Dishub

Ikhtiar Bandara SIM Layani Jemaah Haji

Musim haji tahun 2025 menjadi sebuah momen yang sangat berharga bagi ribuan jemaah haji asal Aceh yang berangkat melalui Embarkasi Aceh di Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM). Sebagai pintu gerbang menuju tanah suci, bandara ini tidak hanya menjadi lokasi keberangkatan, tetapi juga ruang pelayanan yang penuh makna spiritual. Sejak pengantaran dari Asrama Haji, penanganan bagasi, pemeriksaan dokumen, hingga pendampingan menuju pesawat, seluruh proses dijalankan dengan profesional, tertib, dan menyentuh hati. Para petugas bandara, pihak keamanan, serta tim kesehatan bekerja bahu-membahu untuk memberikan layanan yang terbaik, khususnya bagi jemaah lanjut usia (lansia) dan mereka yang membutuhkan bantuan khusus. Kursi roda, jalur cepat, hingga pendampingan personal disiapkan agar tak seorang pun merasa kesulitan. Suasana keberangkatan diwarnai dengan senyum, doa, dan kesabaran para petugas yang melayani dengan sepenuh hati, menjadikan setiap langkah jemaah terasa lebih ringan dan penuh ketenangan. Seperti yang diungkapkan oleh H. Abdul Malik, jemaah asal Aceh Tengah, “Kami benar-benar merasa dihargai dan dimuliakan sejak tiba di bandara, semua dilayani dengan sabar dan ikhlas, tidak ada yang merasa dibiarkan sendirian,” ungkapnya. Pendapat serupa juga disampaikan oleh Hj. Nuraini dari Banda Aceh yang merasa tenang karena “Semua proses keberangkatan di Bandara SIM terasa sangat teratur, cepat, dan penuh keramahan,” seraya ia mengapresiasi. Testimoni ini memperlihatkan bahwa pelayanan ibadah haji di Bandara SIM tahun 2025 bukan sekadar uruan teknis penerbangan, melainkan wujud penghormatan berbagai pemangku kepentingan di Aceh dalam memuliakan tamu Allah, menjadikan setiap keberangkatan sebuah ibadah yang penuh kehangatan dan keberkahan. Dengan persiapan matang yang dilakukan sejak jauh hari, Embarkasi Aceh mampu memberikan pelayanan yang tertib, aman, dan nyaman bagi ribuan jemaah. General Manager Bandara SIM, Setiyo Pramono menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor, mulai dari otoritas bandara, maskapai, petugas keamanan, hingga transportasi bus yang mengantar jemaah dari Asrama Haji langsung menuju pesawat. “Persiapan sudah dimuali sebulan sebelum keberangkatan dan dilanjutkan dengan evaluasi sebulan setelahnya, agar setiap detail dari pelayanannya itu dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun,” ujarnya. Selain manajemen alur keberangkatan, aspek keselamatan juga mendapat perhatian khusus. Tahun ini, kategori ARFF (Airport Rescue and Fire Fighting) dinaikkan dari level 7 menjadi level 8 untuk memenuhi standar operasional pesawat berbadan besar. Meski dihadapkan pada keterbatasan personel, peraturan lembur di momen itu membuat pelayanan tetap berjalan maksimal. “Kami pastikan keselamatan dan kenyamanan Jemaah tetap menjadi prioritas, meskipun membutuhkan tenaga ekstra dari petugas bandara,” tegas Setiyo. Salah satu kendala yang ditemui adalah keterbatasan fasilitas ground handling, khususnya penggunaan tangga manual yang menyulitkan jemaah lansia maupun penyandang disabilitas. Namun, solusi telah disiapkan untuk musim haji berikutnya, antara lain dengan pemanfaatan Gedung VIP yang memiliki garbarata dan lift. “Harapan kami ke depan, fasilitas ini bisa digunakan agar jemaah lansia maupun berkursi roda lebih mudah naik ke pesawat,” jelasnya. Capaian membanggakan pun diraih, yakni On Time Performance (OTP) 100 persen pada seluruh penerbangan haji tahun ini. Pencapaian ini bahkan mendapat apresiasi langsung dari Kementerian Agama Republik Indonesia karena tidak semua bandara mampu mencapainya, termasuk Bandara Soekarno Hatta. Dengan 12 kloter yang berangkat pada tahun ini dan rencana peningkatan hingga 16 kloter di tahun mendatang, Bandara SIM terus memantapkan diri sebagai embarkasi yang siap melayani tamu Allah dengan sepenuh hati. “Kami ingin setiap jemaah berangkat dengan hati tenang, karena merasa dilayani dengan ikhlas sejak dari asrama haji hingga menaiki dan menuruni pesawat,” tutupnya.(*) Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Gratis dan Modern Aplikasi Trans Koetaradja Semakin Diminati

Di tengah perkembangan teknologi dan kebutuhan mobilitas masyarakat yang semakin dinamis, Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh melalui UPTD Angkutan Massal Trans Koetaradja tampil progresif. Salah satunya dengan menghadirkan layanan transportasi publik yang tak hanya gratis, tetapi kini juga lebih modern dan terintegrasi secara digital. Bus Trans Koetaradja, yang sejak tahun 2016 menjadi moda transportasi andalan warga, terus mengalami inovasi signifikan demi menunjang kenyamanan, efisiensi, dan aksesibilitas masyarakat. Trans Koetaradja awalnya diluncurkan sebagai solusi untuk mengatasi kemacetan, menekan biaya transportasi warga, serta memperkenalkan budaya menggunakan transportasi umum yang layak dan ramah lingkungan. Kini, dengan hadirnya aplikasi digital Trans Koetaradja, layanan ini naik satu tingkat lebih maju. Aplikasi ini memungkinkan pengguna untuk mengecek jadwal keberangkatan bus secara real-time, melacak posisi armada, serta mengetahui halte terdekat hanya dengan satu sentuhan melalui ponsel pintar. Aplikasi ini bisa diunduh secara gratis melalui Play Store dan App Store dan dirancang dengan antarmuka yang sederhana namun fungsional, sehingga mudah digunakan oleh semua kalangan—dari pelajar hingga pekerja profesional. Menurut Kepala UTPD Angkutan Massal Perkotaan Trans Koetaradja, Muhammad Hanung Kuncoro, peluncuran aplikasi ini merupakan bagian dari langkah strategis dalam transformasi digital layanan publik, tentunya selaras dengan visi Banda Aceh sebagai kota cerdas (smart city). “Digitalisasi ini bukan hanya memudahkan masyarakat, tetapi juga menjadi landasan untuk menciptakan sistem transportasi yang efisien, terencana, dan minim hambatan,” ujarnya. Kini, tidak ada lagi ketidakpastian dalam menunggu bus. Warga dapat merencanakan perjalanan dengan lebih presisi dan nyaman. Salah satu fitur menarik lainnya adalah penerapan sistem Tap On Bus (TOB), yang telah digunakan di semua armada. Meskipun menggunakan tiket masuk bus menggunakan kartu uang elektronik, TOB ini masih bersifat gratis dan lebih ditujukan untuk pendataan serta edukasi penggunaan pembayaran non-tunai di masa depan. Artinya, Trans Koetaradja tetap menjadi transportasi publik tanpa biaya, sekaligus menyiapkan masyarakat untuk beradaptasi dengan ekosistem digital. Dengan rute yang menjangkau hampir seluruh wilayah kota, Trans Koetaradja kian diminati oleh masyarakat. Banyak warga kini lebih memilih naik dari halte resmi ketimbang menggunakan kendaraan pribadi, yang tentu berdampak langsung pada berkurangnya kemacetan serta penurunan emisi kendaraan di pusat kota Banda Aceh. Ini menjadi langkah nyata dalam mendukung transportasi berkelanjutan dan ramah lingkungan. Upaya pengembangan aplikasi dan layanan ini juga dibarengi dengan sosialisasi intensif melalui media sosial dan berbagai platform digital. Pemerintah daerah berharap semakin banyak warga yang mengetahui, mengunduh, dan memanfaatkan aplikasi ini demi pengalaman mobilitas yang lebih baik. Siti Aisyah, mahasiswi kampus UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini rutin menggunakan layanan bus Trans Koetaradja dari Blang Bintang pada Koridor 5 (Pusat Kota-Ulee Kareng-Bandara SIM) menuju Darussalam pada Feeder 7 (Darusalam-Lam Ateuk). Ia mengungkapkan pengalamannya sejak menggunakan aplikasi ini. “Dulu saya sering menunggu tanpa tahu kapan bus datang. Sekarang saya bisa cek langsung di aplikasi. Ini sangat membantu, apalagi kalau sedang buru-buru ke kampus,” tuturnya. Ia juga menyebut bahwa informasi halte dan rute yang lengkap membuat perjalanan lebih tenang dan terencana. Dengan konsep yang semakin digital, tetap gratis, serta didukung kenyamanan layanan yang terus ditingkatkan, Trans Koetaradja berhasil memposisikan diri sebagai ikon transportasi modern Banda Aceh. Ke depan, diharapkan aplikasi ini terus dikembangkan agar lebih responsif, adaptif, dan tetap menjawab kebutuhan mobilitas warga yang semakin dinamis.Kini saatnya masyarakat Banda Aceh dan sekitarnya bergerak bersama menuju masa depan transportasi publik yang lebih hijau, praktis, dan cerdas. Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Investor Malaysia Rencana Bangun Pusat Layanan Pengisian Bahan Bakar Kapal di Sabang

Sabang – Gubernur Aceh, H. Muzakir Manaf, mendampingi Chief Executive Officer (CEO) Blackstone Malaysia, Datin Seri Vie Shantie Khan, yang berkunjung ke Kota Sabang, Rabu (5/11/2025). Kunjungan ini merupakan bagian dari penjajakan kerja sama investasi antara Pemerintah Aceh dan pihak investor Malaysia untuk membangun pusat layanan pengisian bahan bakar kapal atau Hub Bunkering Internasional di wilayah Sabang. Mualem, sapaan akrab Gubernur Aceh, menyampaikan bahwa Sabang memiliki potensi strategis untuk dikembangkan sebagai pusat kegiatan logistik dunia. Menurutnya, posisi geografis Sabang yang berada di jalur utama pelayaran internasional menjadi keunggulan yang sangat kompetitif. “Kita minta fokus pada pembangunan bunkering di Sabang. Berdasarkan data laluan kapal, kawasan ini dilintasi lebih dari 90 ribu kapal setiap tahun. Ini peluang besar untuk menjadikan Sabang sebagai pusat singgah kapal internasional,” ujar Mualem. CEO Blackstone Malaysia, Datin Seri Vie Shantie Khan, menyampaikan bahwa hasil kajian awal timnya menunjukkan Sabang memiliki daya tarik investasi yang kuat. Ia menyebutkan, pelabuhan di Sabang memiliki karakteristik yang cocok untuk pengembangan industri bunkering dan shipyard internasional. Mereka melihat Sabang punya potensi luar biasa. Misalnya, Pelabuhan CT-1 BPKS dengan panjang 430 meter dan draft 25 meter sangat ideal untuk sandar kapal besar. Selain itu, area Teluk Sabang yang relatif terlindung memungkinkan dibangun industrial yard dan fasilitas docking. Datin Seri menjelaskan, Sabang terletak di jalur pelayaran strategis dunia dengan sekitar 92 hingga 105 ribu kapal melintas setiap tahunnya. Namun, sejauh ini belum ada satu pun pelabuhan di kawasan tersebut yang menjadi titik singgah utama kapal-kapal internasional Lebih lanjut, Datin Seri menambahkan, dari bunkering di sepanjang Selat Malaka, yaitu sekitar 30 juta ton transaksi terjadi di Singapura dan 5,5 juta ton di Malaysia. “Bayangkan potensi ekonominya. Jika 1,5 juta ton saja dari total 50 juta ton lebih transaksi bunkering di Selat Malaka bisa dialihkan ke Sabang, itu sudah menjadi titik awal pertumbuhan ekonomi baru bagi Aceh,” ujarnya. “Kalau pembangunan bunkering di Sabang ini jadi, kita bisa menjangkau pasar 1,5 juta ton saja pada tahap awal, atau hanya 4,2 persen dari total bunkering di Selat Malaka itu sudah luar biasa. Sabang ini laluan yang paling hot.” Datin Seri menyebutkan, selain menargetkan pembangunan fasilitas bunkering, pihaknya juga merencanakan untuk menyiapkan fasilitas ship-to-ship transfer, serta kawasan layanan logistik yang dapat melayani kebutuhan industri minyak dan gas (oil and gas). Pemerintah melalui BPKS telah menyatakan komitmen dukungan dengan menyiapkan lahan di kawasan Balohan Sabang. “Kami ingin menjadikan Sabang sebagai hub bunkering internasional dengan fasilitas lengkap,” ujar Datin Seri. Kepala BPKS, Iskandar Zulkarnaen, dalam kesempatan yang sama memaparkan berbagai kemudahan investasi yang ditawarkan di wilayah Free Trade Zone (FTZ) Sabang. “Kawasan FTZ Sabang dilengkapi dengan berbagai insentif, seperti bebas bea masuk, bebas pajak pertambahan nilai, serta kemudahan perizinan bagi investor asing. Penanaman modal asing dapat langsung diproses melalui BPKS,” ujar Iskandar. Ia juga menyebutkan bahwa Sabang memiliki 11 jetty, satu bandara, dan potensi energi panas bumi (geothermal) sebesar 82 megawatt di Jaboi yang belum dieksplorasi. “Kombinasi antara pelabuhan laut dalam, energi terbarukan, dan fasilitas bebas pajak menjadikan Sabang lokasi investasi yang unik dan sangat kompetitif di kawasan regional,” katanya. Selain sebagai kawasan ekonomi, Sabang juga berperan penting dalam pertahanan, perikanan, dan pariwisata. Menurut Iskandar, kawasan ini telah dirancang dengan fasilitas pelabuhan multifungsi, termasuk layanan bunkering, pergantian awak kapal, dan offshore base operation untuk kegiatan lepas pantai. “Sabang adalah pintu masuk kapal dari Samudra Hindia ke Asia. Dengan strategi yang tepat, kita dapat menciptakan ekosistem pelabuhan yang kuat dan menjadi pusat kegiatan maritim internasional,” ujar Iskandar. Turut hadir dalam kunjungan tersebut Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) Iskandar Zulkarnaen, Wakil Wali Kota dan Sekda Sabang, Ketua Dewan Kawasan Sabang, serta sejumlah anggota DPR Aceh, di antaranya Salmawati dan Nazaruddin. Hadir pula Kepala Biro Administrasi Pimpinan Setda Aceh, Akkar Arafat. Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Layanan TransK Gratis Karena Dana Otsus, Harus Lanjut

Banda Aceh – Trans Koetaradja melayani perjalanan masyarakat di Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar secara gratis dari tahun 2016 hingga sekarang (tahun 2025). TransK melayani seluruh lapisan masyarakat, baik penduduk asli maupun wisatawan, mulai dari pelajar, lansia, hingga difabel. Dan itu semua dibiayai melalui dana otsus (otonomi khusus) Aceh. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh Teuku Faisal saat memaparkan penggunaan dana otsus Aceh pada Dinas Perhubungan Aceh di hadapan Tim Monitoring dan Evaluasi (Monev) Dana Otsus Aceh di Aula Multimoda pada Rabu, 22 Oktober 2025. Selama Trans Koetaradja hadir, lanjut Teuku Faisal, dampak dari segi ekonomi terhadap masyarakat sangat luar biasa. “Karena layanannya gratis, jadi biaya yang perlu mereka keluarkan untuk bermobilitas sehari-hari bisa dihemat untuk kebutuhan lainnya,” pungkasnya. Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap layanan angkutan massal perkotaan ini juga semakin meningkat setiap tahunnya. Hal itu tercermin dari ramainya jumlah aduan disaat bus TransK tidak beroperasi. “Ada sebagian masyarakat yang butuh naik bus TransK untuk pergi bekerja. Ketika TransK berhenti, mereka mengaku harus kehilangan pekerjaannya karena tidak bisa berangkat kerja,” ujar Teuku Faisal kepada Tim Monev Otsus Aceh. Selain pada layanan angkutan massal, Teuku Faisal juga memaparkan penggunaan dana otsus di sejumlah layanan transportasi lainnya, seperti pembangunan 3 unit kapal penyeberangan KMP Aceh Hebat untuk menjamin kelancaran konektivitas di wilayah kepulauan, pengembangan pelabuhan penyeberangan, terminal tipe B Aceh, hingga pembangunan fasilitas keselamatan jalan di sepanjang ruas jalan provinsi Aceh. Pada kesempatan yang sama, Direktur Penataan Daerah, Otonomi Khusus, dan Dewan Pertimbangan Otonomi Khusus, Ditjen Otonomi Daerah, Kemendagri, Sumule Tumbo menyebutkan bahwa penggunaan dana otsus sejatinya harus pada layanan yang bersentuhan langsung dengan publik seperti layanan angkutan massal Trans Koetaradja. “Inilah tujuan kunjungan kita untuk melihat langsung efektivitas serta pemanfaatan dana otsus. Di sini kita melihat dana otsus sangat dibutuhkan untuk mendukung konektivitas dan mobilitas masyarakat Aceh,” sebut Sumule selaku Ketua Tim Monev Otsus Aceh. Pendapat yang sama juga diutarakan oleh Direktur Pembangunan Indonesia Barat, Kedeputian Pembangunan Kewilayahan Kementerian PPN/Bappenas, Jayadi terkait penggunaan dana otsus Aceh pada sektor transportasi publik. Menurutnya, layanan Trans Koetaradja yang diberikan secara gratis di Aceh menjadi contoh yang unik dan luar biasa dari penggunaan dana otsus dalam konteks transportasi publik. Jayadi menambahkan, kehadiran transportasi publik yang dibiayai oleh Pemerintah memberikan dampak multiplier effect yang sangat luas dan signifikan terhadap perekonomian dan sosial. “Cost terbesar dari penyediaan transportasi publik adalah merubah mindset masyarakat untuk mau beralih dari kendaraan pribadi ke angkutan publik,” sebutnya. Dirinya menilai apa yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dengan penyediaan transportasi publik secara gratis merupakan langkah awal yang tepat untuk merubah kebiasaan masyarakat dalam melakukan mobilitas sehari-hari. Tim Monev Dana Otsus Aceh terdiri dari beberapa Kementerian dan Lembaga seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Bappenas, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Tim Sinergi dan Kolaborasi untuk Akselerasi Layanan Dasar (SKALA). Setelah mendengar pemaparan, Kadishub Aceh bersama Tim Monev Dana Otsus Aceh meninjau Depo Angkutan Massal Trans Koetaradja. Di sana, rombongan melihat bus-bus TransK yang dibeli menggunakan dana otsus, termasuk menjajal kenyamanan bus beserta fasilitasnya.(AB) Baca Berita Lainnya: Rute Baru Feeder Trans Koetaradja Tahun 2025 Jadwal Operasional Bus Trans Koetaradja Selama Bulan Ramadan 1446 H Menhub Dudy: Harga Tiket Pesawat Domestik Turun 13-14 Persen pada Masa Lebaran 2025

Trans Koetaradja: Ruang Kreativitas Bagi Semua

Banda Aceh – Trans Koetaradja tak hanya menjadi bagian dari mobilitas kota, tetapi juga ruang kreativitas untuk semua warga. Kini, bus TransK hadir dengan tampilan baru hasil kreasi anak muda Aceh. Dishub Aceh memberi ruang bagi pelaku industri kreatif untuk menuangkan karya idenya melalui Lomba Livery Bus Trans Koetaradja. Di tengah gempuran ‘instrumentasi budaya luar’, nyatanya warisan budaya Aceh dapat beradaptasi di berbagai masa. Sesuatu yang sangat klop, pelaku industri kreatif diberi kesempatan, maka budaya dan pariwisata Aceh dapat tersampaikan kepada masyarakat. Melalui mobile billboard bus TransK telah membersamai perkembangan Aceh hingga saat ini. Bus TransK pada Koridor 2A pagi itu melaju dari Pusat Kota menuju Blang Bintang (via Lambaro) dengan suasana baru. Di sisi kiri badan bus terpampang karya Muhammad Talal, Juara 1 Lomba Livery Bus TransK pada Pekan Trans Koetaradja 2025. Sementara di sisi lainnya badan bus dengan kode TR16 ini telah terpajang karya Wendi Amiria, Juara 2 Lomba Livery Bus TransK. Dengan tema lomba Modern Heritage of Aceh, Talal mengaplikasikan karya livery-nya bertajuk ‘Lestari di Jalan, Mekar dalam Ingatan’. Ia memadukan wajah masa kini Aceh yang dinamis dengan akar budaya yang kuat. Secara detail, tampilan hasil livery-nya yang berbentuk karikatur dalam rupa tokoh anak muda berbusana adat, kuliner Aceh (kuah beulangong dan mie Aceh), ditambah latar rumoh Aceh yang mempesona, serta motif Gayo mewakili nilai kehidupan, kerja keras, serta keharmonisan alam dan manusia. Senada dengan Talal, Wendi juga bercerita tentang ketertarikannya mengikuti lomba ini. Anak muda lulusan Ilmu Komunikasi Universitas Syiah Kuala ini, telah bekerja sebagai ilustrator dan desainer grafis di salah satu studio di Kota Banda Aceh. “Saya tertarik ikut lomba desain livery pada Pekan Trans Koetaradja, karena bus ini menjadi moda transportasi yang saya gunakan dalam kegiatan sehari-hari. Lebih lagi lomba ini menjadi salah satu bidang yang saat ini sedang saya minati,” sebutnya yang berasal dari Simeulue. Ditambahkannya, secara filosofis, ide, dan inspirasi desain ini dari pariwisata dan warisan-warisan budaya di Aceh. Ia tertarik untuk menterjemahkannya dalam bentuk visual vektor, seperti adanya turis, ikon Aceh yaitu Masjid Raya Baiturrahman, serta kuliner Aceh misalnya kopi saring. Sehingga kearifan lokal, budaya, kuliner, dan objek wisata di Aceh berbaur dengan gaya hidup modern penduduknya. “Jadi keseluruhan ide-ide dan konsep ini saya satukan dalam satu ide konsep ilustrasi pada lomba livery Trans Koetaradja. Perasaan saya tentu sangat senang dan bangga, sebab karya saya telah diaplikasikan pada bus Trans Koetaradja,” jawabnya Senin, 13 Oktober 2025 di Banda Aceh. Wendi pun mengapresiasi Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh telah membuka ruang kreativitas bagi pelaku industri kreatif di Aceh. “Semoga ini bisa menjadi satu langkah awal ke depannya bagi pelaku industri kreatif di Aceh, bisa berkolaborasi dengan pemerintah. Saya yakin ada banyak pelaku industri kreatif di Aceh dengan karya mereka siap untuk bekerjasama,” pungkasnya. Nah, kalau Rakan Moda bertemu bus ini, jangan lupa abadikan momen ya. Lalu mention akun Instagram @dishub_aceh.(MR) Baca Berita Lainnya: Hingga September 2025, Trans Koetaradja Layani Lebih dari 600 Ribu Penumpang Tim Penilai Komisi Informasi Aceh Akui Kualitas PPID Dishub Aceh Kok Bisa? Trans Koetaradja yang Gratis Ini Jadi Andalan Dina Sejak SMP

Negara Hadir dalam Kisah Antoni Sopir Damri Terbaik

Bang neupeu udep bluetooth bus siat, mangat lon puta lagu dari hp lon. (Bang hidupkan bluetooth bus sebentar, biar saya putar lagu dari HP saya) Aceh TRANSit – Kata salah seorang penumpang di belakang dengan logat Aceh yang begitu kental, sopir menoleh sekilas ke kaca spion sambil tersenyum, menekan tombol di dasbor, dan lagu pun mengalun pelan. Sosok sopir tersebut adalah Antoni, orang yang telah 12 tahun mengabdi dibalik kemudi bus Damri, meninggalkan anak dan istri setiap pagi, menelusuri jalanan dengan total jarak tempuh 100 km pulang pergi. “Jadi bang kita ada dua trip perjalanan setiap pagi dan siang, cuma di hari minggu aja kita libur bang,” ucap Antoni dengan nada bersahaja. Melayani rute dari Terminal Tipe A Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat hingga pedalaman desa Alue Kuyun, rute yang sulit dilalui namun banyak diminati. Setiap hari kursi-kursi Damri hampir selalu penuh terisi, didominasi ibu-ibu berseragam putih dan nyak-nyak menenteng barang belanjaan. Di hari-hari tertentu, ia harus turun dari bus, menyeka keringat demi menganti ban yang bocor atau mesin yang ngadat dari bus keluaran tahun 2011 tersebut. Tapi tak sekalipun ia menggerutu. Ia hanya berharap bus masih kuat menyusuri rute ini esok hari. “Kalau bisa bang kita dikasih armada baru oleh pemerintah, karena disini pun (Meulaboh) minyak susah, dan tangki kita cukup kecil,” ujar Antoni, peraih predikat sopir Damri terbaik di seluruh Aceh ini. Pernah satu kali ia mengangkut penumpang yang sekilas terlihat biasa saja, namun sesampainya di dalam bus penumpang tersebut berteriak histeris dan membuat kegaduhan, Antoni terperanjat dan pada akhirnya penumpang tersebut terpaksa diturunkan. “Rupanya ODGJ bang, hahaha kalau diingat-ingat lucu juga,” ungkap Antoni sembari tertawa mengingat kejadian tak terlupakan yang pernah ia alami. Bagi warga Aceh Barat, kehadiran bus Damri sangat bermanfaat. Rahma, salah satu warga yang merasakannya. Selaku Bidan Desa Meutulang, Kecamatan Panton Reu, Kabupaten Aceh Barat ini merasa sangat terbantu sekali dengan hadirnya bus Damri. Saban hari bus ini membawanya pulang dan pergi untuk bertugas di Puskesmas yang berjarak 40 km dari pusat kota Meulaboh. Dengan tarif terjangkau hanya Rp9.000 untuk sekali perjalanan, rute ini sempat berhenti beroperasi selama setahun pada tahun 2024 lalu akibat keterbatasan anggaran. Namun, tingginya permintaan masyarakat serta keterbatasan akses transportasi di wilayah tersebut mendorong diaktifkannya kembali rute ini pada tahun 2025. Antoni, begitulah ia dipanggil sehari-hari. Seorang sopir bus Damri. Pahlawan dibalik kemudi. Dari balik kaca depan busnya, ia melihat dan akhirnya memahami, arti penting hadirnya negara, khususnya dalam bidang transportasi.(Achdiyat Perdana) Baca Tulisan Aceh TRANSit Edisi VII Lainnya Klik Disini

Menjelajah Pelosok Aceh: Kisah Bus Perintis yang Menghubungkan Daerah Terisolir

Oleh Djoko Setijowarno* Keberadaan bus perintis di Provinsi Aceh tidak hanya berfungsi sebagai alat transportasi, akan tetapi juga sebagai fasilitator pembangunan, pemerataan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup bagi masyarakat di daerah-daerah yang terpinggirkan. Berdasarkan data Perum Damri Cabang Aceh (2025), bus perintis melayani 12 rute di Provinsi Aceh sepanjang 999 km. Rute-rute ini adalah Sinabang – Sibigo (188 km), Sinabang – Alafan (100 km), Kota Fajar – Manggamat (50 km), Kuala Simpang – Tenggulun (86 km), Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (108 km), Meulaboh – Alus Luyun (106 km), Longkib – Subulusalam (60 km), Gunung Meriah – Singkil (90 km), Gunung Meriah – Singkohor (54 km), Panton Lanbu – Bantayan (32 km), Laweung – Kota Sigli (41 km), dan Blang Pu uk – Ujong Fatihah (84 km). Kondisi rute bus perintis di Aceh sepanjang 629 km jalan aspal, 52 km jalan tanah, 45 km jalan berbatu tajam, 37 km jalan basah dan genangan air, 110 km jalan berdebu dan berpasir, 212 jalan tanjakan dan turunan dan 236 jembatan. Disamping itu melewati 211 sekolah, 42 rumah sakit, 41 pasar, 149 kawasan perkantoran dan 14 terminal penumpang. Rinciannya di masing-masing lintas berikut ini. Lintas Sinabang – Sibigo melewati 51 sekolah, 5 rumah sakit, 7 pasar, 27 perkantoran dan 1 terminal penumpang, lintas Sinabang – Alafan (23 sekolah, 4 rumah sakit, 5 pasar, 52 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kota Fajar – Manggamat Alafan (23 sekolah, 3 rumah sakit, 3 pasar, 4 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Kuala Simpang – Tenggulun (12 sekolah, 6 rumah sakit, 5 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Woyla – Teupin Peuraho (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Meulaboh – Alus Luyun (20 sekolah, 1 rumah sakit, 2 pasar, 10 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Longkib – Subulusalam (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkil (5 sekolah, 2 rumah sakit, 2 pasar, 6 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Gunung Meriah – Singkohor (3 sekolah, 5 rumah sakit, 4 pasar, 1 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Panton Lanbu – Bantayan (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang), lintas Laweung – Kota Sigli (12 sekolah, 1 rumah sakit, 1 pasar, 8 perkantoran dan 1 terminal penumpang). Bus perintis di Aceh memiliki peran penting dalam menghubungkan daerah-daerah dengan pusat-pusat keramaian. Layanan ini dioperasikan oleh Perum Damri sebagai bagian dari program subsidi pemerintah melalui Kementerian Perhubungan. Beberapa manfaat utama dari keberadaan bus perintis di Aceh. Pertama, membuka keterisoliran wilayah . Ini adalah manfaat paling krusial dari bus perintis. Di banyak daerah di Aceh, masyarakat kesulitan mengakses layanan publik atau pusat ekonomi karena minimnya pilihan transportasi. Bus perintis hadir untuk menjangkau rute-rute ini, menghubungkan desa-desa terpencil dengan pusat-pusat kota atau kecamatan. Hal ini secara efektif memutus keterisoliran dan membuat masyarakat bisa bergerak lebih mudah. Kedua, mendukung perekonomian lokal . Dengan adanya akses transportasi yang terjamin, masyarakat di daerah pedalaman dapat mengangkut hasil bumi mereka, seperti buah-buahan atau komoditas pertanian lainnya, ke pasar di kota. Tanpa bus perintis, masyarakat harus mengeluarkan biaya mahal untuk menyewa kendaraan pribadi atau bahkan membawa barang dengan cara manual, yang tentunya tidak efisien. Bus perintis membantu mempercepat distribusi barang dan meningkatkan pendapatan warga. Ketiga, mempermudah akses ke layanan publik . Transportasi yang lancar sangat penting untuk mendapatkan layanan publik. Bus perintis memudahkan masyarakat untuk bepergian ke pusat pemerintahan, rumah sakit, sekolah, atau bank. Sebagai contoh, warga di daerah pedalaman bisa mengurus dokumen penting, berobat ke fasilitas kesehatan, atau menghadiri kegiatan sosial tanpa harus menempuh perjalanan yang sulit dan mahal. Keempat, menyediakan pilihan transportasi murah dan aman . Tarif bus perintis disubsidi oleh pemerintah, sehingga biayanya sangat terjangkau, bahkan seringkali hanya beberapa ribu rupiah. Selain itu, bus perintis juga umumnya lebih aman dan nyaman dibandingkan dengan transportasi swasta yang tidak resmi di beberapa daerah. Hal ini memberikan rasa aman bagi masyarakat, terutama bagi pelajar, lansia, dan perempuan. Bus Perintis di Pulau Simeulue Ada dua rute bus perintis di Pulau Simeulue, yaitu rute Sinabang – Sibigo dan Sinabang – Alafan. Pulau Simeulue adalah sebuah pulau yang terletak sekitar 150 km di lepas pantai barat daratan Provinsi Aceh. Pulau ini merupakan bagian dari Kabupaten Simeulue dan memiliki ibu kota di Sinabang. Dikenal dengan keindahan alamnya yang eksotis, Pulau Simeulue menawarkan beragam atraksi wisata, terutama bagi para pencinta alam dan petualangan. Pulau Simeulue memiliki beberapa kecamatan yang lokasinya terpencil dan sulit dijangkau, seperti Kecamatan Simeulue Barat dan Kecamatan Alafan. Jarak tempuh dari ibukota kabupaten, Sinabang, ke daerah ini bisa mencapai 5 jam. Sebelum ada bus perintis, masyarakat sangat bergantung pada kendaraan pribadi atau transportasi sewaan dengan biaya tinggi. Bus perintis hadir dengan rute subsidi seperti Sinabang–Sibigo dan Sinabang–Alafan untuk memutus keterisolasian tersebut, membuat mobilitas menjadi lebih mudah dan teratur. Dengan adanya transportasi yang rutin dan terjangkau, masyarakat di wilayah pedalaman Pulau Simeulue kini bisa lebih mudah mengangkut hasil bumi dan komoditas pertanian mereka ke pasar-pasar di Kota Sinabang. Hal ini memotong rantai distribusi yang panjang dan menekan biaya logistik, sehingga secara langsung meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani serta pedagang kecil. Bus perintis juga mempermudah pergerakan barang dari pusat kota ke desa-desa, mendorong roda ekonomi di seluruh pulau. Banyak masyarakat Simeulue yang harus pergi ke Sinabang untuk mengurus dokumen pemerintahan, mendapatkan layanan kesehatan di rumah sakit, atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Bus perintis memberikan akses yang lebih mudah dan murah bagi mereka, terutama para pelajar dan mahasiswa, untuk bisa bersekolah atau berobat tanpa harus memikirkan biaya transportasi yang mahal. Tarif yang dikenakan sangat terjangkau, jauh lebih murah dibanding transportasi swasta. Selain itu, bus perintis juga memberikan standar keamanan yang lebih baik, memberikan rasa aman bagi seluruh penumpang. Secara keseluruhan, bus perintis di Pulau Simeulue berperan vital dalam meningkatkan konektivitas, pemerataan ekonomi, dan akses terhadap layanan dasar, yang pada akhirnya membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat di daerah-daerah terpencil. Kondisi kendaraan Sudah saatnya pemerintah meremajakan armada untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan penumpang, termasuk di Provinsi Aceh. Dengan

Kereta Api Cut Meutia: Moda Transportasi Terjangkau di Provinsi Aceh

Oleh Djoko Setijowarno* Meskipun jalurnya masih pendek, kehadirannya menjadi simbol harapan untuk mengembalikan kejayaan perkeretaapian di “Tanah Rencong”  KA Cut Meutia telah beroperasi sejak 1 Desember 2013 dan merupakan salah satu dari sembilan Kereta Api (KA) perintis yang ada di Indonesia. Kereta perintis ini berperan penting, sama seperti yang lain, seperti KA Datuk Belambangan di Sumatera Utara, KA Bathara Kresna di Jawa Tengah, KA Lembah Anai dan KA Minangkabau Ekspres di Sumatera Barat. Perintis lainnya termasuk LRT Sumatera Selatan, serta KA Makassar Parepare di Sulawesi Selatan. Sejarah Perkeretaapian di Aceh Perkeretaapian di Aceh dimulai tahun 1876 oleh pemerintah kolonial Belanda. Awalnya, jalur kereta api ini dibangun untuk tujuan militer, yaitu untuk mempermudah pergerakan pasukan dan logistik dalam Perang Aceh, yakni mengangkut pasukan, senjata, dan logistik perang. Jalur pertama yang dibangun adalah dari Pelabuhan Ulee Lheue ke Kutaraja (Banda Aceh) sepanjang 5 km. Pembangunan terus dilakukan hingga jalur kereta api di Aceh berhasil mencapai panjang total 502 kilometer, menghubungkan kawasan-kawasan penting, antara lain Ulee Lheue – Banda Aceh – Sigli – Lhokseumawe – Langsa – Pangkalan Susu (di Sumatera Utara). Seiring waktu, jalur ini terus diperpanjang dan dikelola oleh perusahaan bernama Atjeh Tram (AT) yang kemudian menjadi Atjeh Staatsspoorwegen (ASS). Jalur ini membentang hingga ke Besitang di Sumatera Utara tahun 1919. Meskipun awalnya dibangun untuk militer, kereta api kemudian juga dimanfaatkan untuk angkutan umum dan ekonomi, seperti mengangkut penumpang dan hasil bumi, memfasilitasi perdagangan, dan memperkenalkan transportasi modern kepada masyarakat. Setelah kemerdekaan, operasional kereta api di Aceh diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Namun, seiring dengan berbagai factor, seperti bencana alam (banjir bandang yang merusak jembatan rel pada 1976). Terjadi kerugian finansial, dan semakin baiknya akses jalan raya, operasional kereta api di Aceh semakin menurun. Pada tahun 1982, operasional kereta api di Aceh secara resmi dihentikan. Banyak rel dan aset perkeretaapian dibongkar atau terbengkalai. Jalur kereta api di Aceh terus mengalami kerugian finansial. Puncaknya, pada tahun 1976, jembatan rel di atas Sungai Bengga, Pidie, rusak parah akibat banjir bandang dan tidak pernah diperbaiki. Kerusakan ini dianggap sebagai awal dari berakhirnya era kereta api di Aceh. Seiring dengan semakin baiknya infrastruktur jalan raya dan maraknya penggunaan kendaraan pribadi, masyarakat beralih dari kereta api ke transportasi darat lainnya yang dianggap lebih fleksibel. Reaktivasi dengan KA Perintis Jalur kereta api Lhokseumawe – Bireuen membentang sepanjang kira-kira 46,35 km. Bagian yang unik dari jalur ini adalah penggunaan lebar rel 1.435 mm, menjadikannya yang pertama di Indonesia setelah kemerdekaan. Saat ini, segmen sepanjang 21,45 km (Krueng Geukueh – Kutablang) sudah beroperasi. Ke depannya, akan diaktifkan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh ke Stasiun Muara Satu, dengan rencana pengembangan lebih lanjut sekitar 17 km menuju Stasiun Matang dan Stasiun Bireuen. Sepanjang jalur kereta api Lhokseumawe hingga Bireuen, beberapa stasiun telah selesai dibangun. Stasiun-stasiun tersebut meliputi Stasiun Muara Satu (terletak di Desa Blang Pulo, Lhokseumawe), Stasiun Krueng Geukueh (di Keude Krueng Geukueh, Aceh Utara), Stasiun Bungkaih (di Desa Bungkaih, Aceh Utara), dan Stasiun Krueng Mane (di Desa Cot Seurani, Aceh Utara). Jalur ini kemudian berlanjut ke Kabupaten Bireuen, tempat berdirinya Stasiun Geurugok (di Desa Cot Pu’uk) dan Stasiun Kutablang (di Kecamatan Kutablang). Layanan KA Perintis Cut Meutia menggunakan Kereta Rel Diesel Indonesia (KRDI) yang diproduksi oleh PT INKA. Pengoperasian KA ini berada di bawah tanggung jawab PT KAI Divre I Sumatera Utara, berdasarkan penugasan resmi dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Satuan Pelayanan Lhokseumawe membantu mengelola dan memberikan dukungan terhadap layanan ini, berada langsung di bawah koordinasi Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas I Medan. BTP Medan sendiri mengawasi jaringan kereta api di tiga provinsi (Aceh, Sumatera Utara, dan Riau). Secara total, mereka mengelola jalur sepanjang 542 km, melayani 62 stasiun, dan mengoperasikan 17 lintasan pelayanan. Kehadiran KA Cut Meutia tidak hanya meningkatkan konektivitas dan mobilitas masyarakat, tetapi juga secara aktif mendorong pengembangan jaringan kereta api di Aceh. Hal ini mencakup persiapan pengoperasian Stasiun Muara Satu (yang sebelumnya dikenal sebagai Stasiun Paloh), sekaligus mendukung aspek edukasi bagi masyarakat, dengan layanan yang aman, terjangkau, dan berkelanjutan. Selama periode Januari hingga Agustus 2025, KA Cut Meutia telah melayani 30.527 penumpang. Jumlah ini berasal dari total kapasitas kursi sebanyak 270.240, menghasilkan tingkat okupansi rata-rata 11%. Tingkat keterisian tertinggi tercatat pada Februari, mencapai 26%, sementara bulan-bulan lainnya menunjukkan angka yang fluktuatif. Dalam sehari, KA ini melayani 8 kali perjalanan dengan waktu tempuh selama 64 menit sekali jalan. Perjalanan pertama dimulai pukul 07.04 dari Stasiun Krueng Geukueh, dan perjalanan terakhir berangkat pukul 17.50 dari Stasiun Kutablang. Tarif yang dikenakan untuk sekali perjalanan adalah Rp 2.000. Lintas ini dipenuhi dengan perlintasan dari setiap rumah dan cukup membuat waspada bagi masinis yang mengoperasikannya. Sepanjang perjalanan semboyan 35 selalu digunakan berupa sirine untuk meningkatkan faktor keselamatan bagi masyarakat. Saat ini, KA Cut Meutia hanya menggunakan satu rangkaian yang terdiri dari dua kereta penumpang. Kereta ini masih mengandalkan kipas angin sebagai pendingin, Penting untuk segera melengkapi KA Cut Meutia dengan pendingin ruangan / Air Conditioning (AC). Tanpa AC, penumpang dapat merasa tidak nyaman dan berkeringat terutama saat kereta berjalan di bawah cuaca panas. Selain itu, perlu dipertimbangkan penambahan unit kereta. Saat ini, tidak tersedia kereta cadangan. Apabila rangkaian yang beroperasi mengalami kerusakan dan memerlukan perbaikan, layanan akan terhenti karena tidak ada unit pengganti. Petak belum operasi Pembangunan jalur sepanjang 8 km dari Stasiun Krueng Geukueh menuju Stasiun Muara Satu telah dimulai sejak tahun 2023. Meskipun sosialisasi sudah dilakukan sejak Januari 2025, hingga saat ini jalur tersebut belum juga beroperasi. Keterlambatan pengoperasian lintas ini dikhawatirkan akan menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap upaya pemerintah dalam menghadirkan layanan konektivitas. Stasiun Muara Satu saat ini sudah siap untuk dioperasikan. Dibandingkan dengan stasiun lain di jalur tersebut, Stasiun Muara Satu tergolong lebih luas dan memiliki fasilitas yang lengkap, termasuk lahan parkir kendaraan bermotor yang memadai. Namun, ada kendala yang dihadapi sejumlah instalasi kelengkapan di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) sering hilang dan harus berkali-kali diganti oleh kontraktor. Sebagai informasi, JPL atau yang sering disebut perlintasan sebidang adalah perpotongan antara rel kereta api dan jalan raya/setapak, yang dijaga oleh petugas yang dikenal sebagai Petugas Jaga Lintasan (PJL). Perlu pendanaan Saat ini, masyarakat belum

Hingga September 2025, Trans Koetaradja Layani Lebih dari 600 Ribu Penumpang

Banda Aceh – Layanan angkutan massal perkotaan Trans Koetaradja terus menunjukkan tren positif. Pada tahun ini, yaitu per bulan Februari hingga September 2025, tercatat sebanyak 604.954 penumpang telah menggunakan layanan Bus Rapid Transit (BRT) andalan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar tersebut. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal, mengatakan bahwa jumlah pengguna Trans Koetaradja terus meningkat setiap bulannya. Dari seluruh koridor yang beroperasi, Koridor 1 (Pusat Kota – Darussalam) tercatat menjadi rute paling ramai, dengan total 246.743 penumpang. “Selama delapan bulan beroperasi, bulan September jumlah penumpang tertinggi, yaitu 125.390 orang. Ini menunjukkan bahwa Trans Koetaradja semakin diminati masyarakat untuk mendukung aktivitas sehari-hari,” ujar Teuku Faisal, Selasa, 14/10. Ia menambahkan, peningkatan ini juga didukung oleh peluncuran aplikasi Trans Koetaradja yang memudahkan pengguna dalam mengakses layanan transportasi publik tersebut. Aplikasi yang tersedia di Play Store dan App Store ini memungkinkan pengguna mengetahui jadwal bus secara realtime dan menemukan halte terdekat dengan mudah. “Sejak diluncurkan pada Mei lalu, aplikasi Trans Koetaradja sudah diunduh sebanyak 6.695 kali. Ini menjadi bukti bahwa masyarakat semakin akrab dengan layanan digital untuk mendukung mobilitas mereka,” kata Faisal. Kadishub Aceh menegaskan bahwa pihaknya akan terus menghadirkan inovasi baru untuk meningkatkan kenyamanan dan kemudahan pengguna Trans Koetaradja, yang hingga kini masih melayani penumpang secara gratis. Menurut Faisal, pengembangan transportasi publik menjadi bagian dari upaya Pemerintah Aceh mewujudkan mobilitas yang aman, nyaman, dan terjangkau bagi seluruh masyarakat. “Hal ini juga sejalan dengan arahan Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, agar masyarakat semakin dimudahkan dalam mendapatkan layanan transportasi yang berkualitas,” pungkasnya.(MR/HZ) Baca Berita Lainnya: Tim Penilai Komisi Informasi Aceh Akui Kualitas PPID Dishub Aceh Kok Bisa? Trans Koetaradja yang Gratis Ini Jadi Andalan Dina Sejak SMP Akses Transportasi Umum ke Kawasan Perumahan

Sebulan Dipasang, Puluhan Tiang Rambu di Lintas Krueng Raya-Laweung Hilang Dicuri

Banda Aceh – Puluhan rambu lalu lintas yang dipasang oleh Dinas Perhubungan Aceh di sepanjang jalan lintas Krueng Raya – Laweung hilang dari tempatnya, tepatnya di kawasan perbukitan Lamreh, dekat Pantai Pasir Putih, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar. Padahal, sebagian besar rambu lalu lintas tersebut baru saja dipasang sekitar sebulan yang lalu. Hilangnya puluhan rambu itu berisiko terhadap keselamatan para pengendara yang melintasi kawasan tersebut, khususnya pada malam hari. Karena lintas Krueng Raya – Laweung memiliki kondisi geografis pergunungan dengan sisi jalan berupa jurang yang cukup dalam. Berdasarkan pantauan Tim Dishub Aceh pada Sabtu (4/10) yang lalu, terdapat 24 tiang rambu chevron (marka dengan pola garis-garis serong) hilang yang terpotong pada pangkal, sehingga hanya menyisakan beton pondasinya. Rambu ini berfungsi memberi ilusi visual bagi pengendara untuk mengurangi kecepatan kendaraan, terutama di area rawan kecelakaan atau persimpangan jalan. Jenis rambu ini sangat berguna pada malam hari, sebab sorotan lampu kendaraan akan membuat plang rambu itu bercahaya dan memberi peringatan kepada pengguna jalan mengenai kondisi jalan yang berbahaya. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal menyampaikan, rambu-rambu lalu lintas di Lokasi tersebut baru saja dipasang karena merupakan kawasan rawan terhadap kecelakaan lalu lintas. “Kami menyayangkan hilangnya rambu-rambu yang baru saja dipasang di lokasi tersebut. Apalagi lintasan Krueng Raya – Laweung itu rawan kecelakaan lalu lintas. Akibat ulah orang yang tidak bertanggung jawab yang mencuri rambu tersebut, dikhawatirkan bisa mengakibatkan kecelakaan kembali berulang yang merugikan pengguna jalan,” ujar Teuku Faisal. Selain di Kabupaten Aceh Besar, kehilangan fasilitas keselamatan jalan yang dipasang oleh Dinas Perhubungan Aceh juga terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara. Berdasarkan laporan, terdapat 6 unit alat penerangan jalan (APJ) yang hilang pada ruas jalan Muara Situlen – Lawe Deski. Akibatnya, jalan yang seharusnya mendapat penerangan kini kembali gelap gulita. Terkait kejadian ini, Kadishub Aceh menyatakan bahwa Dishub Aceh sudah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisan untuk mencegah kejadian serupa tidak terjadi kembali di masa yang akan datang. Kadishub juga berharap fasilitas yang dibangun melalui dana APBA ini dapat dijaga bersama. Ia meminta bantuan masyarakat yang mengetahui tindakan pencurian atau perusakan fasilitas transportasi untuk melapor ke Dishub Aceh.(AB) Baca Berita Lainnya: Saatnya Berpihak pada Transportasi Publik Gerbang Laut Menuju Simelue Wagub Aceh Sapa Sopir Truk di Puncak Geurutee, Beri Jajan Makan Siang