Dishub

Pengerukan Kolam Pelabuhan Ulee Lheue Mudahkan Olah Gerak Kapal

Menindaklanjuti rapat pimpinan bersama Plt. Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, M.T., dengan Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) di Sektretariat Daerah Aceh, Jumat pagi (8/9/2019) Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi, S.T., M.T., pada Jumat siangnya kembali meninjau progres pengerukan kolam Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Banda Aceh. Tinjauan ini untuk mengevaluasi kinerja pelaksana lapangan guna percepatan progres pekerjaan pengerukan tersebut. Evaluasi yang dilakukan bersama konsultan pengawas ini memastikan realisasi serta produktivitas pekerjaan di lapangan sesuai target yang telah disepakati sejak awal di dalam kontrak kerja. Seperti diketahui, pengerukan ini dimaksudkan untuk memudahkan operasional dan olah gerak kapal baik masuk maupun keluar kolam pelabuhan serta proses sandar/tambat kapal di dermaga. Hal ini untuk mengatasi pendangkalan kolam Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue, Banda Aceh. “Oleh karena itu, percepatan ini sangat dibutuhkan dan mendesak agar kenyamanan penyeberangan semakin baik serta tidak terhentinya pelayanan operasional kapal bagi masyarakat,” sebut Junaidi. Antisipasi terhadap terhadap cuaca ekstrem dan lonjakan jumlah penumpang dalam beberapa bulan kedepan ini menjadi estimasi khusus yang diperhitungkan sejak dini. Hal ini berpengaruh terhadap produktivitas pekerjaan lapangan yang beriringan dengan operasional harian kapal. Optimalisasi waktu pekerjaan telah memperhitungkan waktu kerja optimum seperti faktor jam operasional kapal penyeberangan dan hari jumat, hari pantang melaut di Aceh. Junaidi mengatakan, pihak kontraktor diminta segera melakukan Ecosounding kedua. Dengan mencari waktu yang tepat dalam pengukuran tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan agar tidak meninggalkan sedimentasi pada kolam pelabuhan. “Tujuan pengerukan untuk mendapatkan kedalaman kolam pelabuhan ideal di bawah permukaan laut (mdpl) agar operasional kapal berjalan lancar, sehingga aspek keselamatan dan keamanan kapal untuk olah gerak dan bersandar dapat terjamin,” tambahnya. Hasil kerukan ini dibuang ke tengah laut (dumping area) yang jauhnya 3 mil laut dari kolam pelabuhan pada kedalaman lebih 50 meter di bawah permukaan laut. Jenis pengerukan ini adalah pengerukan pemeliharaan yang idealnya dilakukan setiap 3 tahun sekali, tergantung proses sedimentasi yang mempengaruhi pendangkalan kolam pelabuhan. Pengerjaan ini pun berdasarkan rencana induk pembangunan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue. Hingga kini, sejak Minggu (29/9/2019) lalu, Dishub Aceh bersama kontraktor terus memacu progres pengerukan. Tercatat capaian pengerjaan volume harian pekerjaan sesuai target dengan volume yang sudah dikeruk telah mencapai sepertiga dari total keseluruhan. Diprediksikan, hingga Desember nanti progres pengerjaan mencapai angka moderat pada rentang 87,97 persen. Namun, hal ini bersifat fleksibel, menurun jika hal ini tidak diantisipasi sebaik mungkin dan meningkat jika produktivitas dapat dipertahankan dan strategi lapangan dilaksanakan seefisien mungkin. Selama ini, Dishub Aceh bersama Konsultan Pengawas terus memantau dan mendampingi kontraktor pelaksana untuk mempercepat hasil pekerjaan. Pelaksana terus bekerja siang dan malam. Tentu, pihak konsultan pengawas telah bekerja ekstra demi capaian yang maksimal. Beberapa kendala dihadapi operator lapangan, seperti terlambatnya kedatangan peralatan keruk ditambah kondisi cuaca yang tidak mendukung pengerjaan. Selain itu, dikarenakan adanya operasional kapal cepat dan kapal Ro-Ro yang berlayar setiap harinya. “Pengerukan ini harus tetap dilakukan untuk pelayanan kepada kapal feri, kapal cepat, dan masyarakat karena apabila tidak dikerjakan maka konsekuensinya manuver kapal terganggu dan berimbas langsung pada masyarakat serta harga bahan pokok melonjak,” pungkasnya. Seperti diketahui, pelabuhan yang dibangun kembali pasca tsunami melalui bantuan UNDP  ini telah dilakukan dua kali pengerukan. Pertama pada tahun 2013 dan tahun 2019 yang saat ini sedang dilakukan pengerjaannya. (MR)

Rolling Guardrail Dipasang Di Titik Rawan Kecelakaan

Pada tahun 2019, Dinas Perhubungan Aceh melalui Bidang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) memasang Rolling Barrier System di beberapa titik rawan kecelakaan di Aceh, salah satunya di tikungan Seunapet, Aceh Besar. Rolling Barrier System atau biasa disebut Rolling Guardrail merupakan sistem pembatas jalan atau pagar pengaman tepian jalan berbentuk tabung silinder yang dapat berputar. Bagaimana cara kerjanya? Dilansir dari interestingengineering.com dari tirto.id, Rolling Guardrail tidak hanya menyerap energi benturan, pembatas ini bahkan mampu mengubah energi tumbukan menjadi energi rotasi yang dapat mendorong kendaraan kembali ke depan. Saat kendaraan membentur pagar pembatas, tabung-tabung silinder akan mengubah daya kejut kendaraan menjadi energi rotasi. Bingkai besi pagar atas dan bawah yang mengapit tabung silinder berfungsi menyesuaikan besaran ban kendaraan sehingga kendaraan tidak sepenuhnya oleng. Bantalan roller juga membantu penyerapan kejut ketika terjadi tabrakan. Dengan struktur rangka berbentuk huruf D, sistem penyerapan dipastikan bisa terdistribusi sampai ke penyangga sebagai penyerap kejut lanjutan. Meminimalisir daya kejut yang masif ketika tabrakan adalah fitur kunci dari Rolling Barrier System ini. Berdasarkan data Bidang Humas POLDA Aceh, jumlah korban meninggal dunia akibat kecelakaan lalu lintas tahun 2017 tercatat sebanyak 401 jiwa, dan pada tahun 2018 sebanyak 738 jiwa. Penggantian pembatas jalan konvensional dengan Rolling Guardrail merupakan salah satu cara yang dilakukan Dishub Aceh untuk menurunkan resiko cedera maupun jumlah korban meninggal dunia dalam kecelakaan jalan raya di Aceh. (AM)

BUSINESS FORUM, UNTUK PENINGKATAN KONEKTIVITAS DISTRIBUSI LOGISTIK ACEH

Dorong peran sinergis Pelabuhan Malahayati dalam peningkatan konektivitas distribusi logistik di Aceh, PT. Pelindo I Cabang Malahayati bekerja sama dengan Dinas Perhubungan Aceh selenggarakan acara Business Forum, Rabu, 06 November 2019. Business Forum yang diadakan di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh ini mengangkat tema “Peningkatan Kegiatan Bongkar Muat di Pelabuhan Malahayati Sebagai Konektivitas Logistik di Aceh.” Acara yang pembiayaannya didukung oleh PT. Pelindo 1 Cabang Malahayati ini mengundang berbagai stakeholder yang terkait langsung dengan kegiatan dan kelancaran distribusi logistik di Aceh, seperti unsur Pemerintah, asosiasi dan dunia usaha. Hadir mewakili Plt. Gubernur Aceh, Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, S.T., M.T., menyampaikan, Business Forum merupakan ruang bagi semua stakeholder untuk menyampaikan gagasan dalam rangka mengoptimalkan peran Pelabuhan Malahayati. “Keberadaan pelabuhan ini sangat dibutuhkan untuk mendukung aktivitas bisnis yang akan hadir di Kawasan Industri Aceh (KIA) Ladong,” papar Junaidi, membacakan pidato Plt. Gubernur Aceh, Nova Iriansyah. Dalam amanat pidato ini disebutkan, kehadiran sebuah kawasan industri harus dilengkapi dengan keberadaan pelabuhan laut sebagai pintu masuk untuk kegiatan ekspor impor. “Kawasan industri itu juga harus dilengkapi dengan pusat logistik serta jaringan transportasi multimoda agar aksesibilitas barang lebih mudah,” ungkap Junaidi. Business Forum diisi oleh beberapa pemateri diantaranya; Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., dengan materi tentang Infrastruktur dan Konektivitas Logistik Pada Kawasan Industri Aceh, Direktur Utama PT. Pembangunan Aceh (PEMA) Zubir Sahim, dengan materi tentang Peluang Investasi Aceh, Perwakilan PT. Trans Continent, dengan materi tentang Dampak Industrialisasi dan Kawasan Industri Aceh Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Aceh, dan General Manager PT. Pelindo I Cabang Malahayati Sam Arifin Wiwi, dengan materi tentang Bongkar Muat Di Pelabuhan Malahayati Sebagai Konektivitas di Provinsi Aceh. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja Pelabuhan Malahayati dalam mendukung program Tol Laut (T1) untuk mendorong KIA Ladong, mempersiapkan SDM bagi pelaku usaha dan penyedia jasa logistik, meningkatkan daya saing pengusaha, serta mengnyinergikan pelaksanaan kelogistikan untuk peningkatan pelayanan di bidang perhubungan. (AM)

Trans Koetaradja Tempatkan Kursi Prioritas Pengguna Berkebutuhan Khusus

Banda Aceh, 31 Oktober 2019 – Dinas Perhubungan Aceh menempatkan kursi prioritas bagi pengguna berkebutuhan khusus, di halte utama depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (31/10/2019). Kursi prioritas ini dikhususkan bagi wanita hamil, difabel, lanjut usia dan orang membawa bayi. Peresmian ini ditandai dengan pemasangan kover tanda khusus oleh Kepala Dishub Aceh, Junaidi, S.T., M.T., bersama Kepala UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja, M. Al-Qadri, S.Sit, M.T. “Kita berharap pengguna bus saling menghargai sesama. Berilah kesempatan bagi pengguna berkebutuhan khusus mendapatkan fasilitas yang telah kita sediakan,” sebut Junaidi. Sementara itu, Al Qadri menyebut, kursi priotas ini sebagai media untuk mengajak masyarakat lebih berempati kepada pengguna berkebutuhkan khusus. Dikatakannya, kegiatan ini sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 98 Tahun 2017 tentang penyediaan aksesibilitas pada pelayanan jasa transportasi publik bagi pengguna jasa berkebutuhan khusus. “Mari kita jaga fasilitas publik ini dengan tidak merusaknya, karena ini milik kita bersama. Akhir-akhir ini ada oknum yang tidak bertanggung jawab mencuri lampu dan mencoret-coret fasilitas di beberapa halte bus Trans Koetaradja,” harapnya. Al Qadri menambahkan, untuk tahap awal sudah dicetak 10 penanda kursi prioritas. Sebanyak empat tanda dipasang di halte Masjid Raya Baiturrahman, dua tanda dipasang di halte RSUZA, dua tanda dipasang di halte Hotel Kuala Raja, satu tanda di halte Bulog, dan satu tanda di halte Gampong Keramat. Dikatakan, ke depannya akan dilakukan pemasangan tanda kursi prioritas di semua halte bus Trans Koetaradja. Seperti diketahui, di dalam Bus Trans Koetaradja juga telah tersedia kursi bagi pengguna berkebutuhan khusus. Bus yang telah ada di Kota Banda Aceh ini sejak tahun 2016 ini, terus berinovasi dan memberi pelayanan terbaik bagi masyarakat. (MR)

Sosialisasi OSS Permudah Perizinan Usaha Kepelabuhanan

Dalam rangka mempercepat pelayanan perizinan berusaha kepelabuhanan dan jasa angkutan pelayaran, Dinas Perhubungan Aceh melalui Bidang Pelayaran sosialisasikan sistem pelayanan berbasis elektronik Online Single Submission (OSS) di Kyriad Hotel, Banda Aceh, Senin, 28 Oktober 2019. Dalam sambutannya, Kepala Dinas Perhubungan Aceh yang diwakili oleh Sekdishub T. Faisal, ST., MT., menyampaikan bahwa deregulasi beberapa peraturan yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memacu investasi belum cukup. Oleh karenanya dicari alternative lain yaitu melalui penerapan Sistem Online Single Submission (OSS). “OSS merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memudahkan perizinan, yaitu perizinan yang cepat, tepat dan terintegrasi,” kata T. Faisal. Sosialisasi ini bertujuan untuk menambah wawasan serta pengetahuan dasar pelaku usaha kepelabuhanan terkait OSS, sehingga terciptanya sinergisitas yang kuat antara stakeholder terkait. Materi sosialisasi akan disampaikan oleh Direktur Lalu Lintas Angkutan Laut Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan RI tentang Regulasi terkait perizinan berusaha dan pengusahaan angkutan laut. Materi selanjutnya akan diisi oleh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Aceh tentang Penerapan sistem perizinan elektronik Online Single Submission (OSS). (AM)

DAMRI, MELAYANI HINGGA PELOSOK

Udara sejuk pagi masih begitu terasa. Rona mentari pagi mulai menerangi kompleks terminal Keudah Banda Aceh. Tak lama menunggu di terimal, bus yang saya tunggu pun datang. Pagi itu, Selasa (5/8/2019) saya ingin menjajal pengalaman naik bus Damri menuju Peukan Biluy, Aceh Besar. Rute tersebut adalah salah satu rute angkutan jalan perintis di Provinsi Aceh Tahun 2019 yang operasionalnya dilaksanakan oleh Perum Damri Cabang Banda Aceh. Bus Damri berukuran sedang ini tiba sesuai jadwal yang saya terima dari karyawan Damri, yaitu pukul 06.30 WIB. Saya bergegas naik dan menjumpai sopir bus untuk menyampaikan tujuan, yaitu ingin menikmati pengalaman menggunakan bus Damri ke Peukan Biluy. Tak ada penumpang lain yang naik. Tapi sang sopir, Iskandar yang akrab disapa Bang Is mulai melajukan bus dengan santai. Ia berangkat sesuai jadwal. Saya langsung merasa nyaman dan menikmati suasana di dalam bus. Selain busnya nyaman, sikap ramah awak bus pun membuat suasana semakin akrab. Begitu bus melewati Simbun Sibreh hingga Simpang Surabaya, pemandangan pagi hari khas ibu kota menarik perhatian saya. Jalan raya dipenuhi kendaraan para abdi negara, mahasiswa, dan pelajar yang berduyun-duyun menuju tempat aktivitas masing-masing. Terbayang dalam benak saya, kondisi lalu lintas akan lebih baik jika mereka menggunakan bus seperti yang saya tumpangi. Selama perjalanan saya sengaja sesekali bertanya dan berbincang dengan Bang Is, pria kelahiran Aceh Besar. Mulai dari jadwal keberangkatan, rute, dan kondisi selama angkutan perintis ini beroperasi. Ia menjelaskan, bus Damri perintis yang disopirinya beroperasi setiap hari, pukul 06.30 WIB dan pukul 10.00 WIB (PP) dengan rute Terminal Keudah – Peukan Biluy. “Selama ini memang minat masyarakat untuk menggunakan bus Damri masih minim. Masih banyak masyarakat yang belum tahu. Padahal bus Damri ini sangat nyaman jika ibu-ibu mau ke Pasar Aceh atau anak-anak ke sekolah, karena dilengkapi AC,” jelas Bang Is penuh semangat. Sejauh pantauan saya, penjelasan tersebut memang benar adanya. Hanya saya seorang diri penumpang di bus berkapasitas 26 orang itu. Setelah menempuh perjalanan lebih kurang 30 menit, bus tiba di tujuan, yaitu di Desa Lamkrak. Bang Is langsung memutar haluan bus dan parkir sejenak. Setelah menunggu sekitar 10 menit, Bang Is mulai melajukan busnya, kembali ke Terminal Keudah. Saya tidak turun, karena memang ingin menjajal pengalaman naik bus Damri perintis ini. Ketika melewati jalan Peukan Biluy – Lampeunurut yang sedang dalam tahap pengerjaan karena kondisi jalan rusak, saya masih merasa nyaman berada di dalam bus. Saya terhindar dari debu yang menjadi keluhan setiap pengendara bila ada pengerjaan jalan. Ada satu hal yang membuat saya merasa pelayanan yang disubsidi oleh Pemerintah ini sangat tersia-siakan. Saya melihat banyak pelajar yang diantar oleh orang tua ke sekolah. Sebenarnya mereka dapat memanfaatkan fasilitas bus Damri ini. Apalagi rutenya melewati beberapa sekolah, sebut saja seperti MIN Cot Gue Aceh Besar, MTSN Cot Gue Aceh Besar, MAN Cot Gue Aceh Besar, dan SMA Negeri 1 Darul Imarah Aceh Besar . What the individual resembles on a phony id. Also, what they feel like when they have genuine phony id card with multi dimensional image. Fostering an ideal phony character, for your own entertainment or business needs to require the right experts to purchase counterfeit id cards and make excellent unique plans with unique multi dimensional images and security highlights and standardized tags to make your new best fake id visit now Apalagi bus mulai beroperasi sebelum jam sekolah dimulai. Selain aman dan nyaman bagi anak-anak, pembiasaan naik angkutan umum sejak dini kepada anak-anak sudah seharusnya dilakukan. Ibu-ibu juga sangat terbantu jika ingin ke Pasar Aceh, karena penumpang dapat naik dan turun di mana saja. Jika ingin pergi ke tempat lain di luar rute yang dilayani, penumpang dapat turun di halte Trans Koetaradja, lalu melanjutkan perjalanan ke tempat yang dituju menggunakan bus Trans Koetaradja. Tidak cuma itu, ongkosnya pun sangat murah. Hanya dengan membayar Rp. 2.000 saja, saya dapat menikmati perjalanan menggunakan bus Damri sepanjang rute yang dilalui. Sudah nyaman, aman, awak busnya ramah, dan yang paling penting murah. Ayo naik bus Damri perintis. Tentang Angkutan Jalan Perintis Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Darat telah menetapkan 370 jaringan trayek angkutan jalan perintis pada Tahun 2019 yang beroperasi di seluruh Indonesia. Angkutan Jalan Perintis adalah angkutan yang melayani daerah terpencil, terdalam, terisolir, dan tertinggal, dimana di daerah tersebut belum tersedia sarana angkutan yang memadai dengan tarif yang terjangkau. Perum Damri yang ditunjuk selaku operator angkutan jalan perintis menjadi kepanjangan tangan pemerintah dalam rangka menyediakan angkutan kepada seluruh masyarakat pedalaman. (AM)

KMP. ACEH HEBAT, NAMA KAPAL BARU PEMERINTAH ACEH

Pelaksana Tugas Gubernur Aceh, Ir. Nova Iriansyah, MT., tabalkan “Aceh Hebat” sebagai nama ketiga kapal ferry Ro-Ro milik Pemerintah Aceh, Senin 21 Oktober 2019. Penabalan nama tersebut dilaksanakan saat menghadiri acara peletakan lunas (keel laying) pembangunan 3 kapal ro-ro yang dipusatkan di salah satu galangan kapal,  PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia, Madura, Jawa Timur. Acara peletakan lunas (keel laying) untuk ketiga kapal ro-ro pesanan Pemerintah Aceh ini dilaksanakan secara terpadu yang dipusatkan di Bangkalan, Madura. Keel laying merupakan tahapan awal dari pembangunan kapal yang dianggap sebagai hari kelahiran kapal baru. Saat memberi sambutan Nova menyampaikan, pembangunan 3 unit kapal ro-ro untuk meningkatkan konektivitas antar kepulauan yang merupakan program prioritas Pemerintah Aceh. “Dari 23 kabupaten/kota di Provinsi Aceh, 18 Kabupaten/kota di antaranya berbatasan langsung dengan laut,” kata Nova. Dikatakan Nova, pembangunan keel laying ini menandakan pembangunan kapal-kapal ini segera diintensfikan. Nova juga menambahkan, peningkatan konektivitas antar kepulauan selaras dengan program Presiden Joko Widodo dalam mengoptimalkan sektor kemaritiman Indonesia. “Optimalisasi sumber daya Aceh di sektor kelautan mutlak harus ditingkatkan sebagai bagian dari pembangunan bangsa,” jelasnya. Usai memberi sambutan, Nova menandatangani plakat keel laying dan menabalkan nama pada ketiga kapal ro-ro sebagai tanda keel laying, yaitu; ACEH HEBAT 1 untuk kapal berkapasitas 1.300 GT; ACEH HEBAT 2 untuk kapal berkapasitas 1.100 GT; dan ACEH HEBAT 3 untuk kapal 600 GT. Nama yang diberikan ini adalah tagline dan manifestasi dari visi misi Pemerintah Aceh 2017-2022. “Harapan kami, penabalan nama ini dapat memacu semangat kami untuk benar-benar mewujudkan visi misi Aceh Hebat,” ungkap Nova dengan semangat. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST, MT., dalam laporannya menjelaskan bahwa anggaran pembangunan ketiga kapal ro-ro bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2019 dan 2020. “Pembangunan ketiga kapal ini diharapkan dapat diselesaikan tepat waktu pada akhir tahun 2020 sesuai kontrak yang telah disepakati,” tegas Junaidi. Acara ini turut dihadiri Direktur Transportasi SDP, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, Kementerian Perhubungan RI, Ir. Sri Hardianto, S.T., MM.Tr, Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh, Irdam, SH, MH., serta para pimpinan perusahaan pelaksana pembangunan Kapal dan pengawasannya. Adapun rincian pembangunan 3 unit kapal ro-ro milik Pemerintah Aceh diantaranya; Kapal ro-ro tipe 1.300 GT untuk lintasan Pantai Barat – Simeulue berkapasitas 250 penumpang dan 33 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Multi Ocean Shipyard di Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau. Kapal Ro-ro tipe 1.100 GT untuk lintasan Ulee Lheue – Balohan berkapasitas 252 penumpang dan 26 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Adiluhung Saranasegara Indonesia di Bangkalan, Madura. Kapal Ro-ro tipe 600 GT untuk lintasan Singkil – Pulau Banyak berkapasitas 212 penumpang dan 21 unit kendaraan campuran, dilaksanakan oleh PT. Citra Bahari Shipyard di Tegal, Jawa Tengah.

Data Rute Trayek dan Jumlah Angkutan Yang Beroperasi di Provinsi Aceh

Untuk meningkatkan pelayanan transportasi angkutan antar kota dalam provinsi (AKDP), Dinas Perhubungan Aceh menyediakan informasi rute trayek dan jumlah angkutan yang melayani pada terminal satu ke terminal lainnya. Scan QR Code di bawah ini untuk mengakses data AKDP di Provinsi Aceh.

FGD Pelabuhan Penyeberangan Demi Peningkatan Pelayanan

Dinas Perhubungan Aceh melalui Bidang Pelayaran, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) kajian analisis pengelolaan pelabuhan penyeberangan Aceh, Selasa (8/10) di Hotel Ayani Banda Aceh. Kegiatan yang berlangsung hingga besok ini, mengambil tema penataan aset pelabuhan penyeberangan Aceh untuk peningkatan pelayanan publik melalui standar pelayanan penumpang angkutan penyeberangan. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi, S.T., M.T., dalam pemaparannya menyebut revitalisasi pelabuhan penyeberangan merupakan salah satu dari tiga program prioritas pemerintah Aceh. Dua lainnya, revitalisasi terminal type B dan angkutan massal perkotaan bus Trans Koetaradja. Dikatakannya, selama ini lonjakan penumpang begitu terasa, tak terkecuali saat libur panjang maupun libur hari raya. Oleh sebab itu, upaya peningkatan fasilitas maupun penumpang harus sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan (RIP). Dalam hal ini, pelayanan pelabuhan haruslah berubah sesuai dengan perkembangan teknologi demi menganulir dan memberikan pelayanan maksimal kepada penumpang. Kolaborasi antara pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten/kota sudah sewajarnya menjadi prioritas bersama. Masyarakat membutuhkan komitmen pemerintah agar pelayanan semakin baik. “Kolaborasi menjadi kekuatan bersama dalam menuntaskan permasalahan pada pelabuhan penyeberangan di Aceh,” sebut Junaidi. Pada dasarnya, pelabuhan penyeberangan di Aceh harus memiliki standar pelayanan pelabuhan penyeberangan berdasarkan amanat yang tertuang dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, bahwa otoritas pelabuhan mempunyai wewenang dalam menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan. Pemerintah provinsi memiliki tanggung jawab untuk menyusun Standar Operasional dan Prosedur (SOP) dalam waktu secepatnya. “Sehingga pertumbuhan ekonomi masyarakat semakin membaik, faktor kesenjangan wilayah juga semakin menurun dan konektivitas wilayah dapat direalisasikan secara adil,” pungkasnya. Seperti diketahui, pelaksanaan angkutan penyeberangan Aceh memiliki delapan lokasi infrastruktur pelabuhan dengan enam lintasan pelayanan. Oleh sebab itu, diharapkan ke depannya pelabuhan ini dapat dikelola bersama. FGD ini menghadirkan narasumber Ir. Suprayitno, M.A., dari Kementerian Dalam Negeri RI, Yusuf Nugroho, S.T., M.T., dari BPTD Wilayah I Provinsi Aceh, dan Azis Kasim Djou, S.T., dari Dinas Perhubungan Kepulauan Riau. Selain adanya pemateri ini, Dishub Aceh juga didampingi tim ahli Universitas Syiah Kuala dari Fakultas Teknik, Fakultas Hukum, serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Ditambah tim teknis dari Politeknik Pelayaran SDP Palembang. Hadir dalam FGD ini, Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota, UPTD Pelabuhan Penyeberangan di Aceh, BPKA, BPTD Wilayah I Provinsi Aceh, Biro Hukum Setda Aceh dan pelaksana pada Dishub Aceh. (MR)

Trans Koetaradja Dukung Sosialisasi Lawan Narkoba

Dishub Aceh melalui UPTD Trans Kutaraja menyediakan 15 unit bus untuk sosialisasi perlawanan terhadap narkoba di Kota Banda Aceh. Hal tersebut merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan (Dishub) dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh. Kerja sama ini ditandangani langsung oleh Kepala Dishub Aceh, Junaidi, S.T., M.T., dengan Kepala BNNP Aceh, Brigjen Pol Drs Faisal Abdul Naser. Kerja sama ini ditandai dgn penandatanganan kerja sama pada Upacara Apel Deklarasi Desa Bersih Narkoba hari ini (8/10) di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Saat ini, 15 unit bus Trans Koetaradja telah dipasangi stiker dengan tema ‘Satukan semangat, bulatkan tekad untuk Aceh Hebat tanpa narkoba’.       Sudah sepantasnya, semua pihak ikut turun tangan melawan bahaya peyalahgunaan narkoba. Melalui sarana angkutan massal perkotaan bus Trans Koetaradja ini dapat menyasar semua kalangan untuk berparsipasi aktif memberantas narkoba. Apalagi, pengguna bus ini beragam. Mulai dari kalangan pelajar, pegawai pemerintah maupun swasta, pengusaha maupun lapisan masyarakat lainnya. smoke shop(AM)