Dishub

Masa PPKM Mikro, Petugas Gabungan Gencar Periksa Masyarakat di Perbatasan Aceh Tamiang-Sumut

Hingga hari ke-12 penerapan PPKM Mikro di Aceh, petugas gabungan dari berbagai instansi kabupaten/kota di wilayah perbatasan Aceh masih gencar melakukan penyekatan, Sabtu, 17 Juli 2021. Penyekatan ini menindaklanjuti instruksi Gubernur Aceh Nomor 12 Tahun 2021 tentang perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro untuk pengendalian penyebaran Covid-19 di Aceh. Pada posko penyekatan di perbatasan Aceh Tamiang misalnya, petugas memeriksa dokumen perjalanan yang disyaratkan selama masa penerapan PPKM mikro di Aceh. Selain itu, petugas juga intens melakukan sosialisasi dan edukasi bagi masyarakat yang melintas di wilayah ini. Diketahui, saat ini beberapa dokumen persyaratan untuk memasuki wilayah yang sedang menerapkan PPKM mikro di antaranya, menunjukkan sertifikat vaksin atau hasil Rapid Test Antigen yang berlaku 1×24 jam, serta hasil RT-PCR yang berlaku 2×24 jam. Posko yang berlokasi di UPPKB Jembatan Timbang Seumadam ini juga menyediakan layanan vaksinasi bagi pelintas yang belum divaksin. Layanan ini tersedia setiap hari sejak pagi hingga siang hari guna mempermudah masyarakat sehingga perjalanan mereka tidak terganggu. Berdasarkan amatan Tim Aceh TRANSit di posko penyekatan Aceh Tamiang, petugas juga memeriksa jumlah penumpang yang menaiki angkutan umum Antar Kota Antar Provinsi (AKAP). Selama penerapan PPKM mikro, jumlah penumpang angkutan umum dibatasi hanya 50 persen dari total kapasitas kendaraan. (AM)

Pergerakan Penumpang di Terminal Tipe B Berjalan Normal

Pergerakan orang di Terminal Tipe B Aceh Barat Daya (Abdya) pada H-4 Lebaran Idul Adha masih terlihat normal, Jumat, 16 Juli 2021. Kondisi ini juga dipengaruhi oleh penerapan PPKM Mikro yang masih berjalan di Aceh. Hal itu disampaikan Koordinator Terminal Tipe B Abdya, Khairunnas saat ditemui di ruangannya, Sabtu pagi (17/07/2021). Dikatakannya, semalam tercatat sebanyak 21 minibus berangkat dari terminal Blang Pidie ini. “Keberangkatan penumpang sebanyak 135 orang dengan tujuan Banda Aceh. Namun, kedatangannya hanya 5 orang penumpang dari Singkil”, sebutnya. Sementara itu, pada pagi hari hingga pukul 10.00 WIB keberangkatan penumpang dari Abdya sebanyak 10 minibus yang membawa 35 penumpang. Untuk kedatangan tercatat sebanyak 30 penumpang. Berdasarkan data dari petugas terminal, mayoritas keberangkatan dari Blang Pidie menuju Banda Aceh. Selain itu lintas trayek lainnya dengan tujuan Meulaboh, Tapaktuan, Takengon, Lhokseumawe, hingga Medan. (MR)

Jelang Idul Adha, Pelabuhan Calang Ramai Penumpang, Kuala Bubon Sebaliknya

Menjelang lebaran Idul Adha 1442 H, terlihat kepadatan penumpang yang akan berangkat dari Pelabuhan Calang menuju Pelabuhan Sinabang, Jumat (16/07/2021). Informasi yang dihimpun dari operator kapal ASDP Ferry Indonesia Cabang Singkil yang bertugas di pelabuhan ini, sebanyak 320 penumpang memakai jasa KMP. Aceh Hebat 1 menuju Simeulue. Sementara itu, untuk kendaraan golongan II (sepeda motor) sebanyak 95 unit, golongan IV (mobil) sebanyak 16 unit, dan kendaraan golongan V (truk) sebanyak 18 unit. Selama pemberlakuan PPKM Mikro, penumpang tetap diimbau untuk mematuhi protokol kesehatan. Di hari yang sama, aktivitas berbeda terpantau di Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon, Meulaboh tampak sepi penumpang baik orang hingga kendaraan. Hal ini dikarenakan adanya docking tahunan KMP. Teluk Sinabang sejak pertengahan bulan lalu. Koordinator Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon Meulaboh, Romi Masri yang ditemui Tim Aceh TRANSit menyebut telah menginformasikan jauh-jauh hari adanya docking kapal. “Untuk itu kita mengarahkan penumpang agar menyeberang ke Simeulue melalui Pelabuhan Calang maupun Pelabuhan Labuhan Haji,” sebutnya. Romi menambahkan, saat KMP. Teluk Sinabang docking pada tahun-tahun sebelumnya, terdapat antrian kendaraan logistik. Mereka terpaksa menunggu kapal tersebut selesai docking untuk bisa mengantarkan pasokan logistik ke Simeulue. Masa tunggu ini mengakibatkan terhambatnya distribusi logistik ke wilayah kepulauan. (MR)

Alas Kaki

Pasangan terbaik itu seperti sepatu. Bentuknya tak persis sama, namun serasi. Meski berada di posisi paling bawah dan selalu diinjaki, namun dialah yang membawa banyak orang berkeliling dunia. Bayangkan, sepasang sepatu tentara yang terus disempurnakan untuk “beradaptasi” dengan tugas dan alam yang dihadapi, barangkali warna hitam dengan ikatan tali hingga pangkal betis untuk dapat melakukan “perjalanan” dengan semangat pantang mundur serta sebagai wujud kewibawaan dan kegagahan. Apakah kita menyadari kebenaran Forrest Gump? Karya Winston Groom yang diangkat dalam sebuah film terbaik garapan Robert Zemeckis dengan penghargaan Academy Awards Tahun 1994.  Berkisah tentang seorang anak yang ber-IQ di bawah rata-rata dengan kelainan “perjalanan” hidup yang harus dibantu dengan sepatu terapi, sehingga dia diolok-olok oleh temannya. Dia menyadari “Mama selalu bilang, kau bisa mengetahui pribadi orang dari sepatu yang dipakainya. Kemana mereka pergi, darimana mereka. Aku merusak banyak sepatu.” Sepatu atau sebuah alas kaki mengisahkan banyak cerita, karena “semakin jauh berjalan, akan semakin banyak yang dilihat” serta banyak pula kisah yang ada di setiap “perjalanan”. Namun pada realitas kehidupan, berjalan tanpa henti akan membawa pada kelelahan. Ada kala, langkah perlu berbalik untuk beristirahat sementara, meski terkadang hasrat terus saja bergerak, istirahat sebaiknya dimanfaatkan untuk merenung peran yang dapat kita berikan diantara peran-peran orang lain. Memang, kita terbiasa membiarkan hasrat maju jauh di depan, alih-alih mempertimbangkan kebutuhan yang akan memberikan “manfaat” pada orang lain, malah bersitegang untuk mempertahankan “prinsip” yang hanya terlintas sekilas dalam benak demi sebuah “fatamorgana” keuntungan. Tak ayal, argumen yang diperdebatkan demi sebuah kehormatan yang dianggap bermartabat padahal telah mencoreng “harga diri” dan dengan sukarela melupakan kepentingan bersama yang telah disepakati. Bertahan pada keinginan semata tentu akan menjerat diri, pada akhirnya hasrat ini menjadi sebuah wujud ketamakan dan keangkuhan yang menganggap rendah pada kepentingan lainnya. Hal ini sama persis dengan transformasi makna “ruang publik” yang awalnya disandingkan dengan tiga elemen, yaitu responsif, demokratis dan bermakna sesuai pemanfaatan ruang. Ruang publik telah dialihkan fungsi untuk meraup keuntungan “keakuan”. Sebuah ruang yang telah ditetapkan untuk dimanfaatkan bersama, kini telah diberi sekat-sekat “kewenangan” hingga mengekang gerak massa yang berujung konflik tiada henti. Kewenangan ini menjadi “embel-embel” sangat sering didengungkan untuk dasar membangun sebuah kepentingan, pribadi atau kebersamaan. Pertahanan sebuah kewenangan akan dikalahkan ketika akan terjadi permasalahan secara teknis, semua akan saling “lempar handuk”. Sehingga penyelesaian berujung terhambatnya pelayanan bagi masyarakat. Pada akhirnya, permasalahan tersebut jadi menguap. Tidak ada solusi konkret, ego sektoral menjadi pemenang sesaat. Kewenangan inilah, biang kerok yang membuat pihak yang merasa diri lebih “diakui” dan enggan untuk mendengar keluh-kesah. Mereka akan menutup kuping rapat-rapat jika perihal tersebut tidak membawa manfaat bagi kepentingannya. Lagi-lagi, sebidang tanah hanya menjadi wahana ilalang, tidak akan berubah menjadi ladang sayur yang penuh manfaat. Perilaku “keakuan” bagaikan benteng kokoh yang menghadang setiap upaya untuk bersinergi meraih tujuan dan kemajuan. Akibatnya bukan hanya mereduksi efisiensi operasional secara keseluruhan juga akan menggerus moral kebersamaan sehingga tidak mau berkontribusi dan sangat sulit untuk mencapai sinergi. Satu sektor memandang sektor lain tidak lebih penting dari sektornya sendiri, demikian pula sebaliknya. Mentalitas sempit yang lebih mementingkan sektornya masing-masing ini bisa terus menguat manakala perekat antar sektor melemah atau tidak ada. Bahkan, keakuan ini membuat perkembangan ekonomi, sosial, dan budaya menjadi tidak sehat, tidak adil, dan tidak efisien dari sudut pandang kepentingan kawasan. Dengan meminimalisir tubrukan peran, kewenangan eksekusi sepenuhnya dipegang kembali oleh masing-masing sektor yang mementingkan kepentingan masyarakat diatas segala-galanya. Tentunya, solusi mengurangi ego sektoral tidak terbatas, tidak hanya pada satu sudut pandang saja. Kesamaan cara pandang dan tujuan serta orkestrasi yang dimainkan menjadi aspek terpenting dalam mengeliminasi keakuan yang muncul. “Perjalanan” menuju pada pangkal untuk mencari solusi ego sektoral sama seperti alas kaki, antara sepasang kiri dan kanan sepatu tidak pernah memiliki bentuk yang sama. Walaupun begitu, sepatu akan terus bersama ke manapun perginya demi kenyamanan dan bisa memberi manfaat kepada yang membutuhkannya. Bayangkan ketika salah satunya hilang, maka manfaatnya akan hilang. Sepasang sepatu saat berjalan memang tidak pernah kompak, tetapi tujuannya sama, tidak perlu harus ganti posisi, namun saling melengkapi. Keajaiban datang bagi mereka yang tidak pernah menyerah untuk melengkapi, Forrest merusak banyak sepatu dalam “perjalanannya” mengitari setengah daratan Amerika selama bertahun-tahun, kemampuan yang dimulai saat dia dikejar teman yang meragukan dirinya. Dengan kemampuan berlari ini, Forrest menjadi seorang yang sangat berjasa dalam peletonnya saat peperangan serta menjadi penyelamat banyak tentara yang terluka dan menolong siapa pun yang meragukannya, sehingga dia menerima kehormatan atas kepahlawanannya. Begitulah perumpamaan manusia, masing-masing dari kita memiliki sudut pandang dan pola pikir yang berbeda, tapi alangkah baiknya jika kita menghargai pendapat dan tujuan orang lain tanpa perlu mengedepankan “keakuan” kita. Karena justru dengan saling melengkapi dan mengapresiasi perbedaan itulah, kita bisa mencapai tujuan secara optimal sesuai dengan yang kita inginkan. (Junaidi Ali) Selengkapnya baca di https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Berpacu di Tengah Badai Corona

Kebanggaan terhadap kapal Aceh Hebat bukan saja karena kapal ini dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Akan tetapi, kapal ini merupakan hasil keseriusan dan ketelatenan tangan teknisi dalam negeri saat proses pembangunan berlangsung. Pembangunan ketiga kapal Aceh Hebat dilakukan pada galangan dalam negeri, yaitu kapal Aceh Hebat 1 dibangun pada galangan PT. Multi Ocean Shipyard, Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, Aceh Hebat 2 dibangun pada galangan PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia, Bangkalan, Jawa Timur, dan Aceh Hebat 3 dibangun pada galangan PT. Citra Bahari Shipyard, Tegal, Jawa Tengah. Sebagai titik awal pembangunan sebuah kapal baru, peletakan lunas atau keel laying telah menjadi sebuah tradisi untuk menandakan bahwa proses pengerjaan akan dimulai. Proses keel laying ketiga kapal Aceh Hebat dilakukan secara bersamaan di Galangan PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia pada Senin, 29 Oktober 2019 yang lalu. Prosesi ini juga dianggap sebagai hari kelahiran kapal baru. Saat pembangunan kapal Aceh Hebat berjalan, seluruh komponen ataupun material yang akan digunakan harus melewati serangkaian proses pemeriksaan dari Badan Klasifikasi Indonesia (BKI) dan Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan Republik Indonesia. Pengawas dari BKI maupun Ditjen Hubla memeriksa setiap komponen yang akan dikerjakan atau dipasang pada kapal Aceh Hebat. Bahkan BKI dan Ditjen Hubla telah mengeluarkan lebih dari 150 sertifikat untuk pembangunan 1 unit kapal Aceh Hebat. Sehingga sangat keliru bila mengira atau beranggapan bahwa ketiga kapal Aceh Hebat merupakan kapal bekas. Proses pembangunan ketiga kapal Aceh Hebat ini pun tidak berjalan mudah. Banyak tantangan maupun kendala yang dihadapi para pekerja dan teknisi, salah satunya adalah pandemi corona. Wabah yang muncul pada Desember tahun 2019 di Negeri Tiongkok ini menjadi berita buruk bagi semua pihak, khususnya pihak galangan. Pengiriman barang maupun komponen material dari sejumlah negara untuk keperluan pembangunan kapal mengalami hambatan. Dampaknya mulai terasa ketika sejumlah negara menghentikan kegiatan ekspor impor guna mencegah penyebaran virus corona di wilayah mereka. Bahkan, pada saat penyebaran virus corona sedang meningkat begitu tajam, beberapa negara pengimpor sempat menghentikan sementara aktivitas produksi komponen yang dipesan oleh galangan. Selain kendala akibat terhambatnya pengiriman barang dan komponen, pihak galangan kapal juga menemui kendala lainnya ketika virus corona mulai masuk ke Indonesia pada Maret 2020. Penyebaran virus yang terus meningkat dari waktu ke waktu semakin menjadi momok bagi pihak galangan untuk menjaga kondisi kesehatan para pekerjanya. Pihak galangan mengambil kebijakan penting untuk melindungi kesehatan pekerja, yaitu melakukan karantina bagi seluruh pekerja yang terlibat dalam pembangunan kapal. Keputusan ini diambil guna memastikan bahwa seluruh pekerja aman dari paparan virus dan proses pengerjaan kapal tidak terhenti. Karantina yang dilakukan di galangan cukup sukses untuk membendung paparan virus dari luar. Di samping itu, proses pengerjaan bagian-bagian kapal dapat dilakukan sesuai rencana. Meskipun saat itu sejumlah regulasi yang muncul dari pemerintah terkait pencegahan penyebaran virus kerap berubah dari waktu ke waktu. Pandemi memaksa para pekerja dan teknisi berpacu dengan waktu agar pembangunan kapal selesai sesuai target. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, yang saat itu masih menjabat sebagai Plt. Gubernur Aceh, meninjau langsung proses pengerjaan kapal di tiga galangan sejak awal tahun 2020. Nova ingin memastikan proses pembangunan tidak mengalami kendala yang berarti meskipun dunia sedang dihantam pandemi. Saat kunjungan ke galangan, orang nomor satu di Aceh tersebut mengapresiasi pihak galangan karena progress pembangunan kapal berjalan sesuai rencana. Bahkan, sesuai informasi yang diperoleh dari pihak galangan, progres saat itu melampaui target perencanaan awal. Fakta ini menjadi kabar baik bagi masyarakat Aceh bahwa kapal Aceh Hebat akan menjadi kado akhir tahun yang membanggakan. Pembangunan kapal Aceh Hebat sekaligus menjadi bukti bahwa industri galangan kapal dalam negeri masih bisa berprestasi meski dalam suasana pandemi. Hasil ini menjadi kebanggaan yang patut diapresiasi bersama bahwa anak bangsa masih bisa berprestasi meski dunia sedang diselimuti pandemi. (Amsal Bunaiya)

Bepergian ke Sabang Wajib Tunjukkan Kartu/Sertifikat Vaksin atau Hasil Rapid Test

Selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Aceh, masyarakat yang ingin menyeberang ke Sabang melalui Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh wajib menunjukkan sertifikat/kartu vaksin atau hasil Rapid Test Antigen (1×24 jam) bagi yang belum melakukan vaksin. Sementara itu, bagi masyarakat yang belum memiliki kartu vaksin dan hasil test antigen, bisa melakukan rapid test antigen di posko PPKM Satgas Covid19 yang ada di pelabuhan. Satgas juga menyediakan layanan rapid test antigen gratis bagi 50 calon penumpang setiap harinya. Kebijakan tersebut merupakan hasil koordinasi antara Dinas Perhubungan Aceh, Polda Aceh, Polres Kota Banda Aceh, Satgas Covid19 Banda Aceh, dan operator angkutan penyeberangan di Pelabuhan Ulee Lheue, Selasa, 13 Juli 2021. Rapat hari ini juga meminta kepada operator kapal untuk melakukan sosialisasi ke publik terkait aturan teknis di pelabuhan penyeberangan. Selain itu, petugas loket di pelabuhan wajib meminta kepada calon penumpang untuk menunjukkan sertifikat vaksin atau hasil rapid test antigen sebagai syarat sebelum membeli tiket. (AM)

Bermanfaat Seutuhnya bagi Masyarakat

Berlayarnya KMP Aceh Hebat saat ini tidak semudah membalikkan telapak tangan, proses yang panjang ditempuh oleh para pemangku kebijakan mulai dari perencanaan, pengadaan, pembangunan hingga operasionalnya. Masuknya Usulan KMP Aceh Hebat 3 Salah satu tahapannya ialah pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBA Tahun 2019 pada Agustus-November 2018 yang dilakukan Dinas Perhubungan Aceh bersama Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Aceh yang membawahi bidang Infrastruktur. Abdurrahman Ahmad, anggota Komisi IV yang juga Ketua Fraksi Gerindra menceritakan, sebelum KUA-PPAS dilakukan, Komisi IV menerima banyak aspirasi dari masyarakat khususnya daerah kepulauan, seperti Sabang yang mengharapkan penambahan perjalanan kapal untuk lintasan Ulee Lheue – Balohan karena pada saat seperti libur nasional, banyak masyarakat tidak terangkut kapal. Hal serupa disampaikan masyarakat Simeulue yang mengharapkan adanya penambahan kapal untuk mempercepat mobilitas masyarakat, agar mereka tidak perlu menunggu berhari-hari khususnya ketika cuaca buruk. Tonton Video Kapal Milik Aceh Siap Layari Pantai Barat-Simeulue https://www.youtube.com/watch?v=UtYOZkfQyFM Anggota Komisi IV lain, Hendri Yono menyampaikan, usulan awal dari Dinas Perhubungan ialah pengadaan 2 kapal sesuai dokumen Detail Engineering Design (DED) yang telah disusun sebelumnya. Namun, keunikan terjadi ketika KUA-PPAS, masyarakat Aceh Singkil meminta penambahan kapal untuk mendukung peningkatan perekonomian setempat, “Kurangnya armada laut membuat masyarakat maupun wisatawan kesusahan mencari transportasi ke Pulau Banyak. Mereka harus menunggu cuaca mendukung, itu pun kapal yang digunakan merupakan kapal milik nelayan dengan fasilitas seadanya,” ujarnya. Penandatanganan Berita Acara dan MoU Pengadaan kapal lintasan Singkil- Pulau Banyak ini merupakan usulan baru yang belum ada perencanaan DED sebelumnya. Usulan yang muncul pada saat KUA-PPAS ini kemudian dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan KUA-PPAS T.A. 2019 tanggal 19 November 2018 antara Komisi IV DPRA dan Kepala Dinas Perhubungan Aceh. Setelah itu, disepakatilah penggunaan desain kapal feri sejenis milik Kementerian Perhubungan sebagai desain kapal yang ketiga ini. Penandatanganan Berita Acara tersebut kemudian diperkuat dengan Perjanjian Kerja Sama/ Memorandum of Understanding (MOU) nomor 14/MOU/2018 dan/atau 2688/2018 tanggal 28 November 2018 antara Pemerintah Aceh dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. MoU ini mengatur komitmen kedua pihak untuk mengalokasikan anggaran pelaksanaan kegiatan pembangunan dengan skema multiyears yang salah satunya adalah pengadaan kapal dengan total anggaran 180 miliar rupiah (termasuk pengawasan) pada tahun 2019-2020, terdiri dari kapal untuk lintasan Pantai Barat – Simeulue 77 miliar, lintasan Ulee Lheue – Balohan 62 miliar, dan lintasan Singkil – P. Banyak 41 miliar. Pelaksanaan Pengadaan dan Apresiasi Kemenhub Pengadaan ketiga kapal ini dilaksanakan di Biro Layanan Pengadaan dan Pengelolaan Barang Milik Negara (LPP-BMN) Kementerian Perhubungan RI pada 2019 yang melaksanakan proses pengadaan hingga ditetapkannya pemenang tiga galangan berbeda yang akan membangun masing-masing kapal. Kala itu belum tercetus nama KMP Aceh Hebat 1,2 dan 3 sehingga penamaan kegiatan ini masih berupa Pembangunan Kapal Ro-Ro untuk ketiga lintasan tersebut. Kebijakan pengalihan pelaksana pengadaan ini dilakukan karena Pemerintah Aceh belum memiliki pengalaman serta kemampuan secara sistem maupun SDM, untuk melaksanakan proses pengadaan kapal penyeberangan berspesifikasi khusus serta untuk menjaga kualitas kapal agar sesuai spesifikasi yang tertuang dalam DED, memenuhi standar keamanan dan keselamatan sesuai harapan masyarakat Aceh. Dijumpai terpisah, Direktur Transportasi Sungai, Danau dan Penyeberangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Marwanto Heru Santoso menyampaikan apresiasi serta ucapan selamat kepada Pemerintah Aceh yang telah sukses melaksanakan pembangunan ketiga KMP Aceh Hebat, “Kami berharap, semoga apa yang telah dibangun oleh Pemerintah Aceh nantinya dapat bermanfaat seutuhnya bagi masyarakat Aceh, angkutan yang bersifat perintis ini diselenggarakan untuk mengurangi disparitas harga, memeratakan pembangunan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat yang menjadi tanggung jawab kita semua. Selamat kepada Pemerintah Aceh, Aceh Hebat.” tuturnya. Tonton Video Direktur Transportasi ASDP Kemenhub RI https://www.youtube.com/watch?v=EIy9A-_er2I Ucapan Terima Kasih Pemerintah Aceh Ucapan terima kasih kemudian disampaikan oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah mewakili Pemerintah Aceh. “Pemerintah Aceh berterima kasih kepada Kementerian Perhubungan RI atas semua dukungan dan bantuan dalam proses perencanaan, pengadaan hingga pembangunan KMP. Aceh Hebat 1,2, dan 3. Ke depan, kami berharap operasional kapal yang berstatus perintis ini Kemenhub dapat membantu menyubsidi rute tersebut,” ujarnya. Ke depan, disampaikan Abdurrahman, dengan adanya kapal Aceh Hebat diharapkan akan mendongkrak peningkatan perekonomian dan pariwisata serta menumbuhkan komoditi dagang dan UMKM baru di masyarakat, selain itu masyarakat perlu berbenah dengan meningkatkan kesiapan di berbagai sektor seperti kuliner, pariwisata, suvenir, dan akses transportasi. (Reza Ali Ma’sum) Download 

Tahun Depan, Beli Tiket Kapal Penyeberangan di Aceh Melalui Aplikasi E-Ticketing

Digitalisasi telah merambat hampir ke seluruh lini kehidupan, dunia transportasi salah satunya. Pembelian tiket berbasis online dan kartu elektronik (cashless) akan diterapkan di pelabuhan penyeberangan di Aceh. Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue sebagai leading project-nya. Selasa siang, 13 Juli 2021, Dinas Perhubungan Aceh melalui bidang pelayaran menggelar diskusi terkait regulasi “Penerapan Transaksi Elektronik Pada Tiket Angkutan Penyeberang Lintasan Antar Kabupaten/kota di Aceh” bersama pihak PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh dan Singkil serta Biro Hukum Setda Aceh di aula Dishub Aceh. Penerapan transaksi berbasis daring ditujukan untuk mempermudah masyarakat. Harapannya, dapat diterapkan dalam waktu dekat. “Kita harapkan e-ticketing dapat diterapkan segera di Pelabuhan Ulee Lheue sebagai leading project tahun 2022, tentunya agar pelayanan bagi masyarakat menjadi semakin baik,” ujar Muhammad Al Qadri, Kepala bidang pelayaran. Sejauh ini pihak ASDP telah bersiap untuk penerapan pelayanan berbasis digital di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Banda Aceh. “Kita sudah siapkan aplikasi yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk pembelian tiket kapal yang terintegrasi ke seluruh Indonesia, masyarakat dimana pun berada dapat beli tiket secara daring dan meminimalkan antrian di lapangan,” tutur Syamsudin, GM ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh. Andi Muhammad Harun menyampaikan, PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Singkil siap membantu dan mendukung pelaksanaannya. Ia menambahkan bahwa sistem barcode dengan kartu elektronik pernah diterapkan untuk transaksi tiket, namun belum maksimal karena masyarakat banyak yang belum memiliki kartu elektronik. Hal ini juga menjadi pertimbangan khusus. Jika Anda pernah ingin mengunduh video dari pengguna Instagram yang bersifat pribadi, sekarang Anda dapat melakukannya dengan Pengunduh Video Pengguna Instagram Pribadi kami. Akseslah konten eksklusif dan simpanlah video-video spesial yang hanya tersedia untuk kelompok pengikut terpilih. Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor PM 19 Tahun 2020 telah mengamanatkan penyediaan tiket elektronik pada seluruh pelabuhan penyeberangan di Indonesia untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas angkutan penyeberangan yang berdaya saing global serta peningkatan pelayanan jasa pemesanan tiket yang efisien, efektif dan cepat. “Kita perlu mencari mekanisme dan langkah tepat terkait e-ticketing yang tertuang dalam regulasi guna meningkatkan pelayanan berbasis elektronik sesuai amanat permenhub yang mengatur khusus mengatur masalah tiket elektronik,” jelas Frizal, perwakilan Biro Hukum Setda Aceh. Al Qadri berterima kasih atas dukungan semua pihak baik operator dan biro hukum agar penerapan penyelenggaraan tiket eletronik dapat berjalan lancar dan konsisten. Pengesahan kebijakan hukum ini juga bentuk sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam menerapkan e-ticketing pada angkutan penyeberangan Aceh. (MS)

Masihkan Kita Perlu Terminal

Mencermati kondisi terminal yang kian lama makin berkurang aktivitasnya dikarenakan berkurangnya armada angkutan umum yang beroperasi, apakah fungsi dan keberadaan terminal bagi masyarakat masih diperlukan? Terminal angkutan umum merupakan fasilitas umum sebagai bagian dari prasarana lalu lintas angkutan jalan. Layaknya sebuah fasilitas umum, terminal memiliki kejelasan produk-produk untuk disajikan kepada objek-objek  yang dilayani. Bagi sebuah terminal, produksi yang dimaksud tentu bukanlah barang-barang, melainkan berbagai jenis jasa dari berbagai layanan fasilitas yang tersedia. Fasilitas-fasilitas minimal dengan standar pelayanannya  telah diatur dan ditetapkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 40  Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penyelenggaraan Terminal Penumpang Angkutan Jalan. Produk-produk jasa terminal setidaknya ditujukan terhadap tiga obyek layanan (konsumen), yaitu armada angkutan, penumpang serta masyarakat pengunjung. Objek layanan pertama, sebagai bagian pelayanan terminal yang paling pokok, adalah melayani armada angkutan dengan ketersedian fasilitas loket dan area parkir dalam menaikkan dan menurunkan penumpang. Obyek pelayanan kedua adalah penumpang. Bagi penumpang, terminal menjadi tempat untuk mendapatkan pilihan berbagai angkutan umum yang tersedia. Terminal juga menjadi lokasi transit, dari satu trayek ke trayek lainnya. Penumpang juga membutuhkan fasilitas informasi, untuk kejelasan/ketepatan jadwal angkutan dalam melakukan perjalanan. Objek ketiga yaitu bagi masyarakat umum, terminal diharapkan akan memberikan fasilitas pelayanan jasa fasilitas umum yang baik dan nyaman, seperti toilet, ruang tunggu, kantin/pertokoan, musalla dan fasilitas pendukung lainnya. Pengawasan Transaksi Bagi Pemerintah selaku pengelola, terminal memiliki arti penting dalam menjalankan tugas-tugas kepemerintahan. Undang-Undang No. 22 Tahun 2019 tentang LLAJ mewajibkan pemerintah untuk menyediakan sarana angkutan umum bagi masyarakat dalam melakukan perjalanan. Pemerintah menerapkan kebijakan dengan mengikutsertakan peran swasta dalam penyediaan sarana angkutan umum bagi kepentingan pembangunan perekonomian rakyat. Terminal menjadi tempat bagi pengawasan transaksi antara penumpang dan pengusaha angkutan. Untuk tujuan tersebut, terminal menjadi check point bagi Pemerintah dalam melakukan pengawasan-pengawasan tersebut. Di wilayah Aceh, pelayanan operasi Angkutan Antar Kabupaten Dalam Provinsi (AKDP) yang berjalan saat ini dominan dijalankan oleh perusahaan angkutan minibus/mikrobus yang memberi keuntungan lebih fleksibel menjangkau daerah-daerah pinggiran kota dan kondisi jalan yang sempit. Fleksibilitas ini memberikan ruang bagi armada minibus untuk menambahkan layanan antar jemput (door to door) bagi penumpang di dalam perkotaan dan di pinggiran. Penumpang semakin dimanjakan tanpa perlu menunggu atau membeli tiket datang terlebih dahulu ke terminal. Namun demikian, fleksibilitas inilah yang membuat pengawasan pemerintah terhadap angkutan umum semakin sulit dilakukan. keberadaan terminal dalam menjalankan fungsi pengawasan bagi angkutan umum tidak dapat dijalankan karena transaksi antara penumpang dan angkutan tidak lagi didalam terminal. Pemerintah tidak dapat memberikan kepastian/mengawasi jadwal angkutan yang bergerak, standar kualitas pelayanan yang dijalankan, laik jalan kendaraan dan informasi-informasi lain terkait ketersediaan angkutan. Rasa aman, nyaman, dan selamat bagi penumpang tidak dapat dikendalikan. Dengan terkonsentrasinya kembali penumpang dan armada angkutan didalam terminal, akan memudahkan Pemerintah dalam memberikan jaminan  keamanan,  kenyamanan dan keselamatan. Upaya Revitalisasi Terminal Tidak dipungkiri, keberadaan terminal-terminal saat ini seperti telah kehilangan daya tarik sebagai ikon suatu wilayah kota. Revitalisasi terminal-terminal perlu segera dapat dijalankan agar kembali bangkit dan berperan sesuai dengan kondisi jamannya. Revitalisasi dengan mengedepankan konsep modern untuk infrastruktur/fasilitas dan operasional. Revitalisasi  memberi nilai tambah terminal dengan menambah obyek layanan: bagi kebutuhan pengendara pribadi dan pengusaha UMKM lokal. Obyek layanan pengendara pribadi dan pengusaha UMKM akan dipertemukan pada fasilitas pelayanan ‘rest area’. Terminal yang memberi pelayanan beristirahat bagi pengemudi angkutan pribadi dan angkutam umum, yang didukung oleh kesiapan pelayanan pelaku UMKM untuk perberdayaan ekonomi masyarakat lokal. Fasilitas ini dapat meningkatkan pelayanan terminal berupa restoran/rumah makan, kafetaria, kantin dan warung swalayan. revitalisasi juga akan memikat warga kota dengan memberi nilai keindahan dari fungsi taman di dalam terminal.(Rizal Syahisa) Selengkapnya cek di

Persyaratan yang Harus Dipenuhi dalam Perencanaan Kapal

Perencanaan KMP. Aceh Hebat 1 dan KMP. Aceh Hebat 2 dimulai dari selesainya proses pengadaan konsultansi di Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Aceh. Tertanggal 1 Agustus 2018, PT. Dharma Kreasi Nusantara menandatangani kontrak dengan Dinas Perhubungan Aceh untuk pekerjaan Perencanaan Pembangunan Kapal Ro-Ro Untuk Lintasan Simeulue – Pantai Barat dan Lintasan Ulee Lheue – Balohan Sabang yang kelak melahirkan Kapal KMP. Aceh Hebat 1 dan KMP. Aceh Hebat 2. Desain standar kapal penyeberangan Ro-Ro yang optimal untuk lintasan Ulee Lheue – Balohan dan lintasan Simeulue – Pantai Barat dengan tonase antara 1000 – 1500 GT dengan mempertimbangkan kapal yang sudah beroperasi baik dari sisi ukuran, bentuk, maupun sistem operasinya sebagai bahan evaluasi untuk menghasilkan desain yang lebih baik, lebih handal, dan lebih ekonomis baik dari biaya pembangunan maupun operasionalnya. Proses perencanaan yang berlangsung selama 150 (seratus lima puluh) hari diisi dengan beberapa tahapan pekerjaan. Diawali dengan survei ke pelabuhan penyeberangan untuk memperoleh gambaran informasi prasarana dan fasilitas yang tersedia. Mengacu kepada rencana induk masing-masing pelabuhan serta memperhatikan beberapa indikator seperti tingkat pertumbuhan penumpang dan kendaraan yang diangkut menjadi salah satu faktor dalam penentuan kapasitas maupun dimensi pada disain kapal. Penjaringan ide atau gagasan yang perlu digali dari stakeholder juga dilakukan melalui Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota di Aceh yang mengelola Pelabuhan Penyeberangan. Pada umumnya para peserta sangat mendukung penambahan armada kapal ferry roro untuk lintasan penyeberangan di Aceh, dengan pertimbangan lonjakan penumpang dan antrian kendaraan pada waktu-waktu tertentu, seperti hari libur, hari besar keagamaan, serta pengiriman logistik untuk masyarakat di kepulauan yang tidak boleh terputus serta potensi wisata yang semakin meningkat di Aceh, khususnya di Sabang. Melalui FGD ini pula, dan mempertimbangkan desain awal yang telah dilakukan, perkiraan pembangunan Kapal Ferry Ro-Ro untuk kedua lintasan yang telah direncanakan membutuhkan waktu selama 2 (dua) tahun anggaran. Pada proses desain kapal, beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain perkembangan teknologi desain kapal modern (modern ship design) serta aspek keamanan, keselamatan, dan kenyamanan yaitu terkait dengan standar konstruksi kapal, stabilitas kapal, dan getaran kapal dengan mengacu pada standar klasifikasi ataupun regulasi baik lokal ataupun internasional seperti Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), Safety of Life at Sea (SOLAS), dan Marine Pollution (MARPOL). Dalam mengawal terpenuhinya persayaratan desain kapal, kegiatan ini turut melibatkan pihak yang berkompeten, salah satunya Balai Teknologi Hidrodinamika (BTH) sebagai unit kerja di bawah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Berlokasi di komplek Institut Teknologi Surabaya (ITS), BTH merupakan fasilitas pengujian hidrodinamika teknologi bidang perkapalan dan bangunan apung lainnya dengan fasilitas modern ber-skala industri dan terbesar di Asia Tenggara. Peran BTH pada kegiatan ini adalah melakukan pengujian resistance (hambatan) melalui uji tarik model kapal pada towing tank (kolam uji tarik) yang bertujuan untuk mengetahui prediksi besarnya hambatan bagi kebutuhan daya mesin pada kapal untuk mencapai kecepatan desain kapal. Hasil desain yang sudah dilaksanakan selanjutnya dikonsultasikan dan mendapat persetujuan dari BKI sebagai satu-satunya badan klasifikasi nasional yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah Indonesia untuk mengklasifikasi kapal niaga berbendara Indonesia. Hal ini merujuk kepada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 7 Tahun 2013 Tentang Kewajiban Klasifikasi Bagi Kapal Berbendera Indonesia pada Badan Klasifikasi. Pada proses perencanaan ini, Kementerian Perhubungan RI melalui Ditjen Perhubungan Darat turut memberikan masukan dan arahan baik yang bersifat teknis maupun tinjauan terhadap persyaratan yang harus dipenuhi dalam sebuah perencanaan kapal.  Masukan dan arahan diberikan pada saat pelaksanaan FGD maupun pembahasan dokumen perencanaan. Berbagai tahapan dalam proses perencanaan kapal yang dituangkan ke dalam dokumen perencanaan, menjadi dasar dalam pembangunan Kapal Penyeberangan untuk lintasan Sinabang – Wilayah Pantai Barat Aceh dan Ulee Lheue – Balohan Sabang yang kemudian dinamai dengan Kapal KMP.  Aceh Hebat 1 dan KMP.  Aceh Hebat 2. (Diana Devi) Download