Dishub

Krueng Aceh, Histori dan Potensi

Bakhtiar sedang memperbaiki boat miliknya. Di tepi Krueng (sungai) Aceh di kawasan Lambhuk Banda Aceh, Bakhtiar dan beberapa rekannya sedang bersiap menuju lautan. Beberapa temannya sibuk membantu Bakhtiar memastikan boat siap berlayar. Hari itu, Kamis (4/7/2019) aliran sungai Krueng Aceh nampak tenang. Cerahnya cuaca menambah keyakinan Bakhtiar menyalurkan hobinya memancing ikan dengan kapal. Hobi ini telah lama digelutinya, di sela rehat dari pekerjaan harian. Kedatangan ACEH TRANSit bukan tanpa maksud, melainkan sebagai wujud menyerap aspirasi warga, terkait wacana dan upaya pemerintah menjadikan Krueng Aceh sebagai angkutan sungai. Selama ini, setiap Sabtu pagi Bakhtiar berlayar dari Krueng Aceh, tepatnya dari Gampong Lambhuk menuju laut lepas. Ia kembali keesokannya (hari Minggu). Pun demikian, di hari-hari lain, bila cuaca mendukung, Bakhtiar tetap berlayar memancing ikan. Hobi positifnya ini patut diapresiasi. Bakhtiar dan teman-temannya menyambut baik Saat ACEH TRANSit menanyakan pendapat mereka jika Krueng Aceh ini dijadikan sebagai angkutan sungai di bawah pengelolaan pemerintah. Mereka tambah bersemangat jika tidak hanya sebagai angkutan barang dan orang, tapi angkutan sungai itu juga menjadi destinasi wisata baru di Kuta Raja. “Kami mendukung, saya siap membeli boat fiber yang lebih besar lagi untuk mendukung pariwisata. Ya, kami berharap juga diberdayakan pemerintah,” ujar warga Lambhuk ini. Pria yang kesehariannya berprofesi sebagai pengusaha ini, berharap dibangunnya dermaga tempat bersandar kapal. Misalnya di tempat-tempat strategis, sekaligus menjadi tempat transit pengguna angkutan sungai. “Cocoknya dibangun dekat dengan masjid Keuchik Leumik, di Pango, dan Peunanyong.” Posisi dibangunnya dermaga ini, kata Bakhtiar sesuai dengan kebutuhan. Dekat masjid memudahkan warga yang ingin beribadah. Jika di Pango, membantu warga yang ingin belanja ke pasar Peunayong ataupun ke pasar Lambaro. Sementara itu, dermaga di Peunayong dapat dibangun berdekatan dengan pusat jajanan dan kuliner di kawasan tersebut. Dalam kesempatan itu, Bakhtiar menyampaikan kendala yang dia hadapi selama ini, yaitu kapalnya sering terhalang tumpukan sampah di bawah jembatan Beurawe. Ketinggian jembatan juga mempengaruhi, sebab itu kapal disesuaikan dengan ketinggian jembatan. Jadinya, bila tiba air pasang, mereka tidak bisa melewati bawah jembatan. “Di bawah jembatan itu harus dibersihkan, agar tidak merusak fiber kapal. Selain itu, kebersihan pinggiran sungai perlu diperhatikan,” sebutnya sambil menunjuk ke arah jembatan. Sejalan dengan wacana pemerintah, Bakhtiar optimis jika nantinya sudah bersih, destinasi pariwisata ini terjaga dengan baik. Pun demikian, kata Bakhtiar, warga harus selalu diberi pemahaman untuk ikut andil berpartisipasi menjaga kebersihan sungai. Tentu dengan tidak menjadikan sungai sebagai tempat sampah. Bakhtiar menyarankan agar batas wilayah jalur angkutan sungai turut pula diperhatikan. Belakangan, katanya, yang layak dilewati kapal hanya sampai jembatan Pango. Setelahnya, hingga ke Lambaro banyak kayu yang berserakan. Dia menyebut sudah pernah melakukan survei ke kawasan itu. Bakhtiar menyarankan agar pemerintah tetap berkoordinasi dengan pawang laot setempat. Apalagi, bila angkutan sungai ini tidak hanya menyasar angkutan barang, namun merambah pula angkutan orang. Misalnya untuk jalur lintasan Pango hingga Peunayong. “Sebaiknya berdiskusi juga dengan pawang laot. Artinya kita minta izin. Sekaligus silaturahmi agar lintas sektor terus harmonis,” pungkas Bakhtiar menyudahi pembicaraan menjelang siang itu. Tahun lalu (11/02/2018), akun instagram resmi @dishub_aceh pernah menampung opini warga net terkait transportasi sungai di ibukota Provinsi Aceh. Beragam komentar warga net rata-rata menyambut positif wacana ini. Beberapa respon ini seperti diungkapkan pengikut setia akun Instagram @dishub_aceh. “Boleh min, tapi juga diperhatikan kebersihan airnya baik dari sampah ataupun kejernihannya. Kalau saya gak salah sudah ada teknologi penjernih air.” (@erlangga.dwi.pamungkas) “Setuju. Bagus yang penting sesuai dengan rencana dan buktikan saja untuk membangun Kota Banda Aceh agar lebih banyak peminatnya untuk pariwisata.” (@ameliyadarma) “Untuk wisata ini bagus dikembangkan, bisa nanti ikutin kota besar Indonesia lainnya semisal buat pasa rapung di Lambhuk atau Pango dan lain-lain. Namun untuk konektvitas antar daerah lebih mudah dengan jalan raya.” (@ahmadi_znd) Mengutip laman bandaacehtourism.com, sungai kebanggaaan warga ibukota ini memiliki panjang 145 kilometer terbentang dari hulu Krueng Aceh di Jantho, Aceh Besar. Muaranya hingga ke pesisir kota Banda Aceh, tepatnya di Gampong Jawa. Beberapa sungai lainnya di Banda Aceh dan Aceh Besar bermuara ke sungai ini, seperti Krueng Seulimum, Krueng Jreue, Krueng Keumireu, Krueng Inong, Krueng Leungpaga, dan Krueng Daroy. Pada masa Kerajaan Aceh Darussalam, Krueng Aceh sebagai salah satu sungai tersibuk. Hal ini dilihat dari jalur masuk dan keluar kapal-kapal dagang dari berbagai belahan dunia. Dari sungai inilah berbagai rempah-rempah Aceh dibawa keluar untuk diperdagangkan di ranah internasional. Tak heran bila sungai yang membelah Kota Banda Aceh ini memiliki arti khusus bagi masyarakat Aceh. Muhammad, warga Lambhuk kepada ACEH TRANSit Selasa (2/7/2019) menyebut, posisi Krueng Aceh di kawasan Lambhuk dan Beurawe tidaklah lurus seperti sekarang. Awalnya meliuk-liuk khasnya sebuah sungai. Atas inisiatif pemerintah pusat dan daerah di masa itu, dibuatlah alur sungai menjadi lebih rapi. Tentu, ini menjadi bonus saat Krueng Aceh nantinya menjadi angkutan sungai. Sambutan positif Bakhtiar dan rekan-rekannya ditambah opini warganet, menjadi semangat pemerintah untuk segera mengelola angkutan sungai. Optimisme bersama ini sudah sangat baik untuk terus dibangun. Agar kedepannya konektivitas dan sinergisitas pemerintah dengan warga selalu berjalan dengan baik. Artinya, ikhtiar ini perlu dukungan semua pihak demi visi Aceh Seumeugot berjalan seperti yang diharapkan.(Muarrief) Versi cetak online silakan diakses di laman ini https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

DAMRI, MELAYANI HINGGA PELOSOK

Udara sejuk pagi masih begitu terasa. Rona mentari pagi mulai menerangi kompleks terminal Keudah Banda Aceh. Tak lama menunggu di terimal, bus yang saya tunggu pun datang. Pagi itu, Selasa (5/8/2019) saya ingin menjajal pengalaman naik bus Damri menuju Peukan Biluy, Aceh Besar. Rute tersebut adalah salah satu rute angkutan jalan perintis di Provinsi Aceh Tahun 2019 yang operasionalnya dilaksanakan oleh Perum Damri Cabang Banda Aceh. Bus Damri berukuran sedang ini tiba sesuai jadwal yang saya terima dari karyawan Damri, yaitu pukul 06.30 WIB. Saya bergegas naik dan menjumpai sopir bus untuk menyampaikan tujuan, yaitu ingin menikmati pengalaman menggunakan bus Damri ke Peukan Biluy. Tak ada penumpang lain yang naik. Tapi sang sopir, Iskandar yang akrab disapa Bang Is mulai melajukan bus dengan santai. Ia berangkat sesuai jadwal. Saya langsung merasa nyaman dan menikmati suasana di dalam bus. Selain busnya nyaman, sikap ramah awak bus pun membuat suasana semakin akrab. Begitu bus melewati Simbun Sibreh hingga Simpang Surabaya, pemandangan pagi hari khas ibu kota menarik perhatian saya. Jalan raya dipenuhi kendaraan para abdi negara, mahasiswa, dan pelajar yang berduyun-duyun menuju tempat aktivitas masing-masing. Terbayang dalam benak saya, kondisi lalu lintas akan lebih baik jika mereka menggunakan bus seperti yang saya tumpangi. Selama perjalanan saya sengaja sesekali bertanya dan berbincang dengan Bang Is, pria kelahiran Aceh Besar. Mulai dari jadwal keberangkatan, rute, dan kondisi selama angkutan perintis ini beroperasi. Ia menjelaskan, bus Damri perintis yang disopirinya beroperasi setiap hari, pukul 06.30 WIB dan pukul 10.00 WIB (PP) dengan rute Terminal Keudah – Peukan Biluy. “Selama ini memang minat masyarakat untuk menggunakan bus Damri masih minim. Masih banyak masyarakat yang belum tahu. Padahal bus Damri ini sangat nyaman jika ibu-ibu mau ke Pasar Aceh atau anak-anak ke sekolah, karena dilengkapi AC,” jelas Bang Is penuh semangat. Sejauh pantauan saya, penjelasan tersebut memang benar adanya. Hanya saya seorang diri penumpang di bus berkapasitas 26 orang itu. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 30 menit, bus tiba di tujuan, yaitu di Desa Lamkrak. Bang Is langsung memutar haluan bus dan parkir sejenak. Setelah menunggu sekitar 10 menit, Bang Is mulai melajukan busnya, kembali ke Terminal Keudah. Saya tidak turun, karena memang ingin menjajal pengalaman naik bus Damri perintis ini. Ketika melewati jalan Peukan Biluy – Lampeunurut yang sedang dalam tahap pengerjaan karena kondisi jalan rusak, saya masih merasa nyaman berada di dalam bus. Saya terhindar dari debu yang menjadi keluhan setiap pengendara bila ada pengerjaan jalan. Ada satu hal yang membuat saya merasa pelayanan yang disubsidi oleh Pemerintah ini sangat tersia-siakan. Saya melihat banyak pelajar yang diantar oleh orang tua ke sekolah. Sebenarnya mereka dapat memanfaatkan fasilitas bus Damri ini. Apalagi rutenya melewati beberapa sekolah, sebut saja seperti MIN Cot Gue Aceh Besar, MTSN Cot Gue Aceh Besar, MAN Cot Gue Aceh Besar, dan SMA Negeri 1 Darul Imarah Aceh Besar . What the individual resembles on a phony id. Also, what they feel like when they have genuine phony id card with multi dimensional image. Fostering an ideal phony character, for your own entertainment or business needs to require the right experts to purchase counterfeit id cards and make excellent unique plans with unique multi dimensional images and security highlights and standardized tags to make your new best fake id visit now Apalagi bus mulai beroperasi sebelum jam sekolah dimulai. Selain aman dan nyaman bagi anak-anak, pembiasaan naik angkutan umum sejak dini kepada anak-anak sudah seharusnya dilakukan. Ibu-ibu juga sangat terbantu jika ingin ke Pasar Aceh, karena penumpang dapat naik dan turun di mana saja. Jika ingin pergi ke tempat lain di luar rute yang dilayani, penumpang dapat turun di halte Trans Koetaradja, lalu melanjutkan perjalanan ke tempat yang dituju menggunakan bus Trans Koetaradja. Tidak cuma itu, ongkosnya pun sangat murah. Hanya dengan membayar Rp. 2.000 saja, saya dapat menikmati perjalanan menggunakan bus Damri sepanjang rute yang dilalui. Sudah nyaman, aman, awak busnya ramah, dan yang paling penting murah. Ayo naik bus Damri perintis. Tentang Angkutan Jalan Perintis Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menetapkan 370 jaringan trayek angkutan jalan perintis pada Tahun 2019 yang beroperasi di seluruh Indonesia. Angkutan Jalan Perintis adalah angkutan yang melayani daerah terpencil, terdalam, terisolir, dan tertinggal, dimana di daerah tersebut belum tersedia sarana angkutan yang memadai dengan tarif yang terjangkau. Perum Damri yang ditunjuk selaku operator angkutan jalan perintis menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam rangka menyediakan angkutan kepada seluruh masyarakat pedalaman. (AM)

KMP. ACEH HEBAT, NAMA KAPAL BARU PEMERINTAH ACEH

Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT., tabalkan “Aceh Hebat” sebagai nama ketiga kapal ferry Ro-Ro milik Pemerintah Aceh, Senin 21 Oktober 2019. Penabalan nama tersebut dilaksanakan saat menghadiri acara peletakan lunas (keel laying) pembangunan 3 kapal ro-ro yang dipusatkan di salah satu galangan kapal,  PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia, Madura, Jawa Timur. Acara peletakan lunas (keel laying) untuk ketiga kapal ro-ro pesanan Pemerintah Aceh ini dilaksanakan secara terpadu yang dipusatkan di Bangkalan, Madura. Keel laying merupakan tahapan awal dari pembangunan kapal yang dianggap sebagai hari kelahiran kapal baru. Saat memberi sambutan Nova menyampaikan, pembangunan 3 unit kapal ro-ro untuk meningkatkan konektivitas antar kepulauan yang merupakan program prioritas Pemerintah Aceh. “Dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, 18 Kabupaten/kota di antaranya berbatasan langsung dengan laut,” kata Nova. Dikatakan Nova, pembangunan keel laying ini menandakan pembangunan kapal-kapal ini segera diintensfikan. Nova juga menambahkan, peningkatan konektivitas antar kepulauan selaras dengan program Presiden Joko Widodo dalam mengoptimalkan sektor kemaritiman Indonesia. “Optimalisasi sumber daya Aceh di sektor kelautan mutlak harus ditingkatkan sebagai bagian dari pembangunan bangsa,” jelasnya. Usai memberi sambutan, Nova menandatangani plakat keel laying dan menabalkan nama pada ketiga kapal ro-ro sebagai tanda keel laying, yaitu; ACEH HEBAT 1 untuk kapal berkapasitas 1.300 GT; ACEH HEBAT 2 untuk kapal berkapasitas 1.100 GT; dan ACEH HEBAT 3 untuk kapal 600 GT. Nama yang diberikan ini adalah tagline dan manifestasi dari visi misi Pemerintah Aceh 2017-2022. “Harapan kami, penabalan nama ini dapat memacu semangat kami untuk benar-benar mewujudkan visi misi Aceh Hebat,” ungkap Nova dengan semangat. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST, MT., dalam laporannya menjelaskan bahwa anggaran pembangunan ketiga kapal ro-ro bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2019 dan 2020. “Pembangunan ketiga kapal ini diharapkan dapat diselesaikan tepat waktu pada akhir tahun 2020 sesuai kontrak yang telah disepakati,” tegas Junaidi. Acara ini turut dihadiri Direktur Transportasi SDP, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI, Ir. Sri Hardianto, S.T., MM.Tr, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Irdam, SH, MH., serta para pimpinan perusahaan pelaksana pembangunan Kapal dan pengawasannya. Adapun rincian pembangunan 3 unit kapal ro-ro milik Pemerintah Aceh diantaranya; Kapal ro-ro tipe 1.300 GT untuk lintasan Pantai Barat – Simeulue berkapasitas 250 penumpang dan 33 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Multi Ocean Shipyard di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Kapal Ro-ro tipe 1.100 GT untuk lintasan Ulee Lheue – Balohan berkapasitas 252 penumpang dan 26 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia di Bangkalan, Madura. Kapal Ro-ro tipe 600 GT untuk lintasan Singkil – Pulau Banyak berkapasitas 212 penumpang dan 21 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Citra Bahari Shipyard di Tegal, Jawa Tengah.

Peunaso, Jembatan Baru ke Pulo Aceh

Pagi Senin, pukul delapan, udara masih segar. Dermaga penyeberangan kapal cepat pelabuhan Ulee Lheue mulai ramai dengan canda beberapa petugas medis. Mereka berbaur dengan masyarakat dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang bertugas di Pulo Breuh yang terletak di kawasan Pulo Aceh Kabupaten Aceh Besar. Pagi itu, 29 April 2019, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar mulai meresmikan pengoperasian sarana transportasi laut antar pulau, yaitu kapal bernama Peunaso. Kapal berjenis speedboat dan berkapasitas 24 penumpang ini diharapkan bisa menghubungkan Banda Aceh dan beberapa kawasan di Pulo Aceh, dengan waktu yang lebih singkat. “Dari pelabuhan Ulee Lheue ke dermaga Lampuyang bisa ditempuh dengan waktu cuma tiga puluh menit dengan kecepatan jelajah 20 knot,” ujar Kapten Kapal Peunaso Rudi Suryanto yang bertugas hari itu. Gelak tawa dan canda penumpang, kebetulan semuanya petugas medis, memenuhi geladak kapal berkapasitas 24 orang. Hembusan angin dari pengatur udara (AC) membuat perjalanan semakin nyaman. Tidak terasa, dalam 30 menit kapal sudah berlabuh di dermaga Lampuyang di Pulo Aceh. Sesampai Pulo Breuh, para petugas medis yang bertugas di pulau itu langsung berbaur dengan masyarakat setempat, bercanda sambil ngopi di warung dekat dermaga. Mereka menunggu angkutan darat yang biasa membawa mereka ke tempat tugas di Puskesmas. Sayangnya, kecepatan waktu tempuh sarana laut saat ini, belum diimbangi fasilitas angkutan darat di Pulo Breuh. Satu-satunya kendaraan di pulau itu hanyalah ambulans milik Puskesmas tempat mereka mengabdi. Sambil menunggu jemputan ambulans tersebut, beberapa petugas medis yang mayoritas wanita, ada juga ibu-ibu yang sedang menyusui anaknya, mengisi waktu dengan sarapan dan canda tawa. Iseng saya bertanya, “Kalau tidak ada yang jemput bagaimana?” Mereka serempak menjawab “Yah, kami balik lagi ke Banda Aceh menggunakan kapal yang sama. Kami akrab dengan Kapten Rudi, kami ajak balik ke Ulee Lheue lagi,” ujar mereka serempak dalam riuh canda. Jika dihitung dari waktu, perjalanan yang ditempuh oleh pengguna jasa transportasi ini dimulai pada pukul 08.00 WIB dari Ulee Lheue. Mereka tiba di Lampuyang 08.30 WIB. Namun, baru bisa masuk kantor bertugas pukul 10.00 WIB. Sedangkan pukul 13.00 WIB, mereka sudah berkumpul lagi ke dermaga untuk berangkat pulang ke Banda Aceh pada pukul 14.00 WIB. Namun, untuk sementara ini, Kapal Peunaso, fasilitas penyeberangan milik Pemerintah Kabupaten Aceh Besar sebagai sarana konektivitas antarpulau ini, cuma beroperasi pada setiap hari Senin saja. Sementara pada hari lain, masih menggunakan perahu nelayan. Sehingga praktis aktifitas kegiatan perkantoran dan arus bolak balik petugas medis dan ASN yang bertugas di pulau itu cuma hari Senin saja. (Syahisa)   Tanggapan Kepala Dinas Perhubungan Aceh Besar, Azhari, S.E. Pengadaan speedboat Peunaso ditujukan untuk siapa? Peunaso adalah fasilitas pelayanan yang diberikan oleh Pemkab Aceh Besar untuk tenaga kesehatan dan pendidikan yang bertugas di Pulo Aceh. Karena tenaga kesehatan dan pendidikan di Pulo Aceh ini mereka ada yang pulang pergi. Kapan Peunaso beroperasi? Speedboat Peunaso berangkat setiap Senin pagi pada jam 07.30 WIB dari Pelabuhan Ulee Lheue dan pulang lagi ke Banda Aceh pada jam 15.00 WIB Apakah masyarakat biasa boleh menggunakan Peunaso? Apabila ada seat lebih di hari senin tersebut, masyarakat boleh ikut menggunakan speedboat Peunasoe dan gratis. Tapi prioritas seat tetap untuk ASN. Apakah Peunaso juga mengangkut barang? Tidak. Karena ini speedboat tentu kita sangat terbatas untuk barang. Jadi kita prioritas hanya untuk penumpang. Kalau barang mungkin masih bisa menggunakan boat masyarakat seperti biasa. Mengapa di hari lain tidak beroperasi dan dibuka untuk umum? Untuk saat ini kita belum bisa mengoperasikan untuk umum. Dikarenakan belum keluar Peraturan Bupati (Perbub). Apalagi ketika sudah dioperasikan untuk umum otomatis berbayar dan itu perlu mekanisme yang jelas karena sudah menjadi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh Besar. Jadi apa rencana kedepan Dishub Aceh Besar untuk Peunaso? Rencananya kita akan operasikan Peunaso ini secara regular dan saat ini sedang dalam penyusunan Perbup Tahun 2019. Speedboat Peunaso sudah memiliki izin berlayar, dan sekarang sedang proses pengurusan izin trayek. Walaupun nanti sudah beroperasi untuk umum, kita tetap prioritaskan hari Senin bagi ASN yang bertugas di Pulo Aceh. (Amsal) Edisi cetak online silakan dibaca di laman ini https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Membangun Pelayanan Transportasi yang Adil

Adil bukan suatu kata yang bermakna sama rata atau rasio pembagian yang sama pada setiap individual. Namun, adil merupakan rasio pembagian atau pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kewajiban individual di atas hak yang dimilikinya. Polemik keadilan belakangan ini menjadi suatu perbincangan hangat di dalam masyarakat. Polemik tersebut mengarah terhadap pembangunan maupun pelayanan satu arah, yakni arah pembangunan dan pelayanan yang hanya fokus pada wilayah perkotaan. Perkembangan transportasi perkotaan yang pesat tidak berjalan beriringan dengan transportasi wilayah pelosok yang sedikit jauh tertinggal. Fenomena ini dapat dilihat pada pelayanan transportasi yang belum merata hingga bagian dalam pedesaan. Hal ini membuat masyarakat desa mengalami kesulitan dalam mengakses angkutan umum. Mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer agar dapat menikmati angkutan umum sehingga upaya penghematan waktu tempuh pun tidak tercapai dengan kebiasaan yang demikian. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan transportasi Aceh merujuk pada prinsip keadilan dan kemandirian. Kedua prinsip tersebut akan terwujud apabila adanya pelayanan transportasi yang memadai yang akan berimbas pada semua sektor lainnya. Pada hakikatnya, pembangunan bidang transportasi saat ini merupakan salah satu upaya yang paling tepat dalam pengembangan keterpaduan sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan sosial budaya. Aksesibilitas terhadap pelayanan transportasi memberi ketegasan terhadap kualitas dan keterjangkauan dari prasarana dan sarana yang ada. Kualitas pelayanan transportasi yang baik akan memberikan kepuasan yang tinggi pula terhadap pelayanan sehingga mereka akan kembali menggunakan transportasi umum yang cepat, efisien, dan tepat. Dengan demikian, keterjangkauan tersebut terus ditingkatkan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah Aceh terus berupaya untuk mencapai cita-cita transportasi yang merata hingga setiap wilayah. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengembangkan pelayanan transportasi yang merata. Garis-garis integrasi terus dipadupadankan agar pelayanan tersebut dapat mencapai tingkatan di mana masyarakat dengan mudahnya mengakses pelayanan transportasi dari pelosok hingga pusat kegiatan yang dituju. Tatanan transportasi terus ditata melalui sistem keberlanjutan. Keberlanjutan di sini juga memiliki arti pemeliharaan prasarana sehingga umur pemanfaatan lebih awet dari perkiraan dan pengendalian risiko (mitigasi) yang akan terjadi dari segala aspek sehingga dapat disusun suatu kebijakan yang cepat, tanggap, dan tepat. Pelaksanaan keberlanjutan juga mengukur tingkat kesadaraan pemeliharaan dan kepemilikan prasarana bagi semua kalangan baik dari tingkatan pemerintah hingga masyarakat penerima manfaat. Dari segi regulasi, Pemerintah juga terus berupaya untuk menghindari timbulnya kesenjangan antar wilayah koridor transportasi dan sektor pendukung lainnya, maka pembangunan daerah tertinggal terus ditingkatkan dengan penciptaan transportasi lokal ke wilayah pertumbuhan dan percepatan pemenuhan infrastruktur serta fasilitas keselamatan. Di sisi lain, percepatan pengembangan konektivitas dan pelayanan publik terus dupayakan dan dijadikan sebagai program strategis pemerintah daerah. (Syakirah) Versi cetak online sila unduh di laman ini https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Capt. Laode Mat Salim: “Tetap Berlayar dalam Cuaca Buruk”

Keberadaan kapal penumpang danpelabuhan yang representatif menjadi dambaan semua warga di Pulau Banyak, Aceh Singkil. Kelancaran transportasi laut akan berdampak langsung bagi perekonomian dan stabilitas harga bahan pokok dan bahan bangunan warga di sana. Lalu, bagaimana keadaan transportasi laut ke Pulau Banyak saat ini? Berikut wawancara reporter ACEH TRANSit, Misqul Syakirah, dengan Nahkoda Kapal Teluk Singkil, Capt. Laode Mat Salim, Kamis, 2 Mei 2019. Berikut petikannya.   Bagaimana kondisi transportasi laut di wilayah ini? Wilayah operasional kita melingkupi tiga pelabuhan, pelabuhan Singkil, Pulau Banyak, dan Gunung Sitoli. Nah, untuk di Pelabuhan Singkil ini kebetulan terbuka, artinya kalau pasang surut ada benturan antara kapal dan dermaga, karena arusnya terus beralun.   Fasilitas apa yang dibutuhkan untuk memudahkan operasional? Kalau untuk Pelabuhan Singkil perlu dipasang fender atau ban dapra, agar kapal tidak berbenturan dengan dermaga. Karena benturan itu bias membuat lambung kapal robek, sebab ada hentakan-hentakan karena dermaganya terbuka. Mungkin, kalau dibuat breakwater, seperti model di pelabuhan Ulee Lheue, biayanya terlalu besar. Jadi untuk alternatif sementara bias pakai ban-ban besar dulu. Tapi jangan model fender bentuk L, karena bannya hanya melindungi dermaga saja, sedangkan kapalnya nggak terlindungi. Kalau yang huruf L itu kan bannya di bagian dalam, itu bisa kalau dermaganya tenang,kalau terbuka gini agak riskan. Sudah pernah dipasang ban kecil biasa dari pihak pelabuhan, tapi sering terjadi hentakan, tali bannya putus. Kondisi ini terjadi berulang, karena memang besar hentakannya, meski kapal dalam posisi sandar di dermaga. Seperti minggu kemarin, karena cuacanya kurang bagus terjadi benturan-benturan sehingga memutuskan tali-tali pengikat ban. Akhirnya kita harus sandar ke pelabuhan Syahbandar (pelabuhan laut), sebagai alternatif untuk mencegah benturan. Di sana juga kena benturan, tapi agak ringan karena sudah ada ban yang menempel permanen. Kalau di pelabuhan ferry (pelabuhan penyeberangan) kan sementara nggak ada, kosong. Sebagai nakhoda, saya ambil alternatif ini untuk menghindari kerusakan kapal yang lebih parah lagi. Cari amanlah kita, sayang juga penumpang saat terjadi hentakan, bisa kebentur dengan pintu di dalam kapal. Atau bisa saja jatuh ke laut saat turun dari kapal. Maka, untuk keamanan dan kenyamanan penumpang, kita ambil risiko yang terkecil.   Bagaimana dengan pelabuhan di Pulau Banyak? Kalau di Pulau Banyak, lampu suarnya sudah mati. Lampu penuntunnya nggak ada di sana. Kita sempat kesulitan saat kemarin beroperasi sampai malam di sana. Keputusan berlayar malam ini kita lakukan, karena sudah lama kapal nggak berlayar sehingga berpengaruh ke bahan pokok bagi warga di sana. Jadi, kita putuskan berlayar dan sampainya malam. Ya, risiko dan pertimbangan lainnya sudah kami pikirkan, saya lihat kondisi laut dan cuaca mulai bersahabat. Meskipun saat masuk alur jadi riskan, karena lampu-lampu penuntunnya nggak ada. Malam itu, saya juga enggak sandar di dermaga ferry, tapi ke pelabuhan Syahbandar. Karena pelabuhan ferry ini agak riskan, kapal lebih panjang daripada dermaganya. Prinsipnya, yang penting masyarakat bisa turun, kendaraan roda dua dan barang bawaan bisa turun. Jadi, saya sandarin di Syahbandar dulu. Besoknya sekitar pukul 9 pagi, baru kembali ke pelabuhan ferry untuk nurunin kendaraan roda empat.   Dengan jadwal seminggu dua kali, berapa rata-rata jumlah penumpang kendaraan dan penumpang? Penumpang dan kendaraan yang mau menyeberang masih belum banyak. Kalau penumpang ke Pulau Banyak sekitar 50 orang, tapi kalau di hari libur lumayan paling banyak, mecapai 100 orang. Karena ada beberapa boat juga yang mengangkut penumpang. Pulau Banyak ini kan banyak pulaunya, jadi kalau dengan boat bisa langsung akses ke pulau-pulau tujuan. Kapal ferry ini cuma sandar di dermaga Pulau Balai saja, kemudian warga yang ingin ke pulau lain harus naik boat lagi ke pulau tujuan.   Menurut Bapak bagaimana peran pelabuhan penyeberangan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi? Pelabuhan penyeberangan ini sangat mendukung sekali. Kapal ferry ini sebagai salah satu alternatif ataubisa dibilang sebagai jembatan. Selain jembatan bagi warga, kita juga melayani kebutuhan bahan pokok bagi warga kepulauan, agar jangan sampai jauh sekali perbedaan dengan harga di daratan. Kalau kapal nggak belayar, maka harga bahan pokok di kepulauan membengkak. Dari segi wisatawan juga sudah mulai berkembang. Pihak pemerintah Singkil juga mulai mempromosikan wisata Singkil. Setiap pelayaran, pasti ada wisatawan asing, sekitar 4-6 orang. Kalau hari libur mulai ada paket wisata ke Pulau Banyak, langsung dari agen travel Medan. Pihak travel Medan juga sering koordinasi. Pada akhir pekan, hotel dan homestay penuh, malahan ada yang numpang tidur di kapal.   Bagaimana orientasi atau kondisi pelayaran saat ini? Alhamdulillah, untuk pelayaran kita terus berkoordinasi dengan pihak Syahbandar. Saya juga terus memonitor BMKG. Kadang dua hari sekali saya cek keadaan laut dan hal terkait lainnya untuk keselamatan kapal dalam pelayaran. Selama ini tidak ada kendala pelayaran. Kayak kemarin itu nggak bisa berlayar karena cuaca, kita terus koordinasi dan memantau terus keadaan. Kita upayakan jadwal keberangkatan tidak meleset jauh. Kita saling menjaga, karena nggakmungkin juga dipaksa karena cuaca memang tidak memungkinkan. Kirakira tidak memungkinkan, ya besok pagi saja, kita lihat lagi kondisinya. Ini semua untuk keselamatan kita juga.   Teknologi terbaru apa saja yang telah diaplikasikan dalam pengoperasional kapal? Alhamdulillah, untuk pelayaran kita pihak ASDP, peralatan yang digunakan sudah mumpuni. Kapal KMP Teluk Singkil telah dilengkapi dengan 16 unit CCTV, jadi kita dapat mengontrol penumpang melalui ruangan komando atau ruang anjungan. Radar sudah dua unit, GPS dua unit, ada juga alat penghitung kecepatan angin dan peralatan lainnya. Kondisinya juga normal, bagus semuanya. Saya pusingnya bukan dalam pelayarannya. Biasanya orang pusingnya dalam pelayaran, ini pusingnya malah pas mau sampai. Pas mau sandar ke dermaga ada benturan-benturan. Untuk sementara, jadwal pun sudah pas.   Apa saran atau masukan Bapak untuk meningkatkan pelayanan? Untuk keselamatan kita bersama, dermaga Singkil dipasang fender atau ban dapra dilengkapi ramburambu suar dan mooring dolphin. Keselamatan dan kenyamanan penumpang adalah hal yang utama. Semoga dengan dilengkapinya fasilitas pelayaran dan pelabuhan, pelayanan menjadi lebih baik.(*) Versi cetak online sila akses dan unduh di laman ini https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Empat Juta Lebih Pengguna Bus Transkoetaradja

Tanggal 4 Mei 2016 menjadi hari yang bersejarah khususnya bagi warga Banda Aceh, dr. Zaini Abdullah selaku Gubernur Aceh meresmikan bus angkutan umum perkotaan milik Pemerintah Aceh pertama yang dikenal sebagai Trans Koetaradja. Kehadiran Trans Koetaradja diharapkan dapat menjadi jawaban atas kebutuhan masyarakat Banda Aceh akan transportasi umum yang aman dan nyaman bagi penumpang juga menjadi solusi untuk mengurangi kemacetan yang sudah mulai terasa di beberapa titik di ibukota Provinsi Aceh tersebut. Antusiasme masyarakat dalam menyambut kehadiran bus yang bercat biru ini sangat tinggi. Hal ini dapat dilihat dari pertumbuhan jumlah pengguna Trans Koetaradja per tahunnya, maupun tingkat load factor bus Trans Koetaradja. Awal beroperasi, Trans Koetaradja memiliki 22 bus yang melayani tiga koridor, koridor 1 dengan rute Masjid Raya Baiturrahman – Darussalam, koridor 2A dengan rute Masjid Raya Baiturrahman – Batoh – Blang Bintang, dan koridor 2B dengan rute Masjid Raya Baiturrahman – Ulee Lheue. Tahun 2018, Pemerintah Aceh membentuk UPTD Angkutan Massal Perkotaan Trans Kutaraja sebagai pengelola Trans Koetaradja agar dapat memberikan pelayanan secara maksimal kepada masyarakat penggunanya. Kementerian Perhubungan memberikan bantuan bus sebanyak 8 unit pada tahun 2018 dan 10 unit pada tahun 2019, sehingga Trans Koetaradja dapat menambah pelayanan di dua koridor baru yaitu koridor 3 yang melayani rute Masjid Raya Baiturrahman – Keutapang – Mata Ie, dan koridor 5 yang melayani rute Masjid Raya Baiturrahman – Ulee Kareng – Blang Bintang. Meskipun koridor 2A dan koridor 5 melayani rute ke Blang Bintang namun Trans Koetaradja tidak dapat masuk ke dalam kompleks Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM). Sementara itu, permintaan masyarakat akan pelayanan Trans Koetaradja sangat tinggi mengingat minimnya pilihan transportasi yang tersedia baik dari maupun menuju ke bandara terbesar di Aceh tersebut. Awal April 2019, berkat koordinasi dan kerjasama dengan PT. Angkasa Pura II Bandara SIM, Trans Koetaradja sudah mulai beroperasi di dalam bandara. Hal ini menjadikan Trans Koetaradja sebagai angkutan pemandu antar moda yang menghubungkan bandara SIM dengan pelabuhan penyeberangan Ulee Lheue dan terminal tipe A Batoh. Tercatat pada tahun 2017, lebih dari 1 juta penumpang menggunakan Bus Trans Koetaradja yang melayani tiga koridor. Sejak penambahan dua koridor pada tahun 2018, jumlah penumpang meningkat tajam mencapai lebih dari 4 juta penumpang. Selain berfungsi sebagai angkutan umum, Trans Koetaradja juga berperan aktif mendukung event-event daerah, nasional maupun internasional yang dilaksanakan di Aceh. Seperti PKA VII, PORA 2018, PENAS XV, Muzakarah Sufi Internasional 2018 dan lain-lain. Trans Koetaradja menyediakan armada untuk melayani beberapa titik penjemputan menuju ke tempat berlangsungnya event maupun sebaliknya. Hal ini sangat membantu masyarakat maupun peserta yang ingin berpartisipasi ataupun sekedar berkunjung ke event tersebut. Sampai dengan tahun 2019, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh masih memberikan subsidi penuh untuk pemenuhan fasilitas dan operasional bus Trans Koetaradja sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam penyediaan transportasi umum yang aman dan nyaman bagi masyarakat. Pemerintah Aceh juga mengajak partisipasi sektor swasta dalam pembangunan fasilitas pendukung Trans Koetaradja yang tercermin dalam pembangunan enam halte yang dibangun menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) sektor perbankan, yang diresmikan pada bulan September 2018 lalu. Dari hasil survei yang dilakukan oleh tim Trans Koetaradja pada bulan September 2018 hingga Maret 2019, bahwa keterlambatan bus mendapatkan keluhan terbanyak dari masyarakat, disusul dengan perilaku awak bus, kenyamanan halte serta kurangnya jumlah halte yang tersedia. Untuk menjawab keluhan-keluhan tersebut, inovasi demi inovasi dilakukan oleh Trans Koetaradja mulai dari pembuatan time table pelayanan bus Trans Koetaradja hingga pengembangan aplikasi mobile untuk memantau posisi bus demi memastikan ketepatan waktu pelayanan bus Trans Koetaradja. Penggunaan teknologi Network Video Recorder (NVR) juga telah diterapkan pada tiga bus yang berfungsi untuk menghitung jumlah penumpang, mengawasi perilaku awak bus, serta mencegah terjadinya hal-hal yang tidak bertanggungjawab di dalam bus Trans Koetaradja. Kini, tiga tahun sudah sejak pertama kali beroperasi, Trans Koetaradja telah bertransformasi dari angkutan umum alternatif menjadi angkutan umum utama yang aman, nyaman, dan dapat diandalkan oleh masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dari peningkatan jumlah penumpang pada triwulan pertama tahun 2019 yang mencapai 1,3 juta orang. Semoga Trans Koetaradja terus meningkatkan pelayanannya dan menjadi kebanggaan kita semua. Sudahkah Anda naik Trans Koetaradja? (Arrad)  

Pelabuhan Kuala Langsa Bersiap Menjadi Gerbang Ekspor Impor

Pemerintah Kota Langsa kini tengah mengapai asa dari Pelabuhan Kuala Langsa yang menjadi kawasan ekspor impor untuk berbagai komoditas asal Aceh, sehingga meningkatkan perekonomian daerah. Berbagai kesiapan dan upaya pemerintah daerah dalam mempercepat derap pembangunan dan meningkatakan status pelabuhan itu, khususnya di bidang kemaritiman sebagaimana program prioritas pemerintah terus dilakukan. Kuala Langsa merupakan nama sebuah desa pesisir yang terletak di bagian barat Kota Langsa, Provinsi Aceh. Di daerah ini terdapat sejumlah destinasi wisata, seperti hutan mangrove, jembatan hijau yang ramai dikunjungi pengunjung berakhir pekan, menara pemantau hutan mangrove sampai pelabuhan yang sudah ada sejak sebelum masa kolonial. Disini juga terdapat Pelabuhan Kuala Langsa sebagai satu-satunya sarana transportasi laut yang menghubungkan Kota Langsa dengan luar negeri. Sejak awal abad 20, pelabuhan ini ramai dengan aktivitas ekspor impor ke daerah-daerah lainnya di Indonesia, bahkan sampai ke Malaysia, Thailand, India, dan Singapura. Banyak pengusaha lokal melakukan transaksi perdagangan laut dengan menggunakan jasa pelabuhan Kuala Langsa. Pelabuhan ini sempat pula menjadi jalur pelayaran internasional melalui beroperasinya kapal ferry penyeberangan dari Kota Langsa menuju Penang, Malaysia di pertengahan tahun 2013. Kuala Langsa juga menjadi sejarah penting bagi masyarakat dunia, yakni aksi penyelamatan ratusan imigran muslim Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh. Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2019 Tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 87/M-Dag/Per/10/2015 Tentang Ketentuan Impor Produk Tertentu, maka Pelabuhan Kuala Langsa resmi menjadi pelabuhan tujuan impor untuk produk tertentu di Provinsi Aceh, sekaligus penyerahan Permendag No. 24 Tahun 2019 oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Sabtu (13/4/2019). Walikota Langsa Usman Abdullah, S.E., menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Pusat kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang Dr.Sofyan Djalil, didampingi Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa Kementerian Koordinator Kemaritiman Ir. Agung Kuswandono, M.A. Beliau juga mengharapkan Pelabuhan Kuala Langsa dapat mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah khususnya bagi masyarakat Kota Langsa. Sesuai Permendag terbaru tersebut, jenis barang impor yang diperbolehkan melalui pelabuhan laut Kuala Langsa adalah produk makanan, minuman, elektronik, mainan anak-anak, dan alas kaki.(Dewi)

DISHUB ACEH FASILITASI LAYANAN TRANSPORTASI RAKORNAS BPSDM SE-INDONESIA TAHUN 2019

Dalam rangka mendukung kelancaran Rakornas BPSDM se-Indonesia Tahun 2019 di Banda Aceh, Dinas Perhubungan Aceh sebagai penanggung jawab transportasi memfasilitasi 10 armada bus yang terdiri dari 4 bus besar (50 seat), 4 bus sedang (30 seat) dan 2 bus kecil (12 seat). Bus tersebut akan melayani 600 peserta dari 34 provinsi dan 514 Kabupaten/Kota selama mengikuti Rakornas di Banda Aceh pada tanggal 25 – 28 Juli 2019. Seluruh rangkaian kegiatan peserta mulai dari penjemputan kedatangan di bandara, lalu ke penginapan, mobilisasi peserta ke tempat acara, shalat jum’at di Mesjid Raya Baiturrahman, City Tour hingga pemulangan peserta kembali ke Bandara. Secara bersamaan, Dishub Aceh juga memfasilitasi pelayanan transportasi pada MTQ Nasional Mahasiswa Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 28 Juli sampai dengan 4 Agustus 2019 di kampus Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. “Layanan transportasi ini sangat dibutuhkan mengingat masih minimnya fasilitas transportasi wisata di Aceh, serta diharapkan dapat mendukung keberhasilan peningkatan wisata dan kegiatan nasional di Aceh,” ujar Kabid LLAJ Dishub Aceh, Nizarli, S.SiT, MT. (AM)

Membangun Kepulauan Melalui Sektor Transportasi

Pemerintah Aceh kini sedang fokus pada pembangunan infrastruktur. Salah satu sektor yang menjadi prioritas adalah pembangunan sarana dan prasarana transportasi untuk menunjang konektivitas antar wilayah. Tersedianya fasilitas transportasi yang memadai akan menunjang percepatan pembangunan sektor-sektor lainnya. Selama ini, minimnya sarana transportasi dituding sebagai salah satu penyebab terhambatnya pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan. Mempertimbangkan kondisi geografis yang unik, pembangunan transportasi di Aceh tidak hanya berfokus pada daerah perkotaan namun juga meliputi daerah kepulauan, khususnya yang berpenghuni. Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan telah menetapkan program strategis pembangunan dan pengembangan konektivitas ke wilayah kepulauan yang sangat bergantung pada angkutan laut dan penyeberangan, seperti Kawasan Pulau Banyak di Kabupaten Aceh Singkil, Simeulue, dan Pulo Aceh di Kabupaten Aceh Besar. Dalam konteks ini, konsep pembangunan dan pengembangan konektivitas transportasi di Kabupaten Singkil dan wilayah Pulau Banyak difokuskan pada penenuhan infrastruktur pelabuhan baik sisi darat maupun sisi laut. Pembangunan dan pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Singkil dan Pulau Banyak dilakukan untuk memastikan pelayanan terhadap pengguna jasa pelabuhan dapat berjalan sesuai dengan standar minimal yang disyaratkan, baik kenyamanan maupun keselamatan. Pelabuhan Penyeberangan Singkil yang melayani trayek angkutan menuju Pulau Banyak dan Nias (Sumatera Utara) dalam kurun 2 (dua) tahun terakhir terus berbenah dengan melengkapi fasilitas sisi daratnya, antara lain rehabilitasi gedung terminal penumpang beserta fasilitas pendukung, pembangunan gangway, perkuatan talud pelindung dan penyediaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP) atau lebih dikenal dengan sebutan rambu suar. Sementara itu, pada Tahun 2019 akan dilaksanakan lanjutan perkuatan talud pelindung dan perpanjangan gangway dari pelabuhan menuju dermaga sehingga berfungsi lebih optimal. Sementara itu, pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Pulau Banyak yang berlokasi di Pulau Balai Kecamatan Pulau Banyak, melalui Anggaran Tahun 2019 difokuskan pada penanganan mooring dolphin (fasilitas tambat untuk mengikat tali kapal), catwalk (jembatan penghubung), fender untuk pengaman sandar kapal dan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP). Kondisi pelabuhan Pulau Banyak yang dibangun pada tahun 2001 dan telah mengalami gempa besar pada tahun 2005 saat ini perlu dilakukan evaluasi terhadap kondisi kekuatan struktur bangunan dermaga sebelum dilakukan pembangunan yang menyeluruh. Selain infrastruktur pelabuhan, Pemerintah Aceh juga menaruh perhatian pada terbatasnya sarana transportasi antar pulau, khususnya dari daratan Singkil menuju Pulau Banyak. Sarana yang tersedia hari ini hanyalah KMP Teluk Singkil dengan jenis Ro-Ro dengan bobot 600 GT yang melayani trayek Singkil – Pulo Banyak 2 kali seminggu. Kondisi ini mengakibatkan terbatasnya mobilitas orang dan barang dari/ke Pulau Banyak, khususnya pada saat cuaca buruk dimana kapal tidak dapat beroperasi atau pada saat kapal mengalami docking karena ketiadaan kapal pengganti. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pada Tahun 2019-2020 Pemerintah Aceh telah mengalokasikan anggaran pembangunan 1 (satu) unit kapal Ro-Ro dengan bobot 600 GT melalui skema multi years contract. Dengan adanya penambahan sarana kapal dengan kapasitas 212 orang dan jumlah kendaraan 21 unit ini diharapkan layanan transportasi penyeberangan Singkil – Pulau Banyak dapat lebih lancar, nyaman dan selamat. Berbagai upaya pembangunan yang dilakukan menunjukkan keseriusan Pemerintah Aceh dalam menciptakan pemerataan pembangunan, membuka isolasi daerah dan memperkecil disparitas harga barang di wilayah kepulauan. Namun, kolaborasi seluruh stakeholder baik Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha Milik Negara, sektor swasta bahkan masyarakat adalah yang utama. (Dewi) Versi cetak online silakan baca di laman https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/