bila ke depan, pandemi sudah mereda dan Bandara SIM sudah terbuka untuk internasional, Nova meminta AirAsia memanfaat peluang tersebut. “Penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur menjadi prioritas yang sangat diharapkan oleh masyarakat Aceh,” sebut Nova. Selain itu, Nova berharap AirAsia bisa melayani penerbangan ibadah umrah ke Jeddah karena saat ini umrah sudah diizinkan oleh Pemerintah Arab Saudi. Pada saat yang sama, Direktur Utama PT Indonesia AirAsia, Veranita Yosephine menyampaikan rasa terima kasih kepada Pemerintah Aceh dan segenap masyarakat Aceh yang cukup antusias menyambut kehadiran AirAsia kembali ke Aceh. Penerbangan kembali ke Banda Aceh ini, sebut Veranita, sejalan dengan rencana AirAsia yang sudah disiapkan jauh-jauh hari. Selain itu, ia menyampaikan bahwa kedatangan dirinya ke Aceh untuk menjalin hubungan yang lebih intensif dengan Pemerintah Aceh terkait promosi maupun kolaborasi yang lebih intens dalam meningkatkan kunjungan pariwisata ke Aceh. “Kita juga mohon dukungan dari Pemerintah Aceh agar layanan penerbangan AirAsia di Aceh lebih sustainable, dan tidak menutup kemungkinan kita akan menambah frekuensi dan juga rute-rute lain, baik domestik maupun internasional,” ungkap Veranita. Veranita juga tidak lupa mengapresiasi kerja keras Pemerintah Aceh, dalam hal ini Dinas Perhubungan Aceh, sehingga AirAsia bisa terbang lebih cepat dari yang telah direncanakan. Turut hadir dalam pertemuan hari ini, Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Executive General Manager PT Angkasa Pura II Bandara SIM, serta para Kepala Biro Sekretariat Daerah Aceh lainnya. (AM)

Air Asia Terbang Perdana ke Aceh

JANTHO – Gubernur Aceh, Nova Iriansyah diwakili Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Aceh, Teuku Faisal sambut kedatangan penerbangan perdana maskapai AirAsia dengan nomor penerbangan QZ654 di Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM), Jumat, 3 Juni 2022. Alasan AirAsia membuka kembali rute penerbangan ke Banda Aceh, salah satunya guna menyahuti surat Gubernur Aceh beberapa waktu lalu yang meminta maskapai tersebut untuk melayani perjalanan udara masyarakat ke Banda Aceh. Kadishub Aceh, Teuku Faisal mengapresiasi kehadiran kembali AirAsia di Banda Aceh. Apresiasi itu disampaikannya dalam acara Inaugural Flight Ceremony yang dihadiri oleh CEO AirAsia, Veranita Yosephine di Gedung VIP Bandara SIM. “Terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada PT Indonesia AirAsia yang secara cepat merespon permintaan kami untuk menghadirkan pelayanan transportasi udara bagi masyarakat Aceh,” ujar Faisal. Seiring melandainya kasus Covid-19 di Indonesia, kata Faisal, minat masyarakat untuk melakukan perjalanan semakin meningkat, termasuk masyarakat Aceh. Berdasar data, tercatat 294.287 pergerakan orang keluar dan masuk Aceh selama periode angkutan lebaran 2022 (H-7 hingga H+7). Sebanyak 23.466 di antaranya menggunakan pesawat udara. “Tentu ini menjadi tugas Pemerintah untuk memfasilitasi lancarnya mobilitas masyarakat dengan biaya yang terjangkau,” sebut Faisal. Faisal juga menyoroti berbagai keluhan masyarakat Aceh terkait minimnya frekuensi penerbangan dari dan ke Aceh yang akhirnya menyebabkan tarif penerbangan melambung tinggi. Tarif yang cukup mahal tentu tidak ramah bagi kantong masyarakat yang sedang terimbas pandemi. Selain itu, kondisi ini juga mengakibatkan inflasi yang cukup tinggi di Aceh. “Dengan hadirnya layanan AirAsia, kini masyarakat memiliki alternatif pilihan penerbangan dan mendapatkan kesempatan untuk terbang dengan lebih nyaman dan harga yang terjangkau,” ungkap Faisal. Di samping itu, Faisal menyebut, Pemerintah Aceh berharap AirAsia dapat terus memperluas jaringan layanan penerbangannya di Aceh, baik domestik maupun internasional. Salah satunya, membuka kembali rute penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur. Pada kesempatan yang sama, CEO PT Indonesia AirAsia, Veranita Yosephine menyampaikan rasa terima kasih atas sambutan dan dukungan yang luar biasa dari Pemerintah Aceh. “Hari ini juga merupakan momen yang sangat kami nanti-nantikan untuk kembali terbang melayani masyarakat Aceh,” ungkapnya. Veranita tidak memungkiri bahwa kehadiran kembali AirAsia di Aceh berkat masukan-masukan yang diberikan oleh masyarakat Aceh melalui media sosial. “Terima kasih kepada masyarakat Aceh atas ungkapan dan publisitas yang berkembang di media massa sehingga kami merasa terpanggil untuk kembali hadir di Aceh,” ungkapnya. Pembukaan kembali rute Banda Aceh – Kualanamu, sebut Veranita, merupakan wujud kontribusi AirAsia kepada masyarakat untuk memberikan alternatif transportasi yang harganya lebih terjangkau. “Dan semoga bisa mendukung akselerasi bangkitnya perekonomian dan pariwisata, serta perdagangan di Aceh,” sebutnya. Ia tidak menampik terbukanya kemungkinan penambahan flight dari dan ke Aceh seiring dengan peningkatan demand ke depannya. Oleh karena itu, pihaknya akan melakukan kerjasama dan kolaborasi yang lebih luas bersama Pemeritah Aceh dalam hal pertukaran informasi dengan tujuan saling menguntungkan kedua belah pihak. Terkait penerbangan internasional, khususnya ke Kuala Lumpur, ia memastikan bahwa rute tersebut tidak luput dari perhatian AirAsia. “Kami menyadari bahwa posisi strategis Aceh kalau dibuka penerbangan internasinal akan sangat mendukung pertumbuhan pariwisata karena mayoritas wisatawan luar negeri yang berkunjung ke Aceh berasal dari Malaysia,” ujar Veranita. Sebagai informasi, AirAsia melayani rute Banda Aceh – Kualanamu tiga kali seminggu setiap hari Selasa, Jumat, dan Minggu dengan pesawat Airbus A320 berkapasitas 180 penumpang. Airline yang dikenal dengan maskapai berbiaya rendah (low-cost cerrier) ini juga menyediakan 20kg bagasi cuma-cuma (gratis). (AM)

Stiker Pemantul Cahaya Wajib Digunakan Kendaraan Barang

BANDA ACEH – Kepala Dinas Perhubungan Aceh, diwakili Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ), Deddy Lesmana hadiri sosialisasi peningkatan keselamatan angkutan barang melalui pemakaian stiker alat pemantul cahaya (APC) di Hermes Hotel Banda Aceh, Senin, 30 Mei 2022. Acara yang berlangsung secara hybrid (daring dan luring) ini diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI. Direktur Sarana Transportasi Jalan, Danto Restyawan, saat membuka acara ini via daring, menyebutkan bahwa stiker pemantul cahaya telah menjadi salah satu persyaratan teknis yang wajib dipenuhi kendaraan wajib uji berkala jenis mobil barang. Keberadaan alat pemantul cahaya pada mobil barang, ungkap Danto, supaya mengurangi risiko kecelakaan tabrak belakang maupun tabrak samping yang saat ini masih banyak terjadi, khususnya pada malam hari. Kecelakaan mayoritas disebabkan pengemudi truk tidak melihat adanya kendaraan di depan karena keadaan lingkungan yang gelap. “Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memastikan keselamatan angkutan barang di jalan raya,” ungkapnya. Ketentuan ini mengacu pada Peraturan Menteri (PM) Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021 tentang perlengkapan keselamatan kendaraan bermotor, serta Peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Darat tentang pedoman teknis alat pemantul cahaya tambahan pada kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan. Berdasar PM Perhubungan Nomor 74 Tahun 2021, mobil barang yang diwajibkan berstiker adalah mobil yang memiliki jumlah berat bruto (JBB) 7,5 ton ke atas atau memiliki konfigurasi sumbu 1,2. Untuk jenis mobil meliputi mobil bak muatan terbuka maupun bak tertutup, seperti mobil tangki dan mobil concrete pump (mobil pengaduk semen). Selain pada mobil barang, stiker pemantul cahaya ini juga berlaku bagi kereta gandengan dan kereta tempelan yang dipasang pada bagian samping dan belakang kendaraan. Danto berharap sosialisasi ini dapat memberi keseragaman pemahaman tugas bagi seluruh petugas pengujian kendaraan bermotor serta bagi pengusaha angkutan barang dan karoseri yang ada di Aceh. Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh, Wahyudi dalam sambutannya menjelaskan bahwa upaya-upaya demi terciptanya kendaraan bermotor yang berkeselamatan sudah menjadi tugas seluruh insan perhubungan. Salah satunya dengan memastikan terpenuhinya persyaratan teknis dan laik jalan melalui Unit Pengujian Kendaraan Bermotor (UPKB) pada setiap kendaraan yang beroperasi di jalan raya, sebut Wahyudi. Selepas sosialisasi, acara hari ini dilanjutkan dengan inspeksi angkutan barang dan pemasangan stiker pemantul cahaya pada mobil barang di Terminal Mobil Barang (Mobar) di Desa Santan, Aceh Besar. (AM)

Dishub Aceh Komit Tingkatkan Optimalisasi Pelayanan Publik

BANDA ACEH – Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh berkomitmen dan berkontribusi meningkatkan derajat kesehatan dan optimalisasi pelayanan publik. Khususnya bagi masyarakat pengguna jasa transportasi di Aceh. Upaya ini sebagai bentuk penerapan Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2021 tentang Kawasan Tanpa Rokok dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Hal ini seperti disampaikan Kadishub Aceh T. Faisal dalam sambutannya yang diwakili Kepala Bidang Pengembang Sistem dan Multimoda (PSM) Diana Devi saat membuka Sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Prasarana Perhubungan, di Hotel Grand Arabia, Banda Aceh, Senin, 30 Mei 2022. Dilanjutkannya, saat ini keberhasilan pemerintah sebagai penyedia penyelenggara layanan publik tidak hanya dilihat dari terlaksananya kegiatan operasional suatu pelayanan, namun secara terukur dinilai berdasarkan kualitas pelayanan dan tingkat kepuasan pengguna layanan. Tentunya akan berimplikasi pada reward and punishment yang akan diterima oleh unit penyelenggara layanan. Paradigma pelayanan di sektor transportasi perlu terus bertransformasi. Seperti pada aspek kemudahan akses dan informasi, kenyamanan dan kesetaraan pelayanan, serta isu-isu kesehatan dan perlindungan lingkungan. Hal ini sejalan dengan visi Pemerintah Aceh, yaitu Aceh Green. “Kami menitipkan harapan agar kita semua mampu menjadi pelopor dan teladan dalam penerapan peraturan perundangan ini. Khususnya peran kita dalam mengawasi dan mengendalikan sarana, prasarana, dan fasilitas pelayanan transportasi di Aceh,” sebut Devi. Di akhir sambutannya, kegiatan ini diharapkan pula dapat menumbuhkan sinergitas dan harmonisasi dalam mewujudkan pelayanan jasa transportasi yang aman, selamat dan berkelanjutan. Sosialisasi hari ini menghadirkan narasumber Wakil Ketua Pusat Riset Ilmu Sosial dan Budaya (PRISB) Universitas Syiah Kuala, Rizanna Rosemary, SSos, MSi, MHC, PhD, dan Joni, ST, MT, PhD, Kepala Bidang Tata Lingkungan dan Pengendalian Pencemaran Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh. Hadir dalam sosialisasi ini Koordinator Pelabuhan dan Terminal Se-Aceh, General Manajer ASDP Banda Aceh, General Manajer ASDP Aceh Singkil, Perwakilan Harapan Indah, Express Bahari, DAMRI, dan Organda Aceh. Besoknya, peserta akan mengikuti desk pengelolaan lingkungan Pelabuhan Penyeberangan dan Terminal Tipe B se-Aceh. Usai desk, kegiatan dilanjutkan dengan studi lapangan di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh. (MR)

Pemerintah Aceh Jadi Daerah Pertama di Indonesia Pakai Sepeda Motor Listrik

BANDA ACEH – Pemerintah Aceh menjadi daerah pertama di Indonesia yang menggunakan sepeda motor listrik untuk operasional kedinasan. Hal ini terbukti dengan penyerahan sepeda motor listrik kepada petugas pengumpul data perindustrian dan survei kebutuhan pokok di 23 Kabupaten/Kota oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, Jumat, 27 Mei 2022. Sepeda motor listrik buatan dalam negeri ini, sebut Nova, akan digunakan oleh Tim dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan di setiap Kabupaten/Kota untuk mendata usaha perdagangan dan industri yang ada di setiap daerah di Aceh. Pemerintah Aceh memilih kendaraan berdaya listrik sebagai kendaraan operasional tentunya dengan alasan yang cukup jelas. Menurut Nova, selain untuk menghemat biaya dan mempermudah kinerja, pemilihan motor listrik Gesits ini sebagai bentuk apresiasi terhadap karya anak bangsa. Tidak kalah pentingnya, tambah Nova, penggunaan sepeda motor ini juga sebagai bentuk pengenalan kepada masyarakat Aceh tentang kendaraan hemat energi dan bersih lingkungan. Menurut Nova, penggunaan kendaraan listrik ini merupakan inovasi kecil untuk menuju lompatan besar di masa depan. Ia juga mendorong percepatan terbitnya regulasi yang mengatur penggunaan kendaraan listrik untuk operasional kedinasan khususnya di lingkup Pemerintah Aceh. “Dengan demikian, nantinya kita siap berpartisipasi mendukung operasional seluruh kendaraan bertenaga listrik di Indonesia pada tahun 2050,” sebut Nova. Di samping itu, Nova bersyukur dan mengapresiasi PT PLN Wilayah Aceh yang telah menyiapkan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) di sejumlah titik di Aceh untuk kelancaran operasional lapangan. Di antaranya, SPKLU di Kantor Induk PT PLN Wilayah Aceh yang telah diresmikan beberapa waktu lalu oleh Kadishub Aceh, Teuku Faisal, mewakili Gubernur Aceh. Fasilitas yang telah tersedia ini nantinya bisa dimanfaatkan oleh petugas yang berada di daerah untuk pengecasan baterai sepeda motor. “Saya mengucapkan terima kasih kepada GM PT PLN Wilayah Aceh atas dukungan ini. Semoga kerjasama seperti ini dapat terus kita tingkatkan di masa depan,” ungkap Nova. Selepas penyerahan secara simbolis, Nova bersama Direktur Lalu Lintas Polda Aceh, Dicky Sondani, dan sejumlah tamu yang hadir ikut menjajal kehebatan sepeda motor listrik Gesits ini. Turut hadir dalam acara ini Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh, Kepala Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh, GM PT PLN Wilayah Aceh, Pimpinan PT WIMA, Kepala Dinas Perdangan di tingkat Kabupaten/Kota, Kepala UPTD Samsat Banda Aceh, para petugas pengumpul data dari seluruh Kabupaten/Kota. (AM)

Kereta Api Aceh Dulu dan Kini

Tanggal 17 Juni 1864 menjadi awal sejarah p e r k e r e t a a p i a n Nusantara, dimulai pembangunan rel lintasan Desa Kemijen – Desa Tanggung sepanjang 26 km. Pada tahun 1874 atau 10 tahun kemudian, rel kereta api pertama dibangun di Aceh oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-54, James Loudon, dengan lintasan Ulee Lheue – Kuta Radja. Pada tahun 1884, jalur kereta api diubah lebar relnya, dari 1067 mm menjadi 750 mm. Hal ini sesuai dengan keinginan Pemerintah Hindia Belanda, yaitu jalan rel yang akan dibangun harus berada pada satu ruang dengan jalan raya. Kereta api ini dioperasikan oleh perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia – Belanda, Atjeh Tram (AT) yang berubah nama menjadi Atjeh Staats Spoorwegen (ASS) pada tahun 1916. Perusahaan tersebut mengelola perkeretaaapian di Aceh dengan panjang lintasan 511 km dengan total investasi yang pembangunan sebesar 20.000.000 gulden atau setara ± Rp. 10,5 triliun jika dikonversi dengan nilai rupiah saat ini. Namun pada tahun 1982 angkutan kereta api Aceh benar-benar terhenti, karena tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi jalan raya yang sudah semakin baik pada saat itu. Trans Sumatera Railway Pada tahun 2002 dibuatlah Rencana Umum Pengembangan Kereta Api Sumatera, yang merupakan hasil kesepakatan Gubernur se-Sumatera. Program Perkeretaapian Aceh merupakan bagian dari program Trans Sumatera Railway Development yang akan menghubungkan kota-kota di Aceh dengan kota-kota lain di Sumatera. Pembangunan kereta api Aceh dimulai kembali dari lintas Bireuen – Lhokseumawe dengan lebar sepur 1435 mm (standard gauge) sesuai dengan rekomendasi dari sebuah perusahaan asal Perancis Société Nationale des Chemins de fer Français (SNCF) melakukan studi di tahun 2005 dan merekomendasikan lokasi tersebut karena dinilai sangat strategis dari segi potensi pengembangan wilayah kedua daerah tersebut. Pada tahun 2013, lintasan Bireuen – Lhokseumawe dengan Stasiun Krueng Mane – Stasiun Bungkaih – Stasiun Krueng Geukueh dilakukan uji coba dengan panjang lintasan 11,35 km. Lintasan Krueng Mane – Bungkaih – Krueng Geukueh menjadi satu-satunya lintasan aktif di Indonesia yang menggunakan standard gauge yang saat ini digunakan oleh hampir 60% trek kereta api di seluruh dunia. Kereta api yang melayani Stasiun Krueng Mane – Stasiun Krueng Geukueh pertama kali beroperasi pada tanggal 3 November 2016. Kereta Api ini diberi nama KA Cut Meutia yang diambil dari nama seorang pahlawan nasional Indonesia wanita asal Aceh. Kereta Api Cut Meutia merupakan salah satu angkutan kereta api perintis yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Indonesia oleh Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Oleh karenanya masyarakat yang ingin menggunakan kereta api ini hanya dikenakan biaya sebesar Rp. 1000,- per orang. Saat ini hanya ada tiga Stasiun yang telah beroperasi di Aceh yaitu; Stasiun Krueng Mane, Bungkaih, dan Krueng Geukueh. Sementara itu terdapat dua stasiun yang sudah selesai pembangunannya yaitu; Stasiun Kuta Blang dan Geurugok di Kabupaten Bireuen. Direncanakan pada lintasan kereta api antara Stasiun Kuta Blang – Krueng Mane akan segera dioperasikan dalam waktu dekat. Jarak antara Stasiun Kuta Blang dengan Krueng Mane adalah sejauh 10,1 km, sehingga apabila lintasan ini dioperasikan, total keseluruhan panjang jalan rel yang beroperasi akan menjadi 21,45 Km. Direktorat Jenderal Perkeretaapian melalui Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Utara juga telah merencanakan pembangunan kembali lintasan ke arah Paloh – Lhokseumawe dengan jarak 8 kilometer. (Arrad Iskandar) Selengkapnya Cek dan Unduh di: Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9

Mahasiswa Sangat Membutuhkan Kehadiran Bus Trans Koetaradja

BANDA ACEH – Trans Koetaradja kembali leluasa bertemu dengan pelanggannya setelah dua tahun dibatasi pelayanannya. Kini, suasana halte kembali ramai. Salah satunya seperti yang terlihat di halte Masjid Darussalam. Tampak mahasiswa berbondong-bondong keluar dari bus Trans Koetaradja, Senin, 23 Mei 2022. Khusus bagi pelajar, pelayanan transportasi umum sangatlah dibutuhkan karena aktivitas mobilitas dilakukan dengan bus. Seperti salah satu mahasiswi Keperawatan Universitas Syiah Kuala (USK) asal Indrapuri, Nur Daesfi Ranscah Putri. Ia sehari-hari menggunakan bus Trans Koetaradja untuk sampai di kampus sejak pertama masuk kuliah Tahun 2020. “Saya pribadi sangat berharap agar tarif bus free terus dan pelayanannya ditingkatkan menjadi lebih baik lagi, terutama kami sangat berharap jadwal bus semakin tepat waktu, jadi kami pun tidak telat masuk kuliah,” ujar Daesfi. Daesfi biasanya berangkat dari rumahnya di Indrapuri menggunakan labi-labi menuju Masjid Raya Baiturrahman. Dari halte tersebut, ia melanjutkan perjalanannya dengan bus Trans Koetaradja yang bergerak ke arah Darussalam. Halte Kedokteran Universitas Syiah Kuala menjadi tujuan singgahannya, sebelum ia melanjutkan berjalan kaki atau menggunakan jasa ojek online menuju gedung perkuliahannya yang berjarak lebih kurang 300 meter dari halte. Hal ini ia lakoni setiap hari selama masa perkuliahan. (AM)

Citilink Kembali Terbang ke Aceh

Citilink Indonesia aktifkan kembali rute penerbangan ke Banda Aceh setelah sempat terhenti akibat pandemi Covid-19. Penerbangan perdana ke Bandara Sultan Iskandar Muda (SIM) dilakukan hari ini, Jumat, 20 Mei 2022. Kembali aktifnya maskapai ini terbang ke Aceh dalam rangka menyahuti surat Gubernur Aceh kepada Direktur Utama PT Citilink Indonesia, pada 28 April yang lalu, terkait permohonan melayani kembali penerbangan ke Banda Aceh. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal dalam penyambutan penerbangan perdana Citilink Indonesia di Bandara SIM bersama Executive General Manager PT Angkasa Pura II Bandara SIM, Iwan Sutisna, Jumat, 20 Mei 2022. Dalam surat tersebut, sebut Faisal, Gubernur Aceh menyampaikan bahwa minat masyarakat Aceh untuk menggunakan jasa penerbangan menunjukkan trend yang semakin positif. Namun, frekuensi dan maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke Aceh melalui Bandara SIM cukup terbatas. Sehingga dengan beroperasinya Citilink di Bandara SIM, ungkap Faisal, akan memberikan banyak pilihan bagi masyarakat saat melakukan perjalanan dengan pesawat udara. “Masyarakat juga bisa memilih jadwal yang lebih variatif dengan tarif yang semakin terjangkau karena saat ini frekuensi penerbangan dari dan ke Aceh sudah bertambah,” sebut Faisal. Menurut Faisal, penambahan frekuensi penerbangan ke Aceh juga akan semakin mendukung kemudahan investasi dan kunjungan pariwisata di Aceh. Kehadiran Citilink Indonesia di Aceh diharapkan dapat mengakomodir pergerakan masyarakat guna akselerasi pertumbuhan ekonomi di Aceh. Faisal juga bersyukur saat ini maskapai sudah mulai melirik kembali Aceh karena destinasi wisata Aceh menjadi daya tarik bagi wisatawan. “Kita berharap semakin banyak airlines yang terbang ke Aceh untuk melayani masyarakat Aceh, tidak hanya di rute domestik tapi juga internasional,” harap Faisal. Sementara itu, Direktur Utama Citilink Indonesia, Dewa Kadek Rai, melalui siaran persnya hari ini, menyebutkan bahwa pembukaan rute ke Banda Aceh untuk memperkuat konektivitas di wilayah barat Indonesia. Hal ini juga sebagai bentuk komitmen Citilink Indonesia dalam memberikan akses transportasi udara ke masyarakat. Untuk penerbangan ke Aceh, Citilink menggunakan pesawat ATR72-600 dengan kapasitas penumpang 70 orang. Penerbangan akan beroperasi setiap hari dengan rute Kualanamu (KNO) – Banda Aceh (BTJ) – Kualanamu (KNO). Berdasar data manifes yang diperoleh, penerbangan perdana dari Kualanamu ke Banda Aceh hari ini membawa sebanyak 35 penumpang. Sedangkan pada penerbangan selanjutnya, Banda Aceh – Kualanamu, pesawat terisi penuh dengan total 70 penumpang. (AM)

Air Asia Kembali Layani Penerbangan ke Aceh

BANDA ACEH – Maskapai AirAsia umumkan rencana pembukaan rute penerbangan Banda Aceh – Kualanamu PP yang akan beroperasi mulai 3 Juni 2022. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal menyebutkan, pembukaan rute baru ini merupakan tidak lanjut pihak AirAsia terhadap surat Gubernur Aceh per tanggal 14 April yang berisi permohonan agar rute Banda Aceh – Medan dilayani kembali. “Alhamdulillah, pihak AirAsia merespon dengan cukup baik permintaan pembukaan rute penerbangan ke Aceh melalui surat Gubernur Aceh terkait pelayanan kembali rute Banda Aceh – Medan,” kata Faisal. Dengan pembukaan rute oleh AirAsia ini, ungkap Faisal, akan memberi pilihan bagi masyarakat Aceh dalam menikmati pelayanan transportasi udara, baik dari sisi jadwal maupun tipe pesawat. “Kini penerbangan melalui Bandara SIM telah tersedia berbagai pilihan alternatif bagi masyarakat, semoga ini menjadi awal yang baik,” sebutnya. Faisal juga menyebutkan bahwa pembukaan rute AirAsia ini diharapkan akan menjadi pendorong  masuknya berbagai investasi di Aceh. Kemudahan perjalanan via udara ke Aceh merupakan faktor yang sangat dipertimbangkan oleh para pelaku usaha maupun investor yang ingin berbisnis di Aceh. Sejalan dengan hal tersebut, Faisal membeberkan bahwa selain mengangkut penumpang, bisnis jasa pengiriman kargo di Aceh selama ini meningkat pesat. Data dari PT Angkasa Pura II Bandara SIM, pada tahun 2019 jumlah pengiriman kargo mencapai 1,1 juta kg. Angka tersebut terus merangkak naik mencapai 52 persen menjadi 7 juta kg pada tahun 2022. “Lonjakan bisnis jasa pengiriman kargo via udara memang awalnya dipicu oleh pandemi, namun ketergantungan masyarakat terhadap layanan ekpedisi (kargo) diperkirakan akan terus berada dalam trend positif mengingat belanja online kian marak dan mudah,” beber Faisal. Sesuai penjelasan pihak AirAsia, Faisal menyampaikan bahwa untuk tahap awal AirAsia akan melayani rute Banda Aceh – Kualanamu tiga kali seminggu setiap hari Selasa, Jumat dan Minggu dengan pesawat Airbus A320 berkapasitas 180 penumpang. Pembukaan rute Banda Aceh – Kualanamu PP ini disebut sejalan dengan rencana pengembangan operasional AirAsia untuk rute domestik, sekaligus untuk meningkatkan utilitas pesawat yang berada di pusat operasi (hub) Kualanamu agar lebih optimal. “Pihak AirAsia juga mengatakan, tidak menutup kemungkinan mereka akan menambah frekuensi atau mengoperasikan rute lainnya sesuai dengan permintaan masyarakat di Aceh nantinya,” kata Faisal. Sebelumnya Gubernur Aceh Nova Iriansyah menyurati AirAsia pada 14 April 2022 untuk meminta dilayani kembali rute Banda Aceh – Medan. Dalam surat itu Gubernur Aceh menyebut minat masyarakat Aceh dalam menggunakan transportasi udara menunjukkan tren yang semakin positif. Namun kondisi itu dihadapkan pada terbatasnya frekuensi dan maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke Aceh melalui Bandara Sultan Iskandar Muda. Pemerintah Aceh berharap Bandara SIM dapat segera dibuka statusnya sebagai entry point penerbangan internasional agar masyarakat dapat melakukan penerbangan langsung ke luar negeri, khususnya perjalanan umrah. (AM)

Infrastruktur Melemah, Investasi Nihil Adanya

Maka seperti investor, infrastruktur akan memikat hatinya. Keputusan investasi dan penentuan lokasi strategis selayaknya akan membeli sebuah mobil, mereka akan mengecek setiap detail dan spesifikasi yang nantinya akan menjadi barang miliknya. Dari budget yang sesuai hingga fitur yang tersedia. Pastinya, mereka akan memilih yang nyaman dan andal, sehingga tidak membuat tuannya harus mengernyitkan kening saat melakukan pemeliharaan. Begitulah infrastruktur memainkan peranan dalam menarik minat investor. Sang juragan akan melirik pada kualitas, itu sudahlah jelas. Mereka tak ingin rugi, infrastruktur yang yang menjadi perangkat usaha dalam menjalankan roda perekonomian harus mampu menghasilkan keuntungan yang maksimal. Dalam dunia bisnis, omzet dan profit ini penentunya. Nah, kedua faktor inilah yang menyebabkan infrastruktur yang disediakan harus mampu mengatur keduanya mencapai grafik yang maksimal. Menjadi pertanyaan, sudah mampukah infrastruktur yang telah dibangun meningkatkan iklim usaha? Yang terpampang nyata, banyak infrastruktur yang telah ditumbuhi ilalang sepanjang lantai dan dindingnya, bak istana putri tidur. Belum lagi, beberapa bagiannya tercipta pola retak yang akan mahal jika itu adalah lukisan. Namun sayang ini hanyalah bangunan yang terdiam bisu menjadi saksi roman picisan dalam dunia birokrasi. Percakapan dalam pers yang dirilis Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenetrian Perhubungan RI, Menteri Perhubungan mengutarakan bahwa di Tahun 2020, anggaran yang dialokasikan untuk infrastruktur naik 1 triliun dari tahun sebelumnya, difokuskan pada peningkatan konektivitas melalui pembangunan dan pengembangan infrastruktur transportasi dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sektor transportasi. Pemerintah tentu tidak tinggal diam, terus berupaya mewujudkan kesejahteraan. Dengan anggaran yang sebesar ini, semestinya infrastruktur mulai memainkan perannya di dunia bisnis. Namun dilema tak kunjung berakhir, belum beberapa tahun, infrastruktur yang dibangun telah mengalami ‘gagal tulang’, entah osteoporosis atau reumatik. Mengapa bisa demikian? Sebenarnya, sedikit berat untuk diutarakan, bagaimana tidak, beberapa tahun berselang, infrastruktur dikerjakan disitu-situ saja, yang retaknya, jalannya berlubang, kurang sana sini hingga akhirnya harus dihancurkan padahal belum mencapai umur bangunan. Dalam aturan telah disebutkan, setiap pembangunan mutu beton itu telah ditentukan, misalnya bangunan yang diperuntukkan untuk gudang, stadion, tempat industri, dan lain-lain memiliki mutu beton yang berbeda-beda. Hasil itu tentunya didapatkan dalam perhitungan struktur secara kompleks, mustahil hanya menerka secara kasat mata atau sekedar pengalaman pekerjaan yang telah dilakukan. Bukannya, beda lubuk beda belalang. Begitu pun faktor yang akan dihitung pada suatu struktur bangunan, setiap aspeknya harus dipertimbangkan, dari beban dinamis maupun statis, beban tambahan hingga faktor alam yang mempengaruhi. Semua harus diperhitungkan dan wajib ada masterplan (perencanaan). Tapi shortcut lebih menggiurkan, mengambil satu sampel untuk setiap proyek. Ada lain yang mengharmonisasi kualitas struktur menjadi di bawah rata-rata. Birokrasi, bianglala yang dimainkan dengan nada yang bias dengan tempo yang tak beraturan serta panjang dan mengena pada ujungnya. Tepatnya, dipermainkan atau permainan. Pengurusan administrasi yang bertele-tele juga menyumbang potensi besar keterlambatan proyek. Yang pada ujungnya, kualitas bukanlah prioritas dan terpenting pekerjaan selesai tepat waktu, tidak ada yang mencoba harmonis dengan ‘denda’. Kembali lagi pada pentingnya pembangunan infrastruktur yang berkualitas untuk investasi, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan saat infrastruktur suatu negara melemah, berarti perekonomian berjalan secara tidak efesien yang akan menurunkan daya saing dan ketidakadilan sosial. Indonesia Infrastructure Investment kembali menegaskan pembangunan fisik yang kualitasnya kurang baik juga dapat menyebabkan masalah yang lebih buruk. Namun, inilah kesempatan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadi partner pemerintah dalam memantau kualitas infrastruktur dengan kritikan yang mebangun. Karena ini bukan jamannya lagi menyalahkan, namun bangkit untuk berbenah dan bergerak maju. Ayo, kita bangun dari mimpi dan siap untuk menggapainya. (Misqul Syakirah)