Dishub

Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Transportasi Perlu Dijamin

Pada dasarnya budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) memiliki 4 karakteristik yaitu adanya komitmen pimpinan instansi/perusahaan, kesadaran setiap karyawan, kepatuhan terhadap peraturan dan aturan pelaksanaan, serta adanya tenaga profesional di bidang K3 sebagai akses untuk memberikan pendapat, kritik, dan saran guna perbaikan K3. Setiap pimpinan harus membuat kebijakan, prosedur bekerja, menyediakan Alat Pelindung Diri (APD), dan memotivasi pekerja akan pentingnya K3 sedangkan para pekerja mematuhi kebijakan seperti memakai APD dan bekerja sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP). Selain itu, kunci untuk mencapainya budaya K3 yaitu para pekerja mau menerapkan gaya setiap prosedur K3 dan tidak mengabaikannya sama sekali. Maka, penting sekali keterlibatan semua pihak akan kesadaran, komitmen, dan konsistensi dalam penerapan budaya K3 sehingga menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan sehat serta dapat mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. (AM) Simak Video Kesehatan dan Keselamatan Kerja Penting dan Perlu Dijamin

Kerja Keras Membangun Kepercayaan

Pembangunnya tidak mudah, merawatnya jauh lebih sulit. Sebuah kalimat yang disampaikan oleh orang nomor satu di Aceh yang diabadikan pada prasasti KMP. BRR. Prasasti yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah sebagai simbol peresmian perubahan wajah baru KMP. BRR setelah dua belas tahun melayani lintasan Ulee Lheue – Balohan. Peresmian ini dilakukan di car deck KMP. BRR dan menjadi salah satu rangkaian acara peringatan 17 tahun Tsunami Aceh, 26 Desember 2021. Dengan perubahan wajah kapal ini sangat diharapkan andil besar masyarakat dalam menjaga dan merawatnya agar kapal terus memberikan pelayanan terbaiknya bagi publik. Dan juga, KMP. BRR menjadi saksi jatuh bangunnya pembangunan dan perkembangan transportasi Aceh. Kapal ini dulunya merupakan aset Kementerian Perhubungan Republik Indonesia yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD – Nias. Namun pada masa Gubernur Nova Iriansyah, kapal ini menjadi milik Aceh seutuhnya. General Manager PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, Syamsuddin, mengungkapkan, akan adanya pelayaran malam untuk KMP. BRR, “Melalui koordinasi dengan pihak Dishub Aceh kita akan melakukan pelayaran pada malam hari. Suasana rooftop-nya seperti kafe modern sangat indah dinikmati pada malam hari. Dan juga, kondisi interior, toilet, dan musalanya jauh lebih nyaman dan indah,” ujarnya. Kapal yang dibangun menggunakan dana bantuan dari lebih 50 negara menjadi simbol solidaritas dari masyarakat dunia untuk Aceh. Dua belas tahun lamanya, masyarakat Aceh telah menikmati manfaat langsung dari angkutan penyeberangan ini. Terhitung sejak tahun 2013, KMP. BRR telah melayani hampir tiga juta penumpang dengan rata-rata per tahun 250 ribu-an penumpang, sekitar 800 ribu unit kendaraan dan lebih dari 200 ribu ton barang. Tentu ini bukan sepenuhnya kehebatan Pemerintah yang menyediakannya, tapi karena andil dan kepercayaan yang luar biasa dari masyarakat khususnya Rakyat Aceh dalam menjaga dan merawat kapal ini hingga masih eksis hingga saat ini. Nova dalam sambutannya menyampaikan kejadian tsunami 17 tahun yang lalu terjadi tanpa disangka-sangka dan telah membuka mata semua pihak untuk bekerja cermat, tepat dan ikhlas. “Ikhtiar ini memang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah semata. Kita harus siap berkolaborasi dan bersama-sama melakukan yang sangat mungkin kita perbuat sesuai keahlian dan kemampuan kita masing-masing dan jika ada tantangan kita mencari solusi bersama dan tangguh menghadapinya,” ujar Nova. Pembangunan Aceh memang berjalan secara dinamis. Tak dapat dipungkiri masih banyak tugas yang harus dilakukan agar Aceh ini semakin baik dan berdaya saing di kancah internasional. Kesiapan Pemerintah dan masyarakat dalam mengemban tugas ini memang harus dilakukan secara bersama-sama. Tidak akan tercapai jika hanya satu pihak yang berjuang. Masyarakat menjadi partner dalam memberikan kritikan yang membangun serta mengawasi kinerja pemerintahan agar berjalan maju dan sukses. Perkembangan transportasi usai 17 tahun Tsunami sungguhlah pesat. Pembangunan infrastruktur terselenggara di berbagai sektor, khususnya transportasi. Saat ini Aceh memiliki angkutan massal Trans Koetaradja yang melayani masyarakat dengan subsidi penuh pemerintah. Ruang kendali pun dibangun agar monitoring pelaksanaan pelayanan bagi masyarakat menjadi optimal. Begitu pun, pelabuhan penyeberangan menjadi pintu perekonomian Aceh, Sabang dan Pulau Banyak misalnya. Peningkatan wisatawan kian bertambah tiap tahunnya meskipun saat pandemi memaksa masyarakat untuk di rumah saja demi keselamatan. Akan tetapi, minat kunjungan wisatawan ke dua pulau ini tidaklah surut. Peningkatan pelayanan bagi pelayaran pulau terujung Sumatera, Aceh memiliki aset armada penyeberangan sendiri, yaitu KMP. BRR, KMP. Aceh Hebat 1, 2, dan 3. Teristimewa untuk sebutan “Aceh Hebat” menjadi doa yang senantiasa diucapkan saat menyebut nama kapal ini sekaligus menjadi identitas Aceh di kancah dunia. Kita patut bangga dengan apa yang telah dicapai Aceh seusai porak poranda 17 tahun silam. Namun, kita tidak boleh larut dalam euforia kebanggaan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Aceh. Tugas mewujudkan transportasi yang berkeadilan dengan konektivitas antar wilayah harus direncanakan dengan matang serta segera dilaksanakan seoptimal mungkin. Gubernur Jawa Barat, Mochamad Ridwan Kamil, yang lebih akrab disapa Kang Emil, juga menyampaikan bahwa Aceh masih punya tugas besar dalam meningkatkan perekonomian melalui konektivitas. “Tugas utamanya ada satu, meningkatkan ekonomi. Ada koneksi, ada ekonomi. Tidak ada koneksi, tidak ada ekonomi. Di mana ada peluang ekonomi, di perkebunan misalnya, harus diakses oleh jalan (transportasi). Di mana ada perkampungan harus diakses,” ujar Kang Emil saat diwawancara usai mengikuti acara peringatan 17 tahun Tsunami Aceh. Setiap usaha untuk menciptakan perubahan suatu daerah membutuhkan biaya yang besar, ini perjuangan yang harus diambil daerah. “Memang ini butuh biaya mahal, tapi ini tugas negara dalam menyiapkan sarana dan prasarana transportasi. Nanti, dengan sendirinya perekonomian akan tumbuh,” tambahnya. Belum lagi, fungsi terminal tipe B Aceh menjadi salah satu ‘simpul koneksi’ yang tersebar hampir di seluruh Aceh harus segera dimaksimalkan. Peningkatan fungsi terminal yang juga menjadi ruang publik dengan konsep rest area bagi masyarakat yang melakukan perjalanan harus segera direalisasikan. Kebutuhan akan ruang bagi masyarakat dengan mobilitas tinggi juga sangatlah mendesak. Pastinya, ini menjadi salah satu tugas yang harus dituntaskan serta membutuhkan energi yang luar biasa di masa mendatang. Karena, sebuah perubahan berjalan beriringan dengan pro-kontra serta pertentangan. Lima tahun akan segera menemukan ujungnya. Beberapa mil lagi, roda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017 – 2022 akan landing pada landas pacunya. Program Aceh Hebat sebagai maskapai menjadi pengharapan bagi Rakyat Aceh. Awak kabin mulai mempersiapkan pendaratan. Aba-aba mulai terdengar ke seluruh kabin, akhirnya kami seluruh awak pesawat mengucapkan terima kasih telah terbang bersama kami. Untuk Aceh yang sejahtera, senandung bertajuk Saleum menjadi penutup pada pendaratan ini. (Misqul Syakirah) Jaroe dua blah ateuh jeumala, Jaroe lon siploh di ateuh ulee Meuah lon lakee bak wareh dumna. Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Selama KMP Aceh Hebat 2 Docking, Pelayaran Ke Sabang Dilayani KMP. BRR

Mulai besok Kamis, 6 Januari 2022, KMP Aceh Hebat 2 akan berhenti beroperasi melayani penyeberangan di lintasan Ulee Lheue – Balohan. Penghentian operasional sementara ini guna pelaksanaan docking/perawatan tahunan yang akan dilaksanakan mulai tanggal 9 Januari 2022 di galangan PT Cahaya Baru Shipyard, Kota Gunung Sitoli, Pulau Nias, Sumatera Utara. Docking/perawatan tahunan adalah agenda rutin dan wajib dilakukan pada setiap kapal agar dapat beroperasi dengan baik, serta meminimalisir berbagai kendala saat pengoperasian. Selain itu, perawatan juga dilakukan untuk meremajakan kondisi kapal setelah setahun beroperasi. Selama KMP Aceh Hebat 2 naik docking, transportasi penyeberangan lintasan Ulee Lheue – Balohan akan dilayani oleh KMP BRR.

20213 Penumpang Gunakan Jasa Kapal Penyeberangan Ulee Lheue Balohan

Sebanyak 20.213 orang tercatat menggunakan jasa kapal penyeberangan di lintasan Ulee Lheue – Balohan selama periode libur Natal dan Tahun Baru (libur akhir tahun), atau 24 Desember 2021 – 2 Januari 2022. Dari jumlah penumpang tersebut, 9.604 orang di antaranya berangkat dari Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue menuju Sabang untuk berlibur. Sedangkan sisanya, 10.632 orang kembali ke Banda Aceh dari Pelabuhan Balohan, Sabang. Jumlah pengguna jasa kapal penyeberangan di lintasan ini meningkat cukup signifikan bila dibandingkan dengan hari-hari biasanya. Bila mengacu pada data manifes, rerata jumlah penumpang pada hari normal berkisar antara 1.500 hingga 1.800-an. Sedangkan pada saat Nataru 2022, jumlah penumpang membludak mencapai 3.000-an orang pada hari biasa. Puncaknya terjadi pada tanggal 26 Desember 2021 yang mencapai 3.758 penumpang. Peningkatan jumlah pelaku perjalanan pada periode Nataru tahun ini disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah seiring menurunnya jumlah kasus Covid19 di Indonesia, bila dibandingkan dengan tahun lalu. (AM)

Jelang Akhir Tahun, Seribuan Penumpang Padati Pelabunan Ulee Lheue

Seribuan penumpang memadati Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue untuk menyeberang ke Sabang di penghujung tahun 2021, Jumat (31/12). Pengguna jasa yang datang dari berbagai daerah, baik luar maupun dalam Aceh, terlihat antusias mengantri untuk memasuki kapal penyeberangan. Transportasi penyeberangan pada lintasan Ulee Lheue – Balohan memang kerap dibanjiri wisatawan saat momen akhir tahun. Dari data manifes kapal sejak hari Senin kemarin (27/12) saja, wisatawan yang menyeberang ke Sabang hampir mencapai 6.000 orang. Belum lagi bila dikalkulasi dengan wisatawan yang kembali ke Banda Aceh pada periode yang sama, mencapai 12 ribu lebih wisatawan yang bergerak dari dan ke pelabuhan ini. Meski mengalami lonjakan penumpang yang luar biasa pada akhir tahun, tidak menyebabkan antrian kendaraan di Pelabuhan Ulee Lheue. Semua penumpang maupun kendaraan dapat diangkut dengan 2 armada penyeberangan yang beroperasi, yaitu KMP Aceh Hebat 2 dan KMP BRR. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Kepala UPTD Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Ismayadi kepada AcehTRANSit. Ia menyebutkan, tidak terjadi antrian kendaraan yang panjang di Pelabuhan Ulee Lheue. “Kalau pun tidak terangkut pada trip pertama, bisa masuk di trip selanjutnya,” ungkapnya. Kehadiran KMP Aceh Hebat 2, sebutnya lagi, cukup memberi dampak yang luar biasa pada kelancaran penyeberangan di saat “peak season” seperti saat ini. Tingginya kunjungan wisatawan, juga perlu diantisipasi terhadap lonjakan kasus positif Covid19. Untuk itu, pihak pelabuhan telah menerapkan protokol kesehatan sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 66 Tahun 2021 tentang upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 pada periode Nataru 2022, salah satunya adalah menginstruksikan setiap penumpang untuk memindai QR Code melalui aplikasi Peduli Lindungi saat memasuki ruang tunggu penumpang. (AM)

Menuju Meulaboh, KMP Teluk Sinabang Bawa 87 Penumpang

Rabu sore tadi (29/12), KMP Teluk Sinabang berangkat menuju Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon, Meulaboh dengan mengangkut 87 penumpang serta 43 kendaraan campuran. Kapal yang memiliki bobot mati sebesar 750 Gross Tonage (GT) ini bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Sinabang pada pukul 18.12 WIB. Sebagai informasi, Satuan Tugas (Satgas) Covid19 Kabupaten Simeulue telah memberlakukan pemeriksaan sertifikat vaksin bagi pengguna jasa penyeberangan maupun pengunjung saat memasuki Pelabuhan Penyeberangan Sinabang sejak 18 Desember yang lalu. Oleh karena itu, dihimbau bagi masyarakat yang ingin berangkat supaya melengkapi dokumen yang disyaratkan agar perjalanannya lancar.(AM)

Kualifikasi Informatif, Dishub Aceh Terima Penghargaan Komisi Informasi Aceh

Arus perubahan pola penyebaran informasi saat ini tidak diimbangi dengan etika dalam bermedia sosial. Hal ini menjadi tanggung jawab instansi pemerintah bersama, termasuk KIA, supaya informasi yang beredar di masyarakat benar-benar bersumber dari data resmi dan dapat dipertanggungjawabkan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA), Arman Fauzi saat menyerahkan piagam penghargaan keterbukaan informasi publik tahun 2021 kepada Kadishub Aceh, Junaidi di Kantor KIA, Banda Aceh, 28 Desember 2021. Oleh sebab itu, Arman mendorong badan publik atau pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) badan publik di Aceh agar lebih serius memberikan informasi resmi kepada masyarakat. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk mengklarifikasi atau menangkal pemberitaan hoaks yang beredar cukup masif di tengah masyarakat. Di hadapan Kadishub Aceh, Arman juga mengungkapkan bahwa saat ini kesadaran Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) untuk ikut berpartisipasi dalam keterbukaan informasi publik meningkat cukup signifikan. “Partisipasi SKPA di tahun 2019 hanya 25 persen, alhamdulillah tahun ini mencapai 99 persen,” ungkapnya. Junaidi, yang hadir didampingi Sekretaris Dinas Perhubungan Aceh, T Faisal, mengungkapkan bahwa Dishub Aceh cukup puas dengan capaian yang diperoleh dalam evaluasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik tahun 2021. “Tapi saya selalu berpesan kepada kawan-kawan, jangan berpuas diri. Kita terus tingkatkan kualitas publikasi dan PPID Dishub Aceh,” ujarnya. Ia juga meminta kepada KIA untuk memberikan feedback terhadap evaluasi keterbukaan informasi publik tahun ini. “Tentu kita masih ada kekurangan-kekurangan, kita harap bisa diberikan feedback mungkin ada variable-variable penilaian yang perlu ditingkatkan oleh Dishub Aceh,” ungkap Junaidi. Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, pada evaluasi keterbukaan informasi publik tahun 2021, Dishub Aceh memperoleh predikat dengan kualifikasi Informatif, lebih baik dari tahun 2019 lalu dengan kualifikasi Cukup Informatif. (AM)

Kadishub Aceh Dampingi Bupati Simeulue Kunjungi Pelabuhan Ulee Lheue

Setelah menghadiri penandatanganan Berita Aceh Serah Terima (BAST) Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana dan prasarana, dan Dokumen (P3D) pelabuhan penyeberangan, Kadishub Aceh, Junaidi bersama Bupati Simeulue, Erli Hasim mengunjungi Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Senin, 27 Desember 2021. Pada kunjungan ini, Erli Hasim ingin melihat perkembangan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang telah dilakukan oleh Dishub Aceh. Ia mengharapkan inovasi dan pengembangan yang dilakukan oleh Dishub Aceh di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue juga diterapkan di Pelabuhan Penyeberangan Sinabang nantinya. Pengembangan pelabuhan tersebut, paparnya, untuk meningkatkan pelayanan transportasi penyeberangan di Pulau Simeulue agar menjadi lebih baik. “Kami mengharapkan Dishub Aceh juga memfokuskan pengembangan Pelabuhan Sinabang ke depan,” ungkapnya kepada Kadishub Aceh. Kadishub Simeulue, Mulyawan Rohas, yang hadir mendampingi Bupati, mengungkapkan, diperlukan bantuan personil dari Dishub Aceh yang sudah berpengalaman untuk pengembangan Pelabuhan Sinabang. “Di sana mungkin butuh di-backup oleh personil Dishub Aceh yang sudah berpengalaman di pelabuhan ini (Ulee Lheue), ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Kadishub Aceh, Junaidi, menjelaskan bahwa Dishub Aceh telah menjadikan Pelabuhan Ulee Lheue sebagai pilot project pengembangan pelabuhan di Aceh. Ke depan, tambahnya, pelabuhan ini akan menjadi contoh bagi pelabuhan penyeberangan lainnya, karena Pelabuhan Ulee Lheue telah berhasil meningkatkan pelayanan dan memberikan kepuasan bagi pengguna jasa. Selain pelabuhan, rombongan juga meninjau kapal patroli KM Willem Toren milik Dishub Aceh yang bersandar di dermaga SAR Pelabuhan Ulee Lheue. Rencananya, Bupati Simeulue juga akan mengusulkan ambulans laut untuk mengangkut pasien rujukan dari Pulau Siumat dan Pulau Teupah. Dengan adanya ambulan laut, harapannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat di dua pulau terluar tersebut dapat berjalan lebih optimal. (AM)

Tiga Pelabuhan Penyeberangan Kabupaten Dikelola Dishub Aceh

Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten Simeulue, Aceh Besar dan Aceh Singkil lakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana dan prasarana, dan Dokumen (P3D) serta hibah 3 pelabuhan penyeberangan di ruang kerja Sekda Aceh, Senin, 27 Desember 2021. Pelabuhan penyeberangan yang beralih aset dan pengelolaannya dari pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi, di antaranya; Pelabuhan Penyeberangan Sinabang dan Pelabuhan Penyeberangan Lamteng, Pulo Aceh. Sedangkan Pelabuhan Penyeberangan Pulau Banyak beralih ke Pemerintah Aceh dari Pemerintah Aceh Singkil melalui skema hibah. Pengalihan pengelolaan ini juga untuk menindaklanjuti amanah undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah, saat memberikan sambutan pada acara penandatanganan ini. Upaya untuk menertibkan aset sesuai amanah undang-undang, sebutnya, sudah kita mulai sejak tahun 2016. “Kegiatan ini telah kita mulai sejak 5 tahun yang lalu, akhirnya selesai juga,” ungkapnya. Taqwallah juga berpesan kepada Kepala Daerah maupun pejabat daerah yang hadir, agar ikut menjaga dan mengawasi pelabuhan penyeberangan yang ada di daerahnya, meskipun sudah beralih kepada pemerintah provinsi. “Kita mengharapkan dijaga dan dipantau juga, karena itu adalah aset kita bersama,” ujarnya. Pada kesempatan tersebut, Kadishub Aceh, Junaidi menyampaikan bahwa proses pengalihan aset pelabuhan penyeberangan di Aceh sesuai amanah undang-undang telah selesai. Hanya 1 pelabuhan lagi yang masih dalam proses, yaitu Pelabuhan Penyeberangan Balohan Sabang yang masih berada di bawah pengelolaan BPKS Sabang. Selain penandatanganan BAST P3D pengalihan pengelolaan pelabuhan penyeberangan, Kadishub Aceh bersama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait operasional KM Willem Toren sebagai ambulans laut di Pulo Aceh. Junaidi menyebutkan, bahwa KM Willem Toren yang berfungsi sebagai kapal patroli Dishub Aceh bisa dimanfaatkan juga untuk ambulans laut. Kapal dengan bobot mati sebesar 15 Gross Tonage (GT) ini juga sudah dilakukan modifikasi dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan kapal. Kerjasama ini, tambahnya, diharapkan dapat mendukung pelayanan kesehatan bagi masyarakat Pulo Aceh sesegera mungkin. “Dalam waktu dekat kita akan selesaikan Standar Operasional Prosedur (SOP)-nya agar kapal dapat segera beroperasi,” ungkapnya. Kadinkes Aceh Besar, Anita, SKM., M.Kes., menyampaikan rasa terima kasih kepada Kadishub Aceh atas kerjasama operasional KM Willem Toren ini. “Terima kasih kepada Pemerintah Aceh yang telah melakukan MoU dengan Pemerintah Aceh Besar untuk membantu masyarakat kami di Pulo Nasi,” ujarnya. Pasien rujukan di Pulo Aceh, tambahnya Anita, memang sangat membutuhkan adanya ambulans laut karena jarak ke daratan cukup jauh, dan membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1 hingga 2 jam. Kapal KM Willem Toren ini nantinya akan melayani pasien rujukan dari Pulo Nasi ke Banda Aceh. Sedangkan untuk pasien rujukan dari Pulo Breueh, saat ini sudah ada KM Lamuri milik Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. (AM)

KMP. BRR Adalah Sebuh Berkah

Pasca tsunami yang menghantam Aceh pada 2004 silam, Pemerintah Indonesia melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (BRR NAD-Nias) melakukan proses pemulihan pada setiap segi kehidupan masyarakat Aceh, salah satunya adalah sektor transportasi. Badan yang terbentuk melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2005 ini melakukan pembangunan ulang sarana dan prasaran transportasi di Aceh agar roda perekonomian dan aktivitas masyarakat Aceh dapat berjalan seperti sedia kala. Salah satu proyek besar yang dikerjakan pada saat itu adalah pembangunan kapal penyeberangan untuk menghidupkan kembali mobilitas masyarakat ke wilayah kepulauan di Aceh. Di antaranya; pembangunan kapal penumpang KMP BRR untuk penyeberangan lintasan Ulee Lheue – Balohan, dan pembangunan KMP Teluk Sinabang untuk penyeberangan di wilayah barat selatan Aceh ke Pulau Simeulue. KMP BRR dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui skema kontrak tahun jamak, yaitu anggaran Tahun 2007-2008, dan menelan biaya sebesar Rp. 26.426.603.700,- milyar. Anggaran sebesar itu menghasilkan kapal penyeberangan berkapasitas 911 Gross Tonage (GT) yang hingga saat ini masih bermanfaat bagi kemudahan transportasi masyarakat Aceh. Kapal dengan panjang 61.3 m dan lebar 13.2 m ini mampu menampung 377 penumpang serta 25 unit kendaraan campuran. Dari informasi yang berhasil dihimpun oleh AcehTRANSit dari berbagai sumber, salah satunya Mahyus Syafril, Kepala Bidang Pelayaran Dinas Perhubungan Aceh Tahun 2018-2020, KMP BRR dibangun di galangan kapal PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Palembang. Ia menuturkan, setelah selesai pembangunan pada awal tahun 2009, KMP BRR diberangkatkan dari galangan Kodja Bahari melintasi sungai Musi Palembang menuju Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh. “Saya masih ingat sekali, kapal BRR tiba di Banda Aceh (Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue) pada tanggal 9 Februari 2009,” kenangnya. Mahyus merupakan salah satu saksi sejarah pembangunan kapal BRR. Sebab, kala itu ia bertugas di Satuan Kerja (Satker) BRR Pemeliharaan, Rehabilitasi Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Laut. Kapal BRR diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Senin, 23 Februari 2009, bersamaan dengan penandatanganan prasasti sejumlah proyek besar BRR lainnya di Aceh. Peresmian KMP BRR saat itu, sebut Mahyus, bersamaan pula dengan peresmian atas selesainya pembangunan kembali Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang hancur akibat tsunami. Setelah pembangunan KMP BRR selesai, kapal penyeberangan ini kepemilikannya (aset) tercatat di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan karena merupakan barang milik negara (BMN). “Setelah pengadaan kapal, BRR menyerahkan aset kapal tersebut ke kementerian, saat itu masih Departemen Perhubungan, kalau tidak salah saya,” ujar Mahyus. Pada tahun yang sama, lanjut Mahyus, Dinas Perhubungan Aceh mengusulkan kepada Ditjen Perhubungan Darat untuk menyerahkan operasional dan pengelolaan KMP BRR kepada Pemerintah Aceh agar bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat Aceh. Penyerahan operasional ini terealisasi pada tahun yang sama (Tahun 2009) melalui penandatanganan Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO) KMP BRR antara Ditjen Perhubungan Darat dengan Pemerintah Aceh. Melalui BASTO ini, sebut Mahyus, setidaknya ada 2 manfaat besar yang diterima oleh Aceh, yaitu mendukung Pemasukan Asli Daerah (PAD), dan Pemerintah Aceh punya kewenangan untuk mengelola kapal secara langsung. Sedangkan untuk pelaksanaan operasionalnya, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh melakukan kerjasama operasi melalui perjanjian sewa pemanfaatan KMP BRR dengan PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, selaku perusahaan yang bergerak di bidang transportasi penyeberangan. Guna lebih mengoptimalkan pemanfaatan KMP BRR untuk kepentingan masyarakat Aceh, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh mengusulkan kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia untuk melakukan pengalihan aset kapal dari Kementerian Perhubungan kepada Pemerintah Aceh. Pengalihan aset KMP BRR ini bagai berjalan di jalan yang panjang, butuh waktu lama dan cukup rumit karena melibatkan banyak pihak dalam prosesnya. Hingga akhirnya, pada tanggal 16 April 2018, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyetujui permohonan pemindahtanganan aset kapal yang pembangunannya didekasikan untuk masyarakat Aceh yang tertimpa musibah tsunami tujuh belas tahun lalu. Persetujuan ini disampaikan melalui surat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Republik Indonesia Nomor B-1067/Kemensetneg/Ses/PB.02/04/2018 kepada Menteri Keuangan tentang penyampaian persetujuan presiden atas permohonan pemindahtanganan barang milik negara melalui mekanisme hibah. Selanjutnya pengalihan aset KMP BRR dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, yang ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Hibah antara Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono bersama Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, saat itu masih menjabat Plt Gubernur Aceh, di Jakarta pada 11 Januari 2019. Djoko Sasono, dalam sambutannya saat itu, mengharapkan pengalihan aset (hibah) KMP BRR ini dapat memudahkan Pemerintah Aceh dalam melakukan pengelolaan. Sehingga, tambahnya, pemanfaatan kapal dapat dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat Aceh. Pada kesempatan yang sama, Nova Iriansyah mengaku sangat bersyukur atas dilakukannya penyerahan aset KMP BRR kepada Pemerintah Aceh. “Sebuah momen yang hadir berkat kesabaran kita semua dalam menjemput berkah pembangunan,” sebutnya kala itu. Nova juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Perhubungan atas sinergisitas yang baik bersama Pemerintah Aceh selama ini. “Kami berupaya semaksimal mungkin agar pemanfaatan kapal penyeberangan tersebut (KMP BRR) dapat lebih optimal lagi untuk melayani masyarakat,” tutupnya. KMP BRR sangat berjasa terhadap kelancaran transportasi penyeberangan dari dan ke Pulau Weh, Sabang. Kapal ini juga telah memberikan begitu banyak sumbangsih pada perekonomian masyarakat, serta pertumbuhan pariwisata Sabang. Termasuk juga menyumbang pemasukan asli daerah (PAD). Berdasarkan data yang diperoleh AcehTRANSit terkait jumlah setoran PAD Aceh dari perjanjian sewa KMP BRR oleh PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, data yang diperoleh dari tahun 2014 hingga tahun 2021, total setoran yang telah masuk ke kas daerah sebesar Rp. 27.640.850.000,-. Jumlah tersebut telah melebihi biaya pengadaan kapal BRR pada tahun 2007 – 2008 yaitu sebesar 26,4 milyar. Kalau dilihat dari kacamata bisnis, ini tentu sangat menguntungkan karena keuntungan yang diterima telah melampaui modal. Akan tetapi, bila kita meminjam kacamata pemerintah dan melihat realita tersebut, sungguh KMP BRR adalah sebuah berkah bagi masyarakat Aceh. (AM)