Dishub

Sepenggal Kisah Perahu di Atas Rumah

Desember untuk penduduk aceh selain terkait milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) puluhan tahun silam bertambah menjadi tsunami dan MoU GAM- RI. Hampir semua pelaku yang terlibat ataupun tidak terlibat langsung ketika membicarakan tsunami dan memperingatinya terasa tidak bergairah. Bahkan ada yang bergitu histeris karena pengalamannya langsung bergelut dengan gelombang tsunami. Melupakan tsunami sebagai suatu bencana juga tidak bijak karena bencana tersebut telah menjadi pembelajaran bagi seluruh negeri tentang solidaritas dan peduli. Seluruh negeri tertuju pada satu provinsi paling barat Indonesia, dunia turun tangan membantu dengan mengenyampingkan agama, ras dan suku. Tsunami untuk aceh sendiri menjadi bencana ke dua setelah konflik yang berkepanjangan antara gam – RI yang telah berunding, bersepakat namun tidak menemukan titik kepakatan. Terlalu sedih negeri jika harus diingat konflik dan tsunami sebenarnya. Kesedihan tsunami tertutupi walau tidak menyembuhkan untuk warga aceh karena kehadiran gelombang air laut tersebut kedarat mengahadirkan kesepakatan damai antara Gam- Ri setalah semua usaha yang dilakukan sebelum tsunami tidak pernah terujud. Sebagaimana konflik, maka tsunami banyak meningggalkan kisah cerita yang jika terus diceritakan tak bosan kita mendengarkan nya dari kisah yang ada. Mulai dari masjid ulele, masjid lampuuk, makam Syiah Kuala, kapal pembangkit listrik ulele hingga boat di atas rumah dan ada beberapa lainya yang belum terangkum. Semua tempat yang memiliki kisah kini menjadi saksi berapa dasyat nya air bah berlumpur dari pesisir pantai bagian barat Indonesia dan dari sekian saksi bisu boat diatas rumah yang salah satunya masih sebagaimana aslinya. Namanya ibu Misbah yang oleh warga dipanggil Buk Abes. Beliau menjadi salah satu saksi betapa dasyatnya kejadian saat itu dan rumah beliau lah tempat persinggahan terakhir salah satu boat yang saat itu sedang docking di Lampulo sungai krueng Aceh, dengan panjang kapal 25 meter, lebar 25,5 meter dan dengan berat 20 ton. Perpindahan boat dari docking ke daratan terjadi begitu cepat hingga penghuni lantai 2 rumah buk abes tak ada seorang pun yang tau hingga akhirnya ada pengungsi dilokasi lain yang mengajak untuk naik ke boat tersebut. Total jumlah orang yang menaiki boat tersebut berjumlah 59 orang. Kini kapal diatas rumah menjadi tempat satu dari beberapa tempat wisata yang terkait tsunami dan dikelola oleh pemerintah. Kondisi boat saat ini tidak banyak berubah dari aslinya selain penambahan dua penyangga boat dan perawatan boat namun kondisi boat sangat baik seperti diletakkan begitu saja di atas rumah. Sementara kawasan lampulo kembali seperti sedia kala dengan pemukiman penduduk yang padat serta pembangunan yang pesat dengan hadirnya tempat pelelangan ikan terbesar di Banda Aceh. Semua kini seakan telah lupa dengan stunami, namun tidak pernah untuk melupakan terutama jika Desember datang. (Fajar) Cek tulisan cetak versi digital di laman :

PENERBANGAN AIR ASIA (BTJ-KUL) BATAL

Sejak ditetapkan status lockdown di Malaysia secara otomatis memberi dampak pada kebijakan transportasi yang harus diambil. Pagi ini Kamis (19/03) penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur atau sebaliknya dengan pesawat Air Asia telah dibatalkan. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 41 penumpang Warga Negara Asing (WNA) yang telah check-in gagal berangkat hari ini. Saat ini, Pihak Maskapai Air Asia menawarkan pilihan kompensasi bagi penumpang, dengan pengembalian dana dan perubahan jadwal penerbangan sampai 6 (enam) bulan ke depan serta juga mengarahkan agar penumpang WNA dapat menghubungi kedutaan masing-masing. Menurut Surkani, Manager Airport Operation and Service Bandara Sultan Iskandar Muda, saat ini maskapai Firefly masih tetap beroperasi selama 3 (tiga) kali dalam seminggu. Pihak PT. Angkasa Pura II (persero) Bandara Sultan Iskandar Muda sampai saat ini juga belum mendapatkan konfirmasi lebih lanjut dari pihak maskapai. Kita berharap agar krisis yang terjadi akibat Covid-19 segera berakhir. Kenyamanan dan kebebasan masyarakat dalam memilih perjalanan tak lagi terhalang. Oleh karena itu, mari kita rapatkan barisan bersama untuk memerangi Covid-19. (MS)

Waspada Itu Harus : Bersama Kita Cegah Penyebaran Covid-19 di Tanoh Rencong

Banda Aceh – Corona menjadi isu utama dunia saat ini. Keresahan dan kepanikan menyeruak di kalangan masyarakat. Ironisnya, sebuah video parodi pun bisa saja dianggap sebuah berita yang kian menakutkan dan berdampak pada penyebaran isu penuh dramatis. “Virus ini muncul bukan untuk dipanikkan apalagi gabut, akan tetapi pola hidup kita perlu berubah dengan standar kesehatan yang sudah kita ketahui bersama. Pola ini bukan hanya wejangan sebatas angin lalu dan tak perlu dihirau,” mungkin kata ini terdengar sadis, tapi tidak kali ini. Seberapa lama lagi kita dapat menganggap ini lelucon? Seiiring dengan merebaknya kasus Covid-19 yang terus melonjak tajam dan di balik aksi tanggap darurat di belahan dunia lainnya kian mengambil opsi akhir penanganan (lockdown –red), Dinas Perhubungan Aceh juga terus melakukan pencegahan secara optimal dengan pengawasan ketat dalam pelayanan transportasi. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi Ali selaku Ketua Komite Fasilitas (FAL) Aceh juga menyarankan pihak bandara terus memantau ketat dan mengoptimalkan fasilitas dalam menangani pencegahan Covid-19. Arus penumpang dan kargo juga terus dipantau agar tidak terjadinya kecolongan di pintu gerbang masuk ke Aceh. “Kita juga bertanggungjawab menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat Aceh dari titik awal yang berpotensi besar sebagai tempat menyebarnya virus corona,” ujarnya. Internal Dishub Aceh sendiri mulai dari diberlakukan absensi manual dan pengecekan suhu tubuh ASN Dishub Aceh sebagai langkah kecil hingga penyemprotan disinfektan di sejumlah fasilitas transportasi umum seperti areal terminal penumpang dan kargo Bandara Sultan Iskandar Muda, armada bus di Terminal Tipe A Batoh, Kapal KMP. BRR, KMP. Tanjung Burang, dan KMP. Papuyu. Tentunya langkah ini tidak serta merta dapat membumihanguskan Covid-19, namun perhatian dan kesadaran seluruh kalangan sangatlah diperlukan. Plt. Gubernur Aceh dalam rapat Forkopimda pada selasa malam (17/03) juga memberi instruksi tegas agar melakukan pengawasan ketat dan penertiban aktivitas yang berlangsung di keramaian seperti nongkrong di café atau warung kopi, taman, tempat wisata, pasar dan tempat keramaian lainnya. Menindaklanjuti instruksi tersebut, Perangkat Dishub Aceh yang dikoordinir langsung oleh Kadishub Aceh, Junaidi Ali membahas aksi yang harus dilakukan dalam memberi pelayanan transportasi bagi masyarakat dan kesiagaan mencegah wabah virus corona. “Jika ada hal yang tidak urgent, maka petugas perlu menghindari keramaian sementara ini, kesiagaan juga perlu terus ditingkatkan. Pantau terus kondisi terminal dan SDM agar tetap sehat,” ujar Junaidi saat melakukan teleconference bersama koordinator terminal Tipe B yang berada di daerah masing-masing. Jika Pemerintah saja yang bergerak dalam membekuk Covid-19 sungguhlah itu akan menjadi sebuah hal sedikit mustahil. Namun, jika kesadaran ini kita jadikan tameng bersama untuk menghadang Covid-19 maka dengan penuh kewibawaan kita cegah ia meyebar di Tanoh Rencong ini. Dan juga satu hal yang perlu kita lakukan bersama, tidak terindikasi dengan berita hoaks yang menyebar dan kepanikan hanya akan membawa kita pada langkah dan tindak lanjut yang keliru. (MS)

Transportasi Aceh, Dekapan Keadilan bagi Anak Negeri

Oleh Muhajir, S.T. (Kepala Seksi Tata Ruang Transportasi dan Lingkungan Dinas Perhubungan Aceh) Nota Kesepahaman (Memorandum of U n d e r s t a n d i n g ) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 menandakan kilas baru sejarah perjalanan Provinsi Aceh dan kehidupan masyarakatnya menuju keadaan yang damai, adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Hal yang patut dipahami bahwa Nota Kesepahaman adalah suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan.” “Pengaturan kewenangan luas yang diberikan kepada Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/ kota yang tertuang dalam Undang- Undang ini merupakan wujud kepercayaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh”. Dua paragraf di atas sebagaimana yang termaktub dalam Bagian Umum Penjelasan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh sejatinya adalah visi besar dari lahirnya Pemerintah Aceh sebagai wujud konkrit langkah awal berjalannya sistem Pemerintahan Aceh berdasarkan MoU Helsinki, setelah sebelumnya Allah SWT menakdirkan musibah gempa bumi dan tsunami bagi bumi Aceh yang menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa bahkan dunia internasional untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Aceh yang dulu tercabik-cabik oleh ketidakadilan, ‘berdarah-darah’ dan terpecah belah oleh keadaan sosial politik dan keamanan seolah-olah disentak oleh takdir Allah pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut. “Door Duisternis tot Licht” yang bermakna harfiah “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” mungkin tepat untuk menggambarkan situasi Aceh setelah bencana menghantam. Door Duisternis tot Licht adalah judul buku J.H. Abendanon yang merangkum surat-surat R.A. Kartini pada teman-temannya di Eropa. Judul buku yang diterbitkan pada 1911 ini mungkin menjadi ungkapan yang tepat bagi masyarakat Aceh, khususnya sebagai apresiasi atas tumbuhnya kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermartabat yang permanen dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Segera setelahnya, semangat untuk segera bangkit dan berbenah seakan tumbuh bak rumput di musim hujan. Cita-cita dan ekspektasi masyarakat terhadap kemajuan Aceh terus berakselerasi mengejar ketertinggalan dari daerah lain di Indonesia. Masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah terus berbenah dalam menata langkah dan peran serta dalam upaya-upaya tersebut. Aspek pemberdayaan masyarakat, keselamatan konstruksi, kesiapsiagaan, mitigasi bencana, aktivitas peduli lingkungan, aksesibilitas, dan konektivitas tranportasi, pemerataan pembangunan dan membuka keterisolasian daerah adalah di antara hal-hal yang sering dibahas dalam forum-forum akademis maupun forum-forum praktisi, sejak saat itu hingga kini. Di sektor transportasi, Gempa Bumi dan Tsunami pada 26 Desember 2004 benar-benar meluluhlantakkan sarana dan prasarana utama pelayanan transportasi di Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar, sebahagian kawasan pantai utara Aceh, dan di hampir seluruh kawasan pantai barat Aceh baik transportasi darat maupun laut. Beberapa daerah bahkan terisolasi dalam beberapa waktu. Namun penanganan dampak bencana di sektor transportasi tersebut dapat diselesaikan secara baik dan komprehensif dengan rahmat Allah SWT melalui solidaritas dan kontribusi seluruh potensi bangsa serta masyarakat internasional. Masa-masa gelap tersebut telah dilewati dengan penuh keteguhan, sekarang sektor transportasi dihadapkan pada perubahan paradigma dan orientasi pelayanan, di mana kinerja pelayanan perhubungan dituntut untuk mampu mengakselerasi pertumbuhan daerah secara berkeadilan. Pelayanan transportasi harus hadir untuk menumbuhkembangkan potensi strategis daerah seperti sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan, industri, jasa dan investasi. Kinerja layanan transportasi juga dituntut untuk secara maksimal menunjang kebutuhan pelayanan di sektor pendidikan/penelitian, kesehatan maupun kawasan ekonomi baru, serta membuka dan menjangkau kawasan-kawasan terisolir dan terluar yang ada di Aceh. Kebutuhan masyarakat terhadap dedikasi dan kinerja maksimal Pemerintah Aceh di sektor transportasi ini akan terwujud bilamana Dinas Perhubungan Aceh bersama-sama dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh dan stakeholder terkait lainnya mampu berkolaborasi untuk memetakan dan mengelaborasi secara optimal setiap potensi strategis daerah. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Perhubungan memang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, namun demikian dibutuhkan perencanaan yang terukur dan visioner dengan sasaran pencapaian visi besar dari lahirnya Pemerintahan Aceh. Sepatutnyalah pembangunan Aceh dimulai dengan penghargaan dan konsistensi terhadap amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, diantaranya pada Pasal 141 ayat (1) diatur bahwa Perencanaan pembangunan Aceh/ kabupaten/kota disusun secara komprehensif sebagai bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. Nilai-nilai Islam; b. Sosial Budaya; c. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan; d. Keadilan dan Pemerataan; dan e. Kebutuhan. Orientasi pembangunan/ pengembangan transportasi Aceh selayaknya hadir bak seorang ayah yang akan sekuat tenaga menjangkau, memeluk dan mendekap erat setiap anak walau di ujung pedalaman negeri serta memfasilitasi tumbuh kembang setiap potensinya. Sehingga makna perdamaian dan kekhususan Aceh dapat dijumpai di setiap simpul potensi negeri, berjalan tenang di setiap ruas jalan, singgah di dapur perekonomian masyarakat/UMKN, berlayar dan berlabuh di perairan Aceh, meramaikan angkasa di wilayah udara Aceh, serta menjadi gerbang warga dunia menjangkau Indonesia dan penghantar makna damai ke dunia internasional. Pada akhirnya, masyarakat Indonesia termasuk bangsa Aceh haruslah memperoleh manfaat dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar bahwa tujuan membentuk suatu pemerintah negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.(*) Cek tulisan cetak versi digital di laman

Lampu Lalu Lintas Simpang Surabaya Diaktifkan Kembali

Lampu lalu lintas atau traffic light Simpang Surabaya Diaktifkan kembali, Senin (16/3/2020). Hal ini diungkapkan Kepala Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah I Provinsi Aceh Yusuf Nugroho, saat konferensi pers bersama awak media. “Ini upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan keselamatan pengguna jalan agar nyaman berlalu lintas,” sebutnya. Ditambahkannya, pengaktifan lampu lintas ini sebagai tindak lanjut hasil rapat forum LLAJ tahun 2018 dan 2019. Kepada masyarakat dihimbau untuk mematuhi peraturan yang berlaku demi keselamatan lalu lintas antar sesama pengguna jalan. Selain itu menjaga fasilitas yang telah tersedia demi kenyamanan berlalu lintas. Dirlantas Polda Aceh Kombes Pol Dicky Sondani, menyebut ini adalah upaya antisipasi kecelakaan dan mengatur lalu lintas. Apalagi arus lalu lintas di jalan Simpang Surabaya sangat tinggi. Kepala Dishub Aceh Junaidi menyambut baik kebijakan ini dan mengapresiasi langkah ini sebagai wujud kerjasama semua pihak untuk keselamatan di jalan raya. Sementara itu, Kepala Dishub Kota Banda Aceh, Muzzakir Tulot mengharapkan semua masyarakat Banda Aceh agar menaati peraturan ini. Tanpa masyarakat taat dan patuh, maka yang kami lakukan akan sia-sia. Siklus lampu merah di setiap lampu lalu lintas adalah selama 120 detik mengikuti siklus arah jarum jam. Akan dilakukan kajian kebutuhan waktu per titik lampu merah. Turut hadir dalam kesempatan ini Kepala PT. Jasa Raharja Cabang Aceh, Mulkan dan perwakilan Balai Pelaksana Jalan Nasional I Aceh. (MR)

Infrastruktur dan Konektivitas Logistik Pengungkit Industri Aceh

Sering kali kita memiliki cara pandang yang berbeda mengingat asal usul, lingkungan, psikologis dan pendidikan atau bahkan periode hidup yang berbeda-beda. Komunikasi atau diskusi menjadi satu wadah dalam mewujudkan pemahaman yang nantinya menciptakan satu prinsip yang sama. Apabila komunikasi tersebut tidak pernah tersampaikan kepada pihak terkait maka pada kondisi tertentu menyebabkan perpecahan yang pastinya berdampak negatif. Hal ini penyebab dari komunikasi yang tak pernah tersampaikan antar pihak sehingga menimbulkan rumor yang tidak akurat di kalangan masyarakat. Asas dan tujuan dalam membangun jaringan pelayanan dan infrastruktur serta konektivitas logistik Aceh perlu adanya penyamaan visi misi. Ke arah mana pengembangan, serta aksi strategis apa yang harus diambil dalam melayani logistik, sebagai upaya mendorong Aceh dalam mengejar ketertinggalannya. Dalam hal ini, demi menciptakan harmonisasi antar pihak dan sektor dalam mendorong aktivitas dan konektivitas logistik untuk membangun negeri, PT. Pelindo-I Cabang Malahayati bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Aceh menyelenggarakan acara business forum yang digagas melalui pendanaan PT. Pelindo-I Cabang Malahayati. Acara ini diselenggarakan di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh yang turut dihadiri oleh unsur pemerintah, asosiasi dan dunia usaha, Rabu (6/11/2019). Saat ini, strategi pembangunan transportasi condong terhadap pendekatan demand follow supply, penyediaan fasilitas transportasi dilakukan terlebih dulu dengan tujuan pertumbuhan pilar ekonomi dan berkembangnya kegiatan ekonomi berjalan beriringan atau simultan. Dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh pasal 48 (5) huruf d dan e terdapat dua kawasan strategis transportasi, yaitu Kawasan Krueng Raya dan sekitarnya sebagai Kawasan Industri, serta Pelabuhan Laut Aceh (KIPA) dan Kawasan Blang Bintang dan sekitarnya sebagai Kawasan Bandara Internasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun 2017-2022 memprioritaskan konektivitas untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi perhatian Pemerintah Aceh. Seperti halnya, memaksimalkan fungsi infrastruktur dan keterlibatan dunia usaha dalam percepatan pembangunan ekonomi Aceh juga terus dipacu. Pemerintah tentu tidak akan mampu untuk melakukan sendiri pembangunan pada semua sektor. Oleh karena itu, keterlibatan dunia usaha untuk berinvestasi sangat dibutuhkan sehingga membuka peluang kerja dan peningkatan pendapatan yang akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Secara geografis, posisi Aceh sangatlah strategis. Hal ini dikarenakan Aceh berada pada salah satu jalur pelayaran internasional terpadat di dunia dan berdekatan dengan pelabuhan internasional seperti Belawan, Singapura, Malaysia, Thailand, dan pelabuhan lainnya. Keunggulan posisi strategis tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Maka Pemerintah Aceh berinisiasi membangun Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong. Kawasan ini berfungsi sebagai tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Dalam mendukung pertumbuhan industri Aceh, maka peran Pelabuhan Malahayati menjadi salah satu tokoh utama di sini. Penetapan Pelabuhan Malahayati sebagai bagian dari rangkaian program tol laut, menjadi peluang bagi kita terutama dalam mengembangkan pusat-pusat komoditas unggulan daerah yang nantinya akan memberikan kontribusi pada aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Malahayati. Evaluasi Tol Laut Sebagaimana kita ketahui, bahwa Tol Laut merupakan program prioritas Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. Tol Laut bertujuan untuk membangun konektivitas transportasi laut yang efektif dan efisien, terutama dalam menjamin ketersediaan barang dan mengurangi kesenjangan atau disparitas harga barang antar wilayah. Sebagai evaluasi, pelaksanaan tol laut di wilayah Aceh baru dilaksanakan pada tahun 2019. Walaupun demikian diharapkan seluruh stakeholder terkait dapat memanfaatkan momen yang sangat penting bagi masyarakat Aceh dalam memanfaatkan angkutan laut untuk pelayanan logistik Aceh. Pada kesempatan ini Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, M.T. yang diwakili oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi, S.T., M.T menyampaikan bahwa keberadaan pelabuhan ini sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas bisnis yang akan hadir di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong. Tanpa adanya fasilitas pelabuhan yang baik, sebuah pusat industri tidak akan berkembang secara optimal. Dalam konteks ini, apabila transportasi darat, laut dan udara tidak terintegrasi dengan baik maka dapat dipastikan distribusi barang/ produk tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, keberadaan pusat logistik tentu harus didukung dengan adanya pengembangan jaringan transportasi multimoda yang menghubungkan simpul-simpul logistik sehingga meningkatkan aksesibilitas angkutan barang dari pusat-pusat produksi menuju ke pelabuhan. Sebagai informasi, peningkatan aktivitas bongkar muat periode Januari sampai dengan Agustus 2019 sebesar 129.762 ton dan ekspor impor sebesar 1.805.211 ton. Hal ini merupakan suatu potensi yang harus terus dikembangkan secara berkelanjutan. Selain itu, kebijakan penguatan jaringan logistik dapat dilakukan melalui peningkatan kemitraan antara operator pelabuhan dengan industri hulu dan hilir, perusahaan pelayaran, asosiasi dan pelaku penyedia logistik seperti freight forwarder, ekspedisi muatan kapal dan perusahaan bongkar muat. Pemerintah Aceh juga terus berupaya menyediakan jasa pelayanan distribusi barang yang cepat dan efisien. Seperti halnya penyediaan prasarana dan sarana multimoda transportasi dan terminal barang sebagai pusat distribusi dan konsolidasi barang dari ataupun menuju pelabuhan. Diharapkan konektivitas, jaringan infrastruktur dan pelayanan logistik dengan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dapat mengantar Aceh mendominasi pasar internasional. (Syakirah) Selengkap dapat diakses edisi cetak pada:

DETEKSI SUHU TUBUH DIPERLUKAN JUGA DI TERMINAL DOMESTIK

Sebelum Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan deklarasi situasi darurat global terkait penyebaran virus corona (Covid-19) pada Kamis, 30 Januari 2020, Pemerintah Aceh dan seluruh komunitas bandar udara telah mempersiapkan lebih awal dalam rangka memastikan kesiagaan Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda sebagai salah satu pintu masuk internasional. Upaya tersebut ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi Komite Fasilitasi (FAL) Bandara SIM pada Selasa, 4 Februari 2020 untuk memastikan kesiapsiagaan petugas bandara dalam mencegah penyebaran virus tersebut melalui pintu masuk di Banda Aceh. PT. Angkasa Pura II selaku pengelola Bandara SIM telah mengkoordinir pemeriksaan penumpang guna pencegahan penyebaran COVID-19 yang secara teknis dilaksanakan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Banda Aceh. Peningkatan pemeriksaan perlu dilakukan mengingat Bandara SIM memiliki 3 rute penerbangan internasional, yaitu Kuala Lumpur, Penang, dan Jeddah (Umrah). “Semua penumpang yang baru tiba dari luar negeri akan diperiksa suhu tubuhnya dengan menggunakan thermal scanner” ungkap Surya Bunayya, Asisten Manajer Pelayanan Terminal dan Sisi Darat PT. Angkasa Pura II Bandara SIM. Kesiagaan petugas dan peralatan telah dilakukan simulasi jika mengalami kondisi darurat. Berdasarkan data jumlah penumpang dari luar negeri mengalami penurunan sebesar 6 persen sejak deklarasi darurat global. Namun demikian, KKP Bandara SIM tetap menerapkan standar pemeriksaan kepada seluruh penumpang dari luar negeri yang masuk ke Bandara SIM dengan maksimal. Pemeriksaan kesehatan dan suhu tubuh dilakukan secara simultan ketika penumpang keluar dari pesawat. KKP juga memantau riwayat kesehatan penumpang luar negeri melalui General Declaration Card yang menerangkan kondisi penumpang sebelum terbang. “Pemeriksaannya berlapis-lapis. Sebelum penumpang turun, maskapai sudah menyerahkan dokumen tersebut kepada kami, jadi kami sudah memiliki data awal kondisi kesehatan penumpang,” jelas petugas KKP Bandara SIM. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., selaku Ketua Komite FAL Bandara SIM mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan berbagai pihak terhadap penyebaran COVID-19. Koordinasi perlu terus dilakukan supaya kekurangan-kekurangan yang ada di lapangan dapat segera dicari jalan keluar. Pemeriksaan dan pengawasan terhadap penumpang perlu dilakukan secara terbuka agar penumpang merasa aman saat tiba di Aceh. “Inti dari tindakan yang kita lakukan bukan hanya sekedar pemeriksaan dan pengawasan, jauh dari itu adalah menghadirkan rasa aman dan nyaman bagi penumpang saat tiba di Bandara SIM,” ujar Junaidi. Dari koordinasi lapangan yang telah dilakukan Komite FAL pada Sabtu, 7 Maret 2020, AP II Bandara SIM akan menyiapkan display thermal scanner berukuran lebih besar agar penumpang dapat memperoleh informasi suhu tubuhnya sendiri dan penumpang lainnya, informasi suhu tubuh selama ini hanya dapat dilihat oleh petugas bandara saja. Melalui display thermal scanner diharapkan dapat memberi kenyamanan kepada penumpang dan menghindari kekhawatiran kepada seluruh masyarakat. Menanggapi perkembangan kasus corona secara nasional, melalui Video Conference bersama seluruh jajaran direksi 19 bandara yang dikelola oleh AP II, membahas langkah-langkah yang perlu dilakukan terkait penyebaran COVID-19 di Indonesia. Dalam kegiatan tersebut diputuskan bahwa perlu juga dilakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap seluruh penumpang di terminal kedatangan domestik. Pemeriksaan terminal domestik di Bandara SIM akan segera dilakukan. “Di terminal domestik telah disediakan Thermo gun. Pemakaian alat itu mulai efektif digunakan pada hari ini (selasa, 10 Maret 2020 –red). Selanjutnya, Langkah-langkah pemeriksaan di terminal domestik sedang dalam proses penyiapan peralatan dan prosedur,” ujar Surya.

Trans Kutaraja Tanggap Pencegahan Penyebaran Virus Corona

*Mencegah lebih baik dari Mengobati Dinas Perhubungan Aceh berupaya melakukan pencegahan terhadap penyebaran virus covid19 (corona). Sesuai slogan, mencegah lebih baik dari mengobati, UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja melakukan sosialisasi pencegahan terhadap corona di dalam Bus Angkutan Massal TransKoetaradja, Banda Aceh, 04/03/2020. Para pramugara bus membersihkan bagian bus yang sering disentuh oleh penumpang terutama pegangan gantung dan railing besi di pintu masuk/ keluar bus. “Ini hari pertana kita melakukan sosialisasi untuk pencegahan para rute Blang Bintang, karena rute ini didominasi penumpang yang berpergian ke Bandara maupun sebaliknya,’ kata Zikri, pengawas Operasional Trans-K. Pembersihan dilakukan dua kali sehari, pada saat siang hari dan sore hari. Diharapkan semoga masyarakat tetap tenang dan nyaman menggunakan transportasi umum bus Trans Koetaradja. (HM)

Jalan Sri Ratu Safiatuddin Akan Dijadikan Jalur Satu Arah

Banda Aceh merupakan Ibu Kota Provinsi Aceh yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh terletak di ujung pulau Sumatera dengan masyarakatnya berasal dari daerah yang berbeda-beda. Banyaknya penduduk ditambah adanya urbanisasi ke Banda Aceh menjadikan kota ini semakin padat. Tak terkecuali kepadatan kendaraan sangat terasa pada jam sibuk mulai pukul 07.00-18.00 WIB. Seperti pada jalan Sri Ratu Safiatuddin di Simpang Lima. Kawasan ini dipenuhi dengan perkantoran, perhotelan, pusat kuliner, dan pasar induk Peunayong. Karena hal ini, menjadikan kawasan tersebut banyak dilalui oleh kendaraan. Permasalahan ini seperti yang diungkapkan Sekertaris Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh, Muhammad Zubir, S.SiT, M.Si, didampingi Rahmy Wahyuni, S.T., staf  Bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, saat ditemui tim Aceh TRANSit Kamis (27/02/2020) di ruang kerjanya. Menurut Zubir, Dishub Kota Banda Aceh telah melakukan survei awal terkait Rekayasa Lalu Lintas Satu Arah melibatkan dosen dan mahasiswa Teknik Sipil Unsyiah. Rahmy Wahyuni yang ditunjuk sebagai koordinator telah melakukan survei tanggal 1 dan 3 Februari 2020 tepatnya hari libur dan hari kerja pada pukul 07.00-21.30 WIB untuk melihat banyaknya kendaraan yang menggunakan jalan tersebut. “Kita bisa lihat bahwa di jalan ini banyak kendaraan yang parkir di badan jalan, sehingga mengganggu aktivitas kendaraan dua arah,” ungkapnya. Dilanjutkan Zubir, upaya ini untuk mengurangi kemacetan di jalan Sri Ratu Safiatuddin. Dishub Kota Banda Aceh berencana menjadikan jalur satu arah dimulai dari Jalan Sri Ratu Safiatuddin menuju Jalan Ahmad Yani dilanjutkan ke Jalan Khairil Anwar dan berakhir di Jalan Panglima Polem. “Tindak lanjut dari Rekayasa Lalu Lintas Satu Arah ini akan dilakukan diskusi dengan beberapa stakeholder terkait,” pungkas Zubir. (CT)

Terminal Tipe B Pidie Jaya Akan Segera Beroperasi

Terminal Tipe B Pidie Jaya perlu segera diaktifkan operasionalnya guna meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan diharapkan dapat berdampak secara okonomi kepada masyarakat sekitar. Upaya percepatan pun dilakukan oleh Dishub Aceh bersama Dinas Perhubungan Pidie Jaya melalui pembentukan forum percepatan pengoperasian Terminal Tipe B Pidie Jaya. Menindaklanjuti pembentukan forum tersebut, Kepala UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B, Erizal melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait di Pidie Jaya agar Terminal Tipe B Pidie Jaya beroperasi dengan cepat, Kamis (27/02/2020). Salah satunya terkait pemindahan loket angkutan penumpang dari pasar Meureudu ke dalam lokasi terminal. “Melalui koordinasi tersebut, semua pihak mendukung upaya pemindahan loket agar pelayanan terhadap penumpang di terminal dapat segera dilakukan,” sebut Erizal. Selain pemindahan loket, dishub aceh dalam waktu dekat akan melakukan inspeksi kendaraan (ramp check) berupa pemeriksaan administrasi, fisik, dan awak kendaraan, serta dalam perencanaannya akan melakukan revitalisasi bangunan terminal dengan konsep rest area. (AM)