Dishub

Gelar Seminar Teknologi Kenavigasian, Ditjen Hubla Luncurkan Smart Buoy Pertama di Indonesia

Kementerian Perhubungan cq Direktorat Jenderal Perhubungan Laut melalui Kantor Distrik Navigasi Semarang meluncurkan “Smart Buoy” pertama di Indonesia yang merupakan kerjasama Distrik Navigasi Tanjung Emas dengan Badan Riset Inovasi Nasional dan Universitas Diponegoro. Smart Buoy diluncurkan dalam acara Seminar Teknologi Kenavigasian bertajuk “Terus Melaju Untuk Transportasi Maju Melalui Inovasi Teknologi Maritim” yang digelar di Semarang, Kamis 20 September 2023. “Perkembangan teknologi di dunia maritim ke depan diharapkan mampu menghadirkan sistem yang tangguh dan memberikan solusi yang lebih efektif,” ujar Plt Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Capt. Antoni Arif Priadi dalam sambutannya saat membuka acara. Seminar Tekonologi Kenavigasian ini diikuti oleh 350 peserta dan secara daring melalui Zoom Meeting dengan kapasitas 1.500 peserta. Termasuk perwakilan taruna dan taruni dari berbagai sekolah pelayaran yang turut menghadiri dan memeriahkan seminar Teknologi Kenavigasian. Ada 5 (lima) agenda kegiatan utama dalam Seminar Tekonogi Kenavigasian yaitu launching Smart Buoy yang merupakan kerjasama Distrik Navigasi Tanjung Emas dengan Badan Riset Inovasi Nasional dan Universitas Diponegoro. Kemudian seminar E-Pilotage, dengan menghadirkan Narasumber dari Regulator, Praktisi dan Akademisi. Sosialisasi BLU Distrik Navigasi Tanjung Priok dan pengalihan fungsi pengawasan BLU Distrik Navigasi Tanjung Priok ke Distrik Navigasi Tanjung Emas. Release lagu “CahayaNavigasi karya Distrik Navigasi Tanjung Emas sebagai instrument sosialisasi dan edukasi keselamatan pelayaran. Serta Booth Pameran yang menghadirkan perkembangan informasi teknologi maritim. “Jadikan seminar ini sebagai ajang saling berbagi pengalaman, menggali informasi, serta menyumbangkan saran dan inovasi untuk kemajuan navigasi pelayaran Indonesia,” tutup Capt. Antoni. Launching Smart Buoy Dalam kesempatan yang sama, Kepala Distrik Navigasi Semarang, Dian Nurdiana menjelaskan Smart Buoy yang diluncurkan merupakan pengembangan redesain prototyping pelampung suar dengan diameter 2,6 meter. “Dalam pengembangan redesain prototyping pelampung suar diameter 2,6 meter ini Distrik Navigasi Tanjung Emas melakukan optimalisasi dalam proses desain dan manufacturing,” ungkapnya. Kemudian dengan dukungan dari Tim Badan Riset Inovasi Nasional, berperan dalam pengembangan fitur smart buoy dan Tim dari Universitas Diponegoro berperan dalam penyempurnaan desain dan simulasi. Seminar E-Pilotage Dian mengungkapkan saat ini telah terbit Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 4 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pelayaran dan Pelayanan Tata Kelola Lalu Lintas Kapal di Perairan Indonesia dimana dalam ketentuan Bab V, Bagian Keempat, Pasal 71 diatur terkait E-pilotage. “E-pilotage merupakan rangkaian sistem integrasi yang menggunakan perangkat elektronik untuk membantu dalam kegiatan layanan pemanduan kapal,” ungkapnya. Sebagai informasi, Seminar Kenavigasian yang dilaksanakan mengambil tema “Implementasi Pemanduan Elektronik (E-Pilotage) di Perairan Indonesia” dengan menghadirkan narasumber sebagai berikut: -Capt. Indra Priyatna selaku Praktisi dan Akademisi di bidang pelayaran, membawakan materi “Penerapan E-Pilotage di dunia Pelayaran – Dr.Fadilla Indrayuni Prastyasari,ST,M.Sc dari Institut Teknologi Sepuluh November membawakan materi “Teknologi Maritim dalam mendukung E-Pilotage” -Indra Santosa, SE, M.Mtr selaku Kepala Sub Direktorat Telekomunikasi Pelayaran Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla, membawakan materi “Regulasi dan Implementasi E-Pilotage di Perairan Indonesia” -Nanditya Darma Wardhana, SH, MM, M.Sc selaku Kepala Sub Direktorat Perencana Teknis Direktorat Kenavigasian Ditjen Hubla selaku moderator. Dalam kegiatan ini ditampilkan juga Booth Pameran yang menghadirkan informasi teknologi maritim dengan tujuan untuk memberikan update informasi dan edukasi mengenai perkembangan teknologi maritim dalam menunjang keselamatan dan keamanan pelayaran.(*) Sumber: Ditjen Hubla Kemenhub

Peringati World Cleanup Day, Struktural Dishub Aceh Bersihkan Titik Nol Kilometer Banda Aceh

BANDA ACEH – Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal bersama sejumlah pejabat struktural Dinas Perhubungan Aceh mengikuti kegiatan bersih-bersih dalam rangka memperingati World Clean Up Day (WDC) tahun 2023 yang dipusatkan di titik Nol Kilometer Kota Banda Aceh, Sabtu, 23 September 2023. Penjabat Gubernur Aceh, Achmad Marzuki saat membuka kegiatan tersebut mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bijak dan membudayakan pengelolaan sampah. Salah satunya adalah dengan mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai. “Mulai hari ini mari kita budayakan bagaimana secara bersama kita mengurangi penggunaan sampah plastik sekali pakai sebagai upaya menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat serta menjaga kelestarian lingkungan,” kata Achmad Marzuki. Usai memberi sambutan, Achmad Marzuki bersama sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh dan para relawan melakukan aksi pungut sampah di sekitar lokasi acara. WCD merupakan aksi bersih-bersih secara serentak di dunia, dengan tujuan menyatukan umat manusia dari berbagai bangsa untuk pada saat bersamaan membersihkan bumi dari sampah. Kegiatan ini diinisiasi oleh organisasi masyarakat di Estonia yang disebut Let’s Do It pada tahun 2008. Saat ini, kegiatan ini telah menjadikan Gerakan Global yang diikuti oleh 193 negara. Kegiatan WCD Tahun 2023 ini mempunyai Visi ‘Bumi yang bebas dari masalah isu persampahan’ dan Misi ‘Menyelesaikan krisis sampah yang mencemari lingkungan dengan mengerakkan jutaan masyarakat untuk melakukan aksi bersih-bersih di lingkungan.'(AB)

Rakor Angkutan Laut Luar Negeri, Kemenhub Dorong Pertumbuhan Industri Pelayaran Nasional dalam Perdagangan Internasional

Angkutan laut sebagai moda yang paling efisien untuk angkutan barang memiliki peran penting di dalam perdagangan internasional. Seiring dengan meningkatnya kegiatan perdagangan internasional di Indonesia, maka industri pelayaran nasional diharapkan dapat ikut tumbuh bukan hanya sekedar memenuhi permintaan angkutan laut di dalam negeri saja.  Demikian disampaikan Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Laut Capt. Antoni Arif Priadi saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Angkutan Laut Luar Negeri dengan Tema “Sustaining National Fleet in Global Maritime Trade” pada Kamis (21/9) di Hotel Four Points by Sheraton, Medan, Sumatera Utara. Capt. Antoni mengatakan, jumlah kapal Indonesia yang melakukan kegiatan ekspor selama periode 2017-2022 mengalami pertumbuhan positif, selaras dengan laju pertumbuhan volume ekspor yang terus meningkat, meski kapal asing masih mendominasi pasar muatan ekspor dari Indonesia dengan negara teratas tujuan kapal adalah Singapura. Berdasarkan data Sistem Manajemen Lalu Lintas Angkutan Laut (SIMLALA), 60.000 kapal mengangkut hingga 1 miliar ton barang keluar dan masuk perairan Indonesia setiap tahunnya.  “Dari seluruh kapal yang melakukan kegiatan ekspor impor di wilayah perairan Indonesia selama kurun waktu 2017-2022, sebanyak 37% merupakan kapal Indonesia, dan 63% merupakan kapal asing. Pada tahun 2022 yang lalu, jumlah kapal yang melakukan kegiatan di perairan Indonesia mencapai 10.534, dan sebanyak 9.458 diantaranya merupakan kapal asing,” jelasnya. Menurut Capt. Antoni, kegiatan ekspor dan impor yang lebih banyak dilakukan oleh kapal asing mempengaruhi nilai perdagangan jasa transportasi laut, sehingga investasi pada sektor jasa angkutan laut di Indonesia perlu ditingkatkan untuk mendukung daya saing industri pelayaran nasional.   “Peningkatan daya saing dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur, layanan dan fasilitas di pelabuhan dan armada kapal nasional agar perannya terhadap peningkatan neraca perdagangan menjadi lebih besar,” ujarnya.  Lebih lanjut Capt. Antoni mengapresiasi keberhasilan Indonesia yang kembali masuk ke dalam White List Tokyo MoU. Keberhasilan ini merupakan suatu pembuktian dan pengakuan dari dunia internasional terhadap keselamatan pelayaran di Indonesia, dan hal tersebut sekaligus menjadikan kapal-kapal bendera Indonesia dapat bersaing dengan armada negara lain di perairan internasional. “Oleh karena itu, keberadaan Indonesia dalam White List sangat penting untuk terus dipertahankan sehingga diperlukan komitmen bersama dari Pemerintah dan para operator kapal untuk mencegah kapal berbendera Indonesia masuk kategori detention oleh Port State Control (PSC) negara lain,” tutur Capt. Antoni. Sementara itu pada kesempatan yang sama, Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Capt. Hendri Ginting mengatakan, pada Rakor Angkutan Laut Luar Negeri ini membahas 3 (tiga) topik yang menjadi isu pelayaran internasional yang sangat penting yang dihadapi oleh pelaku pelayaran Indonesia.  “Dalam Rapat Koordinasi ini, kita mendiskusikan langkah-langkah kongkrit yang dapat diambil khususnya terhadap 3 (tiga) isu penting, yakni terkait penggunaan kapal asing di Indonesia, investasi di bidang angkutan laut dan pencegahan detensi terhadap kapal Indonesia oleh Port State Control (PSC) asing,” kata Capt. Hendri.   Pihaknya berharap Rakor ini bisa menjadi wadah untuk berbagi informasi dan pengalaman tentang perkembangan dan isu terkini terkait angkutan laut luar negeri serta dapat merumuskan solusinya dengan melibatkan pemerintah, perusahaan pelayaran, serta pemangku kepentingan lainnya. Turut hadir sebagai Narasumber antara lain perwakilan dari SKK Migas, DPP INSA, DPP ISAA, Asosiasi Jaringan Kapal Rekreasi (JANGKAR), Pusat Pendidikan dan Pelatihan BKPM, Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Kementerian Keuangan, Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan, Direktorat Perkapalan dan Kepelautan, Biro Klasifikasi Indonesia, dan Atase Perhubungan KBRI Singapura. Diskusi Panel Rakor Angkutan Laut Luar Negeri Pembahasan Rakor Angkutan Luar Negeri dibagi ke dalam 3 (tiga) sesi. Diskusi panel pertama terkait penggunaan kapal asing di Indonesia dipandu oleh Kasubdit Angkutan Laut Luar Negeri Rifanie Komara dengan narasumber dari Kepala Departemen Perkapalan dan Kemaritiman SKK Migas Rocky S.J. Makapuan, Wakil Ketua Umum III DPP INSA Nova Y. Mugijanto, Sekretaris Umum DPP ISAA Eduard Sijabat, dan Adji Soelarso dari Asosiasi Jaringan Kapal Rekreasi (JANGKAR). Pada sesi tersebut, dari SKK Migas menyampaikan bahwa sebagian kegiatan Hulu Migas masih membutuhkan kapal-kapal asing untuk kegiatan pengeboran, pembangunan platform/pipa bawah laut, dan pengapalan LNG yang membutuhkan izin PPKA oleh Kemenhub mengingat masih minimnya kapal-kapal pendukung kegiatan tersebut yang berbendera Indonesia.  Kemudian dari DPP INSA menyampaikan bahwa faktor utama bagi pelayaran nasional sehingga bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri adalah adanya konsistensi kebijakan asas cabotage dalam menjaga kondusifitas industri pelayaran nasional. Meski saat ini Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tapi pelayaran nasional masih kurang berdaya saing. Untuk itu pelayaran nasional harus berani berbenah dengan perlakuan setara untuk peningkatan daya saing, dengan dukungan insentif di bidang moneter, fiskal dan operasional.  Dari DPP ISAA atau Asosiasi Keagenan Kapal menyampaikan tentang tantangan dalam peluang kerjasama pariwisata kapal pesiar, antara lain dalam regulasi dan implementasi, birokrasi antar instansi, dan kapabilitas SDM sehingga diperlukan peningkatan standarisasi dan digitalisasi. Sedangkan dari Jangkar menjelaskan tentang peluang kerjasama kapal pesiar di Indonesia serta perbedaan berbagai jenis kapal pesiar/rekreasi yakni kapal Yacht/Super Yacht, Cruise Ship dan Live on Board (L.O.B) serta tantangan dari masing-masing kapal pesiar untuk beroperasi di Indonesia. Diskusi panel kedua yang dipandu oleh Pengawas Keselamatan Ahli Muda Ardi Kurniawan membahas tentang investasi di bidang angkutan laut dengan narasumber Direktur Perundingan Perdagangan Jasa Kementerian Perdagangan Basaria Tiara Desika L.Gaol, Widyaiswara Ahli Madya Pusdiklat BKPM Ade Priaman, dan Analis Kebijakan Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rustam Effendi.  BKPM memaparkan tentang Layanan Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko – Profil Investasi Asing di Bidang Pelayaran dan Usaha Jasa Terkait. Kemudian dari BKF menyampaikan tentang dukungan insentif fiskal bagi industri maritim, insentif PPN, dan insentif kepabeanan dalam rangka penanaman modal. Dari Kemendag menyampaikan terkait perkembangan perundingan perdagangan internasional di bidang jasa transportasi laut. Adapun untuk sektor transportasi laut, Indonesia terlibat dalam perjanjian/perundingan perdagangan internasional antara lain pada forum World Trade Organization (WTO), Indonesian-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA), dan Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).  Selanjutnya sesi ketiga membahas mengenai pencegahan pengenaan detensi kapal Indonesia oleh Port State Control (PSC) asing yang dipandu oleh Kasubdit Pengembangan Sistem Informasi dan Sarana Prasarana Angkutan Laut Kurniawan dengan narasumber Pengawas Keselamatan Ahli Muda Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Ditkappel) Yusuf Sukma Bhaskara, Kepala Divisi Statutoria Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) Totok Achmad Sugiharso serta Atase Perhubungan KBRI Singapura Capt. Diaz Saputra. Dari Ditkappel memaparkan tentang pencegahan pengenaan detensi kapal Indonesia oleh

Menhub: Transportasi Makin Tingkatkan Konektivitas Antarwilayah Satukan Indonesia

JAKARTA – Memanfaatkan momentum Hari Perhubungan Nasional, Menteri Perhubungan Budi Sumadi mengajak seluruh insan transportasi untuk terus konsisten membangun dan mengembangkan infrastruktur transportasi di seluruh wilayah Indonesia, baik sarana maupun prasarana transportasi darat, laut, udara, dan perkeretaapian. “Transportasi semakin meningkatkan konektivitas antar wilayah yang akan menyatukan Indonesia. Bagaimana transportasi dapat melayani perpindahan manusia maupun barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan selamat, aman, dan nyaman,” ujar Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Rabu (20/9). Lebih lanjut Menhub menyebut, berbagai pembangunan yang telah dilakukan menjadi lompatan pertama yang tidak mudah untuk dilakukan, dalam rangka mewujudkan visi Indonesia emas menjadi 5 besar kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada tahun 2045. “Semoga momentum peringatan Hari Perhubungan Nasional tahun ini dapat memperkuat kolaborasi para insan transportasi di seluruh Indonesia, yang menjadi pemicu lompatan-lompatan selanjutnya di masa yang akan datang,” ucap Menhub. Menhub menjelaskan, pembangunan konektivitas antarwilayah di Indonesia dilakukan dengan paradigma Indonesia Sentris, yaitu merata ke seluruh wilayah, tidak saja wilayah perkotaan tetapi hingga ke pelosok daerah. Dengan telah dibangunnya sejumlah sarana dan prasarana transportasi, Menhub menginstruksikan jajarannya untuk memastikan infrastruktur transportasi yang sudah dibangun, benar-benar memiliki manfaat yang optimal dan mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam kurun waktu 2014-2023, Kementerian Perhubungan telah membangun sejumlah infrastruktur transportasi baik di sektor darat, laut, udara dan perkeretaapian. Di darat, Kemenhub telah merevitalisasi dan merehabilitasi terminal tipe A di 140 lokasi dan membangun terminal tipe A di 5 lokasi. Untuk penyeberangan, rehabilitasi pelabuhan penyeberangan dilakukan di 151 lokasi dan membangun pelabuhan penyeberangan di 76 lokasi. “Pada tahun 2022 lalu kami membangun Terminal Tipe A di Purworejo, Jawa Tengah dan Bimoku di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Diharapkan tahun ini sudah bisa diselesaikan pembangunannya,” ujar Menhub. Di laut, telah melakukan rehabilitasi pelabuhan di 164 lokasi dan telah melakukan pembangunan pelabuhan baru di 18 lokasi. Pada tahun 2015, pembangunan dilakukan di 4 lokasi, 2016 (2 lokasi), 2017 (5 lokasi), 2019 (1 lokasi), 2021 (5 lokasi). “Lokasi pembangunan pelabuhan terbanyak ada di wilayah tengah dan timur Indonesia. Terakhir pada tahun 2022, terdapat satu pelabuhan baru yang dibangun yaitu Pelabuhan Salissingan di Sulawesi Barat,” tutur Menhub. Di udara, Kemenhub merehabilitasi bandara di 38 lokasi dan membangun bandara baru di 16 lokasi. Diantaranya yaitu: Bandara Rokot Sipora Mentawai, Sumbar; Bandara Kertajati Jabar; Bandara APT Pranoto Samarinda, Kaltim; Bandara Miangas, Sulut; Bandara Namniwel, Maluku; dan Bandara Werur, Papua. Untuk sektor perkeretaapian, telah dibangun dan direaktivasi jalur kereta api sepanjang 1.683 Kilometer Spoor (Km’sp), diantaranya yaitu: jalur kereta cepat Jakarta – Bandung sepanjang 152,46 Km jalur ganda, LRT Jabodebek (49,21 Km jalur ganda), LRT Sumsel (23,4 km jalur ganda), dan LRT Jakarta (5,8 km jalur ganda). Selain itu, juga dilakukan peningkatan dan rehabilitasi jalur kereta api sepanjang 1.900 Km’sp, elektrifikasi jalur kereta 145,24 Km, dan pembangunan/modernisasi stasiun kereta api sebanyak 88 stasiun.(*) Sumber: Kemenhub RI

Peringati WCD, ASN Dishub Aceh Gotong Royong Bersihkan Area Kantor

BANDA ACEH – Memeriahkan peringatan World Cleanup Day (WCD) tahun 2023, seluruh ASN Dinas Perhubungan Aceh melakukan aksi gotong royong bersama pada beberapa titik lokasi di lingkungan kerja masing-masing, Jumat, 22 September 2023. Aksi ini merupakan tindak lanjut Surat Edaran Gubernur Aceh tertanggal 19 September 2023. Untuk itulah, Kadishub Aceh, Teuku Faisal dalam kesempatan ini mengajak seluruh insan perhubungan melakukan bersih-bersih lingkungan kerja guna meningkatkan semangat dan produktivitas kinerja lembaga. “Kegiatan WCD tahun ini kita lakukan baik di area dalam dan luar gedung induk kantor Dishub Aceh, halte Trans Koetaradja, Pelabuhan Penyeberangan dan Terminal Tipe B Aceh,” sebut Faisal. World Cleanup Day merupakan aksi sosial global tahunan yang mengajak masyarakat di seluruh dunia untuk turut membersihkan dan menjaga kebersihan bumi yang bertujuan untuk mengurangi masalah limbah padat dan sampah. Aksi berantas sampah ini sudah berlangsung setiap tahunnya sejak 2014, dan terus kontiyu hingga tahun 2023. Peringatan WCD memiliki dampak yang signifikan terhadap keberlangsungan ekosistem kita dan mahluk hidup lainnya. Selain itu WCD merupakan momentum perwujudan peningkatan kepedulian terhadap permasalahan sampah serta menjadi sarana memupuk nilai cinta kasih terhadap masa depan bumi.(FJ/MR)

Dorong Program Konversi Listrik, Kemenhub Sosialisasikan PM 39 Tahun 2023

Indonesia saat ini berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan menuju rendah karbon secara bertahap, dan sektor transportasi masih menjadi pengguna energi terbesar di mana sebagian besar berasal dari penggunaan bahan bakar minyak yang diimpor. Salah satu upaya untuk menurunkan impor BBM adalah dengan menggalakkan penggunaan kendaraan listrik melalui percepatan program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Percepatan tersebut bisa dipenuhi dengan hadirnya kendaraan listrik baru maupun melalui kendaraan konversi BBM ke listrik. “Untuk mengoptimalkan penyelenggaraan konversi kendaraan bermotor listrik, telah ditetapkan Peraturan Menteri Perhubungan nomor PM 39 Tahun 2023 tentang Konversi Sepeda Motor dengan Penggerak Motor Bakar Menjadi Sepeda Motor Listrik Berbasis Baterai,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Darat dalam sambutannya yang dibacakan oleh Aznal, Kepala Bagian Hukum dan Humas Sekretariat Direktorat Jenderal Perhubungan Darat di Bali (6/9). Peraturan tersebut merupakan perubahan dari PM 65 Tahun 2020. Beberapa perubahan yang dimuat di PM 39 Tahun 2023 ini di antaranya mengenai registrasi dan identifikasi yang dibuktikan dengan buku pemilik kendaraan bermotor dan surat tanda nomor kendaraan bermotor, komponen konversi, klasifikasi bengkel konversi menjadi 2 (dua) tipe bengkel konversi, permohonan pengajuan konversi, lokasi pengujian tipe konversi, pemeriksaan kelaikan komponen konversi, serta pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan bengkel konversi sepeda motor. “Sesuai arahan Presiden, program konversi kendaraan BBM ke listrik bertujuan mengurangi emisi karbon, sekaligus akan mampu meningkatkan ketahanan energi nasional karena akan dapat mengurangi ketergantungan pada BBM impor,” papar Aznal. Selain itu, Joko Kusnanto, Ketua Tim Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan Bermotor Direktorat Sarana Transportasi Jalan yang hadir sebagai narasumber pada sosialisasi tersebut menjelaskan bahwa setiap kendaraan bermotor selain sepeda motor dengan penggerak sepeda motor bakar yang telah diregistrasi dan diidentifikasi dapat dilakukan konversi menjadi KBLBB yang dilakukan oleh bengkel umum, lembaga, atau institusi yang telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Perhubungan melalui Ditjen Perhubungan Darat sebagai bengkel konversi. “Hal ini telah diatur dalam PM 15 Tahun 2022,” lanjutnya. Turut hadir Sripeni Inten Cahyani, Tenaga Ahli Menteri ESDM, sebagai narasumber dengan materi Strategi Pemerintah dalam Upaya Menarik Minat Konversi Kendaraan Bermotor Listrik. Secara khusus Inten menjelaskan platform digital konversi listrik dapat diakses melalui laman ebtke.esdm.go.id/konversi . “Melalui kerja sama mulitistakeholder diharapkan dapat mempermudah dan mempercepat layanan serta penguatan ekosistem konversi motor listrik,” tutur Inten. Selain pemaparan materi, peserta sosialisasi yang terdiri dari BPTD, Dishub, Gaikindo, Periklindo, Asosiasi Industri Sepeda motor Indonesia, dan Asosiasi Sepeda Motor Listrik Indonesia diajak untuk melihat langsung bengkel konversi yang ada di Bali yaitu Volto Mechanix oleh PT. Percik Daya Nusantara dan Politeknik Transportasi Darat Bali.(*) Sumber: Ditjen Hubdat Kemenhub RI

Leubeung

Oleh Khairurrijal, Juara 3 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023 Subtema        : Budaya Bersih untuk Transportasi Hijau Judul              : Leubeung Leubeung merupakan suatu kosakata dalam Bahasa Aceh yang pada era lampau dimaksudkan sebagai suatu area genangan yang berfungsi sebagai tempat tampungan atau resapan air limbah rumah tangga seperti buangan air dari kamar mandi atau dapur. Leubeung biasanya berada berdekatan dengan sumur, kamar mandi, area dapur, dan memanfaatkan kedalaman alamiah kontur tanah atau digali sedalam 0,5 – 1 m serta tidak berbentuk konstruksi atau struktur bangunan tertentu. Keindahan leubeung akan dihiasi dengan jejeran pohon pisang, pandan wangi, talas dan jenis tumbuhan lainnya yang dapat hidup berdampingan dengan air comberan atau dalam Bahasa Aceh dikenal sebagai ie adeen. Pada era sebelum tahun 2000-an, leubeung dapat ditemui di banyak rumah masyarakat Aceh di wilayah perdesaan atau setidaknya di bagian tempat asal penulis yaitu wilayah pesisir utara – timur Aceh. Di era modern saat ini, leubeung menjadi padanan analogi kontradiktif terhadap standar pengelolaan limbah yang semestinya tersedia pada suatu tempat, usaha dan kegiatan. Budaya bersih untuk mewujudkan Transportasi Hijau tentu tidak hanya cukup pada upaya menumbuhkan empati terhadap lingkungan dan aktivitas penanganan kebersihan lingkungan semata, namun setidaknya perlu ditopang juga oleh beberapa aspek seperti sarana, prasarana, norma, pedoman, sumber daya manusia, aparatur, dan kampanye kebersihan. Dalam hal tema budaya bersih untuk transportasi hijau, penulis memaknai bahwa budaya bersih tidak hanya harus menyasar pada komponen perilaku pengelola, pengguna jasa, mitra dan stakeholder sektor transportasi dalam menjaga prasarana agar bersih dari sampah, namun budaya bersih perlu dikaji lebih luas bahkan pada aspek yang berada di bawah permukaan atau tersembunyi di balik layar operasional sektor transportasi. Contohnya sudah sesuai standarkah pengelolaan sampah dan limbah dari operasional sarana dan prasarana angkutan darat, laut, serta udara. Segmen tinjauan tulisan ini akan membahas tentang bagaimana penerapan “budaya bersih” di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Kota Banda Aceh. Besar harapan sumbangsih tulisan ini dapat dimaknai sebagai kontribusi konstruktif dari masyarakat dalam mendukung upaya Dinas Perhubungan Aceh untuk mewujudkan visi transportasi hijau di wilayah Aceh. Patut disyukuri bahwa Dinas Perhubungan Aceh selaku pengelola Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue telah menunjukkan secara konkret komitmennya dalam menjaga lingkungan hidup mulai dari memenuhi kewajiban perizinan lingkungan hidup, membangun kolaborasi kegiatan lingkungan hingga membangun kerjasama penanganan sampah terpilah dengan Bank Sampah Universitas Syiah Kuala. Konsistensi komitmen lingkungan tersebut terpampang secara jelas hingga tiga tahun terakhir melalui berbagai aksi dan postingan pada platform-platform media sosial milik Dinas Perhubungan Aceh. Di tengah kekaguman tersebut penulis tersentak oleh kenangan masa lalu yang bernostalgia ke kampung halaman. Betapa tidak! pada era modern ini masih dapat terciduk sebuah “Leubeung Raya” di halaman belakang Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, tepatnya di area belakang bangunan toilet dekat mushalla. Tidak dapat diketahui secara pasti apakah leubeung tersebut benar-benar difungsikan sebagai tempat penampungan resapan air kotor atau hanya terbentuk secara alami pada area yang topografi tanahnya relatif lebih rendah dari kawasan di sekitarnya. Apapun fungsi dan alasan terbentuknya, namun area genangan tersebut seperti menghantarkan kita kembali pulang ke rumah-rumah di wilayah perdesaan masa lampau. Sejenak terpikir apakah ini perlu kita lestarikan dengan baik agar kosakata leubeung tersosialisasi pada generasi mendatang atau wisatawan yang berkunjung. Beranjak dari lamunan tersebut, pertanyaan-pertanyaan besar lainnya bergemuruh di pikiran seperti, lantas bagaimana pengelolaan sampah dan limbah dari kapal KMP. Aceh Hebat 2, KMP. BRR, KMP. Papuyu, kapal-kapal cepat Express Bahari, dan kapal-kapal lainnya yang ada di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Hasil searching pada media sosial Dinas Perhubungan Aceh tidak menunjukkan adanya publikasi tentang pengelolaan limbah dari kapal di pelabuhan. Adakah prasarana dan kelembagaan untuk pengelolaan sampah secara terpilah dan penanganan limbah dari kapal di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Penelitian yang dilakukan oleh Yulianto dan Winarni (2023) menyimpulkan bahwa timbulan sampah harian dari kapal seperti sisa makanan, plastik, kemasan makanan dan minuman, kemasan peralatan, suku cadang, kardus atau palet harus ditangani secara terpilah sesuai dengan kategori sampah. Begitu pula limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) mesti ditangani sesuai prosedur yang tepat karena sampah dan limbah berpotensi merugikan alam sekitar dan akan memerlukan biaya yang sangat besar untuk memulihkan kembali jika menimbulkan dampak seperti pencemaran air laut, kerusakan kehidupan biota laut, kerusakan terumbu karang, penurunan estitika lingkungan atau kerusakan keindahan alam laut. Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM 24 Tahun 2022 tentang Perubahan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 29 Tahun 2014 tentang Pencegahan Pencemaran Lingkungan Maritim diantaranya mengatur bahwa dalam hal fasilitas penutuhan kapal (ship recycling facilities) tidak memiliki peralatan pengelolaan limbah dan/atau sampah, maka limbah dan/atau sampah yang ada di atas kapal harus dibuang pada pelabuhan terakhir. Menerapkan peraturan tersebut serta regulasi/ketentuan lainnya secara komprehensif dalam pengelolaan lingkungan pelabuhan adalah jalan menuju terwujudnya visi transportasi hijau atau green port pada Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Mewujudkan visi transportasi hijau melalui budaya bersih setidaknya perlu ditopang secara sinergis oleh 4 (empat) pilar, yaitu fasilitas penunjang lingkungan, norma atau Standar Operasional Prosedur (SOP), sumber daya aparatur, serta edukasi dan kampanye pola hidup bersih. Penyediaan fasilitas penunjang lingkungan seperti tempat penanganan sampah dan instalasi pengelolaan limbah harus mendapat perhatian prioritas jika Dinas Perhubungan Aceh benar-benar serius ingin mewujudkan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue sebagai suatu green port. Kenapa sampah dan limbah perlu menjadi prioritas penanganan? Pertama, karena timbulan sampah di pelabuhan penyeberangan bersifat kontinyu dan variatif sepanjang aktivitas mobilitas berlangsung, serta tersebar di seluruh area pelayanan dan jasa lainnya sehingga selayaknya penanganan sampah dilakukan pada suatu unit tertentu seperti Tempat Pengolahan Sampah dengan Prinsip 3R (reduce, reuse dan recycle) atau minimal unit pemilahan sampah seperti Bank Sampah. Kedua, karena Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue berpotensi menghasilkan limbah domestik dan B3 dari aktivitas operasional pelayanan, perkantoran, kegiatan usaha atau bisnis, serta limbah dari kapal yang bersandar di dermaga sehingga sepatutnya disediakan suatu bangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah dan Limbah B3 yang memenuhi standar serta ketentuan teknis. Pemenuhan infrastruktur penunjang lingkungan yang representatif dan memadai adalah keniscayaan dalam mendukung terwujudnya budaya bersih menuju transportasi hijau. Norma atau SOP adalah instrumen penting yang sering terabaikan dalam mencapai sebuah visi adalah bagaimana mendetilkan kebutuhan, peran dan fungsi dari para pihak yang akan terlibat dalam misi-misi yang telah dirumuskan. Penerapan SOP yang baik dan

Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal

Oleh Zikrillah, Juara 2 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023 Subtema        : Transportasi perkotaan yang didambakan Judul              : Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal Pada kawasan perkotaan seperti Banda Aceh dan sebagian wilayah Aceh Besar yang menjadi penyangga ibu kota provinsi Aceh sebagai salah satu pusat kawasan pertumbuhan ekonomi, pembangunan insfrastruktur, jumlah penduduk, jumlah pendatang tentu akan terus meningkat dan mengakibatkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang signifikan terutama kendaraaan roda dua. Hal ini jika tidak  diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan permasalahan serius dimasa yang akan datang. Kemacetan yang memiliki banyak dampak buruk serta polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan akan memjadi kerugian yang besar. Kondisi angkutan umum yang ada sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut saat ini masih dirasakan belum dalam kondisi yang ideal, akibatnya kendaraan pribadi khususnya roda dua menjadi pilihan untuk melakukan perjalanan karena dianggap lebih murah dan praktis. Permasalahan ini menjadi semakin rumit, karena upaya pemerintah untuk menghadirkan angkutan massal perkotaan Transkutaraja saat ini sepertinya juga belum mampu menjadi solusi untuk mengatasi hal tersebut. Banyak pihak yang mungkin menganggap bahwa Transkutaraja saat ini telah berfungsi sebagai angkutan massal perkotaan yang ideal, namun sebenarnya terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan Transkutaraja masih tergolong sebagai angkutan umum. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 1 ayat 3, angkutan umum adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Berdasarkan hal tersebut angkutan umum lebih sesuai untuk perjalanan antar kota dan antar provinsi, bukan pada kawasan utama suatu wilayah perkotaan. Angkutan massal dalam perkotaan seharusnya mengikuti standar angkutan massal berbasis jalan yang diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Peraturan Menteri Perhubungan ini menjelaskan bahwa angkutan massal berbasis jalan merupakan suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di Kawasan Perkotaan. Mengacu kepada peraturan ini maka Transkutaraja saat ini masih memiliki fungsi sebagai angkutan umum dan belum berfungsi menjadi angkutan massal perkotaan, karena syarat dasar mengenai lajur khusus terproteksi belum diterapkan sehingga belum mampu memberikan pelayanan yang optimal. Agar Transkutaraja dapat memberikan pelayanan yang lebih baik maka perubahan fungsi dari angkutan umum menjadi angkutan massal perkotaan mutlak untuk segera dilakukan. Perubahan ini akan banyak sekali memberi manfaat dan keuntungan yang dirasakan masyarakat, tetapi dengan syarat pelaksanaan sistem transportasi massal ini dilakukan secara utuh dan lengkap berdasarkan konsep serta manajemen yang baik. Semua hal terkait pelaksanaan sistem transportasi massal Transkutaraja harus disusun dalam sebuah pedoman berupa standar operasional prosedur (SOP), diantaranya standar operasional prosedur pengoperasian kendaraan dan standar operasional prosedur penanganan keadaan darurat. Untuk melakukannya, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan seharusnya dijadikan sebagai acuan utama. Penerapan kebijakan yang sudah diterapkan di daerah lain bahkan di negara lain yang terbukti sukses menjadikan angkutan massal menjadi pilihan mayoritas penduduknya juga dapat menjadi tambahan referensi. Mengacu pada peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012, hal utama dan pertama yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah membuat lajur khusus terproteksi agar memastikan Transkutaraja memiliki keandalan tertutama dari sisi kepastian waktu tempuh. Hal ini dapat terjadi karena Transkutaraja tidak akan terjebak kemacetan dengan kendaraan lain, bahkan dengan kondisi bus Transkutaraja yang memiliki ukuran relatif besar bukan tidak mungkin menjadi penyebab utama kemacetan tersebut. Penerapan jalur khusus ini mungkin memang membutuhkan biaya yang besar, namun hal ini sebanding bahkan lebih besar dari manfaat jangka panjang yang akan diperoleh. Agar waktu tempuh Transkutaraja lebih optimal, maka hal selanjutnya yang harus menjadi perhatian adalah standar pemenuhan waktu dalam satu kali perjalanan harus ditetapkan untuk masing-masing rute. Apabila selama ini waktu yang dijadikan acuan kinerja Transkutaraja ditentukan dengan menetapkan jadwal kedatangan bus pada tiap-tiap halte, maka ada baiknya diganti dengan dengan selisih waktu antara atau headway bus, misalnya ditetapkan selama 5 (lima) menit. Untuk memastikan waktu ini terjaga dengan baik, maka jumlah bus harus dipastikan tercukupi untuk satu rute. Sebagai contoh bila satu bus melayani satu rute adalah rata-rata membutuhkan waktu 40 (empat puluh) menit, maka untuk menjaga waktu antara 5 (lima) menit harus disediakan sebanyak 40 (empat puluh) menit dibagi 5 (lima) menit yaitu 8 (delapan) unit bus. Penetapan standar waktu tempuh berdasarkan headway ini belum cukup apabila tidak diikuti dengan pengawasan dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi rahasia umum jika pengawasan yang dilakukan hanya melibatkan pihak internal maka hasilnya tidak akan terlalu optimal. Keterlibatan masyarakat khususnya pengguna angkutan massal Transkutaraja akan sangat dibutuhkan. Pada masa ini dimana perkembangan teknologi sangat pesat, maka persoalan ini dapat dengan mudah diatasi dengan pengggunaan teknologi informasi. Apabila pada setiap bus yang ada telah dipasang GPS Tracker, maka penyelenggara Transkutaraja dapat membuat aplikasi serupa yang digunakan pada trasportasi online, dimana calon penumpang akan mengetahui keberadaan bus yang akan menuju halte yang ada. Informasi ini juga dapat disampaikan melalui papan informasi digital pada tiap halte yang menyampaikan perkiraan waktu dalam hitungan menit terkait estimasi bus akan tiba di halte tersebut. Selanjutnya upaya lain yang harus diprioritaskan adalah penyempurnaan sarana dan prasarana Transkutaraja agar dapat memenuhi standar dari segi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan terkait angkutan massal berbasis jalan. Evaluasi secara menyeluruh mutlak dilakukan terhadap fasilitas dan pelaksanaan sistem transportasi angkutan massal Transkutaraja selama ini. Penyelenggara Transkutaraja harus memastikan jumlah petugas dan peralatan yang sudah tersedia cukup serta mumpuni untuk mendukung tujuan tersebut. Pada halte dan bus wajib dipastikan penerangannya cukup, udaranya sejuk, ramah disabilitas kemudian diupayakan terdapat CCTV dan petugas untuk memastikan kemananan serta informasi terkait gangguan keamanan tersedia. Hal ini juga berlaku untuk setiap titik pemberhentian bus yang belum memiliki halte, kenyamanan dan keamanannya juga harus terjamin. Estetika tangga untuk menaiki bus pada titik pemberhentian juga harus menjadi perhatian. Sedapat mungkin desain tangga baik bentuk dan warnanya diupayakan memiliki ciri khas yang serupa dengan halte yang ada, sehingga akan memberikan kesan yang lebih baik sebagai satu kesatuan sistem

Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034

Oleh Mohd. Febrianto, Juara 1 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023Subtema        : Budaya Bersih untuk Transportasi Hijau Judul              : Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 Polusi udara dan kemacetan lalu lintas menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh banyak kota di Indonesia, tak terkecuali kota Banda Aceh. Seiring laju pertumbuhan jumlah penduduk kota Banda Aceh yang berkembang pesat, mengakibatkan aktivitas masyarakat yang semakin padat dan kebutuhan mobilitas yang tinggi. Mobilitas penduduk yang tinggi dalam bentuk penggunaan kendaraan pribadi kerap menyebabkan kemacetan dan menimbulkan polusi udara di kota Banda Aceh. Emisi dari kendaraan bermotor mengakibatkan kurang lebih 70% pencemaran udara (Munawar, 1999). Penggunaan kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel, menghasilkan emisi gas dan partikel berbahaya ke udara, termasuk nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan partikel-partikel halus yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan kesehatan. Tingginya emisi kendaraan juga berkontribusi pada pembentukan ozon troposfer (O3), yang merupakan polutan udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat Banda Aceh. Namun, Banda Aceh patut bangga dengan pencapaian sebagai kota dengan polusi udara paling rendah di Indonesia. Hasil pengukuran Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index standar Amerika Serikat (AQI-US) pada 11 Agustus 2023, Banda Aceh memperoleh skor 13 poin yang menunjukkan bahwa kota Banda Aceh memiliki kadar polutan udara yang sangat rendah dan kualitas udara yang baik. Namun tidak cukup hanya dengan berbangga hati, pemerintah sejatinya perlu terus menggalakkan upaya-upaya inovatif di berbagai sektor untuk mempertahankan predikat tersebut. Kendati demikian, jauh sebelum mendapatkan predikat yang membanggakan tersebut, pemerintah kota Banda Aceh pada tahun 2014 telah merespon isu-isu lingkungan dengan mengusung Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 sebagai langkah solutif dalam upaya mengurangi dampak negatif dari mobilitas penduduk yang tinggi terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan ini bertujuan menjadikan Banda Aceh sebagai kota yang layak huni bagi masyarakat lokal dan eco-friendly city bagi wisatawan. Green City Initiative Kota Banda Aceh memiliki visi menjadi kota terhijau di Indonesia tahun 2034. Salah satu sektor yang memainkan peran besar guna mencapai visi tersebut adalah green transportation. Kebijakan yang ingin diwujudkan di tahun 2029 dari sektor ini adalah peningkatan penggunaan transportasi umum dan penurunan rasio kepemilikan kendaraan pribadi melalui pengembangan sistem transportasi umum yang ramah lingkungan dan terintegrasi (Kepala Bappeda Kota Banda Aceh, 2014). Perwujudan green transportation sudah mulai dirasakan dengan kehadiran Trans Kutaraja yang menjadi alternatif setelah ditinggalkannya moda transportasi publik tradisional “labi-labi”. Selain sebagai upaya menurunkan penggunaaan kendaraan pribadi guna mengurangi angka kemacetan di kota Banda Aceh, Teuku Faisal selaku Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Aceh menyebutkan bahwa Trans Kutaraja diproyeksikan menjadi angkutan massal yang terkoneksi dengan pusat aktivitas masyarakat, serta menjadi pilihan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar (Dishub Aceh, 2023). Sejak dioperasikan pada tahun 2016, hasil survei terkait persepsi masyarakat terhadap kebijakan Trans Kutaraja di tahun 2019 menyatakan bahwa selain Trans Kutaraja menjadi kebijakan yang tepat, moda transportasi publik ini juga dianggap dapat mengatasi masalah lingkungan (Merfazi, Sugiarto, dan Anggraini 2019). Eksistensi Trans Kutaraja ternyata memang jawaban dari kebutuhan mobilitas masyarakat. Sebagai bentuk kepedulian, Pemerintah Aceh memberi perhatian khusus pada tingginya permintaan pelayanan Trans Kutaraja dari masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar untuk menjangkau wilayah layanan yang lebih luas. Hingga saat ini Trans Kutaraja telah melayani 6 koridor utama dan 4 rute feeder lintas Banda Aceh – Aceh Besar. Namun demikian, untuk mewujudkan Green City Initiative melalui green transportation tidak cukup hanya dengan mengandalkan keberadaan Trans Kutaraja, sarana dan prasarana moda transportasi publik ini pun dituntut mampu mendukung keberlangsungan mobilitas tersebut dengan kondisi aman, nyaman, dan bersih. Halte merupakan salah satu prasarana Trans Kutaraja yang merujuk pada suatu tempat atau struktur yang dirancang khusus untuk melayani penumpang. Sebagai prasarana pendukung utama penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, halte diartikan sebagai tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Halte yang merupakan titik akses yang jelas bagi penumpang untuk menggunakan layanan Trans Kutaraja perlu mendapatkan perhatian. Karena sudah sewajarnya masyarakat akan merasa nyaman jika halte tempat mereka menunggu dalam kondisi bersih disertai lingkungan yang kondusif. Kondisi halte yang tercemar polusi udara dan bau dari sampah makanan akan mengganggu masyarakat pengguna layanan Trans Kutaraja. Tak ayal masyarakat pun rentan terkena sick building syndrome. Dalam dunia arsitektur, sick building syndrome diartikan sebagai permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kualitas udara dan polusi dalam bangunan yang ditempati, sehingga mempengaruhi produktivitas penghuninya (Susilawati, 2017). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti sirkulasi udara yang buruk, polusi kendaraan bermotor, asap rokok, serta pembuangan sisa hasil makanan. Halte yang mendapatkan minim perhatian akan mempengaruhi persepsi masyarakat dan berdampak pada buruknya layanan Trans Kutaraja. Oleh karenanya, sebagai langkah preventif dari dampak buruk lingkungan terhadap kesehatan masyarakat dalam menggunakan halte Trans Kutaraja, pemerintah perlu mengusung konsep Green Halte Trans Kutaraja. Selain mendukung cita-cita Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034, konsep ini diyakini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar dalam memanfaatkan layanan Trans Kutaraja, serta secara tak langsung akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah. Mengapa Green Halte Penting? Green halte adalah sebuah konsep yang berfokus pada pengembangan halte dengan mengintegrasikan konsep ramah lingkungan ke dalam infrastruktur transportasi Trans Kutaraja. Penerapan konsep green halte sangat penting dalam konteks transportasi perkotaan. Green halte tidak hanya sekedar infrastruktur fisik, namun juga merupakan simbol perubahan dalam perilaku dan budaya masyarakat. Dalam kaitannya dengan penggunaan Trans Kutaraja, green halte mengajak masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi publik yang didukung oleh fasilitas yang nyaman dan bersih. Merujuk pada manfaatnya, penerapan halte ramah lingkungan ini akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Penurunan polusi udara dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh dampak buruk lingkungan. Selain itu, green halte juga akan meningkatkan keindahan lingkungan perkotaan dengan perluasan ruang terbuka hijau di tengah-tengah lanskap perkotaan yang padat. Sehingga akan menciptakan tempat yang lebih menyenangkan bagi penumpang menunggu kedatangan Trans Kutaraja. Konsep green halte Trans Kutaraja juga

Aplikasi SERUPA Siap Tampung Aspirasi Perlengkapan Jalan di Aceh

BANDA ACEH – Keselamatan jalan di suatu daerah amatlah diperlukan guna memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan dan merupakan tanggung jawab bersama. Untuk itulah, Dinas Perhubungan Aceh meluncurkan aplikasi SERUPA (Sistem Pengelolaan Data Preservasi Perlengkapan Jalan Provinsi Aceh), Kamis, 21 September 2023. Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Aceh, Deddy Lesmana mengatakan, aplikasi SERUPA dapat menjadi wadah atau media untuk menampung aspirasi masyarakat serta pemangku kepentingan terkait keselamatan jalan. Misalnya kebutuhan perlengkapan jalan, baik pembangunan perlengkapan jalan baru atau yang membutuhkan perawatan dan perbaikan, teruatma di ruas jalan Provinsi Aceh. “Kita harapkan adanya kepedulian, partisipasi, dan peran aktif semua unsur dapat meminimalisir tingkat fatalitas dan jumlah terjadinya kecelakaan bagi pengguna jalan,” ujarnya. Sementara itu, Ketua Tim Penggagas Aplikasi SERUPA Dishub Aceh, Daniel Sarumaha mengatakan masyarakat dapat mengajukan kebutuhan atau kerusakan perlengkapan jalan dalam aplikasi ini. Dikatakannya, aplikasi ini adalah sebuah sistem yang menjadi wadah bagi masyarakat atau ASN Dishub Aceh untuk mendata, mendapatkan iinformasi dari masyarakat jika ada rawan kecelakaan atau persimpangan. Masyarakat dapat menyampaikan masukannya sesuai dengan kebutuhannya. “Pengguna bisa mengisi form dengan menscan QR-Qode, lalu menyampaikan keluhannya terkait baik jalan kabupaten, provinsi, atau nasional serta melampirkan bukti berupa foto. Melalui aplikasi ini, petugas Dishub Aceh akan mengetahui dan menerima sebanyak-banyaknya informasi tentang kebutuhhan perlengkapan jalan di seluruh Aceh. Selain itu, di aplikasi SERUPA bisa mendapatkan informasi jenis fasilitas keselamatan jalan (rambu, marka, warning ligt, traffic ligth, guardril, lampu jalan, dan sebagainya) semua yang telah terpasang didata dalam serupa berupa peta. Jadi, masyarakat bisa mengklik lokasinya, informasi tahun pembangunan, termasuk kondisi fasilitas keselamatan tersebut dapat dilihat sekaligus ini dapat menjadi investaris berbasis digital.(MR)