Dishub

Menuju Meulaboh, KMP Teluk Sinabang Bawa 87 Penumpang

Rabu sore tadi (29/12), KMP Teluk Sinabang berangkat menuju Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon, Meulaboh dengan mengangkut 87 penumpang serta 43 kendaraan campuran. Kapal yang memiliki bobot mati sebesar 750 Gross Tonage (GT) ini bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Sinabang pada pukul 18.12 WIB. Sebagai informasi, Satuan Tugas (Satgas) Covid19 Kabupaten Simeulue telah memberlakukan pemeriksaan sertifikat vaksin bagi pengguna jasa penyeberangan maupun pengunjung saat memasuki Pelabuhan Penyeberangan Sinabang sejak 18 Desember yang lalu. Oleh karena itu, dihimbau bagi masyarakat yang ingin berangkat supaya melengkapi dokumen yang disyaratkan agar perjalanannya lancar.(AM)

Kualifikasi Informatif, Dishub Aceh Terima Penghargaan Komisi Informasi Aceh

Arus perubahan pola penyebaran informasi saat ini tidak diimbangi dengan etika dalam bermedia sosial. Hal ini menjadi tanggung jawab instansi pemerintah bersama, termasuk KIA, supaya informasi yang beredar di masyarakat benar-benar bersumber dari data resmi dan dapat dipertanggungjawabkan. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA), Arman Fauzi saat menyerahkan piagam penghargaan keterbukaan informasi publik tahun 2021 kepada Kadishub Aceh, Junaidi di Kantor KIA, Banda Aceh, 28 Desember 2021. Oleh sebab itu, Arman mendorong badan publik atau pejabat pengelola informasi dan dokumentasi (PPID) badan publik di Aceh agar lebih serius memberikan informasi resmi kepada masyarakat. Menurutnya, hal ini perlu dilakukan untuk mengklarifikasi atau menangkal pemberitaan hoaks yang beredar cukup masif di tengah masyarakat. Di hadapan Kadishub Aceh, Arman juga mengungkapkan bahwa saat ini kesadaran Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) untuk ikut berpartisipasi dalam keterbukaan informasi publik meningkat cukup signifikan. “Partisipasi SKPA di tahun 2019 hanya 25 persen, alhamdulillah tahun ini mencapai 99 persen,” ungkapnya. Junaidi, yang hadir didampingi Sekretaris Dinas Perhubungan Aceh, T Faisal, mengungkapkan bahwa Dishub Aceh cukup puas dengan capaian yang diperoleh dalam evaluasi pelaksanaan keterbukaan informasi publik tahun 2021. “Tapi saya selalu berpesan kepada kawan-kawan, jangan berpuas diri. Kita terus tingkatkan kualitas publikasi dan PPID Dishub Aceh,” ujarnya. Ia juga meminta kepada KIA untuk memberikan feedback terhadap evaluasi keterbukaan informasi publik tahun ini. “Tentu kita masih ada kekurangan-kekurangan, kita harap bisa diberikan feedback mungkin ada variable-variable penilaian yang perlu ditingkatkan oleh Dishub Aceh,” ungkap Junaidi. Seperti yang pernah diberitakan sebelumnya, pada evaluasi keterbukaan informasi publik tahun 2021, Dishub Aceh memperoleh predikat dengan kualifikasi Informatif, lebih baik dari tahun 2019 lalu dengan kualifikasi Cukup Informatif. (AM)

Kadishub Aceh Dampingi Bupati Simeulue Kunjungi Pelabuhan Ulee Lheue

Setelah menghadiri penandatanganan Berita Aceh Serah Terima (BAST) Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana dan prasarana, dan Dokumen (P3D) pelabuhan penyeberangan, Kadishub Aceh, Junaidi bersama Bupati Simeulue, Erli Hasim mengunjungi Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Senin, 27 Desember 2021. Pada kunjungan ini, Erli Hasim ingin melihat perkembangan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang telah dilakukan oleh Dishub Aceh. Ia mengharapkan inovasi dan pengembangan yang dilakukan oleh Dishub Aceh di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue juga diterapkan di Pelabuhan Penyeberangan Sinabang nantinya. Pengembangan pelabuhan tersebut, paparnya, untuk meningkatkan pelayanan transportasi penyeberangan di Pulau Simeulue agar menjadi lebih baik. “Kami mengharapkan Dishub Aceh juga memfokuskan pengembangan Pelabuhan Sinabang ke depan,” ungkapnya kepada Kadishub Aceh. Kadishub Simeulue, Mulyawan Rohas, yang hadir mendampingi Bupati, mengungkapkan, diperlukan bantuan personil dari Dishub Aceh yang sudah berpengalaman untuk pengembangan Pelabuhan Sinabang. “Di sana mungkin butuh di-backup oleh personil Dishub Aceh yang sudah berpengalaman di pelabuhan ini (Ulee Lheue), ujarnya. Menanggapi masukan tersebut, Kadishub Aceh, Junaidi, menjelaskan bahwa Dishub Aceh telah menjadikan Pelabuhan Ulee Lheue sebagai pilot project pengembangan pelabuhan di Aceh. Ke depan, tambahnya, pelabuhan ini akan menjadi contoh bagi pelabuhan penyeberangan lainnya, karena Pelabuhan Ulee Lheue telah berhasil meningkatkan pelayanan dan memberikan kepuasan bagi pengguna jasa. Selain pelabuhan, rombongan juga meninjau kapal patroli KM Willem Toren milik Dishub Aceh yang bersandar di dermaga SAR Pelabuhan Ulee Lheue. Rencananya, Bupati Simeulue juga akan mengusulkan ambulans laut untuk mengangkut pasien rujukan dari Pulau Siumat dan Pulau Teupah. Dengan adanya ambulan laut, harapannya pelayanan kesehatan bagi masyarakat di dua pulau terluar tersebut dapat berjalan lebih optimal. (AM)

Tiga Pelabuhan Penyeberangan Kabupaten Dikelola Dishub Aceh

Pemerintah Aceh bersama Pemerintah Kabupaten Simeulue, Aceh Besar dan Aceh Singkil lakukan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) Pengalihan Personil, Pendanaan, Sarana dan prasarana, dan Dokumen (P3D) serta hibah 3 pelabuhan penyeberangan di ruang kerja Sekda Aceh, Senin, 27 Desember 2021. Pelabuhan penyeberangan yang beralih aset dan pengelolaannya dari pemerintah kabupaten ke pemerintah provinsi, di antaranya; Pelabuhan Penyeberangan Sinabang dan Pelabuhan Penyeberangan Lamteng, Pulo Aceh. Sedangkan Pelabuhan Penyeberangan Pulau Banyak beralih ke Pemerintah Aceh dari Pemerintah Aceh Singkil melalui skema hibah. Pengalihan pengelolaan ini juga untuk menindaklanjuti amanah undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Hal yang sama juga disampaikan Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah, saat memberikan sambutan pada acara penandatanganan ini. Upaya untuk menertibkan aset sesuai amanah undang-undang, sebutnya, sudah kita mulai sejak tahun 2016. “Kegiatan ini telah kita mulai sejak 5 tahun yang lalu, akhirnya selesai juga,” ungkapnya. Taqwallah juga berpesan kepada Kepala Daerah maupun pejabat daerah yang hadir, agar ikut menjaga dan mengawasi pelabuhan penyeberangan yang ada di daerahnya, meskipun sudah beralih kepada pemerintah provinsi. “Kita mengharapkan dijaga dan dipantau juga, karena itu adalah aset kita bersama,” ujarnya. Pada kesempatan tersebut, Kadishub Aceh, Junaidi menyampaikan bahwa proses pengalihan aset pelabuhan penyeberangan di Aceh sesuai amanah undang-undang telah selesai. Hanya 1 pelabuhan lagi yang masih dalam proses, yaitu Pelabuhan Penyeberangan Balohan Sabang yang masih berada di bawah pengelolaan BPKS Sabang. Selain penandatanganan BAST P3D pengalihan pengelolaan pelabuhan penyeberangan, Kadishub Aceh bersama Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Besar juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait operasional KM Willem Toren sebagai ambulans laut di Pulo Aceh. Junaidi menyebutkan, bahwa KM Willem Toren yang berfungsi sebagai kapal patroli Dishub Aceh bisa dimanfaatkan juga untuk ambulans laut. Kapal dengan bobot mati sebesar 15 Gross Tonage (GT) ini juga sudah dilakukan modifikasi dengan tetap memperhatikan faktor keselamatan kapal. Kerjasama ini, tambahnya, diharapkan dapat mendukung pelayanan kesehatan bagi masyarakat Pulo Aceh sesegera mungkin. “Dalam waktu dekat kita akan selesaikan Standar Operasional Prosedur (SOP)-nya agar kapal dapat segera beroperasi,” ungkapnya. Kadinkes Aceh Besar, Anita, SKM., M.Kes., menyampaikan rasa terima kasih kepada Kadishub Aceh atas kerjasama operasional KM Willem Toren ini. “Terima kasih kepada Pemerintah Aceh yang telah melakukan MoU dengan Pemerintah Aceh Besar untuk membantu masyarakat kami di Pulo Nasi,” ujarnya. Pasien rujukan di Pulo Aceh, tambahnya Anita, memang sangat membutuhkan adanya ambulans laut karena jarak ke daratan cukup jauh, dan membutuhkan waktu perjalanan sekitar 1 hingga 2 jam. Kapal KM Willem Toren ini nantinya akan melayani pasien rujukan dari Pulo Nasi ke Banda Aceh. Sedangkan untuk pasien rujukan dari Pulo Breueh, saat ini sudah ada KM Lamuri milik Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. (AM)

KMP. BRR Adalah Sebuh Berkah

Pasca tsunami yang menghantam Aceh pada 2004 silam, Pemerintah Indonesia melalui Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias (BRR NAD-Nias) melakukan proses pemulihan pada setiap segi kehidupan masyarakat Aceh, salah satunya adalah sektor transportasi. Badan yang terbentuk melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 2005 ini melakukan pembangunan ulang sarana dan prasaran transportasi di Aceh agar roda perekonomian dan aktivitas masyarakat Aceh dapat berjalan seperti sedia kala. Salah satu proyek besar yang dikerjakan pada saat itu adalah pembangunan kapal penyeberangan untuk menghidupkan kembali mobilitas masyarakat ke wilayah kepulauan di Aceh. Di antaranya; pembangunan kapal penumpang KMP BRR untuk penyeberangan lintasan Ulee Lheue – Balohan, dan pembangunan KMP Teluk Sinabang untuk penyeberangan di wilayah barat selatan Aceh ke Pulau Simeulue. KMP BRR dibangun dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui skema kontrak tahun jamak, yaitu anggaran Tahun 2007-2008, dan menelan biaya sebesar Rp. 26.426.603.700,- milyar. Anggaran sebesar itu menghasilkan kapal penyeberangan berkapasitas 911 Gross Tonage (GT) yang hingga saat ini masih bermanfaat bagi kemudahan transportasi masyarakat Aceh. Kapal dengan panjang 61.3 m dan lebar 13.2 m ini mampu menampung 377 penumpang serta 25 unit kendaraan campuran. Dari informasi yang berhasil dihimpun oleh AcehTRANSit dari berbagai sumber, salah satunya Mahyus Syafril, Kepala Bidang Pelayaran Dinas Perhubungan Aceh Tahun 2018-2020, KMP BRR dibangun di galangan kapal PT. Dok dan Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Palembang. Ia menuturkan, setelah selesai pembangunan pada awal tahun 2009, KMP BRR diberangkatkan dari galangan Kodja Bahari melintasi sungai Musi Palembang menuju Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh. “Saya masih ingat sekali, kapal BRR tiba di Banda Aceh (Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue) pada tanggal 9 Februari 2009,” kenangnya. Mahyus merupakan salah satu saksi sejarah pembangunan kapal BRR. Sebab, kala itu ia bertugas di Satuan Kerja (Satker) BRR Pemeliharaan, Rehabilitasi Peningkatan dan Pembangunan Transportasi Laut. Kapal BRR diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono pada hari Senin, 23 Februari 2009, bersamaan dengan penandatanganan prasasti sejumlah proyek besar BRR lainnya di Aceh. Peresmian KMP BRR saat itu, sebut Mahyus, bersamaan pula dengan peresmian atas selesainya pembangunan kembali Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang hancur akibat tsunami. Setelah pembangunan KMP BRR selesai, kapal penyeberangan ini kepemilikannya (aset) tercatat di bawah Direktorat Jenderal (Ditjen) Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan karena merupakan barang milik negara (BMN). “Setelah pengadaan kapal, BRR menyerahkan aset kapal tersebut ke kementerian, saat itu masih Departemen Perhubungan, kalau tidak salah saya,” ujar Mahyus. Pada tahun yang sama, lanjut Mahyus, Dinas Perhubungan Aceh mengusulkan kepada Ditjen Perhubungan Darat untuk menyerahkan operasional dan pengelolaan KMP BRR kepada Pemerintah Aceh agar bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat Aceh. Penyerahan operasional ini terealisasi pada tahun yang sama (Tahun 2009) melalui penandatanganan Berita Acara Serah Terima Operasional (BASTO) KMP BRR antara Ditjen Perhubungan Darat dengan Pemerintah Aceh. Melalui BASTO ini, sebut Mahyus, setidaknya ada 2 manfaat besar yang diterima oleh Aceh, yaitu mendukung Pemasukan Asli Daerah (PAD), dan Pemerintah Aceh punya kewenangan untuk mengelola kapal secara langsung. Sedangkan untuk pelaksanaan operasionalnya, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh melakukan kerjasama operasi melalui perjanjian sewa pemanfaatan KMP BRR dengan PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, selaku perusahaan yang bergerak di bidang transportasi penyeberangan. Guna lebih mengoptimalkan pemanfaatan KMP BRR untuk kepentingan masyarakat Aceh, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh mengusulkan kepada Menteri Perhubungan Republik Indonesia untuk melakukan pengalihan aset kapal dari Kementerian Perhubungan kepada Pemerintah Aceh. Pengalihan aset KMP BRR ini bagai berjalan di jalan yang panjang, butuh waktu lama dan cukup rumit karena melibatkan banyak pihak dalam prosesnya. Hingga akhirnya, pada tanggal 16 April 2018, Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, menyetujui permohonan pemindahtanganan aset kapal yang pembangunannya didekasikan untuk masyarakat Aceh yang tertimpa musibah tsunami tujuh belas tahun lalu. Persetujuan ini disampaikan melalui surat Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) Republik Indonesia Nomor B-1067/Kemensetneg/Ses/PB.02/04/2018 kepada Menteri Keuangan tentang penyampaian persetujuan presiden atas permohonan pemindahtanganan barang milik negara melalui mekanisme hibah. Selanjutnya pengalihan aset KMP BRR dilakukan oleh Kementerian Perhubungan, yang ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima Hibah antara Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Djoko Sasono bersama Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, saat itu masih menjabat Plt Gubernur Aceh, di Jakarta pada 11 Januari 2019. Djoko Sasono, dalam sambutannya saat itu, mengharapkan pengalihan aset (hibah) KMP BRR ini dapat memudahkan Pemerintah Aceh dalam melakukan pengelolaan. Sehingga, tambahnya, pemanfaatan kapal dapat dioptimalkan untuk kepentingan masyarakat Aceh. Pada kesempatan yang sama, Nova Iriansyah mengaku sangat bersyukur atas dilakukannya penyerahan aset KMP BRR kepada Pemerintah Aceh. “Sebuah momen yang hadir berkat kesabaran kita semua dalam menjemput berkah pembangunan,” sebutnya kala itu. Nova juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Kementerian Perhubungan atas sinergisitas yang baik bersama Pemerintah Aceh selama ini. “Kami berupaya semaksimal mungkin agar pemanfaatan kapal penyeberangan tersebut (KMP BRR) dapat lebih optimal lagi untuk melayani masyarakat,” tutupnya. KMP BRR sangat berjasa terhadap kelancaran transportasi penyeberangan dari dan ke Pulau Weh, Sabang. Kapal ini juga telah memberikan begitu banyak sumbangsih pada perekonomian masyarakat, serta pertumbuhan pariwisata Sabang. Termasuk juga menyumbang pemasukan asli daerah (PAD). Berdasarkan data yang diperoleh AcehTRANSit terkait jumlah setoran PAD Aceh dari perjanjian sewa KMP BRR oleh PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, data yang diperoleh dari tahun 2014 hingga tahun 2021, total setoran yang telah masuk ke kas daerah sebesar Rp. 27.640.850.000,-. Jumlah tersebut telah melebihi biaya pengadaan kapal BRR pada tahun 2007 – 2008 yaitu sebesar 26,4 milyar. Kalau dilihat dari kacamata bisnis, ini tentu sangat menguntungkan karena keuntungan yang diterima telah melampaui modal. Akan tetapi, bila kita meminjam kacamata pemerintah dan melihat realita tersebut, sungguh KMP BRR adalah sebuah berkah bagi masyarakat Aceh. (AM)

Investasi 1 Miliar ASDP Banda Aceh, Kini KMP. BRR Lebih Nyaman

Investasi 1 miliar lebih yang dikucurkan oleh PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh pada KMP BRR kini telah bisa dinikmati oleh masyarakat. Hal ini terlihat dari penumpang yang menikmati perjalanan dengan nyaman pada penyeberangan pagi ini (Jumat/24/12) dari Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue menuju Pelabuhan Penyeberangan Balohan, Sabang. Salah satu penumpang yang ditemui AcehTRANSit, di dalam KMP BRR, menyebutkan bahwa bepergian dengan KMP BRR kini jadi lebih nyaman. Begitu juga dengan suasana di dalam ruang penumpang, tambahnya, sangat cocok bila bepergian membawa anak-anak. Selain ruang penumpang, perubahan yang sangat menonjol juga terlihat di area kantin pada deck ketiga kapal. Penumpang yang dulunya harus lesehan saat menyantap makanan, kini telah disediakan bangku supaya penumpang bisa lebih santai sambil menikmati pemandangan laut. Peningkatan fasilitas KMP BRR yang dilakukan oleh PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh ini merupakan bentuk komitmen PT ASDP kepada Pemerintah Aceh untuk meningkatkan pelayanan transportasi penyeberangan di Aceh. Selain itu, juga untuk mendukung pertumbuhan kunjungan wisatawan ke Pulau Weh, Sabang. General Manager PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, Syamsuddin, yang dihubungi AcehTRANSit melalui sambungan seluler, mengungkapkan bahwa peningkatan fasilitas pada KMP BRR bertujuan untuk membuat masyarakat semakin nyaman menggunakan jasa transportasi penyeberangan. “Kita ingin masyarakat saat naik kapal itu senang, makanya fasilitas di kapal pun kita sediakan yang bagus, dan juga kita berharap semoga masyarakat luar yang datang ke Aceh tambah berkesan dengan Aceh,” ungkapnya penuh harap. Pada penyeberangan trip pertama dari Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue hari ini, KMP BRR mengangkut sebanyak 212 penumpang, 50 kendaraan roda 2, dan 33 kendaraan campuran. (AM)

ASDP Banda Aceh Renovasi Seluruh Interior KMP. BRR

Menjelang liburan tahun baru 2022, PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh merenovasi seluruh interior KMP BRR, Selasa, 14 Desember 2021. Renovasi ini merupakan tindak lanjut dari hasil kesepakatan perjanjian sewa KMP BRR antara PT. ASDP Indonesia Ferry Banda Aceh dengan Pemerintah Aceh. Kepala Bidang Pelayaran Dishub Aceh, Al Qadri, saat meninjau proses pengerjaan, menyampaikan bahwa perjanjian sewa KMP BRR dilakukan selama 5 tahun dengan total biaya Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang disetor ke Kas Daerah sebesar 8 miliar. Untuk biaya renovasi kapal BRR ini, sebut Al Qadri, tidak menggunakan biaya dari sewa kapal maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). “Jadi biaya peremajaan KMP BRR ini murni 100 persen dibiayai oleh PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh untuk meningkatkan pelayanan kepada penumpang,” ujarnya lagi. General Manager PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, Syamsuddin, yang juga hadir meninjau proses renovasi kapal, menyebutkan bahwa renovasi yang dilakukan di antaranya mengganti seluruh kursi penumpang, baik VIP maupun ekonomi, pengecatan dinding ruang penumpang, renovasi toilet, mushala, ruang medis, ruang menyusui, area kantin, dan lain-lain. Syamsuddin juga menyampaikan bahwa hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh dengan Pemerintah Aceh untuk meningkatkan pelayanan transportasi penyeberangan kepada masyarakat Aceh. Di samping itu, juga untuk mendukung kunjungan pariwisata ke Sabang. “Ini juga sebagai bentuk bakti dan apresiasi kita kepada masyarakat Aceh dan pengguna jasa transportasi penyeberangan yang telah menggunakan jasa PT ASDP,” sebutnya. Selama proses renovasi berlangsung, kapal BRR akan berhenti beroperasi sementara waktu pada lintasan penyeberangan Ulee Lheue – Balohan. “Kita targetkan bisa selesai dalam minggu ini,” ujarnya kepada Aceh TRANSit. Proses renovasi interior kapal BRR juga diawasi oleh Marine Inspector dari BPTD Aceh Pengawasan dari pihak berwenang ini perlu dilakukan supaya proses renovasi tetap memperhatikan aspek keamanan dan keselamatan pelayaran. (AM)

Usai Docking, KMP Wira Mutiara Kembali Layani Penumpang Singkil-Gunung Sitoli

Angkutan penyeberangan pada lintasan Gunung Sitoli (Nias) – Singkil kembali beroperasi sejak hari Sabtu kemarin, 27 November 2021. KMP Wira Mutiara, yang baru saja selesai docking/perawatan tahunan di galangan Gunung Sitoli, telah tiba di Pelabuhan Penyeberangan Singkil pada hari Minggu, 28 November 2021. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media sosial Satuan Pelayanan (Satpel) Pelabuhan Penyeberangan Singkil, pada pelayaran perdana dari Gunung Sitoli, kapal mengangkut 33 penumpang dan 12 unit kendaraan campuran. Dilansir dari Wikipedia, proses docking dilakukan di galangan kapal adalah sebuah tempat yang dirancang untuk memperbaiki dan membuat kapal. Kapal-kapal ini dapat berupa kapal pesiar atau yacth armada militer, cruise line, pesawat barang atau penumpang. (AM)

P3D Pelabuhan Sinabang, Harapan Baru, Semangat Baru

Dengan banyak dan tersebarnya simpul transportasi seperti terminal penumpang, pelabuhan penyeberangan, stasiun kereta api, dan bandara sebagai ujung tombak pelayanan perhubungan, kepastian dan keteraturan pelayanan menjadi tanggung jawab besar bagi pemangku kebijakan di sektor ini. Pembagian kewenangan pengoperasian menjadi salah satu faktor utama dalam optimalnya pelayanan tersebut. Kewenangan pengelolaan simpul transportasi dibedakan menurut wilayah sarana yang melayani. Simpul yang melayani sarana angkutan antarprovinsi menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Sedangkan sarana angkutan antar kabupaten dalam provinsi serta angkutan dalam kabupaten menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota, hal ini sesuai amanat UU No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. Apabila melihat fakta di lapangan, pengelolaan simpul transportasi di Aceh masih tidak sesuai dengan amanat perundangan. Sesuai peraturan, pengelolaan terminal dan pelabuhan yang melayani sarana angkut antar kabupaten dalam Provinsi Aceh harus dilakukan oleh Pemerintah Aceh dalam hal ini melalui Dinas Perhubungan Aceh. Namun faktanya, kewenangan pengelolaan fasilitas tersebut masih dilakukan oleh pemerintah kabupaten terkait. Selain tidak sesuai aturan perundangan, hal ini juga memberikan dampak kurang baik, khususnya pada pengembangan ekonomi dan pembangunan daerah tersebut. Terbatasnya anggaran yang dimiliki pemerintah kabupaten/kota khususnya di Aceh, sering kali menjadi menjadi alasan tidak optimalnya pelayanan di terminal maupun pelabuhan, yang sejatinya membutuhkan anggaran yang cukup besar. Akibatnya, banyak dari simpul tersebut yang “mati suri” maupun “mangkrak” bagai pepatah hidup segan mati pun tak mau. Mengantisipasi kondisi tersebut, dalam satu tahun terakhir telah dilaksanakan proses pengalihan kewenangan pengelolaan dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah provinsi. Proses ini biasa disebut dengan proses Peralihan Personel, Pendanaan Sarana dan Prasarana, serta Dokumen (P3D). Proses ini semakin dipercepat pelaksanaannya setelah adanya temuan dan teguran dari Badan Pemeriksa Keuangan RI terkait ketidaksesuaian pengelolaan terminal dan pelabuhan yang seharusnya menjadi kewenangan Pemerintah Aceh yang kemudian ditanggapi oleh Gubernur Aceh melalui Surat Gubernur Aceh Nomor 118/2338 tanggal 10 Februari 2020 tentang Tindak lanjut Hasil Temuan tersebut. Proses P3D dari Pemerintah Kabupaten/Kota kepada Pemerintah Aceh ini telah dilaksanakan pada beberapa terminal dan pelabuhan yaitu Terminal Tipe-B Bener Meriah, Pelabuhan Penyeberangan Kuala Bubon, Pelabuhan Penyeberangan Labuhan Haji, dan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Terdapat terminal dan pelabuhan per-september 2021 masih dalam proses yaitu Pelabuhan Penyeberangan Sinabang serta Pelabuhan Penyeberangan Pulau Banyak. Proses P3D pelabuhan penyeberangan dan terminal penumpang yang telah selesai sejatinya harus melalui proses yang panjang. Setelah adanya surat gubernur tersebut kemudian dilakukan serangkaian rapat, diskusi, verifikasi dan audit personel dan aset hingga serah terima P3D yang ditandai dengan keluarnya Berita Acara Serah Terima P3D Milik Pemerintah Kabupaten/Kota terkait kepada Pemerintah Aceh. Proses P3D saat ini tengah berlangsung untuk Pelabuhan Sinabang. Lokasi Pulau Simeulue yang jauh dari daratan Sumatera membuat angkutan penyeberangan menjadi urat nadi pembangunan masyarakat. Pengelolaan pelabuhan yang melayani penyeberangan dari Simeulue ke beberapa kabupaten lain di Aceh ini dilakukan oleh pemerintah setempat tidak dapat maksimal karena keterbatasan anggaran. Tahapan P3D Pelabuhan Sinabang telah mencapai tahap verifikasi Berita Acara Verifikasi dan Validasi Data P3D Nomor 552/985/2021 pada 5 Agustus 2021. Dengan adanya berita acara tersebut, hanya butuh satu tahap lagi yaitu berita acara serah terima dari pemerintah kabupaten kepada pemerintah provinsi seperti yang telah dilaksanakan pada lokasi lain sebelumnya yang ditargetkan akan rampung pada akhir September. Diharapkan, dengan beralihnya wewenang pengelolaan Pelabuhan Sinabang kepada Pemerintah Aceh, dapat memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian masyarakat setempat, serta semakin mempercantik ikon kebanggaan masyarakat Simeulue yang memang telah menganggap pelabuhan ini bukan hanya sebagai prasarana untuk menyeberang tetapi juga tempat hiburan dan rekreasi bagi penduduk negeri berhati emas kala senja menjelang. (Reza Ali Ma’sum) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya cek di: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Dishub Aceh Survei Ketepatan Keberangkatan Kapal di Ulee Lheue dan Balohan

Sebagai upaya memberikan pelayanan prima kepada pengguna jasa transportasi, Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh melaksanakan penilaian indikator on-time performance (OTP) pada layanan angkutan penyeberangan lintas Ulee Lheue-Balohan pada tahun 2021. Sekretaris Dishub Aceh, T. Faisal dalam acara pemaparan hasil kajian tingkat ketepatan waktu angkutan penyeberangan Kamis (25/11/2021) bertempat di kantor Dishub Aceh, menyampaikan bahwa indikator OTP sangat penting dievaluasi guna memberikan masukan bagi operator transportasi untuk terus memperbaiki kinerja pelayanannya, khususnya dalam hal ketepatan waktu keberangkatan. Metodologi survei yang digunakan dalam kajian ini meliputi survei statis kedatangan dan keberangkatan kapal serta survei wawancara penumpang baik kapal cepat maupun kapal ro-ro di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue dan Balohan. “Hasil survei dan analisis menunjukkan bahwa nilai OTP angkutan penyeberangan Lintasan Ulee Lheue – Balohan adalah 0,49. Hal ini menggambarkan tingkat ketepatan waktu perjalanan kapal ro-ro dan kapal cepat pada lintasan tersibuk di Aceh ini adalah 49 persen dari total perjalanan,” sebut Faisal. Meskipun hasilnya belum menggembirakan, namun angka tersebut perlu dijadikan evaluasi dan acuan untuk perbaikan kedepannya. Lanjutnya, waktu keberangkatan yang tidak sesuai dengan jadwal yang telah dipublikasikan kepada masyarakat luas, dapat mengakibatkan kerugian baik secara langsung maupun tidak langsung bagi pengguna jasa layanan transportasi. Selain itu, kondisi ini dapat menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat untuk menggunakan layanan operator kapal tertentu. Dari hasil diskusi, diketahui banyak hal yang berpengaruh terhadap OTP angkutan penyeberangan, diantaranya pengaruh cuaca buruk, gangguan teknis kapal, karakteristik pelabuhan, perizinan, koordinasi antar stakeholder dan kendala non teknis seperti mengakomodir pasien rujukan rumah sakit yang harus mendapatkan penanganan. Hal senada disampaikan oleh GM PT ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh  dan perwakilan operator kapal cepat, yaitu PT. Pelayaran Sakti Inti Makmur dan PT. Putramaju Global Indonesia. Namun demikian, seluruh operator angkutan penyeberangan ini telah komit untuk meningkatkan pelayanan salah satunya dengan mempertahankan ketepatan waktu. Dalam acara tersebut, Perwakilan BPTD Wilayah I Aceh, Abd. Syukur menyampaikan apresiasi terhadap inisiatif yang dilakukan Dishub Aceh untuk mengukur indikator OTP angkutan penyeberangan dan terus meningkatkan koordinasi dengan stakeholder terkait agar tingkat ketepatan waktu lintas penyeberangan Ulee Lheue – Balohan dapat semakin meningkat. Turut hadir dalam kesempatan ini adalah pewakilan BPKS dan Koordinator Pelabuhan Ulee Lheue. (HM)