Dishub

Bus Trans Koetaradja: Bukti Nyata Transportasi Publik Gratis itu Ada

Oleh Djoko Setijowarno Bus Trans Koetaradja adalah sebuah sistem transportasi umum di Banda Aceh dan Aceh Besar yang menjadi solusi modern untuk mobilitas perkotaan. Bus Trans Koetaradja tidak hanya dibangun untuk mengatasi kemacetan, tetapi juga untuk memberikan layanan transportasi yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi masyarakat . Sejak kehadirannya, Trans Koetaradja telah menjadi bagian tak terpisahkan dari rutinitas harian banyak orang, terutama mahasiswa yang menjadikannya andalan untuk bepergian ke kampus atau ke pusat kota. Layanan gratis dan fasilitas yang nyaman, seperti pendingin udara, membuat Trans Koetaradja sangat populer dan selalu ramai penumpang. Meskipun sempat mengalami tantangan operasional dan revitalisasi, layanan ini terus berupaya memberikan yang terbaik untuk masyarakat, menjadikannya salah satu sistem transportasi publik yang sukses dan berkelanjutan di Indonesia. Perkembangan Bus Trans Koetaradja menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjadikan layanan bus ini sebagai tulang punggung transportasi publik yang terintegrasi di Banda Aceh. Penambahan rute feeder sangat penting karena memungkinkan penumpang dari area yang lebih jauh untuk terhubung ke koridor utama dengan mudah. Program ini merupakan inisiasi pemerintah dengan tujuan utama untuk meningkatkan kualitas layanan transportasi publik di Aceh. Nama “Koetaradja” sendiri diambil dari nama lama Kota Banda Aceh, yakni Kutaraja, yang memberikan sentuhan lokal pada identitasnya. Informasi Dinas Perhubungan Provinsi Aceh (2025), menyebutkan 2 Mei 2016, bus Trans Koetaradja resmi beroperasi, saat itu hanya satu koridor, yaitu Pusat Kota (Masjid Raya Baiturrahman) – Darussalam (Pusat Perkuliahan), dengan jumlah bus sebanyak 25 unit hibah dari Kementerian Perhubungan. Seiring berjalan waktu, saat ini Trans Koetaradja sudah memiliki 59 unit bus, 25 bus ukuran besar dan 34 bus ukuran sedang yang melayani 6 koridor utama dan 5 rute feeder di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. Koridor 1 (Pusat Kota – Daerussalam), koridor 2 (Pusat Kota – Blang Bintang via Lambaro), koridor 2B (Pusat Kota – Ulee Lheue), koridor 3A (Pusat Kota – Mata le via Setul, koridor 3B (Pusat kota – Mata le via lampaeuneurut), dan koridor 5 (Pusat kota – Blang Bintang via Ulee Kareng). Sementara feeder 1 (Trans Campus/Darussalam), feeder 2 (Pusat Kota – Lambaro), feeder 3 (Pusat Kota – Lampuuk), feeder 4 (Simpang Rima – Lambung), feeder 5 (BKKBN – Serambi Indonesia), feeder 6 (Keudah – Pasar Al Mahirah), feeder 7 (Darussalam – Pasar Lam Ateuk), feeder 8 (Pusat Kota – Lampaseh) dan yang paling terbaru adalah feeder 9 (Sp Mesra – Kajhu). Diskusi dengan Sekretaris Dinas Perhubungan Provinsi Aceh T. Rizki Fadhil, S.SiT, M.Si (23/09/2025), menyampaikan perdana tahun 2016 dioperasikan 10 unit bus besar untuk 1 rute, tahun 2017 untuk 3 rute (25 bus besar dan 5 bus sedang), tahun 2018 untuk 3 rute (25 bus besar dan 15 bus sedang), tahun 2019 untuk 5 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2020 untuk 6 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2021 untuk 6 rute (25 bus besar dan 27 bus sedang), tahun 2022 untuk 10 rute (6 koridor dan 4 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 27 bus sedang, tahun 2023 dan 2024 untuk 11 rute (6 koridor dan 6 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 34 bus sedang, tahun 2025 untuk 15 rute (6 koridor dan 9 feeder ) menggunakan 25 bus besar dan 34 bus sedang. Tempat perhentian Bus Trans Koetaradja berupa halte (permanen dan portable ) dan shelter. Tahun 2016 disediakan 16 halte permanen dan 24 halte portable , tahun 2017 (45 halte permanen dan 38 halte portable ), tahun 2018 (85 halte permanen dan 38 halte portable ), tahun 2019 (90 halte permanen dan 54 halte portable ), tahun 2020 (91 halte permanen dan 76 halte portable ), tahun 2021 (91 halte permanen dan 83 halte portable ), tahun 2022 (94 halte permanen, 83 halte portable dan 7 shelter), tahun 2023-2024 (94 halte permanen, 85 halte portable dan 10 shelter) dan tahun 2025 (94 halte permanen, 87 halte portable dan 10 shelter). Trans campus Tersedia juga layanan Trans Campus yang melayani dua kampus negeri, yaitu Universitas Syah Kuala dan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry. Jumlah bus feeder di jalur ini sebanyak 2 unit bus, mulai dari asrama mahasiswa melewati semua fakulltas dan berakhir di dekat halte Mesjid Jamik yang juga merupakan pemberhentian bus Koridor utama 1. Bus feeder yang paling diminati khususnya mahasiswa baru ini memiliki kapasitas 16 tempat duduk dan 14 pegangan dengan panjang rute layanan sejauh 5,5 km. Dalam sehari ada 10 ritase, waktu layanan jam 07.30 – 17.05. Sekali ritase 35 menit, waktu tunggu 20 menit untuk kondisi on peak dan 35 menit untuk kondisi off peak. Dengan desain kaca lebar panoramic, bus ini juga dilengkapi dengan ramp untuk disabilitas di pintu belakang bus. Trans Meudiwana Setiap hari Minggu dioperasikan Trans Meudiwana. Trans Meudiwana merupakan layanan feeder Trans Koetaradja dikhususkan untuk melayani perjalanan masyarakat yang berpergian ke tempat-tempat wisata yang ada di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, seperti Museum, situs sejarah, situs tsunami dan pantai. Program ini kolaborasi dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh menggunakan 2 armada bus ukuran sedang. Ada dua rute, yaitu Mesjid Raya – Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue dan Masjid Raya -Lampuuk. Rute Lampuuk merupakan rute favorit dimana masyarakat bisa menikmati keindahan pantai lampuuk secara gratis. Anggaran operasional Penyediaan anggaran melalui APBD merupakan wujud komitmen Pemerintah Aceh dalam memberikan pelayanan angkutan massal perkotaan yang berkelanjutan. Berdasarkan data dari Dinas Perhubungan Provinsi Aceh, alokasi anggaran tahun 2016 sebesar Rp 1,73 miliar, tahun 2017 (Rp 5,45 miliar), tahun 2018 (Rp 7,76 miliar), tahun 2019 (Rp 11,45 miliar), tahun 2020 (Rp 13,2 miliar), tahun 2021 (Rp 12,99 miliar), tahun 2022 (Rp 15,13 miliar), tahun 2023 (Rp 9,59 miliar), tahun 2024 (Rp 10,57 miliar), dan tahun 2025 (Rp 12,65 miliar). Anggaran Pendapatan dan Belanja Pemerintah Prov. Aceh Tahun 2025 sebesar Rp 11 triliun, Anggaran Pendapatan dan Belanja Kota Banda Aceh (Rp 1,47 triliun), dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Besar (Rp 1,8 triliun). Menurut data dari Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) tahun 2024, kawasan perumahan yang harus dilayani di Kota Banda Aceh sebanyak 59 kawasan perumahan dan 113 kawasan perumahan di Kab. Aceh Besar. Sejumlah kawasan perumahan

Mercusuar Willem’s Toren III: Jejak Cahaya Bersejarah di Ujung Indonesia

Oleh Djoko Setijowarno Mercusuar Willem’s Toren adalah salah satu mercusuar bersejarah yang terletak di Pulau Breueh (Pulau Beras), Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar. Nama resminya adalah Willem’s Toren III, dan usianya sudah lebih dari satu abad. Mercusuar ini merupakan fasilitas navigasi pelayaran yang dikelola oleh Distrik Navigasi (Disnav) Kelas II Sabang, Direktorat Navigasi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Wilayah kerja Distrik Navigasi Tipe A Kelas II Sabang mencakup sebagian besar perairan di Provinsi Aceh. Wilayah ini berfungsi sebagai ujung barat Indonesia. Secara umum, wilayah kerja Distrik Navigasi Sabang meliputi dua per tiga (2/3) wilayah perairan Aceh, Pantai Barat Aceh, dimulai dari perairan sekitar Simeulue hingga Sabang dan sekitarnya, Pantai Selatan Aceh, mencakup perairan sekitar Tapak Tuan (Aceh Selatan), Pantai Timur Aceh, mencakup perairan sekitar Lhokseumawe dan sekitarnya, Pulau-pulau Terluar, meliputi pengawasan di pulau-pulau terdepan seperti Pulau Rondo (Sabang), Pulau Benggala (Aceh Besar), dan Pulau Salaut (Simeulue). Wilayah ini berbatasan dengan wilayah kerja Distrik Navigasi Belawan (yang mencakup daerah Lhokseumawe dan Singkil) dan Distrik Navigasi Sibolga. Tugas utamanya adalah memastikan keselamatan pelayaran melalui pengawasan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) seperti mercusuar, rambu suar, dan pelampung suar. Fungsi utama disnav adalah memastikan keselamatan pelayaran melalui pengawasan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) seperti mercusuar, rambu suar, dan pelampung suar. Mercusuar sebagai Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) untuk memastikan keselamatan dan keamanan kapal di laut. Secara spesifik, fungsi mercusuar meliputi, pertama penanda lokasi (identifikasi posisi), yakni memberikan titik referensi yang jelas bagi para pelaut, terutama saat malam hari atau cuaca buruk (berkabut). Setiap mercusuar memiliki pola kedip cahaya yang unik agar pelaut bisa mengidentifikasi lokasi spesifik mereka. Kedua, peringatan bahaya, yakni memberi tahu kapal tentang adanya potensi bahaya navigasi, seperti karang, perairan dangkal, atau tanjung yang berbahaya. Mercusuar sering ditempatkan di lokasi-lokasi rawan kecelakaan. Dan ketiga, pemandu masuk pelabuhan untuk membantu kapal yang akan berlabuh dan menentukan arah ataupun rute yang aman saat akan memasuki atau meninggalkan pelabuhan. Meskipun teknologi modern (seperti GPS dan radar) telah berkembang pesat, mercusuar tetap menjadi alat navigasi tertua dan masih vital dalam menjamin keselamatan pelayaran di banyak wilayah perairan dunia. SejarahMercusuar Willem’s Toren III Mercusuar Willem’s Toren III ini memiliki keistimewaan. Ia adalah salah satu dari tiga mercusuar yang dibangun oleh pemerintah Belanda di dunia dengan desain serupa. Dua lainnya berada di Belanda (yang kini telah dijadikan museum) dan satu lagi di Kepulauan Karibia. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mercusuar di Pulo Aceh bagi jaringan maritim kolonial Belanda. Mercusuar ini berada di Desa Meulingge, Kecamatan Pulo Aceh, Kabupaten Aceh Besar, tepatnya di Pulau Breueh. Letaknya di puncak bukit cadas, sekitar 310 meter di atas permukaan laut. Mercusuar ini dibangun pada masa penjajahan Belanda, sekitar tahun 1875. Pembangunannya juga disinggung dalam buku sejarah Perang Aceh yang ditulis oleh Mayor Jenderal G.F.W. Borel. Pada tahun 1875, Pemerintah Kolonial Belanda membangun mercusuar ini. Nama “Willem’s Toren” diambil dari nama Raja Belanda saat itu, Willem Alexander Paul Frederik Lodewijk. Lokasinya yang strategis menjadi fungsi penanda penting bagi kapal-kapal yang melintasi jalur pelayaran internasional di perairan Selat Malaka dan Samudra Hindia. Pembangunannya merupakan bagian dari ambisi Belanda untuk menguasai jalur maritim dan menjadikan Sabang sebagai pelabuhan transit yang penting, menyaingi Singapura. Sama seperti mercusuar lainnya, fungsi utamanya adalah sebagai prasarana navigasi untuk memandu kapal yang melintasi perairan di sekitarnya. Lokasinya yang strategis di pertemuan Selat Malaka dan Samudera Hindia menjadikannya sangat penting untuk keselamatan pelayaran. Bangunannya kokoh dengan gaya arsitektur Belanda, berbentuk silinder, dan memiliki tinggi sekitar 85 meter dengan ketebalan dinding mencapai 1 meter. Mercusuar ini merupakan bagian dari kompleks yang lebih luas, menempati lahan sekitar 20 hektar. Dulunya, kompleks ini juga menjadi tempat tinggal para perwira Belanda. Hingga saat ini, Mercusuar Willem’s Toren masih beroperasi dengan baik dan menjadi salah satu warisan sejarah yang penting di Aceh. Pembangunan mercusuar ini tidaklah mudah. Dalam catatan sejarah, seperti yang disinggung dalam buku “Onze Vestiging in Atjeh” (Pendudukan Kami di Aceh) oleh G.F.W. Borel, pembangunan mercusuar ini menghadapi perlawanan sengit dari para pejuang Aceh di bawah pimpinan Teungku Chik di Tiro. Mereka beberapa kali menyerbu Pulau Breueh untuk menggagalkan proyek tersebut. Belanda harus mendatangkan pasukan militer tambahan untuk pengamanan. Proyek ini juga melibatkan kerja paksa, di mana ratusan orang, termasuk dari Ambon, dikirim ke Aceh untuk diperkerjakan. Mercusuar Willem’s Toren III di Pulo Aceh bukan sekadar bangunan tua, melainkan saksi bisu dari sebuah babak sejarah yang panjang. Kisahnya terjalin erat dengan kepentingan kolonial, perjuangan rakyat Aceh, dan peran pentingnya dalam navigasi maritim dunia. Meskipun usianya sudah lebih dari satu abad, mercusuar ini tetap berdiri kokoh. Bangunan dengan dinding tebal dan arsitektur khas Belanda ini masih berfungsi hingga kini sebagai alat bantu navigasi. Ia terus memancarkan cahayanya, membimbing kapal-kapal yang lewat, sama seperti tujuannya saat pertama kali dibangun. Wisata Warisan Sejarah Saat ini, kompleks Mercusuar Willem’s Toren III tidak hanya berfungsi sebagai menara suar, tetapi juga menjadi destinasi wisata sejarah. Pengunjung bisa menaiki anak tangga di dalamnya untuk melihat pemandangan menakjubkan dari puncak menara, yang menyajikan panorama Samudra Hindia yang luas dan hijau Pulo Aceh. Mercusuar ini menjadi saksi bisu dan pengingat akan masa lalu yang penuh gejolak, sekaligus simbol ketahanan yang terus memberikan manfaat hingga saat ini. Akses menuju Pulau Breueh (Pulau Beras) saat ini masih mengandalkan kapal. Perjalanan dengan kapal motor dari Pulau Weh (Sabang) memakan waktu sekitar 4 jam. Namun, jika berangkat dari Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue di Banda Aceh, waktu tempuhnya sedikit lebih singkat, hanya 3 jam. Seandainya pulau ini dapat dilayani oleh kapal cepat, waktu tempuh ini berpotensi terpangkas hingga 50%. Setibanya di sana, kapal penumpang belum dapat merapat langsung ke Dermaga Ujong Peuneung. Perahu biasanya diturunkan dari kapal motor untuk mengangkut penumpang ke dermaga. Dari dermaga, perjalanan menuju Mercusuar Willem’s Toren III masih harus dilanjutkan dengan mobil pick-up terbuka selama sekitar 30 menit. Pembangunan dermaga oleh pemerintah pusat untuk memudahkan kelancaran logistik petugas mercusuar diperlukan. Penyediaan sarana kapal dapat dilakukan pemda dan swasta. Jalan menuju mercusuar memiliki permukaan aspal yang kasar, berkelok, dan menanjak ke bukit. Sepanjang perjalanan, kita akan disuguhi pemandangan hutan belukar yang mendominasi, karena pemukiman atau desa sangat jarang

Menjelajah Pelosok Aceh: Kisah Bus Perintis yang Menghubungkan Daerah Terisolir

Oleh Djoko Setijowarno* Keberadaan bus perintis di Provinsi Aceh tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, akan tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan, pemerataan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di daerah-daerah yang terpinggirkan. Berdasarkan data Perum Damri Cabang Aceh (2025), bus perintis melayani 12 rute di Provinsi Aceh sepanjang 999 km. Rute-rute ini adalah Sinabang – Sibigo (188 km), Sinabang – Alafan (100 km), Kota Fajar – Manggamat (50 km), Kuala Simpang – Tenggulun (86 km), Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (108 km), Meulaboh – Alus Luyun (106 km), Longkib – Subulusalam (60 km), Gunung Meriah – Singkil (90 km), Gunung Meriah – Singkohor (54 km), Panton Lanbu – Bantayan (32 km), Laweung – Kota Sigli (41 km), dan Blang Pu uk – Ujong Fatihah (84 km). Kondisi rute bus perintis di Aceh sepanjang 629 km jalan aspal, 52 km jalan tanah, 45 km jalan berbatu tajam, 37 km jalan basah dan genangan air, 110 km jalan berdebu dan berpasir, 212 jalan tanjakan dan turunan dan 236 jembatan. Disamping itu melewati 211 sekolah, 42 rumah sakit, 41 pasar, 149 kawasan perkantoran dan 14 terminal penumpang. Rinciannya di masing-masing lintas berikut ini. Lintas Sinabang – Sibigo melewati 51 sekolah, 5 rumah sakit, 7 pasar, 27 perkantoran dan 1 terminal penumpang, lintas Sinabang – Alafan (23 sekolah, 4 rumah sakit, 5 pasar, 52 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kota Fajar – Manggamat Alafan (23 sekolah, 3 rumah sakit, 3 pasar, 4 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kuala Simpang – Tenggulun (12 sekolah, 6 rumah sakit, 5 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Alus Luyun (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Longkib – Subulusalam (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkil (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkohor (3 sekolah, 5 rumah sakit, 4 pasar, 1 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Panton Lanbu – Bantayan (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Laweung – Kota Sigli (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang). Bus perintis di Aceh memiliki peran penting dalam menghubungkan daerah-daerah dengan pusat-pusat keramaian. Layanan ini dioperasikan oleh Perum Damri sebagai bagian dari program subsidi pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Beberapa manfaat utama dari keberadaan bus perintis di Aceh. Pertama, membuka keterisoliran wilayah . Ini adalah manfaat paling krusial dari bus perintis. Di banyak daerah di Aceh, masyarakat kesulitan mengakses layanan publik atau pusat ekonomi karena minimnya pilihan transportasi. Bus perintis hadir untuk menjangkau rute-rute ini, menghubungkan desa-desa terpencil dengan pusat-pusat kota atau kecamatan. Hal ini secara efektif memutus keterisoliran dan membuat masyarakat bisa bergerak lebih mudah. Kedua, mendukung perekonomian lokal . Dengan adanya akses transportasi yang terjamin, masyarakat di daerah pedalaman dapat mengangkut hasil bumi mereka, seperti buah-buahan atau komoditas pertanian lainnya, ke pasar di kota. Tanpa bus perintis, masyarakat harus mengeluarkan biaya mahal untuk menyewa kendaraan pribadi atau bahkan membawa barang dengan cara manual, yang tentunya tidak efisien. Bus perintis membantu mempercepat distribusi barang dan meningkatkan pendapatan warga. Ketiga, mempermudah akses ke layanan publik . Transportasi yang lancar sangat penting untuk mendapatkan layanan publik. Bus perintis memudahkan masyarakat untuk bepergian ke pusat pemerintahan, rumah sakit, sekolah, atau bank. Sebagai contoh, warga di daerah pedalaman bisa mengurus dokumen penting, berobat ke fasilitas kesehatan, atau menghadiri kegiatan sosial tanpa harus menempuh perjalanan yang sulit dan mahal. Keempat, menyediakan pilihan transportasi murah dan aman . Tarif bus perintis disubsidi oleh pemerintah, sehingga biayanya sangat terjangkau, bahkan seringkali hanya beberapa ribu rupiah. Selain itu, bus perintis juga umumnya lebih aman dan nyaman dibandingkan dengan transportasi swasta yang tidak resmi di beberapa daerah. Hal ini memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama bagi pelajar, lansia, dan perempuan. Bus Perintis di Pulau Simeulue Ada dua rute bus perintis di Pulau Simeulue, yaitu rute Sinabang – Sibigo dan Sinabang – Alafan. Pulau Simeulue adalah sebuah pulau yang terletak sekitar 150 km di lepas pantai barat daratan Provinsi Aceh. Pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Simeulue dan memiliki ibu kota di Sinabang. Dikenal dengan keindahan alamnya yang eksotis, Pulau Simeulue menawarkan beragam atraksi wisata, terutama bagi para pencinta alam dan petualangan. Pulau Simeulue memiliki beberapa kecamatan yang lokasinya terpencil dan sulit dijangkau, seperti Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Alafan. Jarak tempuh dari ibukota kabupaten, Sinabang, ke daerah ini bisa mencapai 5 jam. Sebelum ada bus perintis, masyarakat sangat bergantung pada kendaraan pribadi atau transportasi sewaan dengan biaya tinggi. Bus perintis hadir dengan rute subsidi seperti Sinabang–Sibigo dan Sinabang–Alafan untuk memutus keterisolasian tersebut, membuat mobilitas menjadi lebih mudah dan teratur. Dengan adanya transportasi yang rutin dan terjangkau, masyarakat di wilayah pedalaman Pulau Simeulue kini bisa lebih mudah mengangkut hasil bumi dan komoditas pertanian mereka ke pasar-pasar di Kota Sinabang. Hal ini memotong rantai distribusi yang panjang dan menekan biaya logistik, sehingga secara langsung meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pedagang kecil. Bus perintis juga mempermudah pergerakan barang dari pusat kota ke desa-desa, mendorong roda ekonomi di seluruh pulau. Banyak masyarakat Simeulue yang harus pergi ke Sinabang untuk mengurus dokumen pemerintahan, mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit, atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bus perintis memberikan akses yang lebih mudah dan murah bagi mereka, terutama para pelajar dan mahasiswa, untuk bisa bersekolah atau berobat tanpa harus memikirkan biaya transportasi yang mahal. Tarif yang dikenakan sangat terjangkau, jauh lebih murah dibanding transportasi swasta. Selain itu, bus perintis juga memberikan standar keamanan yang lebih baik, memberikan rasa aman bagi seluruh penumpang. Secara keseluruhan, bus perintis di Pulau Simeulue berperan vital dalam meningkatkan konektivitas, pemerataan ekonomi, dan akses terhadap layanan dasar, yang pada akhirnya membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kondisi kendaraan Sudah saatnya pemerintah meremajakan armada untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang, termasuk di Provinsi Aceh. Dengan

Kereta Api Cut Meutia: Moda Transportasi Terjangkau di Provinsi Aceh

Oleh Djoko Setijowarno* Meskipun jalurnya masih pendek, kehadirannya menjadi simbol harapan untuk mengembalikan kejayaan perkeretaapian di “Tanah Rencong”  KA Cut Meutia telah beroperasi sejak 1 Desember 2013 dan merupakan salah satu dari sembilan Kereta Api (KA) perintis yang ada di Indonesia. Kereta perintis ini berperan penting, sama seperti yang lain, seperti KA Datuk Belambangan di Sumatera Utara, KA Bathara Kresna di Jawa Tengah, KA Lembah Anai dan KA Minangkabau Ekspres di Sumatera Barat. Perintis lainnya termasuk LRT Sumatera Selatan, serta KA Makassar Parepare di Sulawesi Selatan. Sejarah Perkeretaapian di Aceh Perkeretaapian di Aceh dimulai tahun 1876 oleh pemerintah kolonial Belanda. Awalnya, jalur kereta api ini dibangun untuk tujuan militer, yaitu untuk mempermudah pergerakan pasukan dan logistik dalam Perang Aceh, yakni mengangkut pasukan, senjata, dan logistik perang. Jalur pertama yang dibangun adalah dari Pelabuhan Ulee Lheue ke Kutaraja (Banda Aceh) sepanjang 5 km. Pembangunan terus dilakukan hingga jalur kereta api di Aceh berhasil mencapai panjang total 502 kilometer, menghubungkan kawasan-kawasan penting, antara lain Ulee Lheue – Banda Aceh – Sigli – Lhokseumawe – Langsa – Pangkalan Susu (di Sumatera Utara). Seiring waktu, jalur ini terus diperpanjang dan dikelola oleh perusahaan bernama Atjeh Tram (AT) yang kemudian menjadi Atjeh Staatsspoorwegen (ASS). Jalur ini membentang hingga ke Besitang di Sumatera Utara tahun 1919. Meskipun awalnya dibangun untuk militer, kereta api kemudian juga dimanfaatkan untuk angkutan umum dan ekonomi, seperti mengangkut penumpang dan hasil bumi, memfasilitasi perdagangan, dan memperkenalkan transportasi modern kepada masyarakat. Setelah kemerdekaan, operasional kereta api di Aceh diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Namun, seiring dengan berbagai factor, seperti bencana alam (banjir bandang yang merusak jembatan rel pada 1976). Terjadi kerugian finansial, dan semakin baiknya akses jalan raya, operasional kereta api di Aceh semakin menurun. Pada tahun 1982, operasional kereta api di Aceh secara resmi dihentikan. Banyak rel dan aset perkeretaapian dibongkar atau terbengkalai. Jalur kereta api di Aceh terus mengalami kerugian finansial. Puncaknya, pada tahun 1976, jembatan rel di atas Sungai Bengga, Pidie, rusak parah akibat banjir bandang dan tidak pernah diperbaiki. Kerusakan ini dianggap sebagai awal dari berakhirnya era kereta api di Aceh. Seiring dengan semakin baiknya infrastruktur jalan raya dan maraknya penggunaan kendaraan pribadi, masyarakat beralih dari kereta api ke transportasi darat lainnya yang dianggap lebih fleksibel. Reaktivasi dengan KA Perintis Jalur kereta api Lhokseumawe – Bireuen membentang sepanjang kira-kira 46,35 km. Bagian yang unik dari jalur ini adalah penggunaan lebar rel 1.435 mm, menjadikannya yang pertama di Indonesia setelah kemerdekaan. Saat ini, segmen sepanjang 21,45 km (Krueng Geukueh – Kutablang) sudah beroperasi. Ke depannya, akan diaktifkan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh ke Stasiun Muara Satu, dengan rencana pengembangan lebih lanjut sekitar 17 km menuju Stasiun Matang dan Stasiun Bireuen. Sepanjang jalur kereta api Lhokseumawe hingga Bireuen, beberapa stasiun telah selesai dibangun. Stasiun-stasiun tersebut meliputi Stasiun Muara Satu (terletak di Desa Blang Pulo, Lhokseumawe), Stasiun Krueng Geukueh (di Keude Krueng Geukueh, Aceh Utara), Stasiun Bungkaih (di Desa Bungkaih, Aceh Utara), dan Stasiun Krueng Mane (di Desa Cot Seurani, Aceh Utara). Jalur ini kemudian berlanjut ke Kabupaten Bireuen, tempat berdirinya Stasiun Geurugok (di Desa Cot Pu’uk) dan Stasiun Kutablang (di Kecamatan Kutablang). Layanan KA Perintis Cut Meutia menggunakan Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) yang diproduksi oleh PT INKA. Pengoperasian KA ini berada di bawah tanggung jawab PT KAI Divre I Sumatera Utara, berdasarkan penugasan resmi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Satuan Pelayanan Lhokseumawe membantu mengelola dan memberikan dukungan terhadap layanan ini, berada langsung di bawah koordinasi Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan. BTP Medan sendiri mengawasi jaringan kereta api di tiga provinsi (Aceh, Sumatera Utara, dan Riau). Secara total, mereka mengelola jalur sepanjang 542 km, melayani 62 stasiun, dan mengoperasikan 17 lintasan pelayanan. Kehadiran KA Cut Meutia tidak hanya meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat, tetapi juga secara aktif mendorong pengembangan jaringan kereta api di Aceh. Hal ini mencakup persiapan pengoperasian Stasiun Muara Satu (yang sebelumnya dikenal sebagai Stasiun Paloh), sekaligus mendukung aspek edukasi bagi masyarakat, dengan layanan yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan. Selama periode Januari hingga Agustus 2025, KA Cut Meutia telah melayani 30.527 penumpang. Jumlah ini berasal dari total kapasitas kursi sebanyak 270.240, menghasilkan tingkat okupansi rata-rata 11%. Tingkat keterisian tertinggi tercatat pada Februari, mencapai 26%, sementara bulan-bulan lainnya menunjukkan angka yang fluktuatif. Dalam sehari, KA ini melayani 8 kali perjalanan dengan waktu tempuh selama 64 menit sekali jalan. Perjalanan pertama dimulai pukul 07.04 dari Stasiun Krueng Geukueh, dan perjalanan terakhir berangkat pukul 17.50 dari Stasiun Kutablang. Tarif yang dikenakan untuk sekali perjalanan adalah Rp 2.000. Lintas ini dipenuhi dengan perlintasan dari setiap rumah dan cukup membuat waspada bagi masinis yang mengoperasikannya. Sepanjang perjalanan semboyan 35 selalu digunakan berupa sirine untuk meningkatkan faktor keselamatan bagi masyarakat. Saat ini, KA Cut Meutia hanya menggunakan satu rangkaian yang terdiri dari dua kereta penumpang. Kereta ini masih mengandalkan kipas angin sebagai pendingin, Penting untuk segera melengkapi KA Cut Meutia dengan pendingin ruangan / Air Conditioning (AC). Tanpa AC, penumpang dapat merasa tidak nyaman dan berkeringat terutama saat kereta berjalan di bawah cuaca panas. Selain itu, perlu dipertimbangkan penambahan unit kereta. Saat ini, tidak tersedia kereta cadangan. Apabila rangkaian yang beroperasi mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan, layanan akan terhenti karena tidak ada unit pengganti. Petak belum operasi Pembangunan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh menuju Stasiun Muara Satu telah dimulai sejak tahun 2023. Meskipun sosialisasi sudah dilakukan sejak Januari 2025, hingga saat ini jalur tersebut belum juga beroperasi. Keterlambatan pengoperasian lintas ini dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam menghadirkan layanan konektivitas. Stasiun Muara Satu saat ini sudah siap untuk dioperasikan. Dibandingkan dengan stasiun lain di jalur tersebut, Stasiun Muara Satu tergolong lebih luas dan memiliki fasilitas yang lengkap, termasuk lahan parkir kendaraan bermotor yang memadai. Namun, ada kendala yang dihadapi sejumlah instalasi kelengkapan di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) sering hilang dan harus berkali-kali diganti oleh kontraktor. Sebagai informasi, JPL atau yang sering disebut perlintasan sebidang adalah perpotongan antara rel kereta api dan jalan raya/setapak, yang dijaga oleh petugas yang dikenal sebagai Petugas Jaga Lintasan (PJL). Perlu pendanaan Saat ini, masyarakat belum

Akses Transportasi Umum ke Kawasan Perumahan

Oleh Djoko Setijowarno* Penyediaan akses transportasi umum ke kawasan perumahan akan mengurangi biaya transportasi bagi masyarakat. Dengan anggaran sebesar Rp 1,2 triliun , kita dapat memberikan subsidi angkutan umum selama setahun penuh untuk 20 kota kecil dan sedang di Indonesia. Dalam siaran pers yang dikeluarkan Biro Komunikasi Dan Informasi Publik Kementerian Perhubungan (29/09/2025), Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi menyampaikan komitmen Kementerian Perhubungan untuk mendorong tersedianya akses transportasi umum massal menuju kawasan perumahan. Saat ini, banyak kawasan perumahan tidak memiliki fasilitas transportasi umum yang memadai untuk menuju tempat kerja. Hal ini membuat perumahan menjadi kurang layak huni karena tidak didukung oleh akses layanan transportasi umum. Mayoritas melakukan perjalanan dimulai dari tempat tinggal. Indonesia tengah menghadapi krisis transportasi umum, lebih dari 95% kawasan perumahan tidak memiliki akses. Padahal, idealnya, warga bisa menjangkau halte atau stasiun hanya dengan berjalan kaki maksimal 500 meter. Kualitas layanan angkutan publik yang menurun memicu naiknya biaya transportasi, yang pada akhirnya membebani pengeluaran masyarakat. Menurut Survei Biaya Hidup (SBH) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, biaya transportasi di Indonesia rata-rata menyumbang 12,46% dari total biaya hidup rumah tangga. Angka ini melebihi standar ideal Bank Dunia yang merekomendasikan porsi pengeluaran transportasi tidak lebih dari 10%. Sebelum tahun 1990-an, kebijakan pemerintah mengharuskan pembangunan perumahan diimbangi dengan adanya layanan transportasi umum seperti angkutan kota atau bus Damri. Namun, seiring berjalannya waktu, layanan angkutan ini semakin berkurang, bahkan banyak yang sudah hilang, meskipun kawasan perumahan tersebut masih tetap ada. Untuk mengatasi masalah ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu direvisi. Saat ini, undang-undang tersebut belum mewajibkan fasilitas transportasi umum sebagai bagian dari sarana umum. Oleh karena itu, penting untuk memasukkan kewajiban pembangunan perumahan yang disertai dengan penyediaan akses transportasi umum. Kolaborasi antar kementerian Penyediaan akses transportasi umum ke kawasan permukiman tidak harus sepenuhnya ditanggung oleh Kementerian Perhubungan. Sebaliknya, Kementerian Perhubungan dapat bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri agar pemerintah daerah bisa menyiapkan anggaran khusus. Saat ini, sudah ada tiga pemerintah daerah yang memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang pendanaan angkutan umum, yaitu Kota Pekanbaru, Kota Semarang, dan Kota Batam. Peraturan Daerah Kota Pekanbaru No. 2 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Angkutan Umum Massal, pasal 12 menyebutkan bahwa Pemerintah Kota Pekanbaru berkewajiban memberikan pembiayaan untuk angkutan umum massal maksimal 5% dari APBD, disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Pendanaan ini merupakan bentuk subsidi atau Public Service Obligation (PSO), dan dapat juga berasal dari sumber lain. Peraturan Daerah Kota Semarang No. 11 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perhubungan, pasal 140 mengatur bahwa Pemerintah Kota Semarang dapat memberikan subsidi angkutan untuk trayek tertentu. Subsidi ini berlaku untuk angkutan umum maupun angkutan massal, seperti Bus Rapid Transit (BRT) dan kereta api. Alokasi subsidi paling sedikit 5% dari APBD dan didasarkan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Peraturan Daerah Kota Batam No. 1 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan, pasal 24 menyatakan bahwa Pemerintah Kota Batam wajib menyediakan pendanaan untuk sistem BRT dan prasarananya, dengan alokasi minimal 10% dari total Opsen Pajak Kendaraan Bermotor. Pendanaan ini bertujuan untuk subsidi angkutan umum massal atau Public Service Obligation (PSO) dan peningkatan layanan BRT setiap tahunnya, serta dapat bersumber dari pendanaan lain sesuai ketentuan yang berlaku. Sementara itu, berdasarkan Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, disebutkan bahwa hasil dari penerimaan pajak kendaraan bermotor (PKB) dan opsen PKB harus dialokasikan setidaknya 10% untuk pembangunan moda dan sarana transportasi umum Menuntut keseriusan pemerintah pusat Pertanyaan tentang komitmen pemerintah pusat terhadap pemerataan transportasi umum di daerah sering muncul. Dengan total 514 pemerintah daerah yang tersebar di 38 provinsi, sudah seharusnya Kementerian Perhubungan meningkatkan anggaran tahunan untuk pembenahan angkutan umum. ______________ Pemerintah menargetkan pembenahan angkutan umum di 20 kota melalui RPJMN 2025-2029. Namun, program ini menghadapi tantangan serius karena anggaran stimulan skema buy the service (BTS) terus menyusut, yang membuat keberhasilan program dipertanyakan. Anggaran yang dialokasikan untuk skema ini menunjukkan tren penurunan signifikan. Setelah mencapai puncaknya di angka Rp 582,98 miliar pada 2023, alokasi anggaran justru terus menurun. Berikut adalah rinciannya tahun 2020 sebesar Rp 51,83 miliar (5 kota, 19 koridor), tahun 2021 (Rp 312,25 miliar, 5 kota, 26 koridor), tahun 2022 (Rp 552,91 miliar, 10 kota, 51 koridor), tahun 2023 (Rp 582,98 miliar, 10 kota, 48 koridor), tahun 2024 (Rp 437,89 miliar, 11 kota, 46 koridor), tahun 2025 (Rp 177,49 miliar, 6 kota, 16 koridor), dan 2026 (Rp 82,6 miliar direncanakan, hanya untuk 5 kota). Pada 2026, anggaran sebesar Rp 82,6 miliar hanya akan dialokasikan untuk lima kota, yaitu Kabupaten Banyumas, Kota Manado, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Balikpapan. Keterbatasan ini memunculkan pertanyaan tentang komitmen pemerintah terhadap pemerataan perbaikan transportasi umum di seluruh Indonesia, terutama mengingat target awal yang lebih ambisius. Meskipun sering menghadapi kendala anggaran, saat ini 38 pemerintah daerah telah berinisiatif mengalokasikan APBD mereka untuk membiayai operasional angkutan umum. Upaya ini dilakukan oleh 12 provinsi, 16 kota, dan 10 kabupaten . Bahkan, dua pemerintah daerah telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) yang secara khusus mengatur alokasi 5% dari APBD untuk subsidi angkutan umum. Sebelas pemerintah provinsi, di antaranya Trans Koetaradja di Aceh, Trans Siginjai di Jambi, dan Trans Jakarta di Daerah Khusus Jakarta. Angkutan umum serupa juga beroperasi di Jawa Barat (Metro Jabar Trans), Jawa Tengah (Trans Jateng), Daerah Istimewa Yogyakarta (Trans Jogja), Jawa Timur (Trans Jatim), Banten (Trans Banten). Sementara itu, ada juga Trans Metro Dewata di Bali, Trans Banjarbakula di Kalimantan Selatan, Trans Sulsel di Sulawesi Selatan, dan Trans NKRI di Gorontalo. Sebanyak 16 kota, seperti Trans Binjai di Kota Binjai, Trans Metro Deli di Kota Medan, dan Trans Padang di Kota Padang. Di pulau lain, ada juga Trans Metro Pekanbaru di Kota Pekanbaru, Trans Batam di Kota Batam, serta Trans Musi Jaya di Kota Palembang. Di Jawa, layanan serupa tersedia di Kota Bogor (Trans Pakuan), Kota Tangerang (Trans Tangerang dan Si Banteng), Kota Bandung (Trans Metro Bandung), Kota Semarang (Trans Semarang), Kota Surakarta (Trans Batik Solo Trans), dan Kota Surabaya (Suroboyo Bus dan Trans Semanggi Surabaya). Sementara di Kalimantan dan Sulawesi, layanan ini hadir di Kota Banjarmasin (Trans Banjarmasin), Kota Banjarbaru (Angkutan Juara), Kota

Saatnya Berpihak pada Transportasi Publik

Sejarah membuktikan tak satu pun negara maju yang kotanya tidak didukung sistem transportasi publik yang memadai. Oleh Djoko Setijowarno* 25 Sep 2025 11:00 WIB Transportasi yang terjangkau dapat menjamin setiap orang bisa menikmati peluang, kebebasan, dan kebahagiaan. Itu kalau pemerintahnya becus dan peduli. (Litman, 2025) Selama kampanye pilpres, Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming berjanji memberikan subsidi angkutan umum. Namun, janji tersebut hingga kini belum benar-benar terwujud. Padahal, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menyediakan transportasi publik yang aman, nyaman, dan terjangkau sebagaimana diamanatkan Pasal 138 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Akibat kurangnya perhatian ini, dampaknya terasa langsung oleh masyarakat. Banyak dari mereka lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Macet parah, polusi udara, dan sederet akibat buruk lain terus mengakrabi publik. Ketidakberpihakan pemerintah pada pembangunan angkutan umum tampak nyata pada postur APBN 2026 yang menunjukkan turunnya anggaran untuk Kementerian Perhubungan. Penurunan ini akan memengaruhi layanan transportasi publik, terutama di sektor darat. Yang paling terdampak adalah program Buy the Service (BTS) untuk transportasi perkotaan dan Bus Perintis untuk Area 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar). Penurunan kualitas layanan angkutan publik dapat memicu kenaikan biaya transportasi, yang pada akhirnya akan menambah beban pengeluaran masyarakat. Berdasarkan Survei Biaya Hidup (SBH) Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018, biaya transportasi di Indonesia memiliki porsi yang signifikan dalam pengeluaran rumah tangga, yaitu rata-rata 12,46 persen dari total biaya hidup. Angka ini lebih tinggi dari standar ideal Bank Dunia yang merekomendasikan porsi pengeluaran transportasi tidak lebih dari 10 persen. Data tersebut menunjukkan bahwa beban biaya transportasi tetap tinggi, terutama di kota-kota besar di Indonesia. Biaya tersebut mencakup tidak hanya transportasi publik, tetapi juga pengeluaran untuk transportasi pribadi, seperti bahan bakar. Tingginya biaya ini disebabkan berbagai faktor, termasuk belum terintegrasinya sistem transportasi publik secara menyeluruh, serta biaya tambahan, seperti ojek online dan parkir yang signifikan dalam perjalanan sehari-hari, yang dikenal sebagai masalah first mile-last mile . Pemerintah sebenarnya telah menargetkan pembenahan angkutan umum di 20 kota dalam RPJMN 2025-2029. Namun, pemenuhan program ini diragukan. Setelah mencapai puncaknya di angka Rp 582,98 miliar pada tahun 2023, alokasi anggaran terus menurun hingga direncanakan hanya Rp 82,6 miliar di tahun 2026. Tahun depan, anggaran itu untuk stimulus transportasi umum. Akan tetapi, hanya menyasar lima kota, yakni Kabupaten Banyumas, Kota Manado, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Balikpapan. Komitmen pusat terhadap pemerataan perbaikan transportasi umum di daerah pun dipertanyakan. Indonesia memiliki 514 pemerintah daerah di 38 provinsi, terdiri dari 416 kabupaten dan 98 kota, sudah seharusnya Kementerian Perhubungan menindaklanjuti dengan meningkatkan anggaran pembenahan angkutan umum setiap tahunnya. Dari sisi pemda, meskipun sering terkendala masalah anggaran, saat ini sudah ada 35 pemda berinisiatif mengalokasikan APBD mereka untuk membiayai operasional layanan angkutan umum. Upaya ini telah dilakukan antara lain oleh 11 pemerintah provinsi, 15 kota, dan 9 kabupaten. Kemudian, ada dua pemda memiliki perda yang mengatur alokasi 5 persen dari APBD untuk subsidi angkutan umum. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 mencanangkan 20 kota sebagai target pengembangan, tetapi hanya empat di antaranya yang merupakan kota baru, yakni Manado, Pontianak, Malang, dan Bandar Lampung. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar, mampukah kita mencapai visi Indonesia Maju 2045 jika langkah yang diambil lambat? Keinginan besar untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045 bisa jadi hanya akan menjadi wacana belaka jika kita tidak berani mengambil tindakan nyata dan radikal. Sejarah membuktikan, tak satu pun negara maju yang kotanya tidak didukung sistem transportasi publik yang memadai. Layanan angkutan umum yang layak bukan sekadar fasilitas, melainkan tulang punggung perekonomian dan kualitas hidup masyarakat. Pembenahan transportasi umum di Jakarta sejak 2004 sudah membuktikan itu. Dalam kurun 20 tahun sudah menampakkan hasilnya. Sistem transportasi umum di Jakarta menempati peringkat ke-17 dari 50 kota dunia berdasarkan survei internasional yang dirilis Time Out, melampaui Kuala Lumpur dan Bangkok (Kompas.id, 9/9/2025). Tahun 2045 masih 20 tahun lagi. Belajar dari Jakarta, berarti masih tersedia cukup waktu membangun jaringan layanan angkutan umum di daerah secara memadai. Tentunya pembenahannya harus dimulai saat ini juga dan harus gencar didukung anggaran memadai. Bagi daerah yang sudah mandiri dengan APBD, Ditjen Hubdat dapat menganggarkan bantuan sejumlah bus yang dibutuhkan. Bantuan itu sudah mengurangi 9-12 persen perhitungan biaya operasi kendaraan (BOK). Perlu bantuan pusat Kemampuan fiskal di sejumlah daerah memang tak sebesar Jakarta. Namun, penyelenggaraan angkutan umum di daerah tergantung dari kemauan politik (political will) kepala daerah. Selain itu, pemerintah pusat juga harus memberikan stimulan awal atau bantuan dana alokasi khusus (DAK) angkutan umum bagi daerah yang sudah secara mandiri menyelenggarakan angkutan umum. DAK harus diberikan agar pemenuhan kebutuhan angkutan umum di daerah tercukup. Lalu, pemerintah pusat dapat mengalihkan sebagian anggaran subsidi BBM untuk penyelenggaraan angkutan umum di daerah. Insentif kendaraan listrik prioritaskan untuk angkutan umum. Anggaran program angkutan umum harus ditetapkan sebagai mandatory dalam usulan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, seperti halnya pendidikan dan kesehatan. Saatnya kita mengubah keinginan menjadi kenyataan, wacana menjadi aksi. Mari bersama-sama pastikan, setiap kota di Indonesia memiliki layanan transportasi publik yang prima.(*) *Djoko Setijowarno , Akademisi Unika Soegijapranata, Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI)

Kesiapan Jalan Tol Trans Sumatera Menghadapi Mudik Lebaran 2025

  Oleh Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat   Selama dua hari (6-7 Maret 2025) Ikatan Alumni Teknik Sipil (Ikateksi) Universitas Diponegoro menelusuri Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dari Bakauheni ke Palembang dan Prabumulih. Jalan Tol Trans-Sumatera adalah jaringan jalan tol yang menghubungkan kota-kota di Pulau Sumatera dari Prov. Lampung hingga Prov. Aceh. Tol ini adalah kelanjutan dari Tol Jakarta – Merak di Pulau Jawa. Dimulai 20 Februari 2012, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan mengadakan pertemuan dengan para gubernur di Palembang untuk mempercepat Pembangunan jalan tol di Sumatera. Selanjutnya, Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera. Pada Perpres tersebut pemerintah menugaskan PT Hutama Karya (Persero) untuk melakukan pendanaan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, pengoperasian, dan pemeliharaan pada empat ruas jalan tol, yaitu ruas Jalan Tol Medan – Binjai, Palembang – Simpang Indralaya, Pekanbaru – Dumai dan Bakauheni – Terbanggi Besar. Kemudian di era Presiden Joko Widodo, Prepres itu direvisi melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 42 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Presiden Nomor 100 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera dengan penugasan kepada PT Hutama Karya (Persero) untuk pengusahaan total 24 ruas tol di Sumatera.   Tahun 1989 sudah beroperasi ruas Tol Belawan – Medan – Tanjung Morowa oleh PT Jasa Marga. Saat ini, semua provinsi di daratan Pulau Sumatera sudah memiliki jaringan jalan tol, kendati belum terhubung kesemuanya. Masih menunggu lima tahun lagi untuk mewujudkannya. Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum (2025), total panjang 2.998 km yang terdiri dari koridor pendukung 891 km dan koridor utama 2.107 km. Koridor pendukung (891 km) yang beroperasi baru 26% dan 8% tahap konstruksi. Sedangkan koridor utama (2.107 km), beroperasi 39% dan 12% tahap konstruksi. Status operasi sepanjang 1.046 km (15 ruas), konstruksi 337 km (7 ruas) dan rencana tahap II 612 km (4 ruas). Selanjutnya, rencana tahap III 584 km (4 ruas) dan rencana tahap IV 419 km (6 ruas). Menghadapi musim mudik Lebaran 2025, PT Hutama Karya selaku BUJT di sebagian besar ruas tol di Sumatera dan ada juga di Pulau Jawa. Diprediksi untuk Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS), volume lalu lintas selama periode Lebaran 2025 H-7 hingga H+7 (24 Mar 2025 – 08 April 2025) sebanyak 4.679.075 kendaraan atau meningkat 13,55% dari rata-rata jumlah kendaraan normal. JTTS meningkat 68,81% terhadap kondisi normal. Sedangkan non JTTS turun 13,23% terhadap kondisi normal. Merujuk data dari PT Hutama Karya (2025), total ruas yg dioperasionalkan PT Hutama Karya sepanjang 870,010 km, terdiri 12 ruas tol bertarif (724,08 km), 2 ruas tol belum bertarif (52,45 km), dan 3 ruas tol fungsional (93,48 km). Ke 12 ruas tol bertarif adalah JORR Seksi S (14,25 km), akses Tanjung Priok (11,40 km), Palembang – Sp. Indralaya (21,93 km), Terbanggi Besar – Kayu Agung (189,40 km), Pekanbaru – Dumai (131,69 km), Sigli – Banda Aceh (Seksi 2 – 6 Seulimeum – Baitussalam) 48,58 km, Binjai – Langsa (Seksi 1 – 2 Binjai – Tanjung Pura) 38,375 km, Pekanbaru – Bangkinang – Kotokampar (55,40 km), Bengkulu – Taba Penanjung (16,725 km), Sp. Indralaya – Prabumulih (64,5 km), Indrapura – Kisaran (47,75 km), dan Kuala Tanjung – Tebing Tinggi – Prapat (84 km). Untuk dua ruas tol belum bertarif adalah Betung – Jambi (Seksi 3 Bayung Lencir – Tempino) 33,6 km dan Binjai – Langsa (Seksi 3 Tanjung Pura – P. Brandan) 18,85 km. sedangkan tiga ruas tol fungsional adalah Sigli – Banda Aceh (Seksi 1 Padang Tiji – Seulimeum) 23,955 km di Prov. Aceh, Sicincin – Padang (35,9 km) di Prov. Sumatera Barat, dan Palembang – Betung (Seksi Rengas – Pangkalan Balai) 33,625 km di Prov. Sumatera Selatan. Layanan Selama musim mudik Lebaran 2025, disediakan 140 unit mobile reader (ada penambahan 3 unit mobile reader ) dan 32.208 pieces uang elektronik (penambahan 24.200 pieces uang elektronik). Ada 36 titik lokasi top up tunai dan 288 unit gardu operasi. Rest area yang disediakan 27 tempat istirahat dan pelayanan (TIP) dan 2 lokasi penambahan. Lokasi eksisting berada di ruas tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (9 lokasi), Palembang – Sp. Indralaya (2 lokasi), Sp. Indralaya – Prabumulih (2 lokasi), Pekanbaru – Dumai (4 lokasi), Pekanbaru – Bangkinang – Kotokampar (2 lokasi), Indrapura – Kisaran (4 lokasi), Binjai – Langsa (2 Lokasi), Bengkulu – Taba Penanjung (2 lokasi). Sedangkan, penambahan ada 4 lokasi, yaitu ruas tol Sigli – Banda Aceh (2 lokasi), dan Padang – Sicincin (2 lokasi). Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU) Modular sebanyak 17 unit. Lokasi eksisting sebanyak 3 unit, yang terdiri di ruas tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (1 unit), Pekanbaru – Dumai (2 unit). SPBU penambahan ada 14 unit, yaitu ruas tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (2 unit), Pekanbaru – Dumai (2 unit), Sigli – Banda Aceh (2 unit), Binjai – Langsa (2 unit), Pekanbaru – Bangkinang – Kotokampar (2 unit), Indralaya – Prabumulih (2 unit), dan Indrapura – Kisaran (2 unit). Sementara total SPBU Regular 6 unit, terdiri eksisting 5 unit di ruas tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (5 unit) dan penambahan (1 unit) di ruas tol yang sama. Bagi pemudik yang menggunakan kendaraan Listrik tidak perlu khawatir, disediakan juga Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) sebanyak 15 unit. Adapun lokasinya berada di ruas tol Terbanggi Besar – Kayu Agung (9 unit), Pekanbaru – Dumai (2 unit), Pekanbaru – Bangkinang – Kotokampar (2 unit), dan Indralaya – Prabumulih (2 unit). Tersedia pula, layanan informasi 111 unit Variable Message Sign (VMS) dan 1.607 unit Closed-Circuit Television (CCTV). Tersedia 378 unit armada siaga dengan 3.410 petugas. Stimulus Pada musim mudik Lebaran 2025, ada program pemberian Stimulus Ramadhan 2025 dengan pemberlakuan potongan tarif 20% pada jarak terjauh antara 24 – 27 Maret 2025 dan 8 – 9 April 2025 pada 5 ruas. Kelima ruas tol itu adalah Jalan Tol Ruas Terbanggi Besar – Pematang Panggang – Kayu Agung (Asal Tujuan Bakauheni Selatan – Kayu Agung maupun arah sebaliknya); Jalan Tol Ruas Indralaya – Prabumulih (Asal Tujuan

Water Barrier : Karakteristik, Fungsi dan Kegunaan

Water barrier berfungsi menjaga keselamatan dan kelancaran dalam arus lalu lintas. Alat pembatas jalan ini terbuat dari bahan material plastik Polyethylene yang berisikan air sebagai pemberat. Bertempat dijalan raya, water barier memiliki kegunaan sebagai pemisah antara lajur cepat dan lambat di jalan tol, mencegah kendaraan masuk ke jalur yang salah, dan meminimalisir risiko kecelakaan, melindungi pekerja yang sedang melakukan perbaikan atau pemeliharaan jalan dari bahaya kendaraan yang melintas, mengatur alur lalu lintas, misalnya saat terjadi kemacetan atau perbaikan jalan, kemudian dalam kasus kecelakaan, dapat membantu meredam benturan dan meminimalisir kerusakan kendaraan. Water barier yang dipindahkan secara sembarangan dapat berdampak bahaya bagi pengguna jalan, tanpa pembatas lajur yang jelas, kendaraan berpotensi masuk ke jalur yang salah, hal ini dapat mengakibatkan tabrakan dengan kendaraan lain yang melaju berlawanan arah, atau bahkan menabrak pekerja yang sedang melakukan perbaikan jalan. Tanpa kehadiran water barrier pengaturan alur lalu lintas menjadi lebih sulit, saat terjadi kemacetan atau perbaikan jalan pengaturan arus lalu lintas akan lebih rumit dan berpotensi menimbulkan kemacetan yang lebih parah. Dalam kasus kecelakaan tanpa water barrier, benturan antar kendaraan berpotensi menyebabkan kerusakan kendaraan yang lebih parah dan meningkatkan risiko cedera bagi penumpang, begitu juga dengan bahaya bagi pekerja yang sedang melakukan perbaikan jalan akan lebih rentan terhadap bahaya kendaraan yang melintas tanpa adanya pembatas. Keberadaan water barrier disadari memberi maanfaat yang sangat besar sebagai pembatas jalan dan memberikan ruang aman dan meningkatkan keselamatan bagi pekerja di jalan raya.   Penulis : Wildia Ulfita Ladayani* *(Mahasiswi Prodi Komunikasi Penyiaran Islam UIN Ar-Raniry)

Etika Penggunaan Lampu Tembak

Mengapa Penting Memahami Etika Penggunaan Lampu Tembak? Lampu tembak memang sangat membantu saat berkendara di kondisi minim cahaya. Namun, jika tidak digunakan dengan benar, justru bisa membahayakan pengendara lain. Cahaya yang terlalu terang dapat menyilaukan mata dan mengurangi jarak pandang pengemudi lain. Aturan dan Etika Penggunaan Lampu Tembak 1. Nyalakan saat Hendak Berpapasan, nyalakan lampu tembak sesaat sebelum berpapasan. Hal ini akan memberikan sinyal kepada pengendara lain dan mengurangi silau. 2. Nyalakan saat Jalanan Sepi, pada jalanan yang minim penerangan dan tidak ada kendaraan lain, rakan moda boleh menyalakan lampu tembak untuk meningkatkan visibilitas. 3. Nyalakan saat Melalui Titik Blind Spot, saat melewati titik buta kendaraan lain, nyalakan lampu tembak dengan intensitas rendah atau lampu dim. Ini akan memberi sinyal kepada pengendara lain dan mengurangi risiko kecelakaan. 4. Matikan saat Mendekati Pemukiman atau Area Ramai, di area pemukiman atau jalan yang ramai, matikan lampu tembak karena cahaya yang terang dapat mengganggu pengendara lain dan warga sekitar. 5. Jangan Arahkan Langsung ke Mata Pengendara Lain, hindari mengarahkan lampu tembak langsung ke mata pengendara lain. Hal ini sangat membahayakan dan dapat menyebabkan kecelakaan. 6. Perhatikan Kondisi Cuaca, pada kondisi hujan atau berkabut, sebaiknya matikan lampu tembak karena cahaya yang dipantulkan dapat mengurangi visibilitas.

Kurikulum Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas

Oleh Djoko Setijowarno* Pendidikan Keselamatan Berlalu lintas harus dimulai sejak dini, terutama dari tingkat sekolah dasar. Anak-anak perlu dibekali pemahaman mendalam tentang pentingnya keselamatan di jalan agar kelak mereka tumbuh menjadi pengendara yang bertanggungjawab (Rivan A. Purwantono, 8 Januari 2025) Pendidikan berkeselamatan berlalu lintas penting dilakukan sejak dini untuk membentuk generasi pengguna jalan dan pengendara yang disiplin dan bertanggung jawab. Indonesia sedang menghadapi tantangan besar dengan tingginya angka kecelakan lalu lintas. korban kecelakaan terbesar pada usia 15 – 19 tahun (24 persen) dan usia 20 – 24 tahun (20 persen). Setiap tahun, ribuan nyawa melayang di jalan raya dan banyak oranng mengalami luka-luka dan meninggal dunia yang berdampak berarti pada kehidupan ekonomi masyarakat. Jika luka berat akan menambah kelompok disabilitas Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan. Sementara Pendidikan Keselamatan Bertransportasi adalah pendidikan yang bertujuan untuk mencegah, menghindari, atau menanggulangi risiko cedera dan kecelakaan. Pendidikan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan, terutama pada usia dini, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Meningkatkan masyarakat akan keselamatan berlalu lintas. Indonesia merupakan negara kepulauan, jadi tidak hanya keselamatan di jalan raya, namun keselamatan di perairan. Sebagian penduduk Indonesia menggunakan sarana perairan untyuk bermobilitas baik di danau, sungai dan lautan. Salah satunya penggunaan left jacket (baju pelampung) wajib digunakan untuk berlayar dengan kapal terbuka. Baju pelampung merupakan salah satu alat penolong yang digunakan untuk membantu mengapungkan diri di atas air pada saat terjadi kecelakaan di perairan. PT Jasa Raharja bersama Korp Lalu Lintas (Korlantas) Polri mengintegrasikan Pendidikan Keselamatan Lalu Lintas ke dalam kurikulum pembelajaran mulai dai tingkat sekolah dasar hingga menengah ke atas. Tahun 2016 pernah dilakukan pembagian buku-buku penbelajaran Keselamatan Berlalu Lintas ke sekolah-sekolah oleh Korlantas Polri, namun tidak pernah berlanjut. Bisa jadi tidak ada kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Nasional pada saat itu. Sekarang dilakukan kerjasama dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) agar dapat dengan mudah langsung terimplementasi. Pada tahun 1970an, Jepang pernah menjadi satu negara dengan angka kecelakaan cukup tinggi. Melalui pendidikan yang efektif, Jepang berhasil membangun budaya keselamatan berlalu lintas, sehingga angka kecelakaannya sangat rendah hingga sekarang. Di Jepang, pendidikan keselamatan lalu lintas harus diberikan kepada dan diterima oleh tidak hanya oleh pesepeda dan lansia, tetapi juga semua orang. Tahun 1970 terdapat 16.765 orang kehilangan nyawa di jalan raya. Pemerintah Jepang berupaya untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas, dengan tujuan menjadikan jalan raya di Jepang yang paling aman di dunia. Hasilnya dalam kurun waktu 33 tahun, yakni di tahun 2003 menurun drastis 8.632 meninggal dunia (turun 50,34 persen). Kampanye mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas dilakukan secara masif, dan tahun 2009 jumlah kematian di jalan berkurang dari 5.000 kejadian. Meskipun ada hampir lima kali lebih banyak mobil di jalan hari ini dibandingkan tahun 1970, hanya ada sepertiga kematian akibat lalu lintas. Tahun 2020 menurun 65,90 persen (2.839 meninggal dunia), tahun 2021 turun 7,15 persen (2.636 meninggal dunia) dan tahun 2023 menurun 0,68 persen (2.618 meninggal dunia). Usaha itu tampaknya dilakukan dengan gencar dan sungguh-sungguh. Terbukti pada tahun 2020 kecelakaan kendaraan darat di Jepang menewaskan 2.839 orang, memecahkan rekor terendah selama empat tahun berturut-turut Dalam Traffic Engineering Handbook 2008, kelompok-kelompok yang menjadi sasaran pendidikan keselamatan lalu lintas secara garis besar diklasifikasikan ke dalam dua kategori. Pertama, pejalan kaki, pesepeda, dan pengemudi yang menerima pendidikan keselamatan lalu lintas secara langsung. Kedua, yang terlibat dalam mempromosikan kegiatan pendidikan keselamatan lalu lintas atau memberikan pendidikan/panduan keselamatan lalu lintas. Demografi kecelakaan lalu lintas Kecelakaan lalu lintas di Indonesia tidak banyak bekurang. Data Korlantas Polri (2024), data kecelakaan lalu lintas untuk usia terbanyak 6 – 25 tahun (pelajar/mahasiswa) sebanyak 39,48 persen. Kelompok usia produktif 25 – 55 tahun sebesar 39,26 persen. Jenis moda transportasi yang terlibat, sepeda motor 76,96 persen, truk 10,53 persen dan kendaraan umum 8,43 persen. Tren kecelakaan dari tahun ke tahun menunjukkan tahun 2020 ada 101.496 kejadian, tahun 2021 ada 105.860 kejadian (naik 4,3 persen), tahun 2022 ada 139.422 kejadian (31,7 persen), tahun 2023 ada 150.491 kejadian (naik 7,9 persen) dan tahun 2024 ada 145.599 kejadian (turun 3,2 persen). Perilaku pengemudi saat kecelakaan lalu lintas paling disebabkan gagal menjaga jarak (24,50 persen). Berikutnya ceroboh terhadap lalu lintas (20,76 persen), ceroboh saat belok (11,6 persen), ceroboh aturan lajur 98,53 persen), ceroboh saat menyalip (8,22 persen), melampaui batas kecepatan (7,62 persen), melakukan aktivitas lain (4,15 persen), mengabaikan hak jalur pejalan kaki (4,12 persen), gagal memberi isyarat 91,80 persen, dan mengabaikan aturan lajur (1,69 persen). Mendasari data PT Jasa Raharja (2025), rata-rata jumlah kendaraan bermotor meningkat 4,01 persen atau 5,4 juta unit per setiap tahun. Tahun 2018 sebanyak 126.702.280 kendaraan, 133.617.012 kendaraan tahun 2019 (naik 5,5 persen), 136.137.735 kendaraan tahun 2020 (naik 1,9 persen), 141.782.832 kendaraan tahun 2021 (naik 4,1 persen), 148.212.865 kendaraan tahun 2022 (naik4,5 persen) dan 154.188.399 kendaraan tahun 2023 (naik 4 persen). Panjang jalan tol rata-rata meningkat 6,11 persen atau 6,5 km. Jalan tol tahun 2018 sepanjang 1.000 km. Naik 16,2 persen tahun 2019 (1.162 km), naik 2,5 persen tahun 2020 (1.191 km), naik 4,6 persen tahun 2021 (1.246 km), naik 1,1 persen tahun 2022 (1.260 km), dan tahun 2023 sepanjang 1.280 km. Panjang jalan raya rata-rata meningkat 0,41 persen atau 2.227 km. Tahun 2018 sepanjang 540.252 km, tahun 2019 naik 0,3 persen (542.160 km). Tahun 2020 naik 0,5 persen (545.155 km), tahun 2021 naik 0,2 persen (546.630 km), tahun 2022 naik 9,5 persen (549.161 km), tahun 2023 naik 0,5 persen (551.930 km). Tidak terlambat Indonesia tidak terlambat untuk memasukkan kurikulum Pendidikan Keselamatan Berlalu Lintas dalam kurikulum pendidikan. Adanya kurikulum pendidikan keselamatan berlalu lintas adalah untuk membangun kesadaran dan etika berlalu lintas sejak dini. Dengan demikian, diharapkan generasi muda dapat memahami dan menghargai pentingnya keselamatan di jalan. Kurikulum keselamatan berlalu lintas dirancang untuk memberikan pemahaman mendalam kepada siswa sekolah dasar hingga menengah atas. Beberapa tujuan dari kurikulum keselamatan berlalu lintas yang diharapkan adalah menurunkan angka kecelakaan, membentuk generasi pengendara yang lebih disiplin dan bertanggung jawab, menciptakan tertib berlalu lintas pada masa depan, mencegah pelajar menjadi korban sekaligus tersangka dari kasus kecelakaan, mengembangkan awareness dari