Dishub

Kapal Feri Vs Pesiar: 12 Perbedaan yang Perlu Diketahui

Ada banyak perbedaan antara feri dan kapal pesiar – tetapi Anda mungkin tidak menyadari semuanya. Jika Anda bukan seseorang yang pernah berlayar sebelumnya, atau Anda belum pernah mencari layanan feri, Anda mungkin berasumsi bahwa mereka serupa. Namun sebenarnya tidak demikian, meskipun ada beberapa kesamaan yang mereka miliki. Dalam panduan ini, saya akan menjelaskan perbedaan utama antara feri dan kapal pesiar sehingga Anda selalu tahu cara membedakannya. Apakah Kapal Feri Dianggap sebagai Kapal Pesiar? Feri tidak dianggap sebagai kapal pesiar. Kapal-kapal tersebut merupakan jenis kapal yang berbeda-beda dengan tujuan yang berbeda – kapal feri adalah kapal pengangkut yang membawa Anda dari satu lokasi ke lokasi lain, sementara kapal pesiar berkeliling di beberapa pelabuhan dan sering kali kembali ke pelabuhan awal. Petunjuknya ada pada namanya – “feri” akan mengantar Anda dari titik A ke titik B, sementara “kapal pesiar” akan berlayar mengelilingi lautan dan pelabuhan dengan kecepatan yang lebih santai. Mungkin ada kebingungan karena beberapa kapal pesiar akan melakukan perjalanan dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain, bukan pulang pergi. Namun sebagai pemandu, Anda akan memesan kapal feri untuk mencapai tujuan Anda, sedangkan di kapal pesiar, kapal adalah tempat liburan sama seperti pelabuhan.Jelas sekali, saya mempunyai minat terhadap kapal pesiar dan saya sering berbicara dengan orang-orang yang mengatakan kepada saya bahwa mereka pernah naik kapal pesiar, hanya untuk kemudian mengatakan “hanya satu malam ke Prancis”. Mungkin itu terjadi di kapal pesiar, tapi mungkin juga tidak – mungkin saja kapal feri. Anda tidak naik kapal pesiar, Anda pergi ke Prancis. Anda kebetulan bepergian dengan kapal. 12 Perbedaan Kapal Pesiar dan Feri Berikut adalah beberapa perbedaan terbesar antara kapal pesiar dan feri: 1. Tujuan kapal Seperti yang telah saya sebutkan, tujuan kapal adalah salah satu perbedaan terbesar di antara keduanya. Pelayaran dimaksudkan untuk menjadi bagian dari pengalaman pemesanan Anda, sedangkan feri hanyalah transportasi – meskipun terkadang transportasi cukup nyaman. Pikirkan tentang tujuan Anda. Dengan kapal feri, tujuan Anda adalah mencapai suatu tempat di atas air – kapal feri akan membawa Anda ke sana. Dengan kapal pesiar, tujuan Anda hanyalah bersenang-senang – dan kapal itu sendiri memberikan banyak pengalaman itu. 2. Ukuran kapal Ada feri besar, dan ada kapal pesiar kecil, tapi aturan praktisnya, kapal pesiar akan selalu lebih besar dari feri. Kapal pesiar membawa lebih banyak penumpang dan memiliki lebih banyak hal untuk dilakukan di dalamnya, sementara kapal feri dirancang untuk perjalanan yang lebih pendek dan pada saat yang sama lebih sedikit penumpang. Sebagai panduan singkat, berikut ini gambaran MV John F. Kennedy (kapal feri Staten Island, MS Spirit of Britain (salah satu feri terbesar di dunia, dan Icon of the Seas (kapal pesiar terbesar di dunia)… Pengukuran MV John F Kennedy MS Spirit Inggris (Feri) Ikon Lautan (Kapal Pesiar) Panjang 277 kaki 698,8 kaki 1.198 kaki Tonase Kotor (volume internal) 2.109 GT 47.592GT 250.800GT Kapasitas penumpang 3.500 2.000 7.600 3. Pergerakan kapal Karena kedua jenis kapal tersebut memiliki tujuan yang berbeda, Anda tidak akan berada dalam situasi di mana Anda harus memilih di antara keduanya. Namun jika Anda mengalaminya – dan Anda menderita mabuk laut – maka Anda sebaiknya memesan kapal pesiar daripada kapal feri. Kapal feri jauh lebih kecil dan dibangun dengan anggaran yang lebih besar. Jadi Anda tidak hanya akan lebih merasakan pergerakan gelombang laut karena ukuran kapalnya, tetapi mereka juga tidak memiliki teknologi stabilisasi canggih yang dimiliki kapal pesiar modern. Jadi, jika Anda berada di kapal feri, Anda akan lebih merasakan pergerakan kapal dibandingkan dengan kapal pesiar besar. 4. Apa yang dapat dibawa oleh kapal Kapal pesiar dirancang murni untuk mengangkut penumpang – seringkali ribuan penumpang sekaligus. Ada beberapa contoh di mana kapal pesiar juga bisa berlayar dengan hewan peliharaan, namun ini sangat terbatas. Feri, sebaliknya, dapat mengangkut penumpang dan sering kali hewan peliharaan, terkadang berada di ruangan yang sama dengan pemiliknya. Dan mereka juga bisa membawa kendaraan juga. Banyak feri yang mengizinkan Anda naik ke kapal, sehingga Anda dapat berkendara di sisi lain dan melanjutkan perjalanan. 5. Biaya ongkos Maklum saja, biaya kapal feri dan kapal pesiar tidak sama. Dengan feri, Anda membayar jauh lebih sedikit – kapal pesiar mencakup banyak pilihan makanan, akomodasi yang lebih besar, dan lebih banyak hiburan. Perjalanan feri satu malam dari Dublin, Irlandia ke Cherbourg, Prancis akan menelan biaya sekitar £70. Dan meskipun mungkin untuk mendapatkan kapal pesiar dengan biaya sebesar ini, Anda biasanya akan membayar untuk perjalanan yang lebih lama dan tarif Anda bisa mencapai ribuan, tergantung pada pilihan kabin Anda. 6. Jarak yang ditempuh Kapal feri biasanya dirancang untuk perjalanan jarak pendek. Paling lama, mereka biasanya akan berlayar selama dua hari, meskipun jaraknya bisa sangat kecil dan hanya memakan waktu satu atau dua jam untuk menyelesaikannya – seperti rute feri Inggris ke Prancis. Kapal pesiar dirancang untuk pelayaran yang lebih lama, seringkali dengan beberapa hari laut berturut-turut. Dan mereka akan melakukan perjalanan jarak yang sangat jauh dalam satu pelayaran – bahkan kapal pesiar dunia akan mengelilingi seluruh dunia. 7. Jadwal Feri cenderung memiliki jadwal yang sangat statis. Mereka akan berlayar pada waktu yang sama dalam sehari, dan pada hari yang sama dalam seminggu, hampir setiap minggu. Dan tahun berikutnya, kapal feri tersebut kemungkinan besar akan menjalankan jadwal yang sangat mirip. Tidak perlu mengubahnya ketika kapal hanya berlayar bolak-balik antar tujuan. Kapal pesiar memiliki jadwal yang jauh lebih rumit. Mereka sering kali memiliki rencana perjalanan yang berbeda-beda, dan bergantian di antara mereka selama satu musim. Mereka mungkin menghabiskan musim panas di Eropa sebelum menyeberangi Samudera Atlantik untuk musim Karibia di musim dingin. Mereka mungkin benar-benar mengubah tempat mereka berada pada tahun berikutnya. Ada lebih banyak prediktabilitas dibandingkan feri, baik dan buruk. 8. Pilihan akomodasi Banyak feri yang bisa Anda gunakan untuk berlayar terutama ditujukan untuk perjalanan jarak pendek, namun ada beberapa yang memiliki akomodasi di kapal untuk para tamu, untuk pelayaran semalam. Namun pilihannya jauh lebih terbatas. P&O Ferries memang memiliki beragam pilihan kabin, mulai dari Standar hingga Kabin Club Suite. Namun jenis suite ini tidak sama dengan yang Anda dapatkan di kapal pesiar. Dan kamarnya masih cukup mendasar. Keunggulan Club Suite Cabin dibandingkan dengan Standard Cabin di kapal yang sama, antara lain TV, fasilitas minuman panas, dan ruang tamu terpisah. Di kapal pesiar, ini sering kali merupakan standar – mungkin bukan ruang tamu, tapi pasti tersedia di beberapa kabin Balkon dan

Mengenal Abbas Ibn Firnas, Bapak Penerbangan Dunia

Sejarah dipenuhi dengan kisah-kisah orang-orang legendaris yang berusaha terbang; tidak lebih dari mitos Icarus yang dikatakan terbang terlalu dekat dengan matahari dan terbakar. Faktanya, manusia pertama yang terbang adalah Abbas Abu Al-Qassim Ibn Firnas Ibn Wirdas Al-Takurini. Ibnu Firnas lahir di tempat yang sekarang dikenal sebagai Ronda, Spanyol pada tahun 810AD. Namun, ia tinggal di Cordoba, yang merupakan pusat pembelajaran dunia Islam pada saat itu. Ibnu Firnas adalah seorang ulama brilian yang memiliki keterampilan tingkat lanjut sebagai astronom, penemu, insinyur, penerbang, dokter, musisi dan penyair. Dia merancang antara lain jam air, kaca tidak berwarna, dan lensa korektif. Dia sangat tertarik pada perangkat mekanis dan terutama kristal, yang membawanya untuk melebur pasir menjadi kaca dan menciptakan gelas minum Andalusia. Konon ia terinspirasi oleh seorang stuntman bernama Armen Firman yang mengembangkan sarana simulasi penerbangan dengan mengamati alam dan memadukannya dengan pemahaman dasar mekanika penerbangan. Firman konon membuat semacam pakaian sutra yang diperkuat dengan batang kayu, yang digunakannya untuk memanjat ke puncak menara masjid agung di Cordoba, dan melompat. Meskipun dia tidak terbang, penemuannya cukup berkembang sehingga memperlambat kejatuhannya. Ini berarti dia hanya menderita luka ringan dibandingkan menjadi cacat atau lebih buruk lagi, meninggal. Menurut beberapa laporan, Ibnu Firnas berada di tengah kerumunan orang yang mengamati hal ini dan hal ini mendorongnya untuk mendalami dunia aeronautika sehingga ia mampu membuat mesin terbangnya sendiri 23 tahun setelah ia pertama kali mengamati Firman dan alat terbangnya. Ibnu Firnas terbang dengan sepasang sayap yang terbuat dari bulu asli dan dibuat dari kayu dan sutra. Dia kemudian pergi ke Jabal al-Arus dan melompat dari tebing. Pengamat menyatakan bahwa dia meluncur selama sepuluh menit sebelum mulai turun. Saat turun, dia menyadari bahwa dia memiliki kelemahan besar dalam desainnya. Dia terlalu fokus pada kemampuan dan mekanisme lepas landas dan lupa mempelajari keturunan dalam penerbangan. Ini berarti dia turun dan mendarat dengan kecepatan sangat tinggi, yang menyebabkan dia terluka parah. Selama dua belas tahun berikutnya, dia memikirkan apa yang salah dengan rancangannya dan dia menyimpulkan bahwa seperti burung, dia memerlukan ekor untuk memperlambat penurunannya. Dia tidak pernah lagi melakukan penerbangan seumur hidupnya tetapi berabad-abad kemudian, banyak orang mengikuti jejaknya untuk mempelajari ilmu pengetahuan dan mekanika penerbangan. Pada tahun 1976, Kelompok Kerja tata nama Sistem Planet menamai kawah bulan dengan namanya sebagai pengakuan atas pencapaiannya. Ada juga bandara yang dinamai menurut namanya di Bagdad yang dikenal sebagai Bandara Ibnu Firnas.(*) Sumber: Linkedin

Leubeung

Oleh Khairurrijal, Juara 3 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023 Subtema        : Budaya Bersih untuk Transportasi Hijau Judul              : Leubeung Leubeung merupakan suatu kosakata dalam Bahasa Aceh yang pada era lampau dimaksudkan sebagai suatu area genangan yang berfungsi sebagai tempat tampungan atau resapan air limbah rumah tangga seperti buangan air dari kamar mandi atau dapur. Leubeung biasanya berada berdekatan dengan sumur, kamar mandi, area dapur, dan memanfaatkan kedalaman alamiah kontur tanah atau digali sedalam 0,5 – 1 m serta tidak berbentuk konstruksi atau struktur bangunan tertentu. Keindahan leubeung akan dihiasi dengan jejeran pohon pisang, pandan wangi, talas dan jenis tumbuhan lainnya yang dapat hidup berdampingan dengan air comberan atau dalam Bahasa Aceh dikenal sebagai ie adeen. Pada era sebelum tahun 2000-an, leubeung dapat ditemui di banyak rumah masyarakat Aceh di wilayah perdesaan atau setidaknya di bagian tempat asal penulis yaitu wilayah pesisir utara – timur Aceh. Di era modern saat ini, leubeung menjadi padanan analogi kontradiktif terhadap standar pengelolaan limbah yang semestinya tersedia pada suatu tempat, usaha dan kegiatan. Budaya bersih untuk mewujudkan Transportasi Hijau tentu tidak hanya cukup pada upaya menumbuhkan empati terhadap lingkungan dan aktivitas penanganan kebersihan lingkungan semata, namun setidaknya perlu ditopang juga oleh beberapa aspek seperti sarana, prasarana, norma, pedoman, sumber daya manusia, aparatur, dan kampanye kebersihan. Dalam hal tema budaya bersih untuk transportasi hijau, penulis memaknai bahwa budaya bersih tidak hanya harus menyasar pada komponen perilaku pengelola, pengguna jasa, mitra dan stakeholder sektor transportasi dalam menjaga prasarana agar bersih dari sampah, namun budaya bersih perlu dikaji lebih luas bahkan pada aspek yang berada di bawah permukaan atau tersembunyi di balik layar operasional sektor transportasi. Contohnya sudah sesuai standarkah pengelolaan sampah dan limbah dari operasional sarana dan prasarana angkutan darat, laut, serta udara. Segmen tinjauan tulisan ini akan membahas tentang bagaimana penerapan “budaya bersih” di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Kota Banda Aceh. Besar harapan sumbangsih tulisan ini dapat dimaknai sebagai kontribusi konstruktif dari masyarakat dalam mendukung upaya Dinas Perhubungan Aceh untuk mewujudkan visi transportasi hijau di wilayah Aceh. Patut disyukuri bahwa Dinas Perhubungan Aceh selaku pengelola Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue telah menunjukkan secara konkret komitmennya dalam menjaga lingkungan hidup mulai dari memenuhi kewajiban perizinan lingkungan hidup, membangun kolaborasi kegiatan lingkungan hingga membangun kerjasama penanganan sampah terpilah dengan Bank Sampah Universitas Syiah Kuala. Konsistensi komitmen lingkungan tersebut terpampang secara jelas hingga tiga tahun terakhir melalui berbagai aksi dan postingan pada platform-platform media sosial milik Dinas Perhubungan Aceh. Di tengah kekaguman tersebut penulis tersentak oleh kenangan masa lalu yang bernostalgia ke kampung halaman. Betapa tidak! pada era modern ini masih dapat terciduk sebuah “Leubeung Raya” di halaman belakang Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, tepatnya di area belakang bangunan toilet dekat mushalla. Tidak dapat diketahui secara pasti apakah leubeung tersebut benar-benar difungsikan sebagai tempat penampungan resapan air kotor atau hanya terbentuk secara alami pada area yang topografi tanahnya relatif lebih rendah dari kawasan di sekitarnya. Apapun fungsi dan alasan terbentuknya, namun area genangan tersebut seperti menghantarkan kita kembali pulang ke rumah-rumah di wilayah perdesaan masa lampau. Sejenak terpikir apakah ini perlu kita lestarikan dengan baik agar kosakata leubeung tersosialisasi pada generasi mendatang atau wisatawan yang berkunjung. Beranjak dari lamunan tersebut, pertanyaan-pertanyaan besar lainnya bergemuruh di pikiran seperti, lantas bagaimana pengelolaan sampah dan limbah dari kapal KMP. Aceh Hebat 2, KMP. BRR, KMP. Papuyu, kapal-kapal cepat Express Bahari, dan kapal-kapal lainnya yang ada di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Hasil searching pada media sosial Dinas Perhubungan Aceh tidak menunjukkan adanya publikasi tentang pengelolaan limbah dari kapal di pelabuhan. Adakah prasarana dan kelembagaan untuk pengelolaan sampah secara terpilah dan penanganan limbah dari kapal di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto dan Winarni (2023) menyimpulkan bahwa timbulan sampah harian dari kapal seperti sisa makanan, plastik, kemasan makanan dan minuman, kemasan peralatan, suku cadang, kardus atau palet harus ditangani secara terpilah sesuai dengan kategori sampah. Begitu pula limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mesti ditangani sesuai prosedur yang tepat karena sampah dan limbah berpotensi merugikan alam sekitar dan akan memerlukan biaya yang sangat besar untuk memulihkan kembali jika menimbulkan dampak seperti pencemaran air laut, kerusakan kehidupan biota laut, kerusakan terumbu karang, penurunan estitika lingkungan atau kerusakan keindahan alam laut. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 24 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim diantaranya mengatur bahwa dalam hal fasilitas penutuhan kapal (ship recycling facilities) tidak memiliki peralatan pengelolaan limbah dan/atau sampah, maka limbah dan/atau sampah yang ada di atas kapal harus dibuang pada pelabuhan terakhir. Menerapkan peraturan tersebut serta regulasi/ketentuan lainnya secara komprehensif dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan adalah jalan menuju terwujudnya visi transportasi hijau atau green port pada Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Mewujudkan visi transportasi hijau melalui budaya bersih setidaknya perlu ditopang secara sinergis oleh 4 (empat) pilar, yaitu fasilitas penunjang lingkungan, norma atau Standar Operasional Prosedur (SOP), sumber daya aparatur, serta edukasi dan kampanye pola hidup bersih. Penyediaan fasilitas penunjang lingkungan seperti tempat penanganan sampah dan instalasi pengelolaan limbah harus mendapat perhatian prioritas jika Dinas Perhubungan Aceh benar-benar serius ingin mewujudkan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue sebagai suatu green port. Kenapa sampah dan limbah perlu menjadi prioritas penanganan? Pertama, karena timbulan sampah di pelabuhan penyeberangan bersifat kontinyu dan variatif sepanjang aktivitas mobilitas berlangsung, serta tersebar di seluruh area pelayanan dan jasa lainnya sehingga selayaknya penanganan sampah dilakukan pada suatu unit tertentu seperti Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) atau minimal unit pemilahan sampah seperti Bank Sampah. Kedua, karena Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue berpotensi menghasilkan limbah domestik dan B3 dari aktivitas operasional pelayanan, perkantoran, kegiatan usaha atau bisnis, serta limbah dari kapal yang bersandar di dermaga sehingga sepatutnya disediakan suatu bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah dan Limbah B3 yang memenuhi standar serta ketentuan teknis. Pemenuhan infrastruktur penunjang lingkungan yang representatif dan memadai adalah keniscayaan dalam mendukung terwujudnya budaya bersih menuju transportasi hijau. Norma atau SOP adalah instrumen penting yang sering terabaikan dalam mencapai sebuah visi adalah bagaimana mendetilkan kebutuhan, peran dan fungsi dari para pihak yang akan terlibat dalam misi-misi yang telah dirumuskan. Penerapan SOP yang baik dan

Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal

Oleh Zikrillah, Juara 2 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023 Subtema        : Transportasi perkotaan yang didambakan Judul              : Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal Pada kawasan perkotaan seperti Banda Aceh dan sebagian wilayah Aceh Besar yang menjadi penyangga ibu kota provinsi Aceh sebagai salah satu pusat kawasan pertumbuhan ekonomi, pembangunan insfrastruktur, jumlah penduduk, jumlah pendatang tentu akan terus meningkat dan mengakibatkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang signifikan terutama kendaraaan roda dua. Hal ini jika tidak  diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan permasalahan serius dimasa yang akan datang. Kemacetan yang memiliki banyak dampak buruk serta polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan akan memjadi kerugian yang besar. Kondisi angkutan umum yang ada sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut saat ini masih dirasakan belum dalam kondisi yang ideal, akibatnya kendaraan pribadi khususnya roda dua menjadi pilihan untuk melakukan perjalanan karena dianggap lebih murah dan praktis. Permasalahan ini menjadi semakin rumit, karena upaya pemerintah untuk menghadirkan angkutan massal perkotaan Transkutaraja saat ini sepertinya juga belum mampu menjadi solusi untuk mengatasi hal tersebut. Banyak pihak yang mungkin menganggap bahwa Transkutaraja saat ini telah berfungsi sebagai angkutan massal perkotaan yang ideal, namun sebenarnya terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan Transkutaraja masih tergolong sebagai angkutan umum. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 1 ayat 3, angkutan umum adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Berdasarkan hal tersebut angkutan umum lebih sesuai untuk perjalanan antar kota dan antar provinsi, bukan pada kawasan utama suatu wilayah perkotaan. Angkutan massal dalam perkotaan seharusnya mengikuti standar angkutan massal berbasis jalan yang diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Peraturan Menteri Perhubungan ini menjelaskan bahwa angkutan massal berbasis jalan merupakan suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di Kawasan Perkotaan. Mengacu kepada peraturan ini maka Transkutaraja saat ini masih memiliki fungsi sebagai angkutan umum dan belum berfungsi menjadi angkutan massal perkotaan, karena syarat dasar mengenai lajur khusus terproteksi belum diterapkan sehingga belum mampu memberikan pelayanan yang optimal. Agar Transkutaraja dapat memberikan pelayanan yang lebih baik maka perubahan fungsi dari angkutan umum menjadi angkutan massal perkotaan mutlak untuk segera dilakukan. Perubahan ini akan banyak sekali memberi manfaat dan keuntungan yang dirasakan masyarakat, tetapi dengan syarat pelaksanaan sistem transportasi massal ini dilakukan secara utuh dan lengkap berdasarkan konsep serta manajemen yang baik. Semua hal terkait pelaksanaan sistem transportasi massal Transkutaraja harus disusun dalam sebuah pedoman berupa standar operasional prosedur (SOP), diantaranya standar operasional prosedur pengoperasian kendaraan dan standar operasional prosedur penanganan keadaan darurat. Untuk melakukannya, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan seharusnya dijadikan sebagai acuan utama. Penerapan kebijakan yang sudah diterapkan di daerah lain bahkan di negara lain yang terbukti sukses menjadikan angkutan massal menjadi pilihan mayoritas penduduknya juga dapat menjadi tambahan referensi. Mengacu pada peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012, hal utama dan pertama yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah membuat lajur khusus terproteksi agar memastikan Transkutaraja memiliki keandalan tertutama dari sisi kepastian waktu tempuh. Hal ini dapat terjadi karena Transkutaraja tidak akan terjebak kemacetan dengan kendaraan lain, bahkan dengan kondisi bus Transkutaraja yang memiliki ukuran relatif besar bukan tidak mungkin menjadi penyebab utama kemacetan tersebut. Penerapan jalur khusus ini mungkin memang membutuhkan biaya yang besar, namun hal ini sebanding bahkan lebih besar dari manfaat jangka panjang yang akan diperoleh. Agar waktu tempuh Transkutaraja lebih optimal, maka hal selanjutnya yang harus menjadi perhatian adalah standar pemenuhan waktu dalam satu kali perjalanan harus ditetapkan untuk masing-masing rute. Apabila selama ini waktu yang dijadikan acuan kinerja Transkutaraja ditentukan dengan menetapkan jadwal kedatangan bus pada tiap-tiap halte, maka ada baiknya diganti dengan dengan selisih waktu antara atau headway bus, misalnya ditetapkan selama 5 (lima) menit. Untuk memastikan waktu ini terjaga dengan baik, maka jumlah bus harus dipastikan tercukupi untuk satu rute. Sebagai contoh bila satu bus melayani satu rute adalah rata-rata membutuhkan waktu 40 (empat puluh) menit, maka untuk menjaga waktu antara 5 (lima) menit harus disediakan sebanyak 40 (empat puluh) menit dibagi 5 (lima) menit yaitu 8 (delapan) unit bus. Penetapan standar waktu tempuh berdasarkan headway ini belum cukup apabila tidak diikuti dengan pengawasan dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi rahasia umum jika pengawasan yang dilakukan hanya melibatkan pihak internal maka hasilnya tidak akan terlalu optimal. Keterlibatan masyarakat khususnya pengguna angkutan massal Transkutaraja akan sangat dibutuhkan. Pada masa ini dimana perkembangan teknologi sangat pesat, maka persoalan ini dapat dengan mudah diatasi dengan pengggunaan teknologi informasi. Apabila pada setiap bus yang ada telah dipasang GPS Tracker, maka penyelenggara Transkutaraja dapat membuat aplikasi serupa yang digunakan pada trasportasi online, dimana calon penumpang akan mengetahui keberadaan bus yang akan menuju halte yang ada. Informasi ini juga dapat disampaikan melalui papan informasi digital pada tiap halte yang menyampaikan perkiraan waktu dalam hitungan menit terkait estimasi bus akan tiba di halte tersebut. Selanjutnya upaya lain yang harus diprioritaskan adalah penyempurnaan sarana dan prasarana Transkutaraja agar dapat memenuhi standar dari segi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan terkait angkutan massal berbasis jalan. Evaluasi secara menyeluruh mutlak dilakukan terhadap fasilitas dan pelaksanaan sistem transportasi angkutan massal Transkutaraja selama ini. Penyelenggara Transkutaraja harus memastikan jumlah petugas dan peralatan yang sudah tersedia cukup serta mumpuni untuk mendukung tujuan tersebut. Pada halte dan bus wajib dipastikan penerangannya cukup, udaranya sejuk, ramah disabilitas kemudian diupayakan terdapat CCTV dan petugas untuk memastikan kemananan serta informasi terkait gangguan keamanan tersedia. Hal ini juga berlaku untuk setiap titik pemberhentian bus yang belum memiliki halte, kenyamanan dan keamanannya juga harus terjamin. Estetika tangga untuk menaiki bus pada titik pemberhentian juga harus menjadi perhatian. Sedapat mungkin desain tangga baik bentuk dan warnanya diupayakan memiliki ciri khas yang serupa dengan halte yang ada, sehingga akan memberikan kesan yang lebih baik sebagai satu kesatuan sistem

Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034

Oleh Mohd. Febrianto, Juara 1 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023Subtema        : Budaya Bersih untuk Transportasi Hijau Judul              : Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 Polusi udara dan kemacetan lalu lintas menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh banyak kota di Indonesia, tak terkecuali kota Banda Aceh. Seiring laju pertumbuhan jumlah penduduk kota Banda Aceh yang berkembang pesat, mengakibatkan aktivitas masyarakat yang semakin padat dan kebutuhan mobilitas yang tinggi. Mobilitas penduduk yang tinggi dalam bentuk penggunaan kendaraan pribadi kerap menyebabkan kemacetan dan menimbulkan polusi udara di kota Banda Aceh. Emisi dari kendaraan bermotor mengakibatkan kurang lebih 70% pencemaran udara (Munawar, 1999). Penggunaan kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel, menghasilkan emisi gas dan partikel berbahaya ke udara, termasuk nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan partikel-partikel halus yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan kesehatan. Tingginya emisi kendaraan juga berkontribusi pada pembentukan ozon troposfer (O3), yang merupakan polutan udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat Banda Aceh. Namun, Banda Aceh patut bangga dengan pencapaian sebagai kota dengan polusi udara paling rendah di Indonesia. Hasil pengukuran Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index standar Amerika Serikat (AQI-US) pada 11 Agustus 2023, Banda Aceh memperoleh skor 13 poin yang menunjukkan bahwa kota Banda Aceh memiliki kadar polutan udara yang sangat rendah dan kualitas udara yang baik. Namun tidak cukup hanya dengan berbangga hati, pemerintah sejatinya perlu terus menggalakkan upaya-upaya inovatif di berbagai sektor untuk mempertahankan predikat tersebut. Kendati demikian, jauh sebelum mendapatkan predikat yang membanggakan tersebut, pemerintah kota Banda Aceh pada tahun 2014 telah merespon isu-isu lingkungan dengan mengusung Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 sebagai langkah solutif dalam upaya mengurangi dampak negatif dari mobilitas penduduk yang tinggi terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan ini bertujuan menjadikan Banda Aceh sebagai kota yang layak huni bagi masyarakat lokal dan eco-friendly city bagi wisatawan. Green City Initiative Kota Banda Aceh memiliki visi menjadi kota terhijau di Indonesia tahun 2034. Salah satu sektor yang memainkan peran besar guna mencapai visi tersebut adalah green transportation. Kebijakan yang ingin diwujudkan di tahun 2029 dari sektor ini adalah peningkatan penggunaan transportasi umum dan penurunan rasio kepemilikan kendaraan pribadi melalui pengembangan sistem transportasi umum yang ramah lingkungan dan terintegrasi (Kepala Bappeda Kota Banda Aceh, 2014). Perwujudan green transportation sudah mulai dirasakan dengan kehadiran Trans Kutaraja yang menjadi alternatif setelah ditinggalkannya moda transportasi publik tradisional “labi-labi”. Selain sebagai upaya menurunkan penggunaaan kendaraan pribadi guna mengurangi angka kemacetan di kota Banda Aceh, Teuku Faisal selaku Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Aceh menyebutkan bahwa Trans Kutaraja diproyeksikan menjadi angkutan massal yang terkoneksi dengan pusat aktivitas masyarakat, serta menjadi pilihan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar (Dishub Aceh, 2023). Sejak dioperasikan pada tahun 2016, hasil survei terkait persepsi masyarakat terhadap kebijakan Trans Kutaraja di tahun 2019 menyatakan bahwa selain Trans Kutaraja menjadi kebijakan yang tepat, moda transportasi publik ini juga dianggap dapat mengatasi masalah lingkungan (Merfazi, Sugiarto, dan Anggraini 2019). Eksistensi Trans Kutaraja ternyata memang jawaban dari kebutuhan mobilitas masyarakat. Sebagai bentuk kepedulian, Pemerintah Aceh memberi perhatian khusus pada tingginya permintaan pelayanan Trans Kutaraja dari masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar untuk menjangkau wilayah layanan yang lebih luas. Hingga saat ini Trans Kutaraja telah melayani 6 koridor utama dan 4 rute feeder lintas Banda Aceh – Aceh Besar. Namun demikian, untuk mewujudkan Green City Initiative melalui green transportation tidak cukup hanya dengan mengandalkan keberadaan Trans Kutaraja, sarana dan prasarana moda transportasi publik ini pun dituntut mampu mendukung keberlangsungan mobilitas tersebut dengan kondisi aman, nyaman, dan bersih. Halte merupakan salah satu prasarana Trans Kutaraja yang merujuk pada suatu tempat atau struktur yang dirancang khusus untuk melayani penumpang. Sebagai prasarana pendukung utama penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, halte diartikan sebagai tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Halte yang merupakan titik akses yang jelas bagi penumpang untuk menggunakan layanan Trans Kutaraja perlu mendapatkan perhatian. Karena sudah sewajarnya masyarakat akan merasa nyaman jika halte tempat mereka menunggu dalam kondisi bersih disertai lingkungan yang kondusif. Kondisi halte yang tercemar polusi udara dan bau dari sampah makanan akan mengganggu masyarakat pengguna layanan Trans Kutaraja. Tak ayal masyarakat pun rentan terkena sick building syndrome. Dalam dunia arsitektur, sick building syndrome diartikan sebagai permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kualitas udara dan polusi dalam bangunan yang ditempati, sehingga mempengaruhi produktivitas penghuninya (Susilawati, 2017). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti sirkulasi udara yang buruk, polusi kendaraan bermotor, asap rokok, serta pembuangan sisa hasil makanan. Halte yang mendapatkan minim perhatian akan mempengaruhi persepsi masyarakat dan berdampak pada buruknya layanan Trans Kutaraja. Oleh karenanya, sebagai langkah preventif dari dampak buruk lingkungan terhadap kesehatan masyarakat dalam menggunakan halte Trans Kutaraja, pemerintah perlu mengusung konsep Green Halte Trans Kutaraja. Selain mendukung cita-cita Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034, konsep ini diyakini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar dalam memanfaatkan layanan Trans Kutaraja, serta secara tak langsung akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah. Mengapa Green Halte Penting? Green halte adalah sebuah konsep yang berfokus pada pengembangan halte dengan mengintegrasikan konsep ramah lingkungan ke dalam infrastruktur transportasi Trans Kutaraja. Penerapan konsep green halte sangat penting dalam konteks transportasi perkotaan. Green halte tidak hanya sekedar infrastruktur fisik, namun juga merupakan simbol perubahan dalam perilaku dan budaya masyarakat. Dalam kaitannya dengan penggunaan Trans Kutaraja, green halte mengajak masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi publik yang didukung oleh fasilitas yang nyaman dan bersih. Merujuk pada manfaatnya, penerapan halte ramah lingkungan ini akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Penurunan polusi udara dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh dampak buruk lingkungan. Selain itu, green halte juga akan meningkatkan keindahan lingkungan perkotaan dengan perluasan ruang terbuka hijau di tengah-tengah lanskap perkotaan yang padat. Sehingga akan menciptakan tempat yang lebih menyenangkan bagi penumpang menunggu kedatangan Trans Kutaraja. Konsep green halte Trans Kutaraja juga

Jalan Tengah

Semangat untuk mandiri dan berdiri sendiri serta kebebasan menentukan arah kebijakan daerah tidak boleh dianggap sebelah mata. Upaya untuk mandiri dengan mengurus kebutuhan masyarakat dan kebutuhan kemajuan daerah timbul dari ide – ide yang putra daerah yang tampil serta berhasil diperantauan ingin memberika kontribusi untuk memajukan daerahnya merupakan hal yang sangat lumrah mengingat jika bukan putra daerah siapa lagi yang akan peduli. Dataran tinggi Bener Meriah dengan  tinggi rata – rata diatas permukaan laut 100-2.500 mdpl telah mengkaji kebutuhan dan sedang akan mengembangkan daerahnya menjadi satu dari beberapa pilihan pembangunan dry port di Aceh di tahun yang akan datang. Pemilihan kabupaten dengan gelar negeri diatas ekspor impor dengan  komuditi utama kopi yang kini peminat pembelinya terus meningkat tiap tahunnya. Pembangunan dry port istilah lain dari Pelabuhan darat ini meliputi empat komponen besar untuk menyukseskan berhasilnya pengimplementasikan suatu dry port untuk bertumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan. Komponen pengguna dry port, penyedia jasa layanan dry port, pemerintah dan komunitas. Pengguna dari layanan dry port seperti eksportir, importir dan trucking. Pengguna layanan dry port penting untuk dipertimbangkan dalam suatu kawasan mengingat mereka sangat bergantung pada layanan dry port sendiri. Hal yang paling mendasar menjadi point bagi pennguna dry port yakni berupa layanan baik kulitas pelayanan, keamanan dan kepemerintahan hal ini bea cukai, imigrasi dan karantina sebagai penyedia jasa layanan pada kawasan dry port. Selain layanan, kemudahan akses fasilitas infrastruktur dry port mempengaruhi ketertarikan pengguna dry port.  Kemudahan akses dan layanan fasilitas dry port harus bernilai ekonomis dan efesien dari sisi pengguna karena dengan demikian tidak timbul biaya tambahan untuk operasinal penggunaan dry port. Salah satu komponen penting yang harus dan masuk dalam pertimbangan dari pembangunan dry port  terpenuhinya unsur konektivitas antar moda transportasi. Penentuan kriterian konektivitas antar moda yang digunakan harus efektif dan efesien guna menghindari tambahan biaya yang harus dikeluakan oleh pengguna layanan. Dry port identik dengan fasilitas kepelabuhan guna memudahkan serta keefektifan waktu dan biaya yang ditimbulkan akibat keterbatasan infrastruktur kepelabuhan untuk melakukan proses bisnis. Secara wilayah tatanan kepelabuhan Aceh layak ekspor impor wilayah timur memiliki lokasi Pelabuhan Kota Langsa dan Pelabuhan Krueng Geukuh,  Aceh Utara. Secara geografis Pelabuhan Langsa secara tidak langsung berdampingan  dengan Pelabuhan Belawan, Sumatera Utara. Pelabuhan Kota Langsa juga berdampingan dengan kawasan hutan lindung memiliki dinamika tersendiri untuk melakukan pengembangan pelabuhan secara teknis, namun juga wilayah yang mengapit Aceh Timur dan Aceh Tamiang sebagai produksi tanaman sawit komoditi yang paling potensial dikirim keluar Aceh. Pelabuhan Krueng Geukuh bagai simpang tiga di suatu komplek perumahan yang menjadi pusat perbelanjaan tukang ikan dan sayur keliling. Mengapa Krueng Geukuh menjadi simpang tiga pada wilayah timur ini karena dalam posisinya pelabuhan ini mudah diakses mulai dari Sigli hingga Bireuen sebagai penghasil kakao, pinang dan kelapa, Aceh Tengah dan Bener Meriah sebagai penghasil kopi, buah dan sayur sayuran dan sebahagian wilayah Aceh Timur sawit dan hasil tambak lainnya. Krueng Geukuh sebagai jalur lalu lintasan nasional yang mengapit tiga wilayah timur ini memiliki moda yang khusus pada saat ini yakni kerta api. Yang mana pada alur distribusi setelah pensegelan kontainer moda yang paling efesien adalah moda kereta api yang terkoneksi dengan Pelabuhan laut Krueng Geukuh. Kemudahan yang didapat dari konektivitas antar moda untuk mengurangi double handling yakni perpindahan barang sebelum ke atas kereta api harus dahulu menggunakan truk sehingga perpindahan antar moda menambah biaya yang harunya tidak terjadi jika telah terkoneksi. Wilayah pusat Kota Banda Aceh pelabuhan laut yang melayani ekspor impor ada pada Pelabuhan  Laut Malahayati yang sebahagian penggunanya toke ikan yang berada di Kota Banda Aceh dan sebahagian Aceh Besar dengan komoditinya  cengkeh dan sebahagian kelapa dan kelapa sawit. Wilayah pantai barat – selatan operasinal ekspor impor dilakukan dipelabuhan Calang, Aceh Jaya dan Meulaboh, Aceh Barat dengan hasil komoditi terbesar kelapa sawit dan buah pala. Di ujung Aceh Singkil ada pelabuhan yang juga sering digunakan untuk pengiriman CPO hasil sawit wilayah Aceh Singkil dan sekitarnya. Hadirnya pelabuhan setiap daerah terkadang menjadi problematika sendiri untuk pengiriman barang komuditi hasil alam terutama komoditi yang hasil panenanya secara musiman seperti kopi namun tidak berlaku bagi kelapa sawit dan kakao yang menghasilkan sepanjang masa. Upaya ‘asal ada dulu’ kini tidak relevan lagi sesuai dengan perkembangan zaman, dengan sumber dana yang terus menipis yakni dana otonomi khusus daerah harus berpikir lebih kebutuhan jangka panjang untuk keberlangsungan kesejahteraan masyarakat.(*) Oleh Teuku Fajar Hakim, ASN Dinas Perhubungan Aceh Versi cetak digital dapat diakses dilaman:https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Trans Koetaradja Ramah Difabel dengan Gerakan Syedara Difabel

Oleh Mohd FebriantoJuara 2 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2022 Sebagai penyandang status ibu Kota provinsi, kota Banda Aceh mengalami laju pertumbuhan penduduk yang sangat signifikan. Pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh meningkat dalam 2 tahun terakhir. Berdasarkan data yang dihasilkan oleh BPS Kota Banda Aceh, laju pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh meningkat sebesar 0.84 di Tahun 2020-2021. Jumlah penduduk Kota Banda Aceh di Tahun 2020 adalah sebesar 252.899 dan di tahun 2021 sebesar 255.029 (Kota Banda Aceh dalam Angka). Pertumbuhan jumlah penduduk Kota Banda Aceh menyebabkan aktivitas masyarakat meningkat dan menjadi sangat beragam, sehingga berdampak terhadap meningkatnya mobilitas masyarakat yang tinggi. Mobilitas yang tinggi dan aktivitas yang beragam memicu kepada kebutuhan transportasi yang menjadi sarana mobilitas antar ruang dalam suatu wilayah. Sebagai salah satu elemen dari sistem transportasi perkotaan, transportasi publik memegang peranan yang sangat penting dan strategis (Renny, Noer, dan Ashfa, 2021). Dulu, di Banda Aceh dan Aceh Besar terdapat moda transportasi publik yang dikenal dengan “Labi-Labi” dan “Damri”. Kedua jenis angkutan tersebut sangat membantu mobilitas masyarakat tidak hanya dalam Kota Banda Aceh, tapi juga antar kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Namun, seiring waktu, moda transportasi publik itu pun tergerus akan keharusan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Kecenderungan masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi didasarkan pada pertimbangan efisiensi waktu dan rute perjalanan, kenyamanan, dan keamanan transportasi publik. Tak ayal masyarakat pun rela untuk mendapatkan kendaraan pribadi secara kredit. Meningkatnya jumlah kendaraan pribadi pun pada akhirnya membawa permasalahan tersendiri. Dampaknya adalah kemacetan dan polusi yang meningkat. Pada Tahun 2016 Pemerintah Aceh telah meluncurkan Trans Koetaradja sebagai jawaban terhadap permasalahan kemacetan dan polusi yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah kepemilikan kendaraan. Trans Koetaradja pun mulai menjadi moda transportasi publik pilihan masyarakat. Kemanfaatan moda transportasi publik ini sangat dirasakan oleh masyarakat umum, pelajar dan mahasiswa, bahkan wisatawan. Namun demikian, sebagai salah satu sarana pelayanan publik, sistem transportasi Trans Koetaradja juga harus memperhatikan asas-asas keadilan dan non-diskriminatif sebagaimana amanat dari Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa suatu pelayanan publik dikatakan baik dan berkualitas jika memenuhi asas kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, kecepatan kemudahan dan keterjangkauan. Sebagai penyelenggara pelayanan publik, Trans Koetaradja pun tak terlepas dari asas pelayanan publik yang baik dan berkualitas. Salah satunya adalah dengan mengedepankan keadilan dan memberikan perlakuan khusus kepada kaum difabel. Karena kaum difabel juga termasuk dalam kategori kelompok rentan, selain orang tua, anak-anak, dan wanita. Syafi’ie mengemukakan bahwa difabel adalah singkatan dari Bahasa Inggris, yaitu different ability people atau differently abled people. Secara harfiah difabel diartikan sebagai sesuatu yang berbeda, yaitu orang-orang yang dikategorikan memiliki kemampuan yang berbeda dari manusia pada umumnya (Syafi’ie, 2020). Difabel juga dikenal dengan sebutan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas adalah sebutan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Kemanfaatan penggunaan Trans Koetaradja sejauh ini belum begitu dirasakan oleh para penyandang disabilitas. Memang wajar jika kaum difabel merasa “minder” dan diskriminatif untuk menggunakan fasilitas atau sarana publik jika mereka tidak merasa disetarakan atau dikhususkan sebagaimana amanat undang-undang pelayanan publik. Beberapa permasalahan terkait penggunaan Trans Koetaradja oleh penyandang disabilitas dapat berupa halte yang belum sepenuhnya memberikan kemudahan akses bagi difabel, belum adanya kursi roda dan tempat duduk khusus bagi kaum difabel di dalam bus, atau bahkan kemampuan petugas Trans Koetaradja yang belum secara komprehensif mengetahui dan mampu melayani pengguna penyandang disabilitas secara baik dan benar. Ketertarikan atau minat pemanfaatan Trans Koetaradja oleh penyandang disabilitas dirasa masih sangat minim. Jarang sekali ditemui penyandang disabilitas berada di halte-halte menunggu kedatangan Trans Koetaradja. Secara psikologis, memang wajar jika penyandang disabilitas malu dan bahkan takut untuk menggunakan sarana dan fasilitas publik seperti Trans Koetaradja. Ketakutan ini bisa disebabkan oleh lingkungan yang tidak kondusif dan dianggap resisten terhadap keberadaan mereka. Bisa juga berupa kekhawatiran mereka untuk mampu menggunakan fasilitas Trans Koetaradja secara mandiri, mulai sejak menaiki halte menggunakan ramp hingga keterbatasan dalam mengetahui rute Trans Koetaradja. Oleh karenanya, dalam mendorong Trans Koetaradja yang ramah terhadap kaum difabel perlu dilakukan gerakan strategis yang dapat menciptakan suasana dan fasilitas yang kondusif dan nyaman bagi penyandang disabilitas. Gerakan tersebut dapat diberi nama Syedara Difabel. Gerakan ini dibentuk sebagai langkah-langkah terobosan dimana penyandang disabilitas merupakan bagian dari kita. Selayaknya saudara, maka perlu ada kepedulian yang dikembangkan dalam implikasi sistem transportasi Trans Koetaradja. Langkah-langkah tersebut lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut. Airbrush Painting on Trans Koetaradja Upaya pertama yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan adalah dengan cara mempromosikan penggunaan Trans Koetaradja kepada penyandang disabilitas. Promosi ini dilakukan guna “merangkul” kaum difabel agar terlepas dari rasa takut dan kekhawatiran menggunakan Trans Koetaradja. Promosi dapat dilakukan dengan cara mengecat bodi bus Trans Koetaradja layaknya airbrush painting. Sebagaimana yang telah dilakukan selama ini untuk menggenjot pariwisata di Aceh, yaitu dengan menampilkan situs-situs wisata di Aceh pada badan bus Trans Koetaradja. Dengan adanya promosi “berjalan” seperti ini, maka dapat meningkatkan minat penyandang disabilitas pada khususnya dan masyarakat lain pada umumnya. Peningkatan Fasilitas dan Sarana Trans Koetaradja Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan cara meningkatkan fasilitas Trans Koetaradja seperti halte dan ketersediaan kursi roda dalam bus Trans Koetaradja. Sejauh ini halte Trans Koetaradja sudah cukup memadai dengan tersedianya ramp sebagai jalur khusus bagi penyandang disabilitas. Namun perlu ada evaluasi terhadap ketersediaan ramp yang ada saat ini. Evaluasi ini perlu dilakukan secara berkala agar fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan oleh difabel terpelihara dengan baik. Selain itu, ramp-ramp yang tersedia pada halte Trans Koetaradja juga harus kembali diperhatikan tingkat kecuramannya. Berdasarkan standar fasilitas difabel, ramp di luar bangunan harus memiliki kelandaian 5° atau perbandingan antara tinggi dan kemiringan 1:12. Selain itu, ramp juga sangat dianjurkan memiliki tepi pengaman dan permukaan datar untuk tempat beristirahat (Permen PUPR No. 14/PRT/M/2017). Selanjutnya, sangat diperlukan adanya ketersediaan papan

Transportasi Logistik dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Aceh  

Oleh Masri FithrianJuara 3 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2022 Logistik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pengadaan, perawatan, distribusi dan penyediaan (untuk mengganti) perlengkapan, perbekalan dan ketenagaan. Dengan kata lain, pengertian umum dari logistik adalah proses perpindahan produk barang atau jasa, energi, sumber daya alam lainnya dari titik awal sampai ke titik pengguna. Dalam sistem logistik, komponen penting selain pengadaan persediaan, penanganan dan penyimpanan, struktur fasilitas adalah transportasi. Secara kontekstual, transportasi logistik merupakan upaya pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana perhubungan untuk kelancaran distribusi logistik. Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional telah menyusun rencana aksi dalam rangka meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional. Reformasi sistem logistik nasional bertujuan menurunkan biaya logistik dari 24% dari total menjadi 17% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2024. Langkah strategis pemerintah adalah peningkatan efisiensi pelabuhan guna menekan biaya logistik nasional. Menurut studi dari Bank Dunia pada tahun 2014, biaya logistik dari angkutan laut di Indonesia berkontribusi sebesar 2% – 3% dari harga barang di tingkat konsumen, sementara biaya tunggu di pelabuhan akibat dwelling rime jauh lebih besar dengan kontribusi studi 6%-15% dari harga barang. (analisis.kontan.co.id, 27/10/2020). Melalui Intruksi Presiden tersebut, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) bersama kementerian lain mempunyai tugas besar dalam meningkatkan efisiensi proses logistik dengan fasilitasi akses layanan logistik melalui platform-platform logistik baik sektor transportasi, sektor pelayaran (shipping), sektor pelabuhan dan sektor depo peti kemas serta kolaborasi end to end. Pembenahan transportasi logistik diharapkan mampu menggenjot Logistic Performance Indeks (LPI) Indonesia yang berada pada peringkat 46 dari 160 negara pada tahun 2018. (lpi.worldbank.org, 26/08/2022) Transportasi Logistik Secara nasional, Kemenhub telah melakukan beberapa terobosan besar bidang transportasi logistik. Pembangunan 11 lokasi pelabuhan penyeberangan dari target 36 lokasi sampai 2024 telah selesai pengerjaannya. Optimalisasi program tol laut juga terus dilakukan, saat ini ada 32 kapal yang telah beroperasi melayani 32 trayek dan menyinggahi 114 pelabuhan, termasuk trayek Provinsi Papua dan Papua Barat. Pembenahan infrastruktur perhubungan udara juga terus lakukan, pemerintah menargetkan realisasi pembangunan 10 bandara baru yang melayani 43 rute jembatan udara pada akhir tahun 2024.  (dephub.go.id, 26/08/2022). Di Aceh sendiri, Dinas Perhubungan Aceh (Dishub Aceh) terus melakukan pengelolaan dan penyediaan sarana dan prasarana perhubungan jalur darat, laut maupun udara yang mendukung transportasi logistik. Sarana dan prasarana tersebut yaitu: 1. Prasarana transportasi darat yang sudah tersedia adalah: (a) tiga terminal tipe A, (b) sepuluh terminal tipe B, dan (c) satu kereta api perintis Cut Meutia yang menghubungkan Krueng Guekuh – Kuta Blang. 2. Prasarana transportasi laut yang sudah beroperasi meliputi: (a) delapan pelabuhan penyeberangan, dan (b) sepuluh pelabuhan laut termasuk 1 (satu) pelabuhan peti kemas Malahayati di Krueng Raya, Aceh Besar dan 2 (dua) pelabuhan internasional di Krueng Geukuh dan Kuala Langsa. 3.  Prasararana transportasi udara yang sudah beraktivitas selama ini ada dua belas landasan bandar udara. Nama dan lokasi dari bandar udara tersebut ialah : (1) Sultan Iskandar Muda Aceh Besar, (2) Cut Nyak Dhien Nagan Raya, (3) Lasikin Sinabang, (4) T. Cut Ali Tapaktuan, (5) Rembele Takengon, Bener Meriah, (6) Maimun Saleh Sabang (7) Satuan Pelayanan Bandara Malikul Saleh Aceh Utara, (8) Kuala Batee Blangpidie, (9) Alas Leuser Kutacane, (10) Hamzah Fansuri Aceh Singkil, (11) Satuan Pelayanan Bandara Patiambang Gayo Lues, dan (12) Airstrip Kota Langsa. 4. Sarana pendukung transportasi logistik laut di Aceh yang menghubungkan daratan dan kepulauan dalam wilayah Aceh dan Sumatera Utara adalah tersedianya sepuluh angkutan penyeberangan. Adapun nama Kapal Motor Penumpang (KMP) dan rute pelayarannya ialah: (1) KMP. BRR dengan lintasan Ulee Lheu- Sabang (PP), (2) KMP. Labuhan Haji dengan lintasan Sinabang-Labuhan Haji- Singkil (PP), (3) KMP. Teluk Sinabang dengan lintasan Sinabang-Meulaboh-Sinabang-Labuhan Haji, (4) KMP. Tanjung Burang dengan lintasan Ulee Lheu-Balohan (PP), (5) KMP. Papayu dengan lintasan Ulee Lheu-Balohan (PP), (6) KMP. Teluk Singkil dengan Lintasan Singkil-Pulau Banyak, Singkil-Gunong Sitoli (PP), (7) Wira Mutiara dengan lintasan Singkil-Gunong Sitoli (PP), (8) KMP. Aceh Hebat 1 dengan lintasan Calang-Sinabang (PP), (9) KMP. Aceh Hebat 2 dengan lintasan Ulee Lheu-Balohan (PP), dan (10) KMP. Aceh Hebat 3 dengan lintasan Singkil-Pulai Banyak (PP). (dishub.acehprov.go.id, 25/08/2022) Pendorong Pertumbuhan ekonomi Berdasarkan Laporan Perekonomian Provinsi Aceh Mei 2022 dari Bank Indonesia terhadap perkembangan inflasi daerah Provinsi Aceh triwulan I 2022, Aceh menjadi daerah inflasi tertinggi kedua di Sumatera setelah provinsi Bangka Belitung dengan angka inflasi yang tercatat sebesar 3,63 % (yoy) atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya 2,24% (yoy).  Dari analisis inflasi kelompok barang transportasi pada triwulan I 2022, tercatat inflasi sebesar 6,14% (yoy) dengan andil 0,74% terhadap inflasi secara keseluruhan lebih tinggi dibanding periode sebelumnya 0,57% (yoy). Naiknya angka inflasi kelompok transportasi bisa mempengaruhi melambatnya pertumbuhan ekonomi dari sektor lapangan usaha transportasi dan pergudangan.   Disamping itu, merujuk pada hasil riset Kartiasih, F (2019), pertumbuhan ekonomi di provinsi – provinsi di Indonesia dipengaruhi oleh infrastruktur transportasi yang ada. Secara bersama sama infrastruktur transportasi mempengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan dengan koefisien determinasi sebesar 99%. Secara parsial, jumlah mobil penumpang, mobil barang, sepeda motor, arus pesawat, dan arus bongkar muat barang di pelabuhan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi sementara jumlah bis dan panjang jalan tidak berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian, Pemerintah Aceh perlu mengambil kebijakan dan langkah strategis ke depan terkait pembenahan transportasi logistik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Aceh. Untuk itulah, Dishub Aceh sebagai penanggung jawab transportasi dapat melakukan pembenahan transportasi logistik yang terintegral dan terkonsolidasi dengan beberapa upaya prioritas sebagai berikut: 1.  Peningkatan Fasilitas Transportasi Logistik Pelabuhan Di Aceh, ketersediaan fasilitas transportasi logistik pelabuhan yang menunjang kegiatan ekspor impor masih perlu peningkatan dan pembenahan.  Bukti kuat perlunya prioritas pembenahan fasilitas transportasi logistik pelabuhan adalah keberhasilan Pelabuhan Indonesia I (Pelindo I) Cabang Malahayati dalam menurunkan biaya logistik dari Jakarta-Aceh. Pelabuhan Malahayati (terminal peti kemas) telah memiliki fasilitas dermaga yang mampu menampung 3 kapal berukuran 100 meter dengan muatan 300 TEUs peti kemas, ditambah dengan ketersediaan fasilitas pendukung lain seperti peralatan bongkar muat dan truk pengangkut. Akhirnya, biaya logistik dari Jakarta ke Aceh turun lebih murah dengan waktu yang relatif lebih singkat yaitu 4 hari (±Rp7,5 Juta). Perbandingannya adalah biaya logistik melalui angkutan darat Jakarta-Aceh via Merak-Bakauheni (± Rp17,5

Permasalahan dan Menambah Ketertarikan Generasi Milenial Terhadap Trans Koetaradja

Oleh Ridha Rosmarna DewiJuara 1 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2022 Trans Koetaradja tentu sudah tidak asing lagi didengar oleh masyarakat Aceh, khususnya warga Banda Aceh dan di sekitarnya. Kehadiran Trans Koetaradja memberikan warna baru dalam dunia transportasi umum, kehadirannya pun kerap digemari oleh sebagian kalangan masyarakat. Trans Koetaradja sudah mulai dioperasionalkan sejak tahun 2016 yang merupakan inovasi baru bagi Provinsi Aceh. Kehadiran Trans Koetaradja diharapkan mampu memberikan akses mobilitas yang merata kepada seluruh masyarakat hingga ke daerah terpencil. Dengan adanya Trans Koetaradja masalah pada transportasi kini dapat dikurangi. Seperti masalah pada masyarakat yang mobilitasnya terkadang terhambat oleh tidak adanya kendaraan pribadi, namun dengan adanya Trans Koetaradja diharapkan penghambatan mobilitas seperti ini dapat diatasi. Kehadiran Trans Koetaradja juga diharapkan dapat mendukung infrastruktur pertumbuhan ekonomi, mengurangi kecelakaan lalu lintas, menghindari kemacetan sehingga dapat menurunkan polusi udara, dan mampu menciptakan kondisi kota yang ramah lingkungan.1,2 Selain memiliki beberapa tujuan dan manfaat, Trans Koetaradja terus mengutamakan dan mempertahankan kualitasnya. Hal ini dapat terlihat dari suasana bus yang selalu bersih, fasilitasnya pun dilengkapi dengan AC (Air Conditioner) dan CCTV (Closed Circuit Televition) sehingga dari kamera tersebut dapat memantau perilaku pengemudi, dan kondisi penumpang di dalam bus. Tentu fasilitas yang ditawarkan menambah kenyamanan dan keamanan bagi para penumpang. Tidak hanya itu, tarif biaya yang akan diberlakukan juga sangat ekonomis dan cara pembayarannya juga bisa dengan menggunakan berbagai cara nantinya, yaitu dengan cara tunai maupun nontunai seperti: LinkAja, T-Money, OVO, GoPay, dan lain-lain. Hal ini merupakan inovasi yang patut diapresiasi karena pemerintah Aceh sangat sigap dalam mengikuti perkembangan digital yang semakin hari semakin berkembang. Dengan adanya metode pembayaran digital, tanpa disadari mampu menambah wawasan baru pula bagi para penumpang dalam mengikuti perkembangan zaman khususnya bagi generasi milenial. Namun, beberapa tujuan tersebut sepertinya belum sepenuhnya tercapai. Sungguh disayangkan fasilitas yang begitu nyaman dan mudah belum mampu menambah ketertarikan generasi milenial pada Trans Koetaradja. Hal ini dapat dilihat dari data statistik yang memperlihatkan penggunaan transportasi pribadi terus meningkat di setiap tahunnya.3,4 Tentu hal ini belum relevan dengan tujuan dioperasionalkannya Trans Koetaradja. Seharusnya dengan adanya Trans Koetaradja mampu menekan jumlah penggunaan transportasi pribadi di setiap tahunnya. Banyaknya penggunaan transportasi pribadi yang terus meningkat dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah faktor status ekonomi. Semakin tinggi pendapatan masyarakat semakin berpeluang generasi milenial menggunakan transportasi pribadi dibandingkan dengan transportasi umum.5 Jika hal ini terus berlanjut, tradisi sosial-budaya menggunakan transportasi umum akan hilang tingkat eksistensinya dan pelajaran moral yang didapat dalam tata krama penggunaan transportasi umum juga akan menurun. Akibatnya lahirlah generasi milenial yang tidak tertarik pada tranportasi umum dan kurang berkembangnya nilai sosial budaya bagi kehidupan yang berkualitas. Ketertarikan generasi milenial pada Trans Koetaradja diharapkan dapat meningkat sehingga mampu mewujudkan tujuan pokok dari dioperasionalkannya Trans Koetaradja dan mampu mewujudkan tujuan visual yang berdampak positif bagi sosial budaya, seperti mampu membangun kembali tradisi menggunakan transportasi umum di kalangan generasi milenial yang sedikit demi sedikit kini mulai menghilang. Jika dipahami lebih luas lagi, dengan menggunakan Trans Koetaradja juga dapat melatih generasi milenial untuk lebih menghargai waktu dalam menghadapi keterlambatan mengakses Trans Koetaradja sehingga generasi milenial akan lebih disiplin dan lebih bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Pelajaran menarik lainnya dapat membentuk kepekaan terhadap lingkungan sekitar. Misalnya di dalam Trans Koetaradja terdapat penumpang lanjut usia yang tidak memiliki tempat duduk, generasi milenial bisa melatih kepeduliannya dengan cara memberikan tempat duduknya kepada penumpang lanjut usia tersebut dan tentu masih banyak lagi pelajaran moral yang akan didapat. Ironisnya, nilai-nilai positif tersebut sudah jarang terlihat terlebih lagi karena banyaknya dari generasi milenial saat ini lebih tertarik menggunakan transportasi pribadi dibandingkan dengan transportasi umum. Sinurat, dkk mengungkapkan beberapa alasan kurangnya ketertarikan masyarakat pada Trans Koetaradja yaitu, pertama: pengaruh pendapatan. Dari hasil penelitian didapat bahwa tingkat pendapatan responden berpengaruh negatif dan signifikan terhadap intensitas penggunaan Trans Koetaradja, yang artinya semakin tinggi pendapatan masyarakat maka semakin menurun intensitas pemakaian transportasi umum. Yang kedua: pengaruh waktu, masyarakat akan lebih senang jika lokasi halte Trans Koetaradja lebih mudah dijangkau, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju halte Trans Koetaradja. Yang ketiga: pengaruh jarak, Semakin jauh jarak tempuh Trans Koetaradja akan meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakannya. Bertambahnya jangkauan rute Trans Koetaradja akan menambah tujuan-tujuan mobilitas masyarakat.5 Selain itu keluhan mengenai keterlambatan kedatangan Trans Koetaradja juga dikeluhkan oleh masyarakat sebanyak 37% yang merupakan tingkat keluhan tertinggi mengenai layanan Trans Koetaradja.6 Beberapa keluhan tersebut sudah mendapat perhatian pemerintah dan sedang ditindaklanjuti demi kelancaran operasional dan demi menambah ketertarikan pada Trans Koetaradja. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aplikasi yang sudah mulai dirancang untuk melacak posisi Trans Koetaradja supaya penumpang tidak terlalu lama dalam menunggu. Bahkan bukan hanya pemerintah, Payana dkk juga terinspirasi dari permasalahan tersebut untuk menciptakan aplikasi pelacakan rute dan halte Trans Koetaradja menggunakan self position GPS berbasis android.7  Selain itu, upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk menarik minat pada Trans Koetaradja yaitu telah dilakukan uji coba pada hari Minggu tanggal 21 Agustus 2022 terhadap layanan ke sejumlah destinasi wisata yang ada di kota Banda Aceh dan Aceh besar bersama Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh dan Dinas Kebudayaan dan Parawisata (Disbudpar) Aceh diharapkan perluasan rute ini akan meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakannya.8 Namun, untuk menarik perhatian generasi milenial terhadap Trans Koetaradja sepertinya masih belum optimal. Mengenai masalah ketertarikan generasi milenial, perhatian pemerintah masih sangat minim. Gambaran ini terlihat dari fokus pemerintah yang lebih kepada meningkatkan kualitas Trans Koetaradja sedangkan pengenalan terhadap Trans Koetaradja itu sendiri masih sangat kurang. Seperti kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”, oleh karena itu penting bagi pemerintah untuk meningkatkan kembali pengenalan pada Trans Koetaradja kepada generasi milenial. Beberapa usaha pengenalan yang telah dilalukan pemerintah sebenarnya sudah baik, seperti pemanfaatan media sosial sebagai alternatif dalam mengedukasi masyarakat, khusunya generasi milenial.  Hal ini terlihat dengan adanya akun Dishub Aceh di media sosial seperti: Instagram, Tiktok, Twitter, bahkan Channel Youtube juga sudah ada. Namun, generasi milenial sebagian masih sangat jarang mengakses akun-akun tersebut. Untuk mengatasi hal ini pemerintah bisa memanfatkan jasa selebgram atau influencer Aceh untuk mempromosikan akun-akun tersebut dan bisa juga dengan cara membuat konten kreatif yang menarik berisi edukasi atau drama singkat tentang ayo naik bus Trans Koetaradja yang melibatkan orang-orang

Wisata Ceuraceu Eumbon, Berdayakan Masyarakat Gampong

Indah nan syahdu, mungkin itu ungkapan yang akan sering terbayang dalam benak pikiran kita selama mengikuti perjalanan wisata ini. Iya, wisata Ceuraceu Eumbon, salah satu wisata air yang sedang naik daun di Aceh pada tahun 2021 ini. Wisata air memang sudah lumrah kita temukan di Aceh, khususnya wisata air tawar. Namun, siapa sangka, bumi Aceh Jaya menawarkan wisata air yang begitu indah dan membuat mata penuh takjub. Perjalanan wisata menggunakan speedboat selama lebih kurang 3 jam ini dimulai dari Gampong Ceuraceu. Di dekat dermaganya, kita bisa melihat jembatan gantung yang menjadi satu-satunya akses masyarakat saat ingin beraktivitas ke luar. Namun bukan itu fokus kita kali ini, tetapi pemandangan indah di sepanjang Krueng Teunom sudah dimulai dari sini. Dimulai dengan jembatan gantung yang berdiri kokoh, berlatarkan pegunungan hijau yang bersilang. Bergerak 15 menit dari dermaga, kita menjumpai ‘pantai-pantai’ sungai yang penuh dengan pasir dan bebatuan kecil nan unik. Rasanya ingin langsung terjun ke sungai untuk berenang di antara ikan-ikan yang bermain di dalamnya. Tepian sungai yang dilalui ini juga masih terlihat sangat alami, artinya tidak banyak aktivitas masyarakat di daerah ini. Pengunjung bisa meminta kepada pemandu untuk berhenti di pantai sungai, baik untuk berswafoto, makan siang, berenang, atau shalat. Perjalanan pun lebih dinamis tidak diburu waktu, karena perjalanan yang disarankan dimulai pukul 7 atau 8 pagi. Di saat mata masih terpesona dengan pantai sungai yang indah, tebing-tebing tinggi menjulang ikut menyapa. Tebing batuan kapur yang ditumbuhi tumbuhan-tumbuhan kecil di sela-selanya ini menemani perjalanan wisata. Sungguh indah, rasanya seperti sedang berada di Grand Canyon-nya Sungai Colorado di Arizona Utara. Bedanya, tebing-tebing di sini tidak berupa ngarai yang berbentuk lembah dalam. Akan tetapi, ia adalah tebing bebatuan murni yang terbentuk oleh patahan-patahan yang telah terjadi selama beberapa abad yang lalu. Pemandangan indah yang telah kita lalui bukanlah sebuah akhir, Wisata Ceuraceu Eumbon masih menyimpan wahana air terjun sebagai sebuah kejutan. Rasanya pantas menjadikan air terjun sebagai titik istirahat setelah perjalanan selama lebih kurang 3 jam. Lokasinya berada tidak jauh dari bibir sungai. Hanya butuh waktu 5 menit berjalan kaki ke lokasi ini. Pihak pengelola telah membersihkan area air terjun dan membuat jalur setapak untuk memudahkan akses bagi pengunjung. Di air terjun, kita bisa menyantap makan siang sembari beristirahat, atau mandi di bawah air terjun sambil berswafoto bersama sejawat. Wisata ini dimotori oleh anak-anak muda sekitar Gampong Ceuraceu, Kecamatan Pasie Raya, Kabupaten Aceh Jaya sejak bulan Juli 2021 yang lalu. Mereka menggagas Komunitas Sadar Wisata Ceuraceu Eumbon dengan tujuan untuk bersama-sama membangun perekonomian masyarakat melalui sektor pariwisata. Maulidi, ketua komunitas ini, yang ditemui Aceh TRANSit, menyebutkan bahwa wisata Ceuraceu Eumbon masih baru, sehingga masih perlu pembenahan dan dukungan dari berbagai pihak. “Kita mengharapkan dukungan banyak pihak, khususnya Pemerintah Aceh dan Aceh Jaya, supaya pelayanan wisata ini terus membaik,” harapnya. Selama ini, ungkapnya, wisata Ceuraceu Eumbon sudah mulai memberi dampak positif bagi perekonomian masyarakat sekitar. Misalnya, paket penginapan dan makanan yang ditawarkan kepada pengunjung dengan memberdayakan masyarakat sekitar. Tidak cuma itu, untuk speedboat juga dikerjasamakan dengan masyarakat, sehingga pemilik boat bisa terberdayakan dengan wisata. Perjalanan ke sini membutuhkan waktu sekitar 3,5 jam dari Banda Aceh. Begitu tiba di Pasar Teunom Aceh Jaya, kita bisa meneruskan perjalanan selama 40 menit ke Gampong Ceuraceu. Kondisi jalan di daerah ini lumayan bagus, hanya saja di beberapa titik ada kerusakan akibat dilalui kendaraan berat. Tapi tentu saja tidak akan menurunkan semangat kita untuk cepat-cepat tiba di Ceuraceu. (Amsal Bunaiya) Selengkapnya donwload di: https://dishub.acehprov.go.id/aceh-transit-press/