Dishub

Pendaftaran Calon Taruna Dimulai Hari Ini, Berikut Alurnya

Alur Pendaftaran Seleksi Calon Taruna Jalur Reguler Pola Pembibitan 2020 Note : Poktekpel Malahayati mendapat kepercayaan untuk menerima Program Reguler (Pola Pembibitan) Tahun 2020 untuk jurusan : 1. Nautika (24 orang) 2. Permesinan Kapal (TEKNIKA) (24 orang) 3. Kelistrikan Kapal (ETO) (24 orang) *gambar by Poltekpel Malahayati

Pengabdian, Kebanggaan, dan Keresahan bersama Barisan Posko Perbatasan

  BAKTI NYATA INSAN PERHUBUNGAN Oleh : Muhajir, ST   Penyambutan tahun baru 2020 sudah dipersiapkan dengan gegap gempita di berbagai belahan dunia, hampir semua penduduk bumi menyusun suatu resolusi sebagai wujud cita-cita dan pengharapan pada tahun yang diprediksi sebagai tahun dengan kemajuan teknologi dan perekonomian yang akan melaju dengan pesat. Namun “in the last day at 2019” dunia dikejutkan dengan munculnya virus corona jenis baru di Wuhan – China yaitu SARS-CoV-2 yang kemudian menyebar begitu cepat dan massif hingga Pemerintah China melakukan total lockdown untuk satu kota tersebut. Hingga akhir April 2020 atau dalam kurun waktu 4 (empat) bulan saja sejak kasus pertama diumumkan, World Health Organization (WHO) telah melaporkan konfirmasi kasus positif Coronavirus disease (Covid-19) lebih dari 3 juta jiwa di lebih dari 200 negara atau wilayah teritori termasuk Indonesia, dengan tingkat kematian secara global mencapai 18%. Begitu cepat dan luasnya cakupan jumlah orang dan wilayah yang terpapar virus ini hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020 secara resmi menyatakan virus corona (COVID-19) sebagai Global Pandemic, serta memberi alarm pada otoritas/pemerintah semua negara di dunia untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan mempersiapkan langkah-langkah konkrit dan detail pencegahan maupun penanganan wabah. Secara klinis WHO mengingatkan bahwa proses penyebaran virus ini dapat terjadi dari manusia ke manusia dengan sangat sederhana dan cepat, yaitu melalui droplet/cairan yang keluar terutama ketika seseorang yang sudah terinfeksi mengalami bersin atau batuk. Penyebaran virus Corona ini tidak hanya terjadi lewat kontak jarak dekat yaitu melalui jabatan tangan, berciuman, berpelukan atau aktivitas lain yang melibatkan sentuhan langsung dengan orang yang telah terinfeksi, namun seseorang juga berpeluang terinfeksi jika bersentuhan dengan permukaan benda yang telah terpapar. Terkonfirmasinya kasus Coronavirus disease (Covid-19) pertama di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020 mendorong Pemerintah melakukan berbagai upaya preventif untuk mencegah semakin meluas dan meningkatnya jumlah kasus. Berbagai kebijakan dan tindakan diambil secara cermat dan terukur, dimulai ketika Presiden membentuk Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 2020 yang diterbitkan pada 13 Maret 2020, dengan Kepala BNPB sebagai Ketua. Selanjutnya gugus tugas ini juga dibentuk di tingkat provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia melalui Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 440/2622/SJ tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Daerah. Semakin meningkatnya jumlah korban jiwa dan kerugian materil, meluasnya cakupan wilayah yang terkena bencana, serta implikasi yang ditimbulkan pada semua aspek kehidupan masyarakat, perekonomian, dan pelayanan pemerintahan, dan sektor lainnya di seluruh wilayah Indonesia mendorong Pemerintah menetapkan wabah virus corona (Covid-19) sebagai bencana nasional sebagaimana tercantum dalam Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Nonalam Penyebaran Covid-19 Sebagai Bencana Nasional. Sampai medio Mei 2020 ini, Pandemi Covid-19 terus meluas dan berdampak secara signifikan sebagai efek domino yang negatif pada berbagai sektor seperti pemerintahan, kesehatan, pendidikan, sosial, industri, perdagangan, jasa dan kegiatan lainnya. Hal ini disebabkan oleh pemberlakuan beberapa keputusan dan kebijakan penting terutama terkait pemberlakuan protokol Kesehatan dan pembatasan pergerakan/mobilitas orang dalam upaya penanganan dan pecegahan terus meluasnya penyebaran pandemic Covid-19 di Indonesia. Dalam hal pengendalian pergerakan, berbagai kebijakan strategis sektor transportasi lahir secara dinamis dan diputuskan dengan prinsip kehati-hatian dengan membertimbangkan berbagai dampak terhadap sektor lain, terutama kestabilan ekonomi, logistik, sosial-keamanan, layanan Kesehatan dan emergency, termasuk kegiatan-kegiatan terkait penanganan pandemic itu sendiri. Kebijakan tersebut antara lain berupa pembatasan jumlah dan pengaturan penumpang dalam angkutan umum, serta kebijakan-kebijakan operasional lainnya. Pemerintah Indonesia menetapkan Status Tanggap Darurat Bencana Covid-19 ini sampai dengan 29 Mei 2020 dan berlaku secara nasional. Keputusan ini juga diikuti dengan penerapan status PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di beberapa wilayah provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. Pemberlakuan status tersebut berdampak secara nyata dan signifikan dalam banyak aspek kegiatan masyarakat, seperti penutupan pusat-pusat kegiatan perekonomian dan perdagangan, pelarangan aktivitas sosial, pendidikan dan keagamaan, sampai pembatasan aktivitas semua moda transportasi termasuk kendaraan pribadi. Namun di sisi lain, kebijakan-kebijakan tersebut berimplikasi menurunnya aktivitas dan pertumbuhan ekonomi yang berujung pada pemutusan hubungan kerja (PHK), sehingga memaksa sebahagian masyarakat kembali ke daerah asal atau pindah wilayah lain. Di saat bersamaan, pelaksanaan ibadah puasa dan hari Raya Idul Fitri 1441 H yang bertepatan dengan masa pandemic ini juga ikut mendorong masyarakat untuk melakukan tradisi mudik, khususnya dari Jakarta dan beberapa kota besar lainnya di pulau Jawa yang notabene merupakan daerah-daerah terdampak dengan konsentrasi kasus Covid-19 yang sangat tinggi. Kondisi dilematis ini harus disikapi dengan sangat hati-hati agar tidak menimbulkan keresahan di tengah-tengah masyarakat dan penyebaran kasus tidak semakin meluas ke daerah-daerah lain abikat pergerakan masyarakat yang melakukan perjalanan mudik atau pulang kampung. Pemantauan pergerakan arus mudik menjadi sangat krusial untuk dilaksanakan secara aman dan efektif di tengah situasi pandemi Covid-19 ini. Oleh karenanya dibutuhkan instrumen/sistem berbasis teknologi informasi untuk memudahkan pemantauan dan identifikasi penyebaran orang yang melakukan perjalanan mudik tersebut melalui sebuah aplikasi pemantauan mobilitas masyarakat antar wilayah. Pemerintah Aceh merespon secara cepat kebutuhan instrumen preventif tersebut melalui Dinas Perhubungan Aceh sebagai leading sector pengendalian dan pengawasan arus mudik di Aceh. Meskipun di tahun ini perayaan Hari Raya Idul Fitri harus dilalui bersamaan dengan pandemi Covid-19 dan Pemerintah telah melarang secara tegas aktivitas mudik lebaran untuk tahun ini, namun beberapa kondisi tidak dapat dihindari oleh masyarakat sehingga tetap melakukan perjalanan kembali ke wilayah Aceh. Memanfaatkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah Aceh dan Universitas Syiah Kuala tentang Kerjasama Pendidikan, Penelitian, Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Pengembangan Sumber Daya Manusia Nomor:  tanggal 29 Maret 2019, maka Dinas Perhubungan Aceh bekerjasama dengan Jurusan Teknik Elektro dan Komputer Unsyiah mengembangkan sebuah aplikasi yang dapat digunakan sebagai sarana deteksi dini pergerakan dan sebaran masyarakat yang masuk/mudik ke Aceh, yang diberi nama aplikasi Siaga Aceh Pantau Mudik (SAPAmudik) Tahun 2020. Aplikasi ini mulai disosialisasikan secara terbuka melalui akun-akun media sosial Dinas Perhubungan Aceh sejak pertengahan April 2020, dan secara resmi pada tanggal 20 April 2020 mulai dilaksanakan di posko perbatasan Aceh – Sumatera Utara yang terdapat di Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil dan Kota Subulussalam. Untuk menunjang dan efektivitas pemanfaatan aplikasi ini oleh masyarakat, maka Dinas Perhubungan Aceh memberangkatkan tim SAPAmudik ke setiap titik posko perbatasan tersebut. Satu tim terdiri dari 5 (lima) personil dengan masa penugasan 10 (sepuluh) hari kalender. Tepat

Mudik, Menjadi ODP dan Isolasi Mandiri

“Data pemudik yang masuk Aceh melalui wilayah perbatasan akan sangat membantu Pemerintah Aceh memperoleh data akurat terkait persebaran pemudik di masa pandemi Covid-19,” ujar Junaidi.

Kolaborasi: Menyikapi Kebutuhan Posko Perbatasan

Perbatasan Aceh – Kondisi saat ini di tengah pandemi merangkul semua pihak untuk saling mengisi dan mendorong untuk memangkas tali sambung Covid-19. Perbatasan sebagai salah satu pintu masuknya virus ini perlu dijaga ketat. Tentunya, banyak kebutuhan yang harus dilengkapi agar perbatasan tidak kolaps. Seperti, kebutuhan peralatan, SDM dan Teknologi dalam membatasi penyebaran virus ini. Posko pemeriksaan yang berlokasi di 4 wilayah perbatasan yang berbeda antara Sumatera Utara dan Aceh, yaitu di Terminal Tipe B, Kabupaten Aceh Tamiang, Terminal Lawe Pakam, Kabupaten Aceh Tenggara, jembatan timbang Jontor, Kota Subulussalam, dan perbatasan Singkil – Sibolga terus meningkatkan strategi dan berikhtiar agar kewaspaan terhadap penyebaran Covid-19 dapat dilakukan secara bersama sama. Penyerahan kebutuhan posko perbatasan yang dikirimkan dari Dinas Perhubungan Aceh ke Aceh Tamiang dan Subulussalam telah dilakukan pada hari Minggu (05/03) sedangkan untuk posko perbatasan Aceh Tenggara dan Aceh Singkil dilakukan pada hari berikutnya, Senin (06/03), hal ini sebagai tindak lanjut dan aksi cepat tanggap dalam menjaga perbatasan untuk memberi kenyamanan bagi Rakyat Aceh. Perlengkapan yang diserahkan diantara lain, chamber disinfectan, Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker, sarung tangan dan hand sanitizer , serta water barrier dan stick lamp. Tentunya dalam hal ini masih banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi seperti baju pelindung dan alat rapid test. Sebagai sebuah informasi, chamber disinfectan atau yang lebih kita kenal dengan bilik penyemprotan disinfektan yang digunakan merupakan hasil karya FMIPA Unsyiah. Komposisi cairan yang digunakan diharapkan aman untuk kesehatan, posko perbatasan yang tidak hanya dikawal petugas dishub akan tetapi ada juga dari unsur kesehatan, dengan demikian pemanfaatannya dapat diputuskan bersama sama, teknologi penyemprotan yang digunakan seperti nano spray yang dikeluarkan melalui pipa dari atap bilik tersebut. Jadi, cairan ini aman digunakan sebagai anti bacteria atau pencegahan Covid-19. Fokus utamanya tentu barang-barang bawaan penumpang. Sebagai sebuah apresiasi bahwa posko perbatasan ini digagas langsung oleh masing-masing kabupaten/kota dengan Dinas Perhubungan kabupaten/kota sebagai koordinator. Disamping itu juga melibatkan berbagai unsur terkait diantaranya Polri, TNI, BPBD, Dinas Perhubungan, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi Ali menyatakan bahwa sesuai arahan Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, agar memberi perhatian khusus pada posko perbatasan maka penanganan di lapangan perlu terus ditingkatkan. “Terhadap saran dari lapangan agar menyediakan rapid test bagi petugas tentu perlu menjadi prioritas, agar petugas merasa nyaman dalam menjalankan tugas,” ujarnya. Posko ini juga akan terus dilaksanakan dalam batas waktu yang belum dapat dipastikan, kejenuhan dan kurangnya kebutuhan posko perlu ada antisipasi. Kolaborasi beberapa pihak juga patut dipertahankan agar tujuan tugas mulia ini dapat tercapai sesuai yang diharapkan.

Bandara SIM Batasi Operasional Guna Atasi COVID-19

Dukung upaya pemerintah daerah melakukan pencegahan penyebaran COVID-19, PT Angkasa Pura II (Persero) Cabang Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh batasi waktu operasional menjadi 08.00 – 18.00 WIB. Dilansir dari siaran pers PT. Angkasa Pura II Cabang Bandara SIM, Indra Gunawan selaku EGM. Bandara SIM mengatakan pihaknya siaga penuh melayani berbagai penerbangan termasuk pengangkutan cargo bantuan alat-alat medis dan kesehatan, penanganan kesehatan (medical evacuation), dan pengangkutan sampel infection substance COVID-19. Indra mengatakan setiap personel PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh yang bertugas di bandara dibekali dengan prosedur-prosedur pencegahan penyebaran COVID-19. “Seluruh personel siap mendukung upaya pencegahan COVID-19. Selain penerbangan sipil, bandara SIM siaga penuh mengantisipasi adanya alternatif untuk pendaratan darurat dan penerbangan yang mengangkut sampel infection substance COVID-19 serta pintu bagi penerbangan yang mengangkut logistik ke Aceh,” ujarnya. Saat ini Bandara SIM telah mengimplementasikan protokol penanganan COVID-19 di area dan transportasi publik sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah, yaitu: 1. Memastikan seluruh area umum dan transportasi umum bersih. Selain menjalankan proses pembersihan sehari-hari, juga rutin melakukan penyemprotan cairan disinfektan di seluruh area terminal dan area publik. 2. Deteksi suhu tubuh Penumpang pesawat yang tiba harus melalui proses pendeteksian suhu tubuh dengan thermal scanner dan thermal gun 3. Menyediakan ruang Observasi Bandara SIM juga menyiapkan ruang Observasi apabila terdapat seseorang yang terindikasi Gejala COVID-19 guna pemeriksaan lebih lanjut oleh petugas KKP. 4. Mengkampanyekan cuci tangan sesering mungkin Menempatkan lebih banyak titik-titik hand sanitizer serta membuat wastafel portabel di area publik, selain tentunya juga terdapat wastafel di seluruh toilet. 5. Memperbarui informasi tentang COVID-19 secara reguler Informasi perjalanan, peraturan terbaru, serta jadwal penerbangan terkait COVID-19 di bandara dapat diakses melalui www.angkasapura2.co.id, aplikasi INAirports, akun instagram, facebook, youtube, twitter masing-masing bandara, serta contact center Airport 138. 6. Menyesuaikan pola operasional Melakukan Minimum operasi dan Batasi jam operasional dari pukul 08.00 s.d 18.00 WIB, guna memastikan penerapan physical distancing dan menjaga aspek kesehatan penumpang pesawat, pengunjung, serta pekerja di bandara. 7. Menjalankan prosedur pengisian Kartu Kewaspadaan Kesehatan (Health Alert Card/HAC) PT Angkasa Pura II Cabang Bandara Sultan Iskandar Muda Aceh dan Kantor Kesehatan Pelabuhan memastikan prosedur pengisian HAC oleh penumpang rute domestik dapat dijalankan guna pendeteksian penyebaran COVID-19. 8. Mensosialisasikan cara-cara pencegahan terpapar COVID-19 Seluruh titik-titik komersial yang berbentuk LED di bandara-bandara dimanfaatkan untuk menayangkan berbagai video guna mensosialisasikan cara pencegahan terpapar COVID-19 kepada setiap penumpang pesawat dan pengunjung bandara. Protokol tersebut secara konsisten dijalankan oleh PT Angkasa Pura II hingga hari ini dan seterusnya. “Dengan menjalankan protokol tersebut kami berharap bandara SIM dapat turut memutus mata rantai penyebaran sekaligus mendukung upaya dalam mengatasi COVID-19,” ujar Indra.(*)

Aceh Miliki Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana

Aceh termasuk termasuk wilayah yang sangat rawan terhadap bencana, salah satunya adalah gempa yang dapat mengakibatkan gelombang tinggi. Banyak sains dan temuan ilmiah yang memastikan keberulangan bencana gelombang tinggi tersebut, namun tempat dan waktu adalah misteri yang tidak bisa terpecahkan. Tempat kita pun tak bisa menghindari dari bencana lain seperti, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Meningkatnya kejadian bencana beberapa tahun belakangan akibat perubahan kondisi alam maupun perbuatan manusia, melahirkan banyak gagasan dalam upaya penyelamatan jiwa dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Melihat kenyataan di masyarakat, umumnya sebagian besar penduduk kita hanya mengenal bencana yang disebabkan oleh alam, padahal bencana tidak hanya berkutat pada fenomena alam. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefenisikan mitigasi sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Apabila menyinggung masalah mitigasi dan keterkaitannya dengan bencana, pola pikir masyarakat masih tetap mainstream dalam arti kata selalu memikirkan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, longsor, dan lain-lain. Istilah mitigasi mencuat dan popular di Indonesia setelah terjadinya bencana besar yang melanda negeri ini. Beberapa lembaga negara non kementerian dibentuk untuk menangani kasus bencana sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana tersebut. Salah satunya adalah Tsunami And Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. Banyak yang masih belum tau bahwa di Aceh saat ini telah memiliki pusat penelitian dan riset dalam kebencanaan. Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC-Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) Universitas Syiah Kuala adalah lembaga riset yang didirikan pada tahun 2006. Keberadaan TDMRC bertujuan untuk meningkatkan sumber daya riset kebencanaan yang berkualitas, memberikan advokasi pada pemerintah dalam membuat kebijakan, mengumpulkan dan menyediakan data terbaik dengan mempercepat prosess pengumpulan data yang tepat berkaitan dengan dampak dari bencana. Disamping itu, TDMRC juga berkontribusi meningkatkan masyarakat yang tahan bencana, berkolaborasi dengan para peneliti dan lembaga riset lainnya dalam riset-riset kebencanaan. TDMRC sebagai salah satu ujung tombak dalam pelaksanaan dan pengembangan penelitian dibidang kebencanaan di Provinsi Aceh didisain untuk mampu menjadi lembaga riset yang handal dan tangguh, yang mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan riset dan pengembangan untuk memecahkan berbagai masalah kebencanaan, baik pada tingkat daerah, nasional dan internasional. Seperti yang diungkapkan oleh wakil ketua yang juga sebagai salah satu peneliti TDMRC Dr. Eng. Syamsidik “Selama ini TDMRC telah banyak menjalin kerjasama yang baik dengan banyak lembaga atau organisasi baik dari lokal, nasional maupun internasional”. Beliau juga mengungkapkan harapannya sebagai peneliti adalah dapat membuat penelitian yang benar-benar dapat dimanfaatkan terutama dalam hal mitigasi kebencanaan. Sedangkan mitigasi dampak bencana terhadap prasarana transportasi dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. Zona tujuan pergerakan penduduk pada saat bencana adalah kawasan pegunungan, sebagian besar penduduk bergerak dengan berjalan kaki sehingga perlu pengembangan jalan trotoar bagi pejalan kaki. Sebagian penduduk bergerak menggunakan kendaraan sehingga perlu pelebaran jalan dan radius persimpangan jalan, khususnya pada ruas jalan yang menghubungkan ke zona aman. Pada kawasan pusat kota dan permukiman pesisir pantai bisa dibuat jalan alternatif untuk mengurangi arus lalulintas yang melalui jalan-jalan di pusat kota. Peningkatan kejadian bencana alam selama dua dasawarsa terakhir melahirkan banyak gagasan mengenai pengurangan dampak risiko kebencanaan baik dari sisi sosial maupun teknis, termasuk bidang evakuasi dan transportasi logistik. Perkembangan kaidah keilmuan dalam bidang pemodelan transportasi evakuasi bergantung pada tipikal bencana alam serta pergerakan lalulintas saat proses evakuasi. Proses evakuasi merupakan salah satu kajian strategis dalam perencanaan transportasi dan pemodelan lalu lintas. Beberapa metode telah dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan dalam mengoptimalkan evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan, pemilihan moda, serta kesiapan infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan pada pelaku evakuasi agar dapat selamat sampai ke tujuan. (Dewi) Cek tulisan cetak versi digital di laman : https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Inilah Sejarah Perjalanan Terpanjang dan Tercepat di Dunia

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” QS. Al Isra’ : 1 Selama melakukan perjalanan, pernahkan kamu membandingkan perjalanan tercepat dan ternyaman yang dilakukan oleh umat manusia? Atau bermimpi menjadi seperti seekor burung yang bisa mengepakkan sayap dan bermigrasi sesuka hatinya? Atau bahkan menjadi seorang astronot agar dapat bertamasya ke bulan? Sungguh, kecanggihan teknologi memang tak tersangkalkan lagi. Kecepatan terbang pesawat jet mendekati 4.000 km/jam atau 2.450 mph dapat memangkas waktu dan jarak yang panjang sehingga terasa semakin dekat. Dulunya, ini juga sebuah mimpi anak kecil yang ditertawakan banyak orang. Tentunya, teknologi takkan berhenti sampai di situ saja, pengembangan terus dilakukan hingga menembus batas pikir manusia. Para ilmuwan juga terus berusaha mengembangkan teknologi transportasi yang dapat menteleportasi dimensi jarak dan waktu. Penelitian demi penelitian terus dilakukan. Dunia kini tengah bermimpi agar dapat berpindah antar dimensi dengan teleportasi seperti mesin waktu doraemon yang dapat membawa ke zaman awal peradaban atau masa depan yang dipenuhi robot yang super canggih. Tidak ada yang salah dengan bermimpi, bukan? Namun, jauh sebelum teknologi transportasi berkembang secanggih ini, dimana masih mengandalkan unta dan kuda untuk menjelajah atau sekedar bepergian dari satu desa ke desa sebelahnya. Suatu perjalanan telah terjadi pada malam hari, dimana manusia lelap dengan mimpinya. Perjalanan ini sungguh familiar di kalangan kita, ia disebut “Isra Mikraj”. Tersebut dalam Al-Qur’an, ini sebuah perjalanan Rasulullah Saw. yang panjang ke langit ke tujuh yang ditempuh dalam waktu hanya satu malam, Sungguh Maha Besar Allah. Perjalanan ini dilakukan dengan transportasi darat dan udara sekaligus. Transportasi yang digunakan pada saat itu terkisah dalam sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa “Didatangkan kepadaku Buraq, seekor tunggangan putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih rendah dari baghal, ia berupaya meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya. Setelah menungganginya, maka Buraq itu berjalan membawaku hingga sampai ke Baitul Maqdis. Aku ikat (tambat) tunggangan itu di tempat para Nabi biasa menambatkan tunggangan mereka”. Perjalanan ini merupakan perjalanan Nabi SAW ke langit ke tujuh di mana pada setiap lapisannya beliau bertemu dengan para penghuninya. Sungguh, tanpa kita sadari inilah sejarah transportasi yang terus diingat dan diperingati setiap tahun oleh umat islam, bertepatan pada 27 Ra’jab. Kejadian ini menjadi perjalanan terpanjang dan tercepat yang dilakukan oleh umat manusia. Semoga Isra Mikraj memberi hikmah dalam perjalanan kehidupan kita semua dan diberikan Lindungan oleh Allah Swt. di tengah badai corona yang menghadang umat manusia. Sungguh dengan apa yang terjadi kini, akan membawa hikmah dan pembelajaran bagi kita. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai” QS. Al Isra’ : 7

Rakit Aceh, Riwayatmu Dulu

Desember kembali hadir di tahun 2019. Tiba pada suatu titik di Bulan ini, sejenak megenang kembali apa-apa yang tertinggal 15 tahun lalu. Bencana besar yang terjadi melumpuhkan wilayah Aceh dan sebagian pesisir pantai barat Sumatera Utara hancur karena terjangan gelombang tsunami. Peristiwa yang diawali dengan gempa besar ini berujung dengan ratusan ribu korban melayang. Tak terhitung rumah yang hancur akibat gempa dan empasan gelombang tsunami. Listrik seketika saat itu padam karena dampak yang ditimbulkan. Tak hanya di Aceh, gelombang tsunami juga menerjang di beberapa titik lokasi pantai Sri Lanka, India, dan Thailand. Tak ada lagi jalan mulus seperti dulu, aspal pun seperti terkupas, jembatan pun tercabut dari pondasinya, bajanya habis diterjang oleh ombak. Yang tersisa hanya beton penyangga jembatan disisi kiri dan kanan jembatan. Salah satunya adalah jembatan Lambeuso yang putus akibat terjangan gelombang tsunami. Jika dari Banda Aceh menuju Calang (pantai Barat) maka kita akan melewati jembatan tersebut. Tak terbilang lagi banyak kendaraan umum dan pribadi yang terjebak dijembatan itu dan tak mungkin diatasi dengan titian darurat. Hanya rakit satu-satunya yang diandalkan sebagai alat transportasi. Setiap kendaraan yang hendak melewati jalur itu harus naik rakit penyeberangan darurat yang dikelola oleh masyarakat setempat, salah satunya adalah Bapak Dalimi sebagai operator rakit pada saat itu. Sebelumnya sudah ada rakit bantuan dari Pemda yang terbuat dari plat. Rakit yang digunakan pada saat itu adalah milik pribadi dari Bapak Dalimi yang pada saat itu sebagai operator rakit, rakit tersebut dibuat dengan biaya beliau sendiri. Rakit yang dinamai oleh warga sekitar dengan sebutan rakit Babah Dua itu berukuran sekitar 10 x 12 Meter yang mampu menampung sekitar 50 orang dan 4 mobil. Rakit tersebut beroperasi selama 24 jam penuh yang dikendalikan oleh 6 orang operator untuk siang dan 6 orang lagi untuk jadwal malam. Dalam waktu sehari semalam ada sekitar 50 kali bolak balik untuk memenuhi kebutuhan transportasi disungai tersebut. For an unforgettable night out, why not book a captivating Escort lady in graubünden ? These ladies know how to keep the night interesting, from their seductive eyes to their tantalizing curves, they offer the perfect distraction. Kedai-kedai tumbuh karena banyak kendaraan dan orang yang mengantri untuk penyeberangan sambil menunggu giliran diangkut rakit. Kiriman logistik untuk para pengungsi Calang dan Meulaboh pun bisa tersalurkan dengan baik melalui rakit tersebut. Namun, Seiring dengan waktu, jembatan kukuh pun berdiri di Lambeusoi, panjangnya lebih dari seratus meter. Rakit pun menghilang. Turut sirna rezeki pengendali rakit, yang dulunya bisa mengembalikan modalnya yang telah ia keluarkan untuk pembuatan rakit tersebut. Tak ada lagi kendaraan berhenti mengantri rakit untuk diseberangkan. Jejeran kedai di Lambeusoe hilang tak berbekas. Meski begitu, berkah lain datang. Roda ekonomi menjadi lebih lancar, transportasi menju kota Meulaboh juga berjalan lancar. Dengan selesainya jembatan yang dibangun dalam masa rehab dan rekonstruksi paska tsunami di Aceh khususnnya transportasi di pantai Barat membuat hubungan transportasi menuju kawasan barat selatan Aceh saat ini bebas dari rakit penyeberangan. (Dewi) Cek tulisan cetak versi digital di laman : https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Sepenggal Kisah Perahu di Atas Rumah

Desember untuk penduduk aceh selain terkait milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) puluhan tahun silam bertambah menjadi tsunami dan MoU GAM- RI. Hampir semua pelaku yang terlibat ataupun tidak terlibat langsung ketika membicarakan tsunami dan memperingatinya terasa tidak bergairah. Bahkan ada yang bergitu histeris karena pengalamannya langsung bergelut dengan gelombang tsunami. Melupakan tsunami sebagai suatu bencana juga tidak bijak karena bencana tersebut telah menjadi pembelajaran bagi seluruh negeri tentang solidaritas dan peduli. Seluruh negeri tertuju pada satu provinsi paling barat Indonesia, dunia turun tangan membantu dengan mengenyampingkan agama, ras dan suku. Tsunami untuk aceh sendiri menjadi bencana ke dua setelah konflik yang berkepanjangan antara gam – RI yang telah berunding, bersepakat namun tidak menemukan titik kepakatan. Terlalu sedih negeri jika harus diingat konflik dan tsunami sebenarnya. Kesedihan tsunami tertutupi walau tidak menyembuhkan untuk warga aceh karena kehadiran gelombang air laut tersebut kedarat mengahadirkan kesepakatan damai antara Gam- Ri setalah semua usaha yang dilakukan sebelum tsunami tidak pernah terujud. Sebagaimana konflik, maka tsunami banyak meningggalkan kisah cerita yang jika terus diceritakan tak bosan kita mendengarkan nya dari kisah yang ada. Mulai dari masjid ulele, masjid lampuuk, makam Syiah Kuala, kapal pembangkit listrik ulele hingga boat di atas rumah dan ada beberapa lainya yang belum terangkum. Semua tempat yang memiliki kisah kini menjadi saksi berapa dasyat nya air bah berlumpur dari pesisir pantai bagian barat Indonesia dan dari sekian saksi bisu boat diatas rumah yang salah satunya masih sebagaimana aslinya. Namanya ibu Misbah yang oleh warga dipanggil Buk Abes. Beliau menjadi salah satu saksi betapa dasyatnya kejadian saat itu dan rumah beliau lah tempat persinggahan terakhir salah satu boat yang saat itu sedang docking di Lampulo sungai krueng Aceh, dengan panjang kapal 25 meter, lebar 25,5 meter dan dengan berat 20 ton. Perpindahan boat dari docking ke daratan terjadi begitu cepat hingga penghuni lantai 2 rumah buk abes tak ada seorang pun yang tau hingga akhirnya ada pengungsi dilokasi lain yang mengajak untuk naik ke boat tersebut. Total jumlah orang yang menaiki boat tersebut berjumlah 59 orang. Kini kapal diatas rumah menjadi tempat satu dari beberapa tempat wisata yang terkait tsunami dan dikelola oleh pemerintah. Kondisi boat saat ini tidak banyak berubah dari aslinya selain penambahan dua penyangga boat dan perawatan boat namun kondisi boat sangat baik seperti diletakkan begitu saja di atas rumah. Sementara kawasan lampulo kembali seperti sedia kala dengan pemukiman penduduk yang padat serta pembangunan yang pesat dengan hadirnya tempat pelelangan ikan terbesar di Banda Aceh. Semua kini seakan telah lupa dengan stunami, namun tidak pernah untuk melupakan terutama jika Desember datang. (Fajar) Cek tulisan cetak versi digital di laman :

PENERBANGAN AIR ASIA (BTJ-KUL) BATAL

Sejak ditetapkan status lockdown di Malaysia secara otomatis memberi dampak pada kebijakan transportasi yang harus diambil. Pagi ini Kamis (19/03) penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur atau sebaliknya dengan pesawat Air Asia telah dibatalkan. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 41 penumpang Warga Negara Asing (WNA) yang telah check-in gagal berangkat hari ini. Saat ini, Pihak Maskapai Air Asia menawarkan pilihan kompensasi bagi penumpang, dengan pengembalian dana dan perubahan jadwal penerbangan sampai 6 (enam) bulan ke depan serta juga mengarahkan agar penumpang WNA dapat menghubungi kedutaan masing-masing. Menurut Surkani, Manager Airport Operation and Service Bandara Sultan Iskandar Muda, saat ini maskapai Firefly masih tetap beroperasi selama 3 (tiga) kali dalam seminggu. Pihak PT. Angkasa Pura II (persero) Bandara Sultan Iskandar Muda sampai saat ini juga belum mendapatkan konfirmasi lebih lanjut dari pihak maskapai. Kita berharap agar krisis yang terjadi akibat Covid-19 segera berakhir. Kenyamanan dan kebebasan masyarakat dalam memilih perjalanan tak lagi terhalang. Oleh karena itu, mari kita rapatkan barisan bersama untuk memerangi Covid-19. (MS)