Dishub

Aceh Miliki Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana

Aceh termasuk termasuk wilayah yang sangat rawan terhadap bencana, salah satunya adalah gempa yang dapat mengakibatkan gelombang tinggi. Banyak sains dan temuan ilmiah yang memastikan keberulangan bencana gelombang tinggi tersebut, namun tempat dan waktu adalah misteri yang tidak bisa terpecahkan. Tempat kita pun tak bisa menghindari dari bencana lain seperti, banjir, tanah longsor, dan lain-lain. Meningkatnya kejadian bencana beberapa tahun belakangan akibat perubahan kondisi alam maupun perbuatan manusia, melahirkan banyak gagasan dalam upaya penyelamatan jiwa dari dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Melihat kenyataan di masyarakat, umumnya sebagian besar penduduk kita hanya mengenal bencana yang disebabkan oleh alam, padahal bencana tidak hanya berkutat pada fenomena alam. Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan menggangu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mendefenisikan mitigasi sebagai serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Apabila menyinggung masalah mitigasi dan keterkaitannya dengan bencana, pola pikir masyarakat masih tetap mainstream dalam arti kata selalu memikirkan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, longsor, dan lain-lain. Istilah mitigasi mencuat dan popular di Indonesia setelah terjadinya bencana besar yang melanda negeri ini. Beberapa lembaga negara non kementerian dibentuk untuk menangani kasus bencana sebelum, pada saat dan setelah terjadinya bencana tersebut. Salah satunya adalah Tsunami And Disaster Mitigation Research Center (TDMRC) Universitas Syiah Kuala. Banyak yang masih belum tau bahwa di Aceh saat ini telah memiliki pusat penelitian dan riset dalam kebencanaan. Pusat Studi Tsunami dan Mitigasi Bencana (TDMRC-Tsunami and Disaster Mitigation Research Center) Universitas Syiah Kuala adalah lembaga riset yang didirikan pada tahun 2006. Keberadaan TDMRC bertujuan untuk meningkatkan sumber daya riset kebencanaan yang berkualitas, memberikan advokasi pada pemerintah dalam membuat kebijakan, mengumpulkan dan menyediakan data terbaik dengan mempercepat prosess pengumpulan data yang tepat berkaitan dengan dampak dari bencana. Disamping itu, TDMRC juga berkontribusi meningkatkan masyarakat yang tahan bencana, berkolaborasi dengan para peneliti dan lembaga riset lainnya dalam riset-riset kebencanaan. TDMRC sebagai salah satu ujung tombak dalam pelaksanaan dan pengembangan penelitian dibidang kebencanaan di Provinsi Aceh didisain untuk mampu menjadi lembaga riset yang handal dan tangguh, yang mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan riset dan pengembangan untuk memecahkan berbagai masalah kebencanaan, baik pada tingkat daerah, nasional dan internasional. Seperti yang diungkapkan oleh wakil ketua yang juga sebagai salah satu peneliti TDMRC Dr. Eng. Syamsidik “Selama ini TDMRC telah banyak menjalin kerjasama yang baik dengan banyak lembaga atau organisasi baik dari lokal, nasional maupun internasional”. Beliau juga mengungkapkan harapannya sebagai peneliti adalah dapat membuat penelitian yang benar-benar dapat dimanfaatkan terutama dalam hal mitigasi kebencanaan. Sedangkan mitigasi dampak bencana terhadap prasarana transportasi dapat dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga terkait. Zona tujuan pergerakan penduduk pada saat bencana adalah kawasan pegunungan, sebagian besar penduduk bergerak dengan berjalan kaki sehingga perlu pengembangan jalan trotoar bagi pejalan kaki. Sebagian penduduk bergerak menggunakan kendaraan sehingga perlu pelebaran jalan dan radius persimpangan jalan, khususnya pada ruas jalan yang menghubungkan ke zona aman. Pada kawasan pusat kota dan permukiman pesisir pantai bisa dibuat jalan alternatif untuk mengurangi arus lalulintas yang melalui jalan-jalan di pusat kota. Peningkatan kejadian bencana alam selama dua dasawarsa terakhir melahirkan banyak gagasan mengenai pengurangan dampak risiko kebencanaan baik dari sisi sosial maupun teknis, termasuk bidang evakuasi dan transportasi logistik. Perkembangan kaidah keilmuan dalam bidang pemodelan transportasi evakuasi bergantung pada tipikal bencana alam serta pergerakan lalulintas saat proses evakuasi. Proses evakuasi merupakan salah satu kajian strategis dalam perencanaan transportasi dan pemodelan lalu lintas. Beberapa metode telah dikembangkan menjadi satu konsep yang dapat digunakan dalam mengoptimalkan evakuasi, termasuk mengenai pemilihan rute perjalanan, pemilihan moda, serta kesiapan infrastruktur jalan untuk memberikan pelayanan pada pelaku evakuasi agar dapat selamat sampai ke tujuan. (Dewi) Cek tulisan cetak versi digital di laman : https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Inilah Sejarah Perjalanan Terpanjang dan Tercepat di Dunia

“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” QS. Al Isra’ : 1 Selama melakukan perjalanan, pernahkan kamu membandingkan perjalanan tercepat dan ternyaman yang dilakukan oleh umat manusia? Atau bermimpi menjadi seperti seekor burung yang bisa mengepakkan sayap dan bermigrasi sesuka hatinya? Atau bahkan menjadi seorang astronot agar dapat bertamasya ke bulan? Sungguh, kecanggihan teknologi memang tak tersangkalkan lagi. Kecepatan terbang pesawat jet mendekati 4.000 km/jam atau 2.450 mph dapat memangkas waktu dan jarak yang panjang sehingga terasa semakin dekat. Dulunya, ini juga sebuah mimpi anak kecil yang ditertawakan banyak orang. Tentunya, teknologi takkan berhenti sampai di situ saja, pengembangan terus dilakukan hingga menembus batas pikir manusia. Para ilmuwan juga terus berusaha mengembangkan teknologi transportasi yang dapat menteleportasi dimensi jarak dan waktu. Penelitian demi penelitian terus dilakukan. Dunia kini tengah bermimpi agar dapat berpindah antar dimensi dengan teleportasi seperti mesin waktu doraemon yang dapat membawa ke zaman awal peradaban atau masa depan yang dipenuhi robot yang super canggih. Tidak ada yang salah dengan bermimpi, bukan? Namun, jauh sebelum teknologi transportasi berkembang secanggih ini, dimana masih mengandalkan unta dan kuda untuk menjelajah atau sekedar bepergian dari satu desa ke desa sebelahnya. Suatu perjalanan telah terjadi pada malam hari, dimana manusia lelap dengan mimpinya. Perjalanan ini sungguh familiar di kalangan kita, ia disebut “Isra Mikraj”. Tersebut dalam Al-Qur’an, ini sebuah perjalanan Rasulullah Saw. yang panjang ke langit ke tujuh yang ditempuh dalam waktu hanya satu malam, Sungguh Maha Besar Allah. Perjalanan ini dilakukan dengan transportasi darat dan udara sekaligus. Transportasi yang digunakan pada saat itu terkisah dalam sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa “Didatangkan kepadaku Buraq, seekor tunggangan putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih rendah dari baghal, ia berupaya meletakkan telapak kakinya di ujung pandangannya. Setelah menungganginya, maka Buraq itu berjalan membawaku hingga sampai ke Baitul Maqdis. Aku ikat (tambat) tunggangan itu di tempat para Nabi biasa menambatkan tunggangan mereka”. Perjalanan ini merupakan perjalanan Nabi SAW ke langit ke tujuh di mana pada setiap lapisannya beliau bertemu dengan para penghuninya. Sungguh, tanpa kita sadari inilah sejarah transportasi yang terus diingat dan diperingati setiap tahun oleh umat islam, bertepatan pada 27 Ra’jab. Kejadian ini menjadi perjalanan terpanjang dan tercepat yang dilakukan oleh umat manusia. Semoga Isra Mikraj memberi hikmah dalam perjalanan kehidupan kita semua dan diberikan Lindungan oleh Allah Swt. di tengah badai corona yang menghadang umat manusia. Sungguh dengan apa yang terjadi kini, akan membawa hikmah dan pembelajaran bagi kita. “Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (Kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan muka-muka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuh-musuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai” QS. Al Isra’ : 7

Rakit Aceh, Riwayatmu Dulu

Desember kembali hadir di tahun 2019. Tiba pada suatu titik di Bulan ini, sejenak megenang kembali apa-apa yang tertinggal 15 tahun lalu. Bencana besar yang terjadi melumpuhkan wilayah Aceh dan sebagian pesisir pantai barat Sumatera Utara hancur karena terjangan gelombang tsunami. Peristiwa yang diawali dengan gempa besar ini berujung dengan ratusan ribu korban melayang. Tak terhitung rumah yang hancur akibat gempa dan empasan gelombang tsunami. Listrik seketika saat itu padam karena dampak yang ditimbulkan. Tak hanya di Aceh, gelombang tsunami juga menerjang di beberapa titik lokasi pantai Sri Lanka, India, dan Thailand. Tak ada lagi jalan mulus seperti dulu, aspal pun seperti terkupas, jembatan pun tercabut dari pondasinya, bajanya habis diterjang oleh ombak. Yang tersisa hanya beton penyangga jembatan disisi kiri dan kanan jembatan. Salah satunya adalah jembatan Lambeuso yang putus akibat terjangan gelombang tsunami. Jika dari Banda Aceh menuju Calang (pantai Barat) maka kita akan melewati jembatan tersebut. Tak terbilang lagi banyak kendaraan umum dan pribadi yang terjebak dijembatan itu dan tak mungkin diatasi dengan titian darurat. Hanya rakit satu-satunya yang diandalkan sebagai alat transportasi. Setiap kendaraan yang hendak melewati jalur itu harus naik rakit penyeberangan darurat yang dikelola oleh masyarakat setempat, salah satunya adalah Bapak Dalimi sebagai operator rakit pada saat itu. Sebelumnya sudah ada rakit bantuan dari Pemda yang terbuat dari plat. Rakit yang digunakan pada saat itu adalah milik pribadi dari Bapak Dalimi yang pada saat itu sebagai operator rakit, rakit tersebut dibuat dengan biaya beliau sendiri. Rakit yang dinamai oleh warga sekitar dengan sebutan rakit Babah Dua itu berukuran sekitar 10 x 12 Meter yang mampu menampung sekitar 50 orang dan 4 mobil. Rakit tersebut beroperasi selama 24 jam penuh yang dikendalikan oleh 6 orang operator untuk siang dan 6 orang lagi untuk jadwal malam. Dalam waktu sehari semalam ada sekitar 50 kali bolak balik untuk memenuhi kebutuhan transportasi disungai tersebut. For an unforgettable night out, why not book a captivating Escort lady in graubünden ? These ladies know how to keep the night interesting, from their seductive eyes to their tantalizing curves, they offer the perfect distraction. Kedai-kedai tumbuh karena banyak kendaraan dan orang yang mengantri untuk penyeberangan sambil menunggu giliran diangkut rakit. Kiriman logistik untuk para pengungsi Calang dan Meulaboh pun bisa tersalurkan dengan baik melalui rakit tersebut. Namun, Seiring dengan waktu, jembatan kukuh pun berdiri di Lambeusoi, panjangnya lebih dari seratus meter. Rakit pun menghilang. Turut sirna rezeki pengendali rakit, yang dulunya bisa mengembalikan modalnya yang telah ia keluarkan untuk pembuatan rakit tersebut. Tak ada lagi kendaraan berhenti mengantri rakit untuk diseberangkan. Jejeran kedai di Lambeusoe hilang tak berbekas. Meski begitu, berkah lain datang. Roda ekonomi menjadi lebih lancar, transportasi menju kota Meulaboh juga berjalan lancar. Dengan selesainya jembatan yang dibangun dalam masa rehab dan rekonstruksi paska tsunami di Aceh khususnnya transportasi di pantai Barat membuat hubungan transportasi menuju kawasan barat selatan Aceh saat ini bebas dari rakit penyeberangan. (Dewi) Cek tulisan cetak versi digital di laman : https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Sepenggal Kisah Perahu di Atas Rumah

Desember untuk penduduk aceh selain terkait milad Gerakan Aceh Merdeka (GAM) puluhan tahun silam bertambah menjadi tsunami dan MoU GAM- RI. Hampir semua pelaku yang terlibat ataupun tidak terlibat langsung ketika membicarakan tsunami dan memperingatinya terasa tidak bergairah. Bahkan ada yang bergitu histeris karena pengalamannya langsung bergelut dengan gelombang tsunami. Melupakan tsunami sebagai suatu bencana juga tidak bijak karena bencana tersebut telah menjadi pembelajaran bagi seluruh negeri tentang solidaritas dan peduli. Seluruh negeri tertuju pada satu provinsi paling barat Indonesia, dunia turun tangan membantu dengan mengenyampingkan agama, ras dan suku. Tsunami untuk aceh sendiri menjadi bencana ke dua setelah konflik yang berkepanjangan antara gam – RI yang telah berunding, bersepakat namun tidak menemukan titik kepakatan. Terlalu sedih negeri jika harus diingat konflik dan tsunami sebenarnya. Kesedihan tsunami tertutupi walau tidak menyembuhkan untuk warga aceh karena kehadiran gelombang air laut tersebut kedarat mengahadirkan kesepakatan damai antara Gam- Ri setalah semua usaha yang dilakukan sebelum tsunami tidak pernah terujud. Sebagaimana konflik, maka tsunami banyak meningggalkan kisah cerita yang jika terus diceritakan tak bosan kita mendengarkan nya dari kisah yang ada. Mulai dari masjid ulele, masjid lampuuk, makam Syiah Kuala, kapal pembangkit listrik ulele hingga boat di atas rumah dan ada beberapa lainya yang belum terangkum. Semua tempat yang memiliki kisah kini menjadi saksi berapa dasyat nya air bah berlumpur dari pesisir pantai bagian barat Indonesia dan dari sekian saksi bisu boat diatas rumah yang salah satunya masih sebagaimana aslinya. Namanya ibu Misbah yang oleh warga dipanggil Buk Abes. Beliau menjadi salah satu saksi betapa dasyatnya kejadian saat itu dan rumah beliau lah tempat persinggahan terakhir salah satu boat yang saat itu sedang docking di Lampulo sungai krueng Aceh, dengan panjang kapal 25 meter, lebar 25,5 meter dan dengan berat 20 ton. Perpindahan boat dari docking ke daratan terjadi begitu cepat hingga penghuni lantai 2 rumah buk abes tak ada seorang pun yang tau hingga akhirnya ada pengungsi dilokasi lain yang mengajak untuk naik ke boat tersebut. Total jumlah orang yang menaiki boat tersebut berjumlah 59 orang. Kini kapal diatas rumah menjadi tempat satu dari beberapa tempat wisata yang terkait tsunami dan dikelola oleh pemerintah. Kondisi boat saat ini tidak banyak berubah dari aslinya selain penambahan dua penyangga boat dan perawatan boat namun kondisi boat sangat baik seperti diletakkan begitu saja di atas rumah. Sementara kawasan lampulo kembali seperti sedia kala dengan pemukiman penduduk yang padat serta pembangunan yang pesat dengan hadirnya tempat pelelangan ikan terbesar di Banda Aceh. Semua kini seakan telah lupa dengan stunami, namun tidak pernah untuk melupakan terutama jika Desember datang. (Fajar) Cek tulisan cetak versi digital di laman :

PENERBANGAN AIR ASIA (BTJ-KUL) BATAL

Sejak ditetapkan status lockdown di Malaysia secara otomatis memberi dampak pada kebijakan transportasi yang harus diambil. Pagi ini Kamis (19/03) penerbangan Banda Aceh – Kuala Lumpur atau sebaliknya dengan pesawat Air Asia telah dibatalkan. Berdasarkan data yang diperoleh, sebanyak 41 penumpang Warga Negara Asing (WNA) yang telah check-in gagal berangkat hari ini. Saat ini, Pihak Maskapai Air Asia menawarkan pilihan kompensasi bagi penumpang, dengan pengembalian dana dan perubahan jadwal penerbangan sampai 6 (enam) bulan ke depan serta juga mengarahkan agar penumpang WNA dapat menghubungi kedutaan masing-masing. Menurut Surkani, Manager Airport Operation and Service Bandara Sultan Iskandar Muda, saat ini maskapai Firefly masih tetap beroperasi selama 3 (tiga) kali dalam seminggu. Pihak PT. Angkasa Pura II (persero) Bandara Sultan Iskandar Muda sampai saat ini juga belum mendapatkan konfirmasi lebih lanjut dari pihak maskapai. Kita berharap agar krisis yang terjadi akibat Covid-19 segera berakhir. Kenyamanan dan kebebasan masyarakat dalam memilih perjalanan tak lagi terhalang. Oleh karena itu, mari kita rapatkan barisan bersama untuk memerangi Covid-19. (MS)

Transportasi Aceh, Dekapan Keadilan bagi Anak Negeri

Oleh Muhajir, S.T. (Kepala Seksi Tata Ruang Transportasi dan Lingkungan Dinas Perhubungan Aceh) Nota Kesepahaman (Memorandum of U n d e r s t a n d i n g ) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 menandakan kilas baru sejarah perjalanan Provinsi Aceh dan kehidupan masyarakatnya menuju keadaan yang damai, adil, makmur, sejahtera, dan bermartabat. Hal yang patut dipahami bahwa Nota Kesepahaman adalah suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, dan politik di Aceh secara berkelanjutan.” “Pengaturan kewenangan luas yang diberikan kepada Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/ kota yang tertuang dalam Undang- Undang ini merupakan wujud kepercayaan Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan yang berkeadilan dan keadilan yang berkesejahteraan di Aceh”. Dua paragraf di atas sebagaimana yang termaktub dalam Bagian Umum Penjelasan Atas Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh sejatinya adalah visi besar dari lahirnya Pemerintah Aceh sebagai wujud konkrit langkah awal berjalannya sistem Pemerintahan Aceh berdasarkan MoU Helsinki, setelah sebelumnya Allah SWT menakdirkan musibah gempa bumi dan tsunami bagi bumi Aceh yang menumbuhkan solidaritas seluruh potensi bangsa bahkan dunia internasional untuk membangun kembali masyarakat dan wilayah Aceh. Aceh yang dulu tercabik-cabik oleh ketidakadilan, ‘berdarah-darah’ dan terpecah belah oleh keadaan sosial politik dan keamanan seolah-olah disentak oleh takdir Allah pada tanggal 26 Desember 2004 tersebut. “Door Duisternis tot Licht” yang bermakna harfiah “Dari Kegelapan Menuju Cahaya” mungkin tepat untuk menggambarkan situasi Aceh setelah bencana menghantam. Door Duisternis tot Licht adalah judul buku J.H. Abendanon yang merangkum surat-surat R.A. Kartini pada teman-temannya di Eropa. Judul buku yang diterbitkan pada 1911 ini mungkin menjadi ungkapan yang tepat bagi masyarakat Aceh, khususnya sebagai apresiasi atas tumbuhnya kesadaran yang kuat dari Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka untuk menyelesaikan konflik secara damai, menyeluruh, berkelanjutan, serta bermartabat yang permanen dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Segera setelahnya, semangat untuk segera bangkit dan berbenah seakan tumbuh bak rumput di musim hujan. Cita-cita dan ekspektasi masyarakat terhadap kemajuan Aceh terus berakselerasi mengejar ketertinggalan dari daerah lain di Indonesia. Masyarakat, dunia usaha maupun pemerintah terus berbenah dalam menata langkah dan peran serta dalam upaya-upaya tersebut. Aspek pemberdayaan masyarakat, keselamatan konstruksi, kesiapsiagaan, mitigasi bencana, aktivitas peduli lingkungan, aksesibilitas, dan konektivitas tranportasi, pemerataan pembangunan dan membuka keterisolasian daerah adalah di antara hal-hal yang sering dibahas dalam forum-forum akademis maupun forum-forum praktisi, sejak saat itu hingga kini. Di sektor transportasi, Gempa Bumi dan Tsunami pada 26 Desember 2004 benar-benar meluluhlantakkan sarana dan prasarana utama pelayanan transportasi di Banda Aceh, Sabang, Aceh Besar, sebahagian kawasan pantai utara Aceh, dan di hampir seluruh kawasan pantai barat Aceh baik transportasi darat maupun laut. Beberapa daerah bahkan terisolasi dalam beberapa waktu. Namun penanganan dampak bencana di sektor transportasi tersebut dapat diselesaikan secara baik dan komprehensif dengan rahmat Allah SWT melalui solidaritas dan kontribusi seluruh potensi bangsa serta masyarakat internasional. Masa-masa gelap tersebut telah dilewati dengan penuh keteguhan, sekarang sektor transportasi dihadapkan pada perubahan paradigma dan orientasi pelayanan, di mana kinerja pelayanan perhubungan dituntut untuk mampu mengakselerasi pertumbuhan daerah secara berkeadilan. Pelayanan transportasi harus hadir untuk menumbuhkembangkan potensi strategis daerah seperti sektor pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan, industri, jasa dan investasi. Kinerja layanan transportasi juga dituntut untuk secara maksimal menunjang kebutuhan pelayanan di sektor pendidikan/penelitian, kesehatan maupun kawasan ekonomi baru, serta membuka dan menjangkau kawasan-kawasan terisolir dan terluar yang ada di Aceh. Kebutuhan masyarakat terhadap dedikasi dan kinerja maksimal Pemerintah Aceh di sektor transportasi ini akan terwujud bilamana Dinas Perhubungan Aceh bersama-sama dengan Satuan Kerja Perangkat Aceh dan stakeholder terkait lainnya mampu berkolaborasi untuk memetakan dan mengelaborasi secara optimal setiap potensi strategis daerah. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Perhubungan memang telah diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, namun demikian dibutuhkan perencanaan yang terukur dan visioner dengan sasaran pencapaian visi besar dari lahirnya Pemerintahan Aceh. Sepatutnyalah pembangunan Aceh dimulai dengan penghargaan dan konsistensi terhadap amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, diantaranya pada Pasal 141 ayat (1) diatur bahwa Perencanaan pembangunan Aceh/ kabupaten/kota disusun secara komprehensif sebagai bagian dari sistem perencanaan pembangunan nasional dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: a. Nilai-nilai Islam; b. Sosial Budaya; c. Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan; d. Keadilan dan Pemerataan; dan e. Kebutuhan. Orientasi pembangunan/ pengembangan transportasi Aceh selayaknya hadir bak seorang ayah yang akan sekuat tenaga menjangkau, memeluk dan mendekap erat setiap anak walau di ujung pedalaman negeri serta memfasilitasi tumbuh kembang setiap potensinya. Sehingga makna perdamaian dan kekhususan Aceh dapat dijumpai di setiap simpul potensi negeri, berjalan tenang di setiap ruas jalan, singgah di dapur perekonomian masyarakat/UMKN, berlayar dan berlabuh di perairan Aceh, meramaikan angkasa di wilayah udara Aceh, serta menjadi gerbang warga dunia menjangkau Indonesia dan penghantar makna damai ke dunia internasional. Pada akhirnya, masyarakat Indonesia termasuk bangsa Aceh haruslah memperoleh manfaat dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar bahwa tujuan membentuk suatu pemerintah negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.(*) Cek tulisan cetak versi digital di laman

Lampu Lalu Lintas Simpang Surabaya Diaktifkan Kembali

Lampu lalu lintas atau traffic light Simpang Surabaya Diaktifkan kembali, Senin (16/3/2020). Hal ini diungkapkan Kepala Balai Pengelolaan Transportasi Darat (BPTD) Wilayah I Provinsi Aceh Yusuf Nugroho, saat konferensi pers bersama awak media. “Ini upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan keselamatan pengguna jalan agar nyaman berlalu lintas,” sebutnya. Ditambahkannya, pengaktifan lampu lintas ini sebagai tindak lanjut hasil rapat forum LLAJ tahun 2018 dan 2019. Kepada masyarakat dihimbau untuk mematuhi peraturan yang berlaku demi keselamatan lalu lintas antar sesama pengguna jalan. Selain itu menjaga fasilitas yang telah tersedia demi kenyamanan berlalu lintas. Dirlantas Polda Aceh Kombes Pol Dicky Sondani, menyebut ini adalah upaya antisipasi kecelakaan dan mengatur lalu lintas. Apalagi arus lalu lintas di jalan Simpang Surabaya sangat tinggi. Kepala Dishub Aceh Junaidi menyambut baik kebijakan ini dan mengapresiasi langkah ini sebagai wujud kerjasama semua pihak untuk keselamatan di jalan raya. Sementara itu, Kepala Dishub Kota Banda Aceh, Muzzakir Tulot mengharapkan semua masyarakat Banda Aceh agar menaati peraturan ini. Tanpa masyarakat taat dan patuh, maka yang kami lakukan akan sia-sia. Siklus lampu merah di setiap lampu lalu lintas adalah selama 120 detik mengikuti siklus arah jarum jam. Akan dilakukan kajian kebutuhan waktu per titik lampu merah. Turut hadir dalam kesempatan ini Kepala PT. Jasa Raharja Cabang Aceh, Mulkan dan perwakilan Balai Pelaksana Jalan Nasional I Aceh. (MR)

Infrastruktur dan Konektivitas Logistik Pengungkit Industri Aceh

Sering kali kita memiliki cara pandang yang berbeda mengingat asal usul, lingkungan, psikologis dan pendidikan atau bahkan periode hidup yang berbeda-beda. Komunikasi atau diskusi menjadi satu wadah dalam mewujudkan pemahaman yang nantinya menciptakan satu prinsip yang sama. Apabila komunikasi tersebut tidak pernah tersampaikan kepada pihak terkait maka pada kondisi tertentu menyebabkan perpecahan yang pastinya berdampak negatif. Hal ini penyebab dari komunikasi yang tak pernah tersampaikan antar pihak sehingga menimbulkan rumor yang tidak akurat di kalangan masyarakat. Asas dan tujuan dalam membangun jaringan pelayanan dan infrastruktur serta konektivitas logistik Aceh perlu adanya penyamaan visi misi. Ke arah mana pengembangan, serta aksi strategis apa yang harus diambil dalam melayani logistik, sebagai upaya mendorong Aceh dalam mengejar ketertinggalannya. Dalam hal ini, demi menciptakan harmonisasi antar pihak dan sektor dalam mendorong aktivitas dan konektivitas logistik untuk membangun negeri, PT. Pelindo-I Cabang Malahayati bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Aceh menyelenggarakan acara business forum yang digagas melalui pendanaan PT. Pelindo-I Cabang Malahayati. Acara ini diselenggarakan di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh yang turut dihadiri oleh unsur pemerintah, asosiasi dan dunia usaha, Rabu (6/11/2019). Saat ini, strategi pembangunan transportasi condong terhadap pendekatan demand follow supply, penyediaan fasilitas transportasi dilakukan terlebih dulu dengan tujuan pertumbuhan pilar ekonomi dan berkembangnya kegiatan ekonomi berjalan beriringan atau simultan. Dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Aceh pasal 48 (5) huruf d dan e terdapat dua kawasan strategis transportasi, yaitu Kawasan Krueng Raya dan sekitarnya sebagai Kawasan Industri, serta Pelabuhan Laut Aceh (KIPA) dan Kawasan Blang Bintang dan sekitarnya sebagai Kawasan Bandara Internasional. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh Tahun 2017-2022 memprioritaskan konektivitas untuk mengurangi kesenjangan antar wilayah. Upaya-upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi perhatian Pemerintah Aceh. Seperti halnya, memaksimalkan fungsi infrastruktur dan keterlibatan dunia usaha dalam percepatan pembangunan ekonomi Aceh juga terus dipacu. Pemerintah tentu tidak akan mampu untuk melakukan sendiri pembangunan pada semua sektor. Oleh karena itu, keterlibatan dunia usaha untuk berinvestasi sangat dibutuhkan sehingga membuka peluang kerja dan peningkatan pendapatan yang akan bermuara kepada kesejahteraan masyarakat. Secara geografis, posisi Aceh sangatlah strategis. Hal ini dikarenakan Aceh berada pada salah satu jalur pelayaran internasional terpadat di dunia dan berdekatan dengan pelabuhan internasional seperti Belawan, Singapura, Malaysia, Thailand, dan pelabuhan lainnya. Keunggulan posisi strategis tersebut memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Maka Pemerintah Aceh berinisiasi membangun Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong. Kawasan ini berfungsi sebagai tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang disediakan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Dalam mendukung pertumbuhan industri Aceh, maka peran Pelabuhan Malahayati menjadi salah satu tokoh utama di sini. Penetapan Pelabuhan Malahayati sebagai bagian dari rangkaian program tol laut, menjadi peluang bagi kita terutama dalam mengembangkan pusat-pusat komoditas unggulan daerah yang nantinya akan memberikan kontribusi pada aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Malahayati. Evaluasi Tol Laut Sebagaimana kita ketahui, bahwa Tol Laut merupakan program prioritas Pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019. Tol Laut bertujuan untuk membangun konektivitas transportasi laut yang efektif dan efisien, terutama dalam menjamin ketersediaan barang dan mengurangi kesenjangan atau disparitas harga barang antar wilayah. Sebagai evaluasi, pelaksanaan tol laut di wilayah Aceh baru dilaksanakan pada tahun 2019. Walaupun demikian diharapkan seluruh stakeholder terkait dapat memanfaatkan momen yang sangat penting bagi masyarakat Aceh dalam memanfaatkan angkutan laut untuk pelayanan logistik Aceh. Pada kesempatan ini Plt Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, M.T. yang diwakili oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi, S.T., M.T menyampaikan bahwa keberadaan pelabuhan ini sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas bisnis yang akan hadir di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong. Tanpa adanya fasilitas pelabuhan yang baik, sebuah pusat industri tidak akan berkembang secara optimal. Dalam konteks ini, apabila transportasi darat, laut dan udara tidak terintegrasi dengan baik maka dapat dipastikan distribusi barang/ produk tidak berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, keberadaan pusat logistik tentu harus didukung dengan adanya pengembangan jaringan transportasi multimoda yang menghubungkan simpul-simpul logistik sehingga meningkatkan aksesibilitas angkutan barang dari pusat-pusat produksi menuju ke pelabuhan. Sebagai informasi, peningkatan aktivitas bongkar muat periode Januari sampai dengan Agustus 2019 sebesar 129.762 ton dan ekspor impor sebesar 1.805.211 ton. Hal ini merupakan suatu potensi yang harus terus dikembangkan secara berkelanjutan. Selain itu, kebijakan penguatan jaringan logistik dapat dilakukan melalui peningkatan kemitraan antara operator pelabuhan dengan industri hulu dan hilir, perusahaan pelayaran, asosiasi dan pelaku penyedia logistik seperti freight forwarder, ekspedisi muatan kapal dan perusahaan bongkar muat. Pemerintah Aceh juga terus berupaya menyediakan jasa pelayanan distribusi barang yang cepat dan efisien. Seperti halnya penyediaan prasarana dan sarana multimoda transportasi dan terminal barang sebagai pusat distribusi dan konsolidasi barang dari ataupun menuju pelabuhan. Diharapkan konektivitas, jaringan infrastruktur dan pelayanan logistik dengan pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dapat mengantar Aceh mendominasi pasar internasional. (Syakirah) Selengkap dapat diakses edisi cetak pada:

PENGUMUMAN SIPENCATAR 2020 POLTEKTRANSSDP PALEMBANG

PENGUMUMAN SIPENCATAR 2020 KUALIFIKASI PEDIDIKAN UNTUK JURUSAN DIKLAT PEMBENTUKAN DIPLOMA III(D III MANAJEMEN TRANSPORTASI SDP ,D III STUDI NAUTIKA (ATT-III),D III TEKNOLOGI NAUTIKA (ATT-III)) DIKLAT PEMBENTUKAN DIPLOMA III – D III MANAJEMEN TRANSPORTASI SDP – D III STUDI NAUTIKA (ATT-III) – D III TEKNOLOGI NAUTIKA (ATT-III) KUALIFIKASI PEDIDIKAN D III MANAJEMEN TRANSPORTASI SDP – SMA / MA (IPA & IPS) – SMK (Teknologi konstruksi dan Properti, Teknik Geomatika dan Geospasial, Teknik Ketenaga Listrik Mesin, Teknik Industri Teknik Otomotif, Teknik Mesin, Teknik Industri Teknik Otomotif, Teknik Perkapalan, Teknik Elektronika, Teknik Komputer dan Informatika, Teknik Telekomunikasi, Pelayanan Kapal Niaga. D III STUDI NAUTIKA (ANT-III) – SMA / MA (IPA) – SMK Pelayanan Nautika Kapal Niaga D III TEKNOLOGI NAUTIKA(ATT – III) –  SMA / MA (IPA) – SMK Pelayanan teknik Kapal Niaga, Teknik Ketenaga Listrikan, Teknik Mesin, Teknik Instrumentasi Industri, Teknik Industri, Teknik Otomotif, Teknik Perkapalan, Teknik Elektronika(Kecuali Audio dan Instrumentasi Medik). KENTENTUAN PENDAFTARAN Warga Negara Indonesia (WNI) Usia Maksimal 23 tahun dan minimal 16 tahun pada 1 September 2020. Persyaratan Nilai( bukan hasil pembulatan) Calon Taruna/i Pola Pembibitan: a. Untuk lulusan tahun 2019, Memiliki Nilai Rata-rata ujian yang tertulis pada ijazah tidak kurang      dari 7,0(Skala  penilaian 1-10)/ 70,00(Skala penillaian  10-100)/ 2,8 (Skala penilaian 1-4) atau      b. Untuk Calon Taruna/i lulusan tahun 2020, memiliki nilai rata-rata rapor untuk komponen pengetahuan pada 5 semester(gasal dan genap) untuk kelas X dan XI serta semester gasal untuk kelas XII)tidak kurang dari 7,0 skala penilaian 1-10) / 70,00 (skala penilaian  10-100)/ 2,8(skala penilaian 1-4), dengan ketentuan pada saat pendaftaran ulang  yang bersangkutan telah dinyatakan lulus dan memiliki nilai rata-rata ujian tertulis pada ijazah tidak kurang dari 7,0(skala penilaian 1- 10)/ 70,00(skala penilaian 10-100)/2,8 (skala penilaian 1-4). Tinggi Badan minimal pria 160 cm dan wanita 155 cm. Berbadan sehat, tidak cacat fisik dan mental, bebas HIV/AIDS serta bebas narkoba. Calon taruna tidak bertato/bekas tato dan tidak ditindik/bekas ditindik telinganya atau bagian badan lain kecuali yang disebebkan oleh ketentuan agama/ adat. Calon taruna tidak bertato/bekas tato dan tidak ditindik/ bekas tindik selain bagian telinga dan tidak ditindik / bekas tindik ditelinga lebih dari 1 pasang. Ketajaman Pengelihatan normal dan tidak ada kelainan buta warna, baik pertisial maupun total. Belum pernah diberhentikan sebgai Taruna/i dilingkungan BPSDM Perhubungan dan Perguruan Tinggi Lainnya dengan tidak hormat. Bersedia diberhentikan dengan tidak hormat apabila melakukan tindakan kriminal antara lain mengkonsumsi atau memperjual belikan narkoba, melakukan tindakan kekerasan, dan melakukan tindakan asusila atau pemyimpangan.   Info selengkapnya akses di laman: sipencatar.dephub.go.id/poltektranssdp-palembang.ac.id

Trans Kutaraja Tanggap Pencegahan Penyebaran Virus Corona

*Mencegah lebih baik dari Mengobati Dinas Perhubungan Aceh berupaya melakukan pencegahan terhadap penyebaran virus covid19 (corona). Sesuai slogan, mencegah lebih baik dari mengobati, UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja melakukan sosialisasi pencegahan terhadap corona di dalam Bus Angkutan Massal TransKoetaradja, Banda Aceh, 04/03/2020. Para pramugara bus membersihkan bagian bus yang sering disentuh oleh penumpang terutama pegangan gantung dan railing besi di pintu masuk/ keluar bus. “Ini hari pertana kita melakukan sosialisasi untuk pencegahan para rute Blang Bintang, karena rute ini didominasi penumpang yang berpergian ke Bandara maupun sebaliknya,’ kata Zikri, pengawas Operasional Trans-K. Pembersihan dilakukan dua kali sehari, pada saat siang hari dan sore hari. Diharapkan semoga masyarakat tetap tenang dan nyaman menggunakan transportasi umum bus Trans Koetaradja. (HM)