Dishub

Pentingnya Penerbangan Perintis

Oleh Batara Yuda Hutapea* Provinsi Aceh merupakan daerah yang memiliki banyak tempat wisata. Jarak tempuh yang jauh menyulitkan masyarakat untuk mengunjungi tempat yang dituju apabila ditempuh hanya melalui jalur darat. Contohnya seperti Sabang yang bisa ditempuh dengan perjalanan udara dan laut. Transportasi udara dinilai lebih stabil dan menjadi alternatif terbaik. Jika dilihat dari waktu yang ditempuh, melalui udara relatif lebih unggul dan efektif dari pada jalur darat dan laut yang memakan waktu lama. Pada UU Nomor 1 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 9 Tahun 2016 bahwa: “Dalam rangka menghubungkan daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain serta guna mendorong pertumbuhan dan pengembangan wilayah guna mewujudkan stabilitas, pertahanan dan keamanan Negara, maka perlu diselenggarakan angkutan udara perintis.” Angkutan Udara Perintis adalah pemberian jasa layanan transportasi, serta menjadi campur tangan pemerintah yang berbentuk pemberian subsidi karena terjadinya ketidakseimbangan antara permintaan dengan penawaran. Angkutan Udara Perintis berfungsi untuk melayani pengangkutan menuju daerah-daerah terpencil. Angkutan Udara Perintis melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai beban khusus yaitu sebagai penyelenggara pengangkutan perintis. Dengan kata lain, angkutan udara perintis berimplikasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, karena mampu mencapai wilayah yang terpencil, membuka dan membangun serta mengembangkan daerah-daerah yang terisolasi yang selanjutnya mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan sosial budaya, pendidikan, kesehatan, Pariwisata dan lain sebagainya. Begitu pula sebaliknya, apabila angkutan udara perintis tidak diselenggarakan, maka daerah-daerah terpencil tidak terhubungkan. Sehingga penyaluran logistik dan mobilisasi manusia tidak terlaksana dan pertumbuhan ekonomi akan terhenti juga aktivitas lainnya, termasuk administrasi pemerintah yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 73 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Subsidi Angkutan Jalan Perintis, PM No. 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan adalah menghubungkan wilayah yang belum berkembang dengan kawasan perkotaan dan belum dilayani moda transportasi, tertinggal dengan wilayah yang sudah terbangun, wilayah yang terkena bencana alam, serta menjadi penghubung untuk daerah yang secara komersil belum menguntungkan untuk dilayani oleh penyedia jasa angkutan. Penerbangan perintis berperan penting dalam membentuk konektivitas jaringan rute penerbangan yang menghubungkan antara rute utama dengan rute pengumpan dalam penyelenggaraan angkutan udara nasional. Adapun rute yang telah diusulkan Pemerintah Aceh tahun 2022 sebanyak 11 usulan rute, yaitu Banda Aceh–Sinabang, Banda Aceh–Kutacane, Banda Aceh–Gayo Lues, Banda Aceh–Takengon, Banda Aceh–Blang Pidie, Banda Aceh–Singkil, Banda Aceh–Tapak Tuan, Medan–Blang Pidie, Medan–Gayo Lues, Takengon–Singkil, dan Takengon–Sabang serta sebaliknya, dengan frekuensi penerbangan 1-3 kali seminggu. Untuk lintasan penyeberangan, terdapat 4 rute lintasan penyeberangan perintis, yaitu Singkil–Pulau Banyak, Ulee Lheue–Lamteng, Ulee Lheue–Seurapong, dan Calang–Sinabang dan sebaliknya. Dari rute-rute tersebut, Pemerintahan Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh ingin membentuk dan memajukan sektor udara khususnya Moda Transportasi Udara di Provinsi Aceh yang berkaitan tentang Angkutan Udara Perintis agar menjadi roda ekonomi yang baru. Semoga Rakyat aceh dan Pemerintahan terus memberikan dukungan kepada Moda Transportasi Udara di Aceh sehingga dapat berkembang menjadi lebih baik dan menjadi salah satu faktor utama dalam memajukan daerah. [] *Pengelola Sarana Angkutan Bidang Penerbangan Dinas Perhubungan Aceh

Babak Baru Angkutan Jalan Perintis Aceh

Banyak masyarakat yang tidak sadar akan keberadaan angkutan jalan perintis. Malahan kebanyakan terperangah saat dikabarkan bahwa angkutan jalan perintis telah beroperasi di beberapa lintasan. “Memang ada? Kami nggak pernah tau angkutan jalan perintis,” tanya mereka terheran-terheran. Padahal sebagian rute perintis melintasi jalan rumah mereka dan hanya dianggap sebagai bus darmawisata yang sedang lewat. Fakta mulai berkoar-koar “ia ada tapi tidak terlihat, ketika tiada ia kembali digadangkan”. Inilah nasib sang perintis jalanan. Padahal, telah banyak jalanan yang telah ia telusuri. Tahun 2022 ini, Aceh memiliki 10 rute yang akan menjadi ia jelajahi setiap harinya. Diantaranya Meulaboh – Alue Peunyaring, Kutacane – Simpang Lawe Desky – Muara Situlen, Kota Kuala Simpang – Kota Selamat, Meulaboh – Mugo Rayeuk, Terminal Tipe A Langsa – Trom, Terminal Tipe B Bireun – Matang Gelumpang – Peusangan, Sinabang – Sibigo yang merupakan rute terjauh dengan jarak 94 kilometer, Panton Labu – Gampong Bantayan yang merupakan rute terpendek dengan jarak 16 kilometer, Simpang 4 Kota Fajar-Manggamat, dan Cot Bau – lboih. Rute-rute ini berbeda tiap tahunnya, pada tahun 2019 hingga tahun 2021 misalnya, terdapat rute Kuala Simpang – Tenggulun, Terminal Keudah – Peukan Biluy, dan rute terjauhnya yaitu 425 kilo meter untuk rute Banda Aceh – Sinabang yang tidak lagi dilayani angkutan perintis di tahun 2022 ini. Perjalanannya yang lumayan panjang juga belum memberi kesan keberadaanya. Padahal ia datang menandu tujuan yang besar, menghubungkan wilayah tertentu yang tidak tersedia atau angkutan yang ada belum terpenuhi kebutuhannya, menghubungkan wilayah terisolasi atau belum berkembang, daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal), daerah terdampak bencana alam, dan daerah yang secara nilai ekonomi belum menguntungkan. Namun, lagi-lagi ada dilema yang membuntuti atas kebutuhan pelayanan dasar yang harus terpenuhi. Masyarakat membutuhkan adanya transportasi untuk melakukan segala aktivitasnya dari dan ke suatu tempat yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat khususnya di wilayah yang tak terjangkau akses transportasi. Keberadaan angkutan yang menjangkau wilayah-wilayah yang sulit dijangkau ini memerlukan biaya transportasi yang lebih tinggi daripada daerah lain. Hal ini membuat penyedia jasa angkutan umum cenderung enggan untuk melayani angkutan umum pada daerah tersebut. Kealpaan operator angkutan komersil ini menjadi tempat bagi pemerintah untuk “masuk” menyediakan angkutan yang melayani daerah-daerah tak terjamah angkutan yang lebih dikenal dengan angkutan rute perintis. Padahal jelas, ketersediaan akses transportasi merupakan salah satu kebutuhan penting yang harus ada. Masyarakat membutuhkan adanya transportasi untuk melakukan segala aktivitasnya dari dan ke suatu tempat yang masih sulit dijangkau oleh masyarakat khususnya di wilayah yang tak terjangkau akses transportasi. Pemerintah lagi-lagi harus berpikir keras agar seluruh wilayah mendapatkan pelayanan transportasi yang baik serta perputaran ekonomi juga berjalan lancar. Kebijakan yang diambil pun tak hanya mengarah pada rute yang menjangkau daerah terpencil, juga melintasi objek-objek wisata yang ada di daerah untuk memudahkan wisatawan menuju ke destinasi tersebut serta memperkenalkan pariwisata setempat ke lingkup masyarakat yang lebih luas dengan harapan dapat meningkatkan kunjungan wisatawan ke destinasi yang ada. Di sinilah, angkutan perintis akan memberikan dampak langsung bagi warganya. Pelayanan rute angkutan perintis ini umumnya dilayani oleh penyedia jasa BUMN maupun BUMD yang ada di daerah. Di Aceh sendiri, rute-rute ini dilayani oleh Perusahaan Djawatan Angkoetan Motor Repoeblik Indonesia (Perum Damri) yang cabangnya tersebar di kabupaten/kota di Aceh. Hanya segelintir rute angkutan perintis yang penyedia jasanya berasal dari operator swasta. Namun, perintis tidak selamanya akan jadi perintis. Adakalanya ia “naik kelas” menjadi rute komersil. Namun, ada rute angkutan perintis yang tidak lagi dilayani karena tren permintaan yang cenderung menurun tiap tahunnya. Rute-rute ini dievaluasi tiap tahun oleh Kementerian Perhubungan selaku pemberi subsidi yang apabila dalam 3 tahun berturut-turut tren pengguna jasanya tidak mengalami kenaikan yang stabil maka subsidi dapat dicabut dan dialihkan ke rute lain. Tentu tren penurunan tersebut tidak kita inginkan, perlu sosialisasi yang masif kepada masyarakat khususnya di daerah yang dilalui angkutan perintis agar nantinya status perintis mereka dapat berganti menjadi komersil, karena dengan adanya layanan perintis ini, akan meningkatkan aksesibilitas daerah-daerah yang terlayani serta memicu mobilitas masyarakat sekitar dengan harapan dapat ikut mendorong berkembangnya pembangunan daerah salah satunya dengan munculnya sentra ekonomi dan destinasi wisata baru.(Reza Ali Ma’sum) Selengkapnya klik download:

SMART, Ilustrasi Trans Koetaradja Bebas Emisi Menuju Indonesia Emas 2045

Indonesia disebut sebagai negara maritim, negara dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Negara yang dilalui garis khatulistiwa ini memiliki garis lintang 6ᵒ LU – 11ᵒ LS serta garis bujur 95ᵒ BT – 141ᵒ BT. Letak astronomis ini menjadikan Indonesia sebagai negara strategis sebagai jalur perdagangan dunia. Pulau-pulau yang berjajar, laut yang membentang, dan kekayaan alam yang melimpah menjadi suatu potensi yang mendorong terjaminnya kehidupan di negera ini, sehingga Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi (Megadiverse Country). Indonesia memiliki kekayaan alam dan jumlah penduduk yang melimpah, sehingga Indonesia menjadi salah satu negara yang dihadapkan dengan bonus demografi. Dilansir dari Kemendagri melalui Direktorat Jenderal Dukcapil merilis Data Kependudukan Semester II Tahun 2021 per tanggal 30 Desember 2021. Dari data tersebut diketahui jumlah penduduk Indonesia saat ini 273 juta tepatnya 273.879.750 jiwa. Kondisi ini membuat Indonesia menduduki peringkat ke-4 sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. Jumlah penduduk yang besar memicu munculnya berbagai permasalahan. Masalah yang kerap muncul pada negara dengan jumlah penduduk yang besar adalah masalah lalu lintas angkutan jalan. Sesuai dengan bunyi Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa “Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya”. Mengendarai kendaraan menjadi hal yang paling sering dilakukan oleh manusia setiap harinya, namun yang perlu diutamakan dalam berkendara adalah harus memperhatikan peraturan lalu lintas. Sehingga bisa menciptakan kondisi jalan yang aman dan kondusif. Menurut laporan Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan populasi seluruh kendaraan di Indonesia mengalami kenaikan tiap tahunnya, yaitu pada tahun 2018 terdapat 126.508.776 unit, dan di tahun 2019 terdapat penambahan 5,3 persen menjadi 133.617.012. Banyak faktor yang menyebabkan jumlah kendaraan di Indonesia terus mengalami peningkatan, salah satunya yaitu jumlah penduduk yang semakin meningkat sehingga memungkinkan kebutuhan kendaraan juga akan semakin meningkat juga, terutama bagi mereka yang tinggal di perkotaan. Oleh sebab itu, masalah kemacetan di perkotaan seringkali belum bisa terpecahkan sampai saat ini. Adanya transportasi udara, darat, dan laut diharapkan mampu memudahkan komoditas masyarakat dalam melakukan kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan Indonesia Emas 2045. Untuk mewujudkannya di bidang transportasi sendiri maka perlu menciptakan lalu lintas yang aman dan nyaman. Dalam hal ini pemerintah harus mampu memberikan sarana dan prasana lalu lintas. Pemerintah melalui Dinas PUPR telah membangun jalan tol di berbagai penjuru Indonesia. Hal ini dilakukan agar daerah 3T (Tertinggal, Terluar, dan Terdepan) dapat diakses dengan mudah. Masyarakat sebagai obyek yang dilayani pun harus mengikuti prosedur dan regulasi yang telah ditetapkan agar Indonesia Emas 2045 benar-benar terwujud. Namun pada kenyataannya masih banyak penyelewengan pengendara di jalan raya, misalnya tidak mengenakan helm, tidak membawa dokumen kendaraan, dan membawa penumpang atau barang yang melebihi batas maksimal. Tentunya jika hal tersebut tidak segera ditindaklanjuti dengan tegas maka dikhawatirkan akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Untuk itu pemerintah mengeluarkan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu-lintas dan Angkutan Jalan, bahwa setiap pengemudi kendaraan bermotor di wilayah wajib memiliki SIM. Tujuan dari SIM yaitu untuk mengetahui apakah pengendara sudah cukup umur untuk mengendarai transportasi atau belum. Saat ini tingkat kesadaran dalam mematuhi lalu lintas di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan negara maju lainnya. Maka dari itu perlu ditindak dengan tegas dan mengadakan pemerataan sarana dan prasarana lalu lintas yang disiapkan oleh pemerintah, salah satunya adalah pengadaan rambu-rambu lalu lintas. Rambu lalu lintas sendiri adalah bagian perlengkapan jalan yang berupa lambing, huruf, angka, kalimat dan perpaduan yang berfungsi sebagai peringatan, larangan, perintah, atau petunjuk bagi pengguna jalan. Rambu-rambu lalu lintas di atas adalah peringatan yang sering dilihat oleh pengguna jalan di perkotaan, namun jarang ditemukan di jalan perdesaan. Padahal jalanan kota dengan jalanan di perdesaan juga sama-sama dilalui kendaraan sehingga pemerintah perlu menambahkannya di jalan perdesaan. Dengan demikian pemerataan sarana dan prasarana lalu lintas dapat segera terpenuhi dengan baik. Dalam menuju suatu tujuan tidak harus mengendarai transportasi pribadi, masyarakat bisa menggunakan angkutan umum baik yang di jalur udara, darat, dan laut. Namun masalahnya tidak semua orang ingin menggunakan angkutan umum dengan dalih malas untuk menunggu angkutan umum dan kerepotan dalam membeli tiket. Namun dengan masalah tersebut mendorong penulis untuk menggagas SMART (Scheme Mode Of Transportation) dengan aman, nyaman, dan lebih maju. Langkah yang harus dilalui konsumen bila ingin menggunakan jasa angkutan umum yaitu harus memesan tiket baik secara online maupun offline. Kemudian sambil menunggu keberangkatan transportasi pastikan tidak salah menaiki angkutannya, usahakan selalu mendengarkan suara pemberitahuan dari speaker. Langkah berikutnya angkutan umum akan mengantarkan konsumen sesuai dengan tujuan yang dipesan. Setelah tiba di tempat tujuan, pastikan konsumen tidak meninggalkan sampah dan tidak meninggalkan barang-barang bawaannya. Dari pandangan ini dapat disimpulkan bahwa usaha dalam mewujudkan masyarakat yang patuh terhadap lalu lintas perlu difasilitasi dan ditindak dengan tegas agar lalu lintas di Indonesia dapat berjalan dengan normal sehingga mampu mendukung Indonesia Emas 2045.(*) *Fariz Ari Wibowo Juara 1 Lomba Menulis “Transportasi Aceh dalam Perspektif Rakan Moda”

Mahasiswa Sangat Membutuhkan Kehadiran Bus Trans Koetaradja

BANDA ACEH – Trans Koetaradja kembali leluasa bertemu dengan pelanggannya setelah dua tahun dibatasi pelayanannya. Kini, suasana halte kembali ramai. Salah satunya seperti yang terlihat di halte Masjid Darussalam. Tampak mahasiswa berbondong-bondong keluar dari bus Trans Koetaradja, Senin, 23 Mei 2022. Khusus bagi pelajar, pelayanan transportasi umum sangatlah dibutuhkan karena aktivitas mobilitas dilakukan dengan bus. Seperti salah satu mahasiswi Keperawatan Universitas Syiah Kuala (USK) asal Indrapuri, Nur Daesfi Ranscah Putri. Ia sehari-hari menggunakan bus Trans Koetaradja untuk sampai di kampus sejak pertama masuk kuliah Tahun 2020. “Saya pribadi sangat berharap agar tarif bus free terus dan pelayanannya ditingkatkan menjadi lebih baik lagi, terutama kami sangat berharap jadwal bus semakin tepat waktu, jadi kami pun tidak telat masuk kuliah,” ujar Daesfi. Daesfi biasanya berangkat dari rumahnya di Indrapuri menggunakan labi-labi menuju Masjid Raya Baiturrahman. Dari halte tersebut, ia melanjutkan perjalanannya dengan bus Trans Koetaradja yang bergerak ke arah Darussalam. Halte Kedokteran Universitas Syiah Kuala menjadi tujuan singgahannya, sebelum ia melanjutkan berjalan kaki atau menggunakan jasa ojek online menuju gedung perkuliahannya yang berjarak lebih kurang 300 meter dari halte. Hal ini ia lakoni setiap hari selama masa perkuliahan. (AM)

Kerja Sama Dishub Aceh-USK Perkuat Layanan Transportasi

BANDA ACEH – Dinas Perhubungan Aceh sangat berkomitmen terhadap dunia penelitian dan kerjasama, salah satunya dengan terbentuknya Center for Transportation Research and Cooperation (CTRC), yaitu pusat penelitian dan kerja sama sektor transportasi di Aceh. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Teuku Faisal saat melakukan penandatanganan Kerja sama Antara Dinas Perhubungan Aceh dengan Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, Selasa, 10 Mei 2022. Kemajuan tekonologi, sebut Faisal, tentu menghasilkan dinamika baru dalam dunia transportasi. Oleh karena itu, kerja sama dengan dunia akademisi tentu sangat diperlukan supaya layanan transportasi bisa beradaptasi lebih cepat dengan perkembangan zaman. Di samping itu, Faisal menekankan supaya penelitian yang dilakukan benar-benar sesuai dengan kebutuhan masyarakat maupun permasalahan yang ada di lapangan. “Hasil penelitiannya kita harap juga bisa diaplikasikan secara nyata, jadi hasilnya tidak tersimpan di dalam lemari,” sebutnya. Faisal juga berterima kasih kepada pihak kampus atas kerja sama yang telah terjalin sejak 2 tahun yang lalu. “Ini kerja sama yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak, dan tentunya bisa bermanfaat bagi masyarakat Aceh, khususnya,” ujar Faisal. Sementara itu, Dekan Fakultas Teknik USK, Alfiansyah Yulianur, menyebutkan bahwa keilmuan mahasiswa harus ada keterkaitan dengan dunia kerja. Sehingga begitu lulus bisa langsung memasuki dunia kerja. Ia juga meminta masukan dari Dishub Aceh terkait materi perkuliahan supaya sesuai dengan permintaan dunia kerja. Kerja sama ini, menurut Alfiansyah, juga bentuk dari keterpanggilan pihak kampus untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat di bidang perteknikan. “Kerja samanya bisa berbentuk penelitian bersama, kajian, pemecahan kasus, tugas belajar, atau kegiatan-kegiatan lain yang bisa kita kembangkan bersama,” ungkap Alfiansyah. (AM)

Jalan Tembus Membuka Akses Warga di Pedalaman

Permasalahan geografis sampai saat ini kerap dianggap sebagai salah satu penghambat terlaksananya pemerataan pembangunan, tak terkecuali di Aceh. Banyak daerah di Aceh yang masih terisolir dengan aksesibilitasnya yang sangat terbatas. Salah satu daerah yang telah lama terdengar adalah Terangun, sebuah kecamatan di kaki Pegunungan Leuser, Kabupaten Gayo Lues. Wilayah yang berada di perbatasan Gayo Lues dengan Aceh Barat Daya dihubungkan oleh ruas jalan lintas dari arah kota Blangkejeren hingga Simpang Ie Merah di Kecamatan Babah Roet, ruas jalannya memiliki kontur jalan yang berbukit, penuh dengan tikungan tajam, serta lembah yang curam. Kondisi ini diperburuk dengan kualitas jalan yang tak beraspal dan berbatu, dari kerikil hingga bongkahan batu besar, sangat berbahaya terlebih bagi pengendara yang tak terbiasa melintasi jalan ini. Sebelum tahun 2020 kemarin, untuk melintasi jalur penuh rintangan sepanjang hampir 120 kilometer ini diperlukan tak hanya kondisi kendaraan yang matang, tetapi juga kesiapan mental pengemudi. Abdul Rahman, Kasie Pengujian Sarana Bidang LLAJ Dinas Perhubungan Kab. Gayo Lues yang ditemui Aceh TRANSit menceritakan pengalamannya sekitar tahun 2017 ketika melintasi jalur tersebut. “Sangat melelahkan kalau orang mau melintas di sana, jalannya tidak bagus bahkan kami waktu pulang tidak berani lewat jalur itu lagi, karena jalannya yang curam, sepi, sehingga banyak kendaraan yang tidak kuat menanjak,” ujarnya. “Bahkan dulu sebelum berangkat harus sedia rantai dan saat akan menanjak ban mobil harus diikat rantai agar tidak selip,” tutur Abdul Rahman. Berkaca dari kondisi tersebut, Pemerintah Aceh mulai tahun 2020 melakukan peningkatan pada ruas jalan ini. Pantauan Aceh TRANSit pada November 2021, pada beberapa bagian telah teraspal, sedangkan bagian lain masih berupa jalan berbatu yang cukup ekstrem. Khususnya ruas sekitar perbatasan di antara Krueng Batee dan Tongra serta ruas sebelum memasuki wilayah Terangun. Adanya peningkatan jalan memberikan dampak positif terhadap meningkatnya mobilitas masyarakat. Kini mulai bermunculan angkutan umum yang melewati jalur ini, walau tak dapat dipungkiri semua angkutan yang melintas masih bersifat tidak resmi tanpa izin. Ketika menyusuri sepanjang rute ini, akhirnya kami bertemu dengan Nasir, satu dari hanya dua sopir L-300. Ia menceritakan saat ini hanya dirinya dan saudaranya yang mengoperasikan angkutan umum melintasi rute ini. Banyak kendala yang dihadapi, termasuk sepinya penumpang. Akses ini menurut Nasir sangat dibutuhkan khususnya masyarakat lintas tengah menuju barat selatan dan sebaliknya. Saat ini rute ini didominasi oleh santri dayah dan mahasiswa yang harus menempuh empat jam perjalanan dari Blang Kejeren menuju Babahrot. Sebelumnya untuk melintasi rute ini membutuhkan waktu lebih dari enam jam perjalanan dengan kondisi jalan yang berbatuan dan lumpur. Selain kedua bersaudara ini, sebenarnya ada angkutan lain yang melintasi rute ini. Namun mereka menggunakan kendaraan berpelat hitam dan mobil bak terbuka. Hal ini tentu menimbulkan persaingan yang tidak sehat antara Nasir dan angkutan ilegal ini yang membuat ia sering tidak dapat penumpang. “Harapannya agar saya dan adik saya bisa dibuatkan perusahaan yang resmi, supaya bisa jalan dengan tenang, dan angkutan ilegal yang ada bisa ditindak,” imbuhnya. Abdul Rahman membenarkan bahwa kedua sopir ini sempat menyampaikan permohonan rekomendasi pembukaan izin trayek, namun pihaknya belum dapat mengabulkannya karena melihat kondisi jalan dan fasilitas perlengkapan jalan yang belum sepenuhnya diperbaiki dan laik untuk dilalui. Nantinya pada saat peningkatan jalan ini telah selesai dilaksanakan, fasilitas perlengkapan jalan tentu sangat dibutuhkan untuk keselamatan berlalulintas seperti pagar pengaman jalan, rambu, marka jalan, dan lampu penerangan jalan. Pada saat ground breaking peningkatan jalan Blang Kejeren – Babahrot, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, menyampaikan, pembukaan akses pada jalan tersebut akan meningkatkan mobilitas masyarakat serta diharapkan ikut mendorong berkembang serta munculnya sentra ekonomi baru, dengan makin lancarnya arus pertukaran komoditas antar daerah.(Reza Ali Ma’sum)

ERPA, Si Pengawal Ambulans

Suara sirine ambulans meraung membelah siang. Beberapa pesepeda motor dengan ciri khas berjaket merah-hitam sigap memandu ambulans tersebut menembus semrawutnya lalu lintas. Mobil ambulans adalah salah satu kendaraan prioritas yang wajib diberi ruang di jalan raya dalam kondisi darurat. Tidak hanya itu, mobil ambulans juga bisa mendapatkan pengawalan dari aparat berwenang. Mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993, Pasal 65 Ayat 2, disebutkan bahwa mobil ambulans bisa memakai pengawalan dari petugas yang berwenang atau dilengkapi dengan isyarat atau tanda-tanda lain. Terlepas dari peraturan tersebut, saat ini sudah ada organisasi relawan yang aktivitasnya mengawal mobil-mobil ambulans yang memerlukan bantuan selama perjalanan. Salah satunya adalah ERPA. ERPA atau Emergency Relawan Patwal Aceh adalah sebuah komunitas yang pembentukannya berawal dari keprihatinan atas masih banyaknya pengguna jalan yang kurang peka, bahkan tidak tahu dan tidak bersedia memberikan ruang jalan bagi kendaraan prioritas seperti ambulans atau mobil pemadam kebakaran. Komunitas ini memiliki prinsip bekerja tanpa pamrih. Demi misi kemanusiaan, sekelompok pemuda yang tergabung dalam ERPA rela mengorbankan waktu dan materi untuk mengawal ambulans agar sampai dengan cepat dan selamat tiba di rumah sakit. Tak hanya ambulans, para relawan ERPA juga membantu mengawal armada pemadam kebakaran menuju lokasi kebakaran agar dapat bersegera memadamkan api. Sejak berdiri dua tahun lalu, tepatnya pada 17 Februari 2019, ERPA secara konsisten dengan sukarela mengawal kendaraan-kendaraan prioritas tersebut melaju di jalanan. Mereka juga membantu mengurai kemacetan. Bagi pihak rumah sakit dan pengemudi ambulans, kehadiran komunitas ini dirasakan sangat membantu karena kesigapan mereka dalam mengawal. Tak hanya pengawalan saja, bila ada kerusakan pada kendaraan atau lainnya, mereka juga siap membantu. Aksi ini dilakukan tanpa mengharapkan imbalan. Pada masa awal didirikan, ERPA hanya beranggotakan 13 orang. Seiring waktu berjalan, kini anggota dari komunitas ini sudah mencapai 100 orang. Relawan ERPA, tersebar di kabupaten dan kota di seluruh Aceh dengan latar belakang dan usia yang berbeda-beda. Meski pekerjaannya identik dengan pria, tapi ERPA juga telah memiliki 4 orang anggota wanita. Dibekali Pelatihan khusus Sebelum terjun ke lapangan, setiap anggota komunitas ERPA dibekali dengan pelatihan khusus. Tidak hanya itu, anggota relawan tersebut juga sering melakukan evaluasi dan simulasi untuk menghindari hal yang tak diinginkan dijalan. Tak jarang juga anggota kepolisian ikut memberikan arahan agar terhindar dalam laka lantas saat berkendara dengan kecepatan tinggi. Meski baru berdiri sekitar 2 tahun lalu, hingga saat ini relawan ERPA setidaknya sudah mengawal 4000-an ambulans. Dengan kata lain, dalam sehari, relawan ERPA mengawal 10 hingga 15 ambulans. Apabila ada ambulans dari kabupaten yang membawa pasien rujukan ke Banda Aceh, maka ERPA akan mengawal dengan sistem estafet, sehingga anggota yang ada tetap dapat bertugas kembali di kotanya masing-masing. Fahrul Razi, Humas DPP ERPA yang diwawancarai Aceh TRANSit melalui sambungan telepon pada Jumat, 5 November 2021 menuturkan, dibandingkan dua tahun yang lalu, saat ini masyarakat sudah jauh lebih peduli apabila ada kendaraan prioritas yang melintas. “Hal ini sangat berarti untuk membantu pasien yang membutuhkan penanganan medis dengan cepat,” ujarnya. Atas aksi kemanusiaan mereka melayani masyarakat, ERPA telah mendapat berbagai apresiasi. Salah satunya dari Ombudsman RI Perwakilan Aceh yang memberikan penghargaan kepada ERPA sebagai komunitas yang memberi pelayanan publik. (Ireane)

Bidak Keselamatan Demi Pelayanan: Antara Dilema atau Urgensi?

Saat menyusuri sebuah proyek konstruksi maupun kegiatan pembangunan dan pelayanan sering didapati slogan yang ditulis pada spanduk yang terpampang jelas “Safety First, Utamakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)”. Slogan ini bermakna mendalam, menegaskan serta mendesak petugas yang terlibat langsung maupun pemilik perusahaan untuk mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja di lingkungan pekerjaan. Safety First, sebuah kata sentimental yang sering diabaikan, faktanya kata inilah yang mewakili ungkapan hati keluarga tersayang yang sangat khawatir bagi mereka yang bekerja di luar rumah. Sehingga slogan ini sering dipleseti menjadi “Hati-hati Bekerja Ayah, Bunda Tak Ingin Jadi Janda”. Terdengar frontal, tapi inilah faktanya, akibat seringnya mengabaikan K3 hingga kata-kata yang terdengar lelucon ini menjadi ungkapan kekesalan akibat pekerja sering mengesampingkan keselamatan dalam berkerja. Risiko yang terjadi dalam kegiatan di sektor perhubungan tekhusus pelayanan transportasi sering berhadapan dengan bahaya yang mengancam. Seperti yang didapati di pelabuhan, petugas timbangan salah satunya, saat kegiatan menimbang truk dengan muatan yang berton-ton sangatlah berisiko tertabrak truk atau terserempet kendaraan dengan postur tinggi, maka blind spot lebih luas serta posisi saat mengemudi truk, sang supir tidak bisa melihat dengan jelas orang yang berada sekitarnya atau terbatas. “Terkhusus di area timbangan kendaraan, memang sangat berisiko. Kita petugas di lapangan saja terkadang harus sangat berhati-hati saat kendaraan memasuki timbangan, apalagi jika posisi kendaraan yang tidak tepat, kendaraan harus maju dan mundur beberapa kali. Petugas yang mengarahkan truk tersebut berada di posisi sangat berbahaya, salah-salah, bisa terserempet atau tertabrak truk di belakang,” ujar Fahrul Rizal, salah satu petugas Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang sudah lama berkecimpung di bidang ini. Tambahnya lagi, saat hujan, kita harus segera lari ke pintu rampa atau moveable bridge (MB) saat kapal akan tiba. Pengoperasian MB ini juga butuh ketangguhan dan kecakapan. Belum lagi, kita harus menggerakkan pengait yang sangat berat. Pernah sekali kejadian, ungkap Fahrul, pengait MB jatuh ke laut dan untuk mengambilnya harus dilakukan oleh penyelam profesional agar moveable bridge-nya dapat difungsikan. “Kita sebagai petugas pelabuhan memang harus tanggap dan sigap, kalau tidak keselamatan penumpang akan jadi taruhan,” ujarnya penuh harap. Kata keselamatan dan kecelakaan menjadi timpang jika dikaitkan dalam moda transportasi Indonesia. Hampir setiap harinya yang terekam di media sosial tentang kabar kecelakaan moda-moda transportasi serta running text di televisi memberitakan tentang kejadian kecelakaan yang terjadi di jalan raya. Seharusnya ini menjadi sirene peringatan bahwa tingkat keselamatan transportasi harus semakin diperkuat.   Sebaliknya, pemangku kepentingan transportasi juga masih meraba-raba dalam penerapan dan peningkatan keselamatan dan menekan kecelakaan transportasi sebagai upaya korektif. Namun jelas, jika menepuk sebelah tangan takkan berbunyi, masyarakat juga jangan “lepas tangan dan abai” pada keselamatan. Bukankah keselamatan ini tanggung jawab kita bersama? Perhatian kepada aspek keselamatan dan kesehatan kerja tentu menjadi prioritas. Keberpihakan Pemerintah dalam memberikan kebijakan dan dukungan dalam aspek keselamatan sungguhlah langkah konkrit yang harus ditempuh saat ini. Perlindungan bagi pekerja harus dilaksanakan seoptimalkan mungkin. Awalul Rizal, Kepala Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Cabang Banda Aceh menjelaskan saat ini bahwa belum mencapai dua belas persen pekerja baik formal maupun non-formal yang dilindungi oleh jaminan sosial ketenagakerjaan. Faktanya, risiko yang dialami pekerja disaat bekerja tidak bisa terprediksi. Seperti halnya, kecelakaan yang terjadi saat supir angkutan umum yang mengalami kecacatan pada fisiknya perlu dukungan baik moral dan materil. Tentunya setiap perusahaan maupun instansi harus menjamin keselamatan dan kesehatan kerja. “Sangat disayangkan memang, masih banyak pekerja kita yang belum terlindungi jaminan sosial ketenagakerjaan. Jika terjadi sesuatu yang berisiko, para pekerja harus berbuat apa? Dengan jaminan sosial ini, para pekerja dapat tertolong dan dapat diikutsertakan pada program return to work. Artinya, saat pekerja tersebut sembuh akan diberikan pelatihan kerja sehingga ia dapat bekerja dengan posisi yang sesuai dengan keahlian yang telah diajarkan tersebut,” ujar Awal. Tambahnya, sangat diharapkan setiap perusahaan dan instansi tidak mengabaikan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Pemangku kepentingan ini mau tidak mau, wajib mendaftarkan pekerjanya dalam jaminan sosial ketenagakerjaan sehingga memberi rasa aman dan nyaman bagi pekerja untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing yang dapat memberikan konstribusi besar dalam pembangunan dan perekonomian terkhusus dalam bidang transportasi. Seluruh lapisan masyarakat juga berperan aktif membudayakan transportasi yang selamat, aman, nyaman, dan sehat. Peningkatan keselamatan kerja di Indonesia turut berperan dalam mewujudkan transportasi Indonesia yang berkeselamatan. Selain itu, para pemangku kepentingan di sektor transportasi diharapkan agar lebih mengoptimalkan seluruh sumber daya, meningkatkan aksi-aksi keselamatan, dan mendorong lingkungannya meningkatkan keselamatan transportasi. (Misqul Syakirah) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Kebutuhan Angkutan Perintis di Masa Depan

Akses transportasi, walau bukan termasuk kebutuhan dasar, namun harus diakui merupakan salah satu kebutuhan penting yang harus dipenuhi. Masyarakat membutuhkan transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan, keuangan, pendidikan, dan pusat perekonomian. Biasanya, pengelolaan transportasi diserahkan kepada pihak swasta. Pihak pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan penyediaan prasarana untuk mengatur ketertiban arus transportasi. Namun, penyelenggaraan transportasi oleh swasta tentu dilakukan dengan perhitungan cost and benefit. Pihak operator akan menghitung terlebih dahulu proyeksi pendapatan yang akan diterima jika memutuskan untuk mengambil salah satu lintasan atau rute transportasi, lalu membandingkannya dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan rute tersebut. Tentu saja jika proyeksi biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada proyeksi pendapatan yan diterima, pihak operator akan enggan untuk menjalankan rute tersebut. Hal ini tentu menjadi sebuah permasalahan. Walau bagaimanapun, masyarakat di rute yang diproyeksikan rugi tersebut tetap butuh terhadap transportasi. Namun pihak operator enggan untuk mengambil rute tersebut karena tidak menguntungkan. Di kondisi inilah pemerintah kemudian berhadir untuk menjembatani permasalahan yang timbul dengan memberikan subsidi kepada rute tersebut sehingga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh operator, dan masyarakat tetap mendapatkan akses terhadap transportasi yang dibutuhkan. Rute ini kemudian dikenal rute atau lintasan perintis. Rute perintis adalah rute tranportasi yang menghubungkan dua wilayah yang belum tersedia atau belum cukup tersedia moda tranportasi. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 73 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Subsidi Angkutan Jalan Perintis, PM No. 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, kriteria terhadap penetapan rute perintis adalah: 1. Menghubungkan wilayah terisolasi dan/atau belum berkembang dengan kawasan perkotaan yang belum dilayani moda transportasi, 2. Menghubungkan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal dengan wilayah yang sudah terbangun di wilayah Indonesia, 3. Melayani daerah yang terkena dampak bencana alam, dan 4. Menghubungkan daerah yang secara komersil belum menguntungkan untuk dilayani oleh penyedia jasa angkutan. Untuk tahun 2022, Pemerintah Aceh telah mengusulkan rute dan lintasan perintis untuk angkutan udara dan angkutan penyebarangan di Aceh. Untuk rute penerbangan perintis, terdapat 11 usulan rute dengan rincian Banda Aceh – Sinabang, Banda Aceh – Kutacane, Banda Aceh – Gayo Lues, Banda Aceh – Takengon, Banda Aceh – Blang Pidie, Banda Aceh – Singkil, Banda Aceh – Tapak Tuan, Medan – Blang Pidie, Medan – Gayo Lues, Takengon – Singkil, dan Takengon – Sabang serta sebaliknya, dengan frekuensi penerbangan 1-3 kali seminggu. Untuk lintasan penyeberangan, terdapat 4 rute lintasan penyeberangan perintis, yaitu Singkil – Pulau Banyak, Ulee Lheue – Lamteng, Ulee Lheue – Seurapong, dan Calang – Sinabang serta rute sebaliknya. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Utara telah membangun prasarana perkeretaapian yang akan menghubungkan Aceh dan Sumatera Utara. Di samping itu juga, pemerintah telah mengimplementasikan program angkutan barang tol laut untuk mengurangi disparitas harga antar wilayah. Menakar Tingkat Kepentingan Rute Perintis Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, terdapat empat kriteria penetapan rute perintis. Penetapan empat kriteria tersebut tentu saja bukan tanpa alasan. Jika ditelisik lebih dalam, terdapat dua alasan utama dalam penetapan rute perintis. Alasan pertama adalah untuk membuka keterisoliran daerah. Hal tersebut terlihat dari kriteria penetapan lintasan yang menyasar rute yang belum dilayani oleh moda transportasi, menghubungkan wilayah yang tergolong dalam kategori 3T, serta menjangkau wilayah yang terkena bencana alam. Wilayah 3T umumnya memiliki kendala terhadap akses terhadap pelayanan, baik pelayanan dasar, pelayanan kesehatan, lembaga keuangan, serta pasar dan aktivitas ekonomi. Sebenarnya, daerah terdepan dan terluar mempunyai potensi sumber daya alam dan pariwisata yang cukup melimpah. Namun potensi sumber daya alam tersebut masih tidak bisa dimaksimalkan karena sulitnya proses pengiriman hasil sumber daya alam ke wilayah lain. Hal tersebut juga berlaku terhadap potensi wisata yang dimiliki daerah. Dengan bentangan alam yang luas dan indah, potensi ini belum dapat dikembangkan secara optimal akibat sulitnya akses bagi masyarakat luar dan pendatang. Melalui penyediaan subsidi kepada rute perintis, diharapkan wilayah 3T dapat diakses dengan mudah. Hal ini sesuai dengan visi misi pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan menguatkan sisi sosial, ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia. Dengan kemudahan akses ke daerah, maka alasan kedua pengembangan ekonomi kawasan menjadi terpenuhi. Diharapkan setelah terbukanya keterisoliran daerah, maka aksesibilitas akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. *** Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembukaan rute perintis penting untuk dilakukan, demi mendukung percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan daerah. Pemerintah terus berupaya untuk menjalankan program pengentasan kemiskinan dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana dalam mendukung peningkatan konektivitas, integrasi, dan pemerataan wilayah. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sinergi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan seluruh stakeholder terkait agar memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. (Putra Randa) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya:

Titik Retak

Setiap hulu akan berujung pada hilir, begitu pun hilir akan bertemu dengan lembah ataupun samudera. Langkah pertama menjadi penentuan untuk hasil akhir. Semestinyalah percaya bahwa semua perjalanan akan ada rintangan yang memiliki dua pilihan : memulai dengan kanan ataukah kiri. Senja kala. Akhir selalu bertemu awal yang lain. Rasa takut menyelimuti Langkah berikutnya. Seperti gelap yang kemarin. Esok selalu ada harapan. (KMP. Aceh Hebat 2, 28 November 2021) Ujung tidak bermakna berakhir dan rampung, akan tetapi menjadi pangkal untuk langkah selanjutnya. Ada satu catatan penting dari sebuah awal, harus dirancang atau direncanakan sebaik mungkin hingga menyenangi tantangan terkecil sekalipun. Sesuatu yang tidak terpikirkan kebanyakan orang, terkadang dapat mendekatkan yang jauh, dengan demikian jangan menolak sesuatu yang tidak dimengerti. Memulai setiap perjalanan harus menyiapkan strategi, karena di tengah perjalanan akan dihadapkan oleh rintangan dan hambatan. Seumpama gangguan cuaca yang dihadapi seorang pilot saat menerbangkan pesawatnya, pastinya telah menyiapkan standar untuk menjadi pegangannya. Begitu pun jika sebuah kebijakan dijalankan di suatu wilayah, perlu diciptakan sebuah patron mendekatkan semua usaha pada sasaran yang ditetapkan, tujuan bahkan outputnya dalam jangka waktu tertentu yang selalu memiliki awal dan akhir. Gagasan selalu memperkuat sebuah permulaan yang kemudian bergerak dengan kecepatan dan arah untuk mancapai tujuan, seperti pesawat terbang yang berawal dengan take off untuk “mengejar” tujuan, pilot tentu sudah bersiap untuk landing dengan mulus. Seperti gangguan cuaca, realisasi ini penuh dengan guncangan yang keras. Jika tidak diperhitungkan sejak dini, guncangan itu akan berwujud menjadi titik retak yang dapat mencelakakan. Membahas titik retak, Buku Mr. Crack Dari Pare-pare karangan A. Makmur Makka menuliskan bahwa crack propagation yang amat penting dan serba sulit hasil penemuan BJ Habibie cukup memesonakan hati. Ia menemukan satu cara yang sebelumnya masih misterius untuk memprediksi umur material pesawat yang berpotensi mengalami “kegagalan” material akibat adanya retakan atau crack. Teori BJ Habibie atau Crack Progression Theory adalah teori yang menjelaskan tentang titik awal retakan pada sayap dan badan pesawat yang sering mengalami guncangan keras baik ketika take off maupun landing. Teori yang ia buat berhasil menghitung letak dan besar retakan pada konstruksi pesawat. Sebab, BJ Habibie membuat teorinya dengan sangat detail, bahkan hingga ke tingkat atom. sehingga pesawat jauh lebih aman meski ada gangguan cuaca, mengurangi kegagalan dan maintenance-nya jauh lebih mudah. Oleh sebab itu, Habibie dijuluki “Mr. Crack” dalam dunia penerbangan. Dalam aktivitas sosial, praktik teori keretakan sering mengakibatkan perselisihan dan perseteruan. Banyak yang tidak sependapat bahwa kemiskinan adalah satu titik retak, bahkan masih dikelola untuk “mengejar” kepentingan pada musim-musim tertentu. Kegagalan demi kegagalan kian menjadi catatan biografi yang diagungkan, keretakan semakin mewarnai pergolakan awal atau akhir sebuah langkah. Titik retak telah melemahkan serta menghancurkan sendi utama tatanan sosial. Akhirnya, berujung pada kegagalan strukur yang berakibat pada kerugian dan kehancuran kepercayaan. Belum ada keputusan agar keretakan harus dideteksi lebih awal, karena “keretakan” hanya untuk menakut-nakuti sesama. Sebenarnya kegagalan dapat diprediksi dari perancangan awal atau langkah pertama yang diambil. Antisipasi titik retak pertama pada pesawat yang begitu sulit dipecahkan kini telah menemukan resep mujarabnya. Namun, bagaimana dengan solusi terhadap keretakan sosial yang terjadi setiap harinya di depan pelupuk mata? Sengajakah ia diciptakan? Sebenarnya kita tahu sebab musabab dimana titik awal keretakan sosial terjadi. Berpangkal pada penodaan kepercayaan akibat kesenjangan yang terjadi terus menerus. Mr. Crack ikut buka suara bahwa kejujuran dan kepercayaan adalah pokok keberhasilan dan kesejahteraan, “Kalau kita saling percaya maka perjanjian dua hal saja cukup. Sebaliknya, kalau kita berdua tidak saling percaya perjanjian tertulis setebal buku pun tidak akan menolong”. Kejujuran dan kepercayaan akan mengisi ruang retak secara perlahan jika ia dilakukan pemeliharaan rutin. Seperti halnya pola retak, meski telah dipoles sedemikian rupa pasti meninggalkan jejak luka. Namun, jejak ini masih dapat berpucuk kegagalan maupun keberhasilan jika kendali di tengah perjalanan itu tetap pada poros hakikatnya. Poros itu akan membawa pada satu persimpangan menuju kemakmuran atau kemiskinan. Perjalanan pengembangan “mengejar” kesejahteraan, BJ Habibie mengarahkan pada sebuah kalimat sederhana yang disebut program “mulai dari akhir dan berakhir dari awal”. Terasa tidak mudah untuk memahami konsep ini atau tidak bersedia mengerti, akan tetapi beberapa konsep lain ternyata tidak juga menunjukkan keampuhannya sampai saat ini. (Junaidi Ali) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya cek di: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/