Dishub

PENGUKUHAN KEPENGURUSAN MTI BARU, SIAP BERI SOLUSI MASALAH TRANSPORTASI

Transportasi merupakan salah satu pilar utama pendukung percepatan pembangunan nasional. Kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari ribuan kepulauan yang tersebar di sepanjang garis katulistiwa membuat kelancaran mobilitas barang, jasa, dan manusia merupakan suatu kebutuhan mutlak yang hanya dapat diwujudkan melalui jasa ini. Jadi, transportasi memegang peran amat sentral dalam kelancaran arus barang maupun mobilitas manusia. Kecuali itu, transportasi juga menjadi bagian integral dalam upaya besar menjalin dan memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional, mengintensifkan interaksi budaya antar anak bangsa, membangun kohesi sosial, meningkatkan daya guna sumber daya nasional, serta berperan aktif dalam mewujudkan (pemerataan) kesejahteraan nasional. Berangkat dari kesadaran akan pentingnya transportasi sebagai salah satu pendukung utama keberhasilan pembangunan nasional itulah gagasan tentang pembentukan sebuah organisasi profesi di bidang transportasi muncul ke permukaan. Melalui organisasi profesi tersebut diharapkan akan muncul gagasan-gagasan kreatif untuk pengembangan transportasi di Indonesia dan sekaligus menjadi ruang publik yang dapat menampung berbagai permasalahan maupun gagasan untuk pengembangan transportasi itu sendiri. Sebagai organisasi profesi di bidang transportasi, selama ini telah mengadakan berbagai kegiatan seperti  seminar, workshop dan lainnya. Selama ini kepengurusan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Wilayah Aceh di ketuai oleh Dr. Ir. Sofyan. M. Saleh, M.Sc.Eng untuk periode 2016-2019. Dalam pemilihan ketua baru, Kamis (11/01/2019) yang bertempat di Balee Keurukon Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala beliau mengatakan “untuk MTI ke depan memiliki peranan strategis dalam memberikan masukan khususnya dalam bidang transportasi”. Junaidi, ST, MT selaku Kepala Dinas Perhubungan Aceh yang dikukuhkan menjadi ketua MTI untuk periode 2019-2022 mengatakan bahwa “akan lebih meningkatkan pelayanan transportasi untuk wilayah Aceh khususnya untuk Bus TransKoetaradja yang saat ini telah menjadi icon kota Banda Aceh”.   Beliau juga mengungkapkan “hadirnya TransKutaradja di Banda Aceh ini seperti bayi baru lahir yang masih memerlukan pembenahan-pembenahan dalam meningkatka n pelayanan terhadap masrakat yang lebih optimal”. Pengukuhan pengurus MTI Wilayah Aceh periode 2019-2022 tergolong istimewa karena dihadiri oleh para Dosen-dosen Senior di Bidang Transportasi dan para Kepala Bidang, Kepala Seksi serta beberapa staff dari Dinas Perhubungan Aceh. Untuk MTI ke depan diharapkan tetap memegang mandate yang dulu telah dirumuskan oleh para pendirinya. MTI dibuat bukan dalam konteks operasional, tapi lebih cenderung dalam konteks kebijakan. (DW)

PEMBANGUNAN/PENGEMBANGAN GEDUNG BANGUNAN HARUS PENUHI ASPEK ANDALALIN

Andalalin merupakan suatu kajian khusus yang menilai efek-efek yang ditimbulkan oleh lalu lintas yang dibangkitkan/ditarik oleh suatu pengembangan kawasan terhadap jaringan transportasi di sekitarnya (Evaluating Traffic Impact Studies, 1994). Serangkaian kegiatan kajian mengenai dampak lalu lintas dari pembangunan pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang hasilnya dituangkan dalam bentuk dokumen hasil analisis dampak lalu lintas (PP 32 Tahun 2011). Andalalin mempunyai fungsi peranan yang sangat penting dalam menganalisa lalu lintas di tahun eksisting dan 5 tahun kedepan, sebagaimana kita ketahui transportasi yang selamat, aman dan lancar selain mencerminkan ketertiban dan keteraturan, juga mencerminkan kelancaran kegiatan perekonomian. Namun demikian, dalam berbagai kesempatan dan kenyataan, terdapat kecenderungan bahwa berkembangnya suatu kota seringkali diikuti pula dengan munculnya masalah transportasi. Studi analisis dampak lalu lintas perlu dilaksanakan apabila lalu lintas yang dibangkitkan/ditarik dari suatu pembangunan kawasan melebihi 10 % dari volume lalu lintas yang ada di jalan yang berdampingan dan kemacetan lalu lintas telah terjadi atau akan terjadi dan lalu lintas yang dibangkitkan, pembangunan kawasan melebihi 5 % dari arus lalu lintas yang ada di jalan yang berdampingan. Hotel  Hermes yang merupakan hotel bintang 5 akan melakukan pengembangan dengan  penambahan kamar sebanyak 72 kamar. Rencana pembangunan/pengembangan ini akan menimbulkan persoalan baru dan menambah kerumitan dalam aspek lalu-lintas dan parkir. Sebagai sumber bangkitan lalulintas baru yang dapat diakses publik selama 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, keberadaannya akan memberikan tambahan volume lalulintas. Oleh karena itu, diperlukan analisis dampak lalu-lintas, sehingga keberadaan hotel tidak memberikan dampak negatif terhadap lalulintas (pengguna jalan), tidak saja bagi bagi Hotel Hermes, tetapi juga masyarakat umum, baik yang berkepentingan dengan hotel tersebut maupun pengguna jalan yang hanya melintas. Untuk mengantisipasi dampak lingkungan pada Hotel Hermes tersbut, Dishub Aceh melakukan Pemaparan Dokumen Analisis Dampak Lalu Lintas (Andalalin) dalam rangka pengembangan dan pembangunan berkelanjutan Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Jumat (05/04/2019). Pemaparan tersebut merupakan pemaparan Penilai Andalalin Tahap II, yang sebelumnya sudah dilakukan paparan Tahap I pada hari Jumat (29/03/2019) lalu. Rapat diawali dan dibuka langsung oleh ketua tim penilai Andalalin di Jalan Provinsi yaitu Bapak Nizarli, S.Sit, MT selaku Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan di Dishub Provinsi Aceh. Nizarli menyampaikan bahwa “ini merupakan pemaparan pertama di Provinsi Aceh terkait dokumen Andalalin namun ada poin-poin penting terkait rekomendasi di dokumen tersebut yang sifatnya wajib dan harus dipenuhi oleh pihak pengembang Hotel Hermes”. Kekurangan parkir merupakan salah satu permasalahan di Hermes, sehingga tim penilai memberikan masukan agar Ball Room hanya bisa digunakan sebesar 80% dari keseluruhan ball room yang tersedia untuk menghindarkan kekurangan ruang parkir tersebut, serta penanganan fasilitas keselaman jalan di depan Hermes harus sudah terpasang sebelum adanya pembangunan baru. Pemaparan Andalalin tersebut sudah sesuai dengan  Peraturan Gubernur Aceh Nomor 19 Tahun 2019 tentang Andalalin di Jalan Provinsi, dokumen Andalalin merupakan sebuah kewajiban bagi pihak pengembang bahwa setiap rencana pembangunan pusat kegiatan, pemukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan , ketertiban, serta kelancaran lalu lintas angkutan jalan Wajib dilakukan Analisis dampak lalu lintas. Hasil analisis dampak lalu lintas merupakan salah satu syarat bagi pengembang untuk mendapatkan izin Pemerintah atau Pemerintah Daerah menurut peraturan perundang-undangan. Izin yang dimaksud adalah : Izin lokasi, izin mendirikan bangunan dan pembangunan bangunan gedung dengan fungsi khusus. Semua proses Andalalin di tingkat Nasional, Provinsi dan Kabupaten/Kota pasti membutuhkan masukan dari instansi pemangku kepentingan (Tim Penilai Andalalin). Rencana Pembangunan dapat berupa pembangunan baru, pengembangan, atau peningkatan kepadatan. Diharapkan dengan adanya Andalalin tersebut dapat menjadi solusi dari dampak pengembangan Hotel Hermes tersebut, mengingat pentingnya lalu lintas dan angkutan jalan ini mempunyai peran yang strategis dalam mendukung pembangunan dan integritas nasional. (DW)

TRANS-K MULAI BEROPERASI DI BANDARA SIM

Dinas Perhubungan Aceh melalui UPTD Trans Koetaradja melakukan uji coba masuk ke Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda hari Senin (08/4). Kadishub Aceh Junaidi, ST. MT turut memantau proses uji coba perdana ini di Bandara SIM. Hadir pula dalam kesempatan tersebut GM. Angkasa Pura II Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda Yos Suwagiyono, Kepala UPTD Trans Koetaradja T. Robby Irza, S. SiT. MT, Kabid LLAJ Dishub Aceh Nizarli, S. SiT. MT, dan Pihak Balai Pengelola Transportasi Darat Wilayah I Provinsi Aceh. Kadishub Aceh Junaidi, ST. MT menyampaikan apresiasinya kepada PT. Angkasa Pura II Bandara SIM atas dukungan dan kerjasama sehingga terlaksananya uji coba perdana ini. Junaidi juga berharap halte permanen dapat segera dimulai pembangunannya oleh PT. Bank Aceh Syari’ah agar pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan secara optimal. Saat ini Trans Koetaradja masih menggunakan halte portable yang berada di dekat area parkir Bandara SIM. Kepala UPTD Trans Koetaradja T. Robby Irza, S. SiT. MT juga menginformasikan bahwa untuk menuju ke Bandara SIM terdapat dua rute/koridor yaitu; koridor 2A (Pusat Kota – Batoh – Lampeunurut – Lambaro – Bandara) dan koridor 5 (Pusat Kota – Kuta Alam – Ulee Kareng – Lam Ateuk – Bandara). Bus Trans Koetaradja mulai melayani penumpang dari pukul 06.00 WIB sampai dengan pukul 20.00 WIB sesuai dengan Timetable yang berlaku. Diharapkan dengan hadirnya Trans Koetaradja di Bandara SIM semakin meningkatkan konektifitas antar moda transportasi di Provinsi Aceh. Sehingga masyarakat maupun wisatawan yang tiba di Bandara SIM memiliki moda transportasi tambahan yang dapat dipilih sesuai keinginannya. Saat ini dengan menggunakan Trans Koetaradja dari Bandara SIM, penumpang sudah dapat menuju langsung ke Terminal Tipe A Batoh dan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheu. (AM)

BPKA BERSAMA DISHUB ACEH GELAR RAKOR KINERJA ANGKUTAN UMUM SE-ACEH

Dalam upaya meningkatkan kerja sama optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Aceh khususnya dari Pajak Kendaraan Bermotor Angkutan Umum, BPKA bersama Dishub Aceh menyelenggarakan Rapat Koordinasi tentang Angkutan Umum Se-Aceh Tahun 2019 Selasa (02/04/2019), yang bertempat di Gedung Serbaguna Setda Aceh yang turut dihadiri oleh para Kepala Dinas dan Kepala UPT Samsat Kabupaten serta dari DPD. Organda. Dalam acara ini Dishub Aceh terlibat langsung sebagai Narasumber yang mempresetasikan tentang kriteria Angkutan Umum Orang Dan Angkutan Umum Barang Sesuai Ketentuan Perundang-Undangan, Sesuai dengan pasal 173 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 tentang perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang dalam trayek, wajib memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek dan izin penyelenggaraan angkutan barang khusus atau alat berat. Izin penyelenggaraan angkutan barang khusus diberikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di Bidang Sarana Dan Prasarana Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan dengan rekomendasi dari Instandi terkait. Sedangkan izin penyelenggaraan angkutan alat berat, diberikan oleh menteri yang bertanggung jawab di Bidang Sarana Dan Prasarana Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Kepala Seksi Sarana dan Angkutan Dishub Aceh, M. Al Qadri, S.SiT, MT yang bertindak sebagai salah satu narasumnber menjelaskan, untuk perusahaan angkutan umum yang menyelenggarakan angkutan orang dan/atau barang harus berbentuk badan hukum Indonesia, yakni antara lain berbentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Perseroan Terbatas (PT) atau Koperasi. Kondisi saat ini, sebanyak 55,08 % tidak membayar retribusi melalui Kartu Pengawasan Trayek (KPS). Sementara, data sarana Angkutan Antar Kota Dalam Provinsi Aceh sebanyak 3.253 Unit. Sedangkan data armada yang membayar retribusi melalui KPS per tahun hanya sebesar 1.461 unit atau sebesar 44,91 %. “Selain hal Perpanjangan KPS, terkait masa berlaku izin trayek juga masih bermasalah, di mana berdasarkan data administrasi menunjukkan bahwa jumlah perusahaan Angkutan Umum terutama AKDP berjumlah 86 Perusahaan, yang tertib administrasi hanya berjumlah 50 Perusahaan dan 38 Perusahaan dalam status kadaluwarsa izin trayek” ungkap Al Qadri. Hasil Inspeksi Dinas Perhubungan Aceh dan Balai Pengelolaa Transportasi Darat Wilayah I Aceh Kementerian Perhubungan pada tanggal 15 januari 2018, jumlah kendaraan yang dilakukan pemeriksaan 22 Kendaraan, didapatkan hasil untuk pelanggaran mati trayek sebesar 62,5%. Tidak ada trayek sebesar 25%, penyimpangan trayek sebesar 50%, mati pengujian (KIR) sebesar 12,5% san tidak ada pengujian (KIR) sebesar 12,5%. Upaya pencegahan dari permasalahan pemalsuan Kartu Pengawasan Trayek (KPS) yaitu dengan pengembangan kartu pengawasan izin trayek menggunakan sistem barcode. Sedangkan untuk permasalahan tidak tertibnya administrasi  perizinan dan administrasi kelayakan sarana angkutan yaitu dengan pembangunan data base dan early warning system perizinan angkutan. (DW)

INTEGRASIKAN PENGELOLAAN PELABUHAN PENYEBERANGAN BALOHAN SABANG

Dinas Perhubungan Aceh pada hari Selasa (26/3) menginisiasi terlaksananya rapat koordinasi terkait pengelolaan dan operasional Pelabuhan Penyeberangan Balohan Sabang bersama Pemerintah Kota Sabang dan BPKS di Kantor Dishub Aceh. Turut hadir dalam rapat tersebut Deputi Komersial BPKS (Agus Salim), Asisten II Bidang Administrasi dan Pembangunan Setda Kota Sabang (Kamaruddin), Kepala Bidang P2SP Bappeda Aceh (Dedy Fahrian), Kepala Bidang P2EIPD Bappeda Kota Sabang (Imanda), Kepala Dinas Perhubungan Kota Sabang (Iskandar), dan beberapa instansi terkait. Kadishub Aceh Junaidi, ST.MT pada kesempatan pertama menyampaikan bahwa Pelabuhan Penyeberangan Balohan sebagai pintu gerbang Kota Sabang memiliki peran vital yang harus diperhatikan secara sinergis oleh Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Sabang, dan BPKS dalam rangka mendukung berkembangnya industri, pariwisata dan jasa. Dalam rapat tersebut mengemuka beberapa isu seperti kepemilikan aset, regulasi yang masih belum harmonis dan kelembagaan yang menjadi prioritas untuk dicarikan penyelesaian terbaik.   Pemerintah Kota Sabang yang diwakili Asisten II Bidang Administrasi dan Pembangunan Setda Kota Sabang, Kamaruddin menyampaikan apresiasi atas terlaksananya rapat koordinasi ini dan berharap Pemerintah Kota Sabang dapat diberi peran dalam pengelolaan Pelabuhan Balohan kedepan. Sementara itu Deputi Komersial BPKS, Agus Salim menyampaikan bahwa untuk revitalisasi Pelabuhan Balohan ini, BPKS menginvestasikan sebesar 250 Milyar Rupiah sampai dengan tahun 2020 dan siap mendukung pengelolaan Pelabuhan Balohan secara profesional.   Peserta rapat sepakat untuk mendukung rencana pengelolaan Pelabuhan Penyeberangan Balohan secara terintegrasi dengan status kepemilikan aset di bawah Pemerintah Aceh/BPKS dan pengelolaan dapat dilaksanakan melalui kerjasama pengelolaan antara Pemerintah, Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Sabang, dan BPKS. Pada akhir pertemuan disepakati untuk menindaklanjuti persiapan pengelolaan Pelabuhan Balohan dengan menyiapkan MoU antara BPKS, Kemenhub, Pemerintah Aceh & Pemerintah Kota Sabang serta melakukan rapat lanjutan secara terjadwal untuk membahas isu-isu penting terkait persiapan pengelolaan. (AM)

PERLU DUKUNGAN SEMUA PIHAK UNTUK OPTIMALISASI PELAYANAN TERMINAL PIDIE JAYA

Pelaksanaan Proses pelimpahan kewenangan Personel, Pendanaan, Sarana dan Prasarana serta Dokumen (P3D), sejalan dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah telah melimpahkan kewenangan pengelolaan Terminal Tipe B pada Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh. Setelah dibangun dan dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, terminal-terminal Tipe B tersebut resmi diserahkan pengoperasiannya pada Dinas Perhubungan Aceh Tahun 2017. Sebagian terminal-terminal Tipe B ini ada yang telah beroperasi dan bahkan ada yang belum berfungsi. Pada lintas timur Aceh, Terminal Bireuen dan Pidie Jaya merupakan terminal yang belum berfungsi pada saat peralihan Proses P3D. Fungsi terminal bukan hanya sebagai tempat pemberhentian sementara kendaraan umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang, tetapi juga sebagai tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian sistem arus angkutan penumpang dan barang yang berguna men-tracking arus kendaraan dan jumlah penumpang. Terminal Pidie Jaya yang dibangun pada tahun 2010, mulai tahun 2018 berada dibawah Pemerintah Aceh melalui pengelolaan UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B Dinas Perhubungan Aceh. UPTD yang dibentuk pada akhir tahun 2018, kini dihadapkan pada tantangan untuk dapat segera menjalankan dan mengoperasionalkan Terminal Tipe B Pidie Jaya. Pengoperasian Terminal Tipe B Pidie Jaya akan dilakukan secara bertahap, tahapan operasional awal untuk jangka pendek dan revitalisasi infrastruktur serta standar pelayanan secara keseluruhan untuk jangka panjang. Pada tahap awal ini, target yang ingin dicapai adalah inisiasi awal pemanfaatan fungsi Terminal Pidie Jaya, terdapat berbagai kendala dalam mengoperasionalkan terminal ini sehingga belum dapat dijalankan secara optimal. Kendala utama adalah keterbatasan jumlah personil (saat ini tersedia 3 petugas dan tenaga keamanan serta tenaga kebersihan) yang menjadikan terminal tersebut belum dapat melayani setiap hari dan 24 Jam penuh. Fasilitas dan prasarana yang masih belum memadai, juga menjadi salah satu penyebab operasional belum berjalan secara optimal. Erizal, Kepala UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B menjelaskan “Masih perlu banyak persiapan untuk mengoperasionalkan terminal tersebut baik dari sisi SDM maupun fasilitas pendukung operasional agar lebih optimal dalam pelayanan, Sarana dan Prasarana yang tersedia saat ini masih berada dibawah 50%, Fasilitas Utama 48,5% dan Fasilitas Penunjang 51,5%. Pada tahap awal operasional terminal ini, dimulai dengan Sosialisasi Operasional Terminal yang telah dilaksanakan pada tanggal 12 s/d 15 Maret 2019 lalu dengan dukungan Dinas Perhubungan Pidie Jaya dan Polres Pidie Jaya. Selanjutnya, operasional terminal akan dijalankan hanya pada hari dan jam kerja yaitu Senin s/d Jumat mulai pukul 08.00 WIB – 17.00 WIB (tidak termasuk hari Sabtu, Minggu dan hari Libur). Dalam pengoperasiannya, Terminal Tipe B Pidie Jaya akan ikut melibatkan Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya melalui Dinas Perhubungan dan Disperindagkop Kabupaten Pidie Jaya. Bentuk kerjasama Dinas Perhubungan Aceh dan Dinas Perhubungan Pidie Jaya sedang dalam proses penyiapan format kerja yang diharapkan akan mempercepat optimalisasi pelayanan di terminal ini. Keberadaan Ruko-ruko yang terletak di sekeliling terminal yang saat ini dikelola langsung oleh Disperindagkop juga akan segera difungsikan sehingga akan membantu menghidupkan fungsi terminal Pidie Jaya dan pada akhirnya akan memicu pengembangan perekonomian masyarakat sekitarnya. Erizal juga berharap, agar terlaksananya operasional terminal tersebut diharapkan juga adanya kesadaran dan kerjasama dari para pengemudi AKDP yang masih belum masuk ke dalam terminal, agar masuk ke dalam terminal sesuai dengan sosialisasi yang telah dilaksanakan beberapa waktu lalu dan peraturan yang berlaku. (DW)

IKAALL-STTD ACEH AKAN BERSINERGI DALAM PEMBANGUNAN TRANSPORTASI DI ACEH

Ketua DPP Ikatan Keluarga Alumni Akademi Lalu Lintas – Sekolah Tinggi Transportasi Darat (IKAALL-STTD) Dr. Ir. Haris Muhammadun, A.TD, MM, IPM melantik  Nizarli, S.Si.T sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah Ikatan Alumni Ahli Lalu Lintas Sekolah Tinggi Transportasi Darat (DPD IKAALL-STTD) Provinsi Aceh periode 2018-2022 yang juga menjabat sebagai Kepala Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Aceh, Minggu (17/3/2019) malam yang bertempat di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh. Selain melantik Ketua DPD IKAALL-STTD Aceh, Haris juga melantik sejumlah pengurus lainnya seperti Aulia, S.Si.T, MT sebagai Wakil Ketua, M. Hanung Koncoro, S.Si.T, MT sebagai Sekretaris, M. Zubir, S.Si.T, MT sebagai Wakil Sekretaris dan Juliarsyah, Amd. LLAJ Sebagai Bendahara serta jajaran pengurusnya. Turut hadir EOC Unsyiah, IPKBI, Matra, Setnas IKAALL, Perum DAMRI, SMSI, Ketua Komunitas NIP 12, Irban III Inspectorat Aceh serta DPD Organda Aceh. IKAALL adalah wadah dari alumni Akademi Lalu Lintas, Program Diploma III Ahli Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya (ALLAJR) dan Sekolah Tinggi Transportasi Darat (STTD), Kementerian Perhubungan, Tahun 1953-2018. Sebagai sekolah kedinasan milik Kementerian Perhubungan, sampai dengan saat ini alumni diseluruh Indonesia berjumlah 5.433 orang. Sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis di Indonesia, para alumni saat ini tidak saja bertugas sebagai Aparat Sipil Negara (ASN), tetapi sudah banyak pula yang berkarir di perusahaan umum milik negara (BUMN), perusahaan umum milik daerah (BUMD), perusahaan swasta dan professional konsultan serta praktisi transportasi. Setelah membacakan ikrar dan mengukuhkan, Haris dalam sambutannya mengatakan “salah satu sinergi IKAALL-STTD Aceh adalah menyukseskan Moda Share > 60% dengan angkutan umum dibanding kendaraan pribadi, artinya jika angkutan umum belum menjadi pilihan utama perjalanan, maka dikatakan belum berhasil menyumbangsih untuk daerah”. Sementara itu, Ketua DPD IKAALL-STTD Aceh periode 2018-2022, Nizarli menyatakan bahwa “DPD IKAALL-STTD Aceh harus ikut berkontribusi kepada permasalahan transportasi Aceh”. Adapun program kerja  Ketua DPD IKAALL-STTD Aceh untuk periode 2018-2022 yaitu menjalin aliansi strategis dengan Asosiasi profesi lain, penguatan peran IKAALL-STTD dalam kebijakan Transportasi dan Amart and Good Publication. IKAALL-STTD juga akan memanfaatkan anggotanya yang terbesar di Dinas Perhubungan, swasta, dan Instansi lain untuk bersinergi, termasuk sinergi dengan Pemerintah. (DW)

DISHUB ACEH BERSIAP MENGHADAPI REVOLUSI INDUSTRI 4.0 DI BIDANG TRANSPORTASI

Di awal tahun 2019 ini Dinas Perhubungan Aceh kembali mengadakan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Kegiatan yang diadakan oleh Bidang LLAJ Dishub Aceh kali ini (Senin, 18/3) adalah Focus Group Discussion (FGD) Pemberdayaan Kelompok Masyarakat Angkutan Provinsi Aceh dengan Tema Pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Meningkatkan Akses Masyarakat Terhadap Pelayanan Angkutan Umum di Banda Aceh. Ketua Panitia, Ilham Akbar, S.SiT dalam laporannya mengatakan acara ini bertujuan untuk menghimpun permasalahan pelayanan angkutan umum di Provinsi Aceh baik dari Operator Angkutan, Aparatur Pemerintah, masyarakat, Lembaga Non-Pemerintah pemerhati dan pengawas pelayanan angkutan umum. Selanjutnya akan dilakukan evaluasi dan diskusi secara bersama-sama untuk mendapatkan gambaran solusi pemecahan permasalahan pada masa yang akan datang. Kegiatan Focus Group Discussion (FGD) ini dijadwalkan pelaksanaannya selama setengah hari, dimulai pada jam 9.00 WIB pagi hari Senin, Tanggal 18 Maret 2019 dan berakhir pada jam 14.00 WIB di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh. Peserta yang mengikuti FGD sebanyak 60 Peserta yang berasal dari Pengusaha Angkutan, Aparatur Pemerintah, Mahasiswa, Akademisi dan Komunitas Aceh Bus Lover. Ada 3 topik yang dibahas dalam FGD ini yaitu tentang; Perkembangan Bisnis Transportasi dan Peningkatan Pelayanan Kepada Konsumen (disampaikan oleh Pemerhati Transportasi Nasional, Dr. Ir. Haris Muhammadun, A.TD, MM, IPM), Profil Aplikasi dan Peluang Kerjasama Penjualan Tiket Angkutan Umum Aceh Secara Online dengan Konten Lokal (disampaikan oleh Ketua Koperasi Tunas Baru Abadi – Roda 360), dan Kebijakan dan Dampak Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Perkembangan Dunia Bisnis Transportasi (disampaikan oleh Kepala Dinas Komunikasi, Informatika dan Persandian Aceh). Kepala Dinas Perhubungan Aceh yang diwakili Sekretaris Dishub Aceh, Teuku Faisal, ST. MT dalam sambutannya mengatakan bahwa Dishub Aceh harus dapat mengadopsi perkembangan teknologi saat ini untuk bidang transportasi, sehingga pemanfaatan teknologi informasi dapat meningkatkan pelayanan angkutan umum bagi masyarakat. Perkembangan teknologi digital seperti financial technology, internet of things, e-commerce dan lainnya harus dapat diadopsi dan dikembangkan dalam kegiatan pembangunan transportasi di Provinsi Aceh. Sesuai dengan keinginan Pemerintah Pusat yang telah meresmikan Roadmap Strategi Indonesia menghadapi Era Revolusi 4.0 yang mana seluruh aktifitas industrinya menggunakan teknologi digital. Oleh karena itu, seluruh pihak yang terkait dengan sektor transportasi perlu merapatkan barisan untuk menghadapi Era Revolusi Industri 4.0. Aktifitas transportasi dituntut untuk bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan teknologi yang serba cepat dan canggih. T. Faisal juga menambahkan bahwa Focus Group Discussion ini dapat dimanfaatkan sebagai upaya untuk check and balance terhadap pembangunan transportasi di Aceh. “Kami berharap FGD pada hari ini dapat menjadi wadah yang tepat bagi para pihak terkait untuk bersama-sama bertemu, berdiskusi dan bertukar informasi guna membahas permasalahan yang dihadapi dan solusi yang diperlukan berkaitan dengan pemanfaatan teknologi informasi di bidang pelayanan transportasi,” ujar T. Faisal diakhir sambutannya. (AM)

KONEKTIVITAS PULAU BANYAK MENJADI PRIORITAS

Pada minggu kedua bulan Maret, Pemerintah Aceh bersama 5 SKPA terkait diantaranya Dinas Perhubungan Aceh melakukan kunjungan kerja ke beberapa lokasi di Kabupaten Aceh Singkil. Menurut Perpres Nomor : 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015 – 2019, Kabupaten Aceh Singkil termasuk ke dalam salah satu daerah tertinggal. Terdapat 9 dari 12 Kecamatan di Aceh Singkil yang dikategorikan sebagai Kecamatan tertinggal. Sembilan Kecamatan yang di dalamnya terdapat 58 Desa tertinggal, masing-masing yakni Kecamatan Pulau Banyak, Pulau Banyak Barat, Kuala Baru, Singkil Utara, dan Kecamatan Simpang Kanan. Kemudian Kecamatan Danau Paris, Suro, Singkohor dan Kecamatan Kota Baharu. Plt. Gubernur Aceh H. Ir. Nova Iriansyah, MT didampingi Bupati Aceh Singkil Dulmusrid, Asisten II Taqwallah, Kadishub Aceh Junaidi, ST, MT dan beberapa Kepala SKPA lainnya meninjau langsung beberapa lokasi di Aceh Singkil, Rabu (6/03). Kunjungan Plt. Gubernur Aceh diawali dengan meninjau kondisi Pelabuhan Penyeberangan Pulau Sarok Singkil, dilanjutkan ke Pulau Tuangku dengan menempuh perjalanan + 1 jam menggunakan speedboat. Setelah meninjau dan melakukan ramah tamah dengan masyarakat Kecamatan Pulau Banyak Barat, Plt. Gubernur bersama rombongan menuju Pulau Balai Kecamatan Pulau Banyak. Plt. Gubernur Aceh pada sambutannya menyampaikan saat ini pembangunan sarana konektivitas menjadi kebutuhan dasar masyarakat di Pulau Banyak. Persepsi sebagai tempat yang jauh dari ibu kota kabupaten dapat dihilangkan dengan hadirnya pembangunan sarana konektivitas. “Pemerintah Aceh telah berkomitmen untuk pembangunan di Aceh Singkil, kami meminta jajaran Pemerintah Aceh untuk dapat memberikan perubahan bagi Aceh Singkil di sisa masa kepemimpinan saat ini” ujar Nova dihadapan Forkopimcam dan masyarakat Pulau Banyak, Aceh Singkil . Pemerintah Aceh melalui Dishub Aceh telah menyiapkan Program Prioritas Konektivitas Antar Wilayah untuk mengatasi beberapa permasalahan pokok masyarakat Aceh Singkil, khususnya di Pulau Banyak. Pada Tahun anggaran 2019, Dishub Aceh telah menganggarkan Multi Years Contract pengadaaan kapal Ro-Ro (Roll On-Roll Off) kapasitas 600GT utk penyeberangan orang serta kendaraan dan barang untuk Singkil-Pulau Banyak. Junaidi mengatakan Dishub Aceh juga telah menganggarkan sejumlah dana untuk rehab talud pengaman dan menambah panjang gangway di Pelabuhan Penyeberangan Singkil. “Untuk Pelabuhan Pulau Banyak akan dilakukan penanganan darurat pada fasilitas sandar kapal seperti mooring dolphin serta catwalk” imbuh Junaidi. Selain itu, penyeberangan lintas Singkil-Pulau Banyak-Nias yang menempuh jarak jauh dan cenderung sangat dipengaruhi oleh faktor cuaca sehingga menutup kemungkinan untuk berlayar di malam hari, Dishub Aceh mengadakan pembangunan SBNP (Sarana Bantuan Navigasi Pelayaran) untuk memudahkan nahkoda dalam memandu kapal dengan aman, nyaman, dan selamat. Untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur dan mengurangi kesenjangan antar wilayah khususnya di daerah kepulauan, perlu peningkatan di moda transportasi darat, laut maupun udara, maka tentu saja Dishub Aceh tidak dapat melakukannya sendiri perlu dukungan dari SKPA terkait dan berbagai elemen masyarakat serta sektor swasta sehingga dapat meningkatkan perekonomian masyarakatkat melalui transportasi yang berkeadilan. (RM/AM)

ANGKUTAN PENYEBERANGAN KE PULAU BANYAK PERLU DITINGKATKAN

Pulau Banyak merupakan gugusan pulau-pulau kecil di Kabupaten Aceh Singkil dengan luas wilayah secara keseluruhan 27,196 Ha. Kepulauan yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia (sekitar 20 mil laut) tepatnya di ujung sebelah barat Pulau Sumatera ini terbagi dalam dua kecamatan; yaitu Kecamatan Pulau Banyak di Pulau Balai dan Kecamatan Pulau Banyak Barat di Pulau Haloban. Jumlah penduduk mencapai 4.457 jiwa di kecamatan Pulau Banyak dan 3.254 jiwa di kecamatan Pulau Banyak Barat. Kehidupan masyarakat Pulau Banyak masih sangat bergantung pada laut, terlihat dari sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai nelayan. Sedangkan sebagian yang lain berprofesi sebagai wirausaha dan pegawai. Oleh karena itu, masih begitu banyak hal yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sesuai dengan potensi alam yang dimiliki Pulau Banyak. Kekayaan alam yang indah, populasi ikan yang beragam, habitat penyu hijau, penghasil kopra dan rotan, daerah destinasi wisata, spot surving dan diving bertaraf internasional merupakan sebagian alasan mengapa Pulau Banyak akan menjadi tujuan wisatawan dalam dan luar negeri. Tentu hal tersebut akan meningkatkan perekonomian di pulau dan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Namun minimnya akses transportasi menyebabkan Pulau Banyak masih terisolir. Saat ini transportasi ke Pulau Banyak hanya melalui jalur laut menggunakan kapal ferry (Ro-Ro) dan kapal tradisional. Jadwal penyeberangan dengan kapal ferry hanya melayani dua kali dalam seminggu yaitu pada hari selasa dan hari jum’at sehingga masyarakat terpaksa menggunakan kapal tradisional (kapal rakyat) yang berlayar setiap hari. Kapal tradisional tersebut pada awalnya adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut hasil perkebunan dan ikan dari pulau ke Singkil maupun sebaliknya. Namun karena kurangnya transportasi yang layak, masyarakat terpaksa bertaruh nyawa untuk menyeberangi lautan menggunakan kapal tradisional. “Kapal ini awalnya untuk mengangkut barang dan ikan dari pulau ke Singkil. Cuma karena kapal ferry tidak berlayar ke pulau, masyarakat minta ke kita untuk menumpang kapal. Akhirnya sudah jadi kebiasaan”. Ungkap Taswin salah satu pemilik kapal tradisional. Tidak ada moda transportasi lainnya yang dapat digunakan untuk menuju ke Pulau Banyak juga menyebabkan kelangkaan barang ketika terjadi badai atau pasang surut air laut. Ibu Eli seorang penjual gorengan di Pulau Banyak menceritakan bahwa ketika terjadi badai kapal tidak bisa berlayar sehingga menyebabkan harga bahan pokok naik seperti misalnya harga Gas LPJ 3 Kg mencapai Rp. 50.000,-. Tentu harga tersebut akan menambah biaya produksi usahanya. Masyarakat Pulau Banyak memang sangat bertumpu pada moda transportasi laut. Tidak hanya bagi nelayan dan wirausaha, para siswa dan guru yang berasal dari Pulau Ujung Batu Desa Teluk Nibung Kecamatan Pulau Banyak juga selalu menggunakan transportasi laut berupa perahu kecil untuk pergi ke sekolah. Karena sekolah mereka berada di Pulau Balai maka setiap pagi harinya mereka harus menyeberangi lautan untuk menuju ke sekolah dan kembali ke Pulau Ujung Batu pada siang harinya. Saat ini penyeberangan ke Pulau Banyak menggunakan kapal ferry dapat diakses melalui Pelabuhan Penyeberangan Singkil di Desa Pulo Saruk. Penyeberangan tersebut memakan waktu selama ± 4 jam. Selain itu, penyeberangan menggunakan kapal tradisional dapat diakses melalui Dermaga Jembatan Tinggi yang menghabiskan waktu selama ± 3 jam. Dermaga ini dikelola oleh masyarakat setempat untuk bersandar kapal-kapal ikan yang masuk melalui kuala Singkil. Pada tahun 2019 Pemerintah Aceh akan menaruh perhatian lebih pada kondisi ini melalui program prioritas konektivitas antar wilayah. Sehingga transportasi yang berkeadilan dapat diwujudkan dan dirasakan oleh masyarakat di kepulauan ini. (AM)