Dishub

Kerja Keras Membangun Kepercayaan

Pembangunnya tidak mudah, merawatnya jauh lebih sulit. Sebuah kalimat yang disampaikan oleh orang nomor satu di Aceh yang diabadikan pada prasasti KMP. BRR. Prasasti yang ditandatangani langsung oleh Gubernur Aceh, Nova Iriansyah sebagai simbol peresmian perubahan wajah baru KMP. BRR setelah dua belas tahun melayani lintasan Ulee Lheue – Balohan. Peresmian ini dilakukan di car deck KMP. BRR dan menjadi salah satu rangkaian acara peringatan 17 tahun Tsunami Aceh, 26 Desember 2021. Dengan perubahan wajah kapal ini sangat diharapkan andil besar masyarakat dalam menjaga dan merawatnya agar kapal terus memberikan pelayanan terbaiknya bagi publik. Dan juga, KMP. BRR menjadi saksi jatuh bangunnya pembangunan dan perkembangan transportasi Aceh. Kapal ini dulunya merupakan aset Kementerian Perhubungan Republik Indonesia yang dibangun oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) NAD – Nias. Namun pada masa Gubernur Nova Iriansyah, kapal ini menjadi milik Aceh seutuhnya. General Manager PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh, Syamsuddin, mengungkapkan, akan adanya pelayaran malam untuk KMP. BRR, “Melalui koordinasi dengan pihak Dishub Aceh kita akan melakukan pelayaran pada malam hari. Suasana rooftop-nya seperti kafe modern sangat indah dinikmati pada malam hari. Dan juga, kondisi interior, toilet, dan musalanya jauh lebih nyaman dan indah,” ujarnya. Kapal yang dibangun menggunakan dana bantuan dari lebih 50 negara menjadi simbol solidaritas dari masyarakat dunia untuk Aceh. Dua belas tahun lamanya, masyarakat Aceh telah menikmati manfaat langsung dari angkutan penyeberangan ini. Terhitung sejak tahun 2013, KMP. BRR telah melayani hampir tiga juta penumpang dengan rata-rata per tahun 250 ribu-an penumpang, sekitar 800 ribu unit kendaraan dan lebih dari 200 ribu ton barang. Tentu ini bukan sepenuhnya kehebatan Pemerintah yang menyediakannya, tapi karena andil dan kepercayaan yang luar biasa dari masyarakat khususnya Rakyat Aceh dalam menjaga dan merawat kapal ini hingga masih eksis hingga saat ini. Nova dalam sambutannya menyampaikan kejadian tsunami 17 tahun yang lalu terjadi tanpa disangka-sangka dan telah membuka mata semua pihak untuk bekerja cermat, tepat dan ikhlas. “Ikhtiar ini memang tidak mungkin dilakukan oleh Pemerintah semata. Kita harus siap berkolaborasi dan bersama-sama melakukan yang sangat mungkin kita perbuat sesuai keahlian dan kemampuan kita masing-masing dan jika ada tantangan kita mencari solusi bersama dan tangguh menghadapinya,” ujar Nova. Pembangunan Aceh memang berjalan secara dinamis. Tak dapat dipungkiri masih banyak tugas yang harus dilakukan agar Aceh ini semakin baik dan berdaya saing di kancah internasional. Kesiapan Pemerintah dan masyarakat dalam mengemban tugas ini memang harus dilakukan secara bersama-sama. Tidak akan tercapai jika hanya satu pihak yang berjuang. Masyarakat menjadi partner dalam memberikan kritikan yang membangun serta mengawasi kinerja pemerintahan agar berjalan maju dan sukses. Perkembangan transportasi usai 17 tahun Tsunami sungguhlah pesat. Pembangunan infrastruktur terselenggara di berbagai sektor, khususnya transportasi. Saat ini Aceh memiliki angkutan massal Trans Koetaradja yang melayani masyarakat dengan subsidi penuh pemerintah. Ruang kendali pun dibangun agar monitoring pelaksanaan pelayanan bagi masyarakat menjadi optimal. Begitu pun, pelabuhan penyeberangan menjadi pintu perekonomian Aceh, Sabang dan Pulau Banyak misalnya. Peningkatan wisatawan kian bertambah tiap tahunnya meskipun saat pandemi memaksa masyarakat untuk di rumah saja demi keselamatan. Akan tetapi, minat kunjungan wisatawan ke dua pulau ini tidaklah surut. Peningkatan pelayanan bagi pelayaran pulau terujung Sumatera, Aceh memiliki aset armada penyeberangan sendiri, yaitu KMP. BRR, KMP. Aceh Hebat 1, 2, dan 3. Teristimewa untuk sebutan “Aceh Hebat” menjadi doa yang senantiasa diucapkan saat menyebut nama kapal ini sekaligus menjadi identitas Aceh di kancah dunia. Kita patut bangga dengan apa yang telah dicapai Aceh seusai porak poranda 17 tahun silam. Namun, kita tidak boleh larut dalam euforia kebanggaan. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus dituntaskan oleh Aceh. Tugas mewujudkan transportasi yang berkeadilan dengan konektivitas antar wilayah harus direncanakan dengan matang serta segera dilaksanakan seoptimal mungkin. Gubernur Jawa Barat, Mochamad Ridwan Kamil, yang lebih akrab disapa Kang Emil, juga menyampaikan bahwa Aceh masih punya tugas besar dalam meningkatkan perekonomian melalui konektivitas. “Tugas utamanya ada satu, meningkatkan ekonomi. Ada koneksi, ada ekonomi. Tidak ada koneksi, tidak ada ekonomi. Di mana ada peluang ekonomi, di perkebunan misalnya, harus diakses oleh jalan (transportasi). Di mana ada perkampungan harus diakses,” ujar Kang Emil saat diwawancara usai mengikuti acara peringatan 17 tahun Tsunami Aceh. Setiap usaha untuk menciptakan perubahan suatu daerah membutuhkan biaya yang besar, ini perjuangan yang harus diambil daerah. “Memang ini butuh biaya mahal, tapi ini tugas negara dalam menyiapkan sarana dan prasarana transportasi. Nanti, dengan sendirinya perekonomian akan tumbuh,” tambahnya. Belum lagi, fungsi terminal tipe B Aceh menjadi salah satu ‘simpul koneksi’ yang tersebar hampir di seluruh Aceh harus segera dimaksimalkan. Peningkatan fungsi terminal yang juga menjadi ruang publik dengan konsep rest area bagi masyarakat yang melakukan perjalanan harus segera direalisasikan. Kebutuhan akan ruang bagi masyarakat dengan mobilitas tinggi juga sangatlah mendesak. Pastinya, ini menjadi salah satu tugas yang harus dituntaskan serta membutuhkan energi yang luar biasa di masa mendatang. Karena, sebuah perubahan berjalan beriringan dengan pro-kontra serta pertentangan. Lima tahun akan segera menemukan ujungnya. Beberapa mil lagi, roda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) 2017 – 2022 akan landing pada landas pacunya. Program Aceh Hebat sebagai maskapai menjadi pengharapan bagi Rakyat Aceh. Awak kabin mulai mempersiapkan pendaratan. Aba-aba mulai terdengar ke seluruh kabin, akhirnya kami seluruh awak pesawat mengucapkan terima kasih telah terbang bersama kami. Untuk Aceh yang sejahtera, senandung bertajuk Saleum menjadi penutup pada pendaratan ini. (Misqul Syakirah) Jaroe dua blah ateuh jeumala, Jaroe lon siploh di ateuh ulee Meuah lon lakee bak wareh dumna. Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Ketimpangan Trayek Tanggung Jawab Siapa

Kehadiran bus di Aceh tak lepas dari kebiasaan m a s y a r a k a t n y a . Sebelum pesawat dan kapal penyeberangan berkembang pesat, menggunakan bus menjadi pilihannya. Moda ini dianggap mengeluarkan biaya yang lebih murah ketimbang lainnya. Meskipun membutuhkan waktu lebih lama, tetapi tetap diminati masyarakat untuk menggunakannya. Dahulu awal mula adanya angkutan bus di Aceh pertama kali adalah PO PMTOH, seperti diceritakan Ramli, Ketua DPD Organda Aceh kepada Aceh Transit. Mereka dan lainnya seperti ALS (Antar Lintas Sumatera), Kurnia Grup, dan Tramindo merupakan pionir perusahaan otobus yang sangat berperan waktu itu. “Karena dari dulu, masyarakat Aceh banyak melakukan perjalanan ke Medan, baik membawa dagangan maupun berbelanja hingga kemudian muncul rute-rute lain yang dilayani dari dan ke Banda Aceh,” ujarnya. Saat ini, perusahaan otobus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) banyak yang melayani rute lintas Sumatera seperti ke Pekanbaru dan Palembang serta ke Pulau Jawa mulai Jakarta, Bandung, hingga Semarang. Sementara untuk lintas Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) menyebar hampir di seluruh Aceh, mayoritas terpusat dari Banda Aceh. Simak Video Fatal Jika Tidak Tata Lalu Lintas Meski demikian, persebaran antar rute di Aceh masih terdapat ketimpangan dengan banyaknya rute yang tidak seimbang antara permintaan dan penawarannya yang lazim dinamakan dengan rute gemuk dan rute kurus. Rute di Aceh sendiri terbagi menjadi tiga lintasan utama, yaitu lintas timur, tengah, dan barat yang mana lintas timur sering disebut rute gemuk dengan supply angkutan umumnya paling banyak. Sebaliknya lintas barat diistilahkan sebagai rute kurus karena armada yang melayani lebih sedikit. Dampak dari kondisi ini adalah tidak meratanya cakupan wilayah yang dilayani angkutan. Tidak seimbangnya jumlah penumpang dengan jumlah angkutan yang melayani menjadikan persaingan yang tidak sehat serta tingkat keterisian penumpang (load factor) rata-rata makin menurun menyentuh angka 40 persen, bahkan pada kondisi tertentu tak jarang para operator ini kesulitan untuk sekedar menutup biaya operasional kendaraan atau yang biasa kita kenal dengan tutup setoran. Baca Juga Tak Sekadar Melayani, Juga Demi Keselamatan Tiga Detik Berharga, Selamatkan Jiwa Saat Berkendara Kepala Seksi Sarana dan Angkutan, Bidang LLAJ Dinas Perhubungan Aceh, Renny Anggeraeni menyampaikan, sebagian besar angkutan umum yang ada di Aceh beroperasi secara legal namun proses pengajuan izin trayek baru untuk sementara dibatasi persetujuannya karena perlu diatur kembali penataan trayeknya. “Operator angkutan yang sudah memiliki izin trayek beroperasi secara resmi, meski tetap ada kendaraan yang izin trayek dan kartu pengawasannya telah mati dan termasuk ilegal dalam pengoperasiannya.” tambahnya. Saat ini, Dishub Aceh sedang menyusun Peraturan Gubernur tentang Jaringan Trayek AKDP. Pergub ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan AKDP terkait Online Single Submission-Risk Based Approach (OSS-RBA) dan sistem perizinan sekarang yang telah up to date / terintegrasi dengan sistem digital sehingga dapat memetakan pelayanan angkutan umum di Aceh agar semua masyarakat dapat merasakannya. (Reza Ali Ma’sum) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Bandara Rembele Kembali Layani Penerbangan Perintis

Bandar Udara Rembele layani operasional perdana angkutan udara perintis tahun 2022 dengan rute Bandar Udara Rembele (TXE) Bener Meriah – Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda (BTJ) Banda Aceh, Rabu, 12 Januari 2022. Penerbangan perintis yang dioperasikan oleh Maskapai PT. Asi Pudjiastuti Aviation (Susi Air) ini menggunakan pesawat Cessna C-208B berkapasitas 12 orang. Kepala Kantor Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) Kelas III Rembele, Faisal menyebutkan bahwa penerbangan perintis dari dan ke Bandara Rembele beroperasi setiap hari Rabu. Penerbangan tahun ini, tambahnya, beroperasi lebih siang, dari Banda Aceh ke Bener Meriah, dengan nomor penerbangan SI-7230, pada pukul 11.00 WIB. Sedangkan dari Bener Meriah ke Banda Aceh, dengan nomor penerbangan SI-7231, terbang pukul 11.55 WIB. “Jadi penerbangan dari ke dan Banda Aceh hanya ditempuh dalam waktu 45 menit,” ungkapnya. Terkait persyaratan bagi penumpang angkutan udara perintis, pihak bandara merujuk pada Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Perhubungan Udara (DJPU) Nomor SE 96 Tahun 2021 tentang Petunjuk Pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri dengan transportasi udara pada masa pandemi Covid- 19. SE tersebut menyebutkan, persyaratan penerbangan terkait Covid19 dikecualikan untuk penerbangan perintis. Artinya, penumpang cukup menunjukkan tiket dan identitas saja. Namun, pihak bandara mengharapkan kepada pengguna jasa Bandar Udara Rembele untuk tetap mematuhi protokol kesehatan. Pihak Bandar Udara Rembele mengharapkan masyarakat agar memanfaatkan penerbangan perintis saat melakukan perjalanan dari Bener Meriah ke Banda Aceh atau sebaliknya. Sebab, moda transportasi udara lebih aman, sehat (pencegahan Covid19 lebih baik), dan lebih cepat dibanding moda transportasi lainnya. (AM)

Forkopimda Aceh Tenggara Sambut Penerbangan Perintis Perdana 2022

Segenap Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Aceh Tenggara menyambut penerbangan perintis perdana tahun 2022 di Bandara Alas Leuser, Selasa, 11 Januari 2022. Pesawat Cessna Grand Caravan milik Maskapai Susi Air ini tiba di Kutacane setelah melakukan penerbangan selama 1 jam 30 menit dari Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar. Dengan beroperasinya angkutan udara perintis di Aceh, diharapkan mampu membuka akses bagi daerah-daerah terpencil, tertinggal, dan terluar. Layanan penerbangan perintis juga dapat menghidupkan potensi-potensi ekonomi, pariwisata, dan investasi di daerah. Kepala Satuan Pelayanan (Kasatpel) Bandar Udara Alas Leuser, Salim, S.Kom., kepada AcehTRANSit menyebutkan, dukungan dari berbagai pihak sangat dibutuhkan supaya masyarakat memilih jasa penerbangan perintis. “Insyaallah, dengan dukungan dari stakeholder terkait kami akan terus meningkatkan pelayanan di Bandara Alas Leuser,” ungkapnya. (AM) Simak Video Bandara Patiambang Gayo Lues

Tak Sekadar Melayani, Juga Demi Keselamatan

Pemandangan pelajar berjubel hingga ke atap labi-labi, ataupun rombongan ibu-ibu yang bercanda ria di bak belakang kendaraan pick-up, merupakan hal yang lazim terlihat di Aceh. Tidak hanya di jalan-jalan kampung, pemandangan seperti ini, sesekali juga terlihat di ruas jalan nasional, bahkan di kawasan perkotaan. Padahal, kedua kebiasaan ini sangat bertentangan dengan prinsip keselamatan berlalu lintas. Tapi, orang-orang di perkampungan ini tidak sepenuhnya bisa disalahkan. Selain karena kurangnya pengetahuan tentang keselamatan di jalan raya, di beberapa tempat kebiasaan ini belum hilang karena kurang tersedianya angkutan umum yang memenuhi standar keselamatan, untuk membawa rombongan ke tempat tujuan mereka. Untuk diketahui, labi-labi adalah nama yang diberikan masyarakat Aceh untuk angkutan umum sejenis angkot (angkutan kota). Pada masanya, atau sebelum tsunami menerjang Aceh akhir tahun 2004 lalu, labi-labi menjadi angkutan umum paling populer di Aceh. Tidak hanya melayani warga di perkotaan, labi-labi juga melayani warga hingga ke pelosok-pelosok desa di pedalaman. Peran labi-labi mulai terasa tergerus setelah tsunami, seiring dengan semakin banyaknya warga yang memiliki kendaraan pribadi. Namun demikian, labi-labi masih menjadi andalan bagi warga di pedalaman, terutama para pelajar dan bagi orang-orang yang tidak memiliki kendaraan pribadi. Seiring dengan semakin menghilangnya angkutan umum jenis labi-labi, pemerintah daerah di Aceh, melalui Dinas Perhubungan di masing-masing daerah, mengambil alih tugas ini dengan menyediakan bus-bus khusus untuk mengangkut pelajar dan warga. Di ibukota provinsi, Dishub Aceh menginisiasi kelahiran angkutan massal Trans Koetaradja untuk melayani warga kota. Angkutan massal yang dicetuskan pada masa pemerintahan Gubernur Aceh periode 2012-2017, Zaini Abdullah, terus berkembang dan kini telah melayani hampir semua koridor di Banda Aceh dan sebagian Aceh Besar. Terkait Trans Koetaradja ini, Kabid Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Dishub Aceh, Deddy Lesmana yang ditemui Aceh TRANSit akhir November 2021 lalu mengatakan, sebenarnya armada Trans Koetaradja belum cukup mengakomodir kebutuhan masyarakat akan transportasi umum. Peran swasta tentu sangat diharapkan munculnya angkutan umum jarak dekat lainnya semacam angkot di perkotaan atau angkutan pedesaan (angdes) di tingkat kabupaten dan kecamatan. Namun dengan segala keterbatasan, wewenang, anggaran, dan personel, ke depan Dishub Aceh akan terus membenahi kebutuhan jasa transportasi masyarakat menjadi lebih baik. “Saat ini memang masih banyak kekurangan, kami berharap dukungan dan doa masyarakat, Insyaallah ke depan kebutuhan transportasi masyarakat akan semakin lebih baik,” ungkap Deddy. Ketersediaan angkutan massal yang melayani warga di perkotaan hingga ke pedalaman, tidak hanya sekedar melayani, tapi juga demi menjaga keselamatan warga di jalan.(Rizal Syahisa) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Dishub Aceh Adakan Workshop Pengelolaan Anggaran

Dinas Perhubungan Aceh selenggarakan workshop Pembekalan Pengelola Anggaran bagi seluruh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), calon Pembantu Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Bendahara, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP), Pabung Pengadaan Barang/Jasa (PBJ), dan Tim Pendamping Teknis Pengadaan Barang dan Jasa (TPTPBJ) Dishub Aceh, Senin, 10 Januari 2022. Workshop ini merupakan bagian dari komitmen Dishub Aceh untuk terus memperbaiki tata kelola barang dan jasa yang lebih baik serta dapat menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, profesional, dan akuntabel. Hasil akhirnya, diharapkan penggunaan keuangan negara yang dibelanjakan melalui proses Pengadaan Barang/Jasa lebih efisiensi dan efektif. Dengan demikian diperoleh barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas, serta dapat dipertanggungjawabkan baik dari segi fisik, keuangan, maupun manfaatnya bagi kelancaran tugas Pemerintah dan pelayanan masyarakat. Kadishub Aceh, Junaidi, saat membuka acara menyampaikan, pembekalan seperti ini penting dilakukan sebagai refreshment bagi para pengelola PBJ mengingat dinamika kegiatan pelaksanaan sangat tinggi. Munculnya regulasi-regulasi baru maupun revisi terhadap aturan yang sudah ada, sebut Junaidi, perlu dipahami dan didalami kembali oleh seluruh peserta workshop agar mengurangi perbedaan persepsi dan kesalahan-kesalahan yang dapat menghambat kegiatan yang dilaksanakan. “Kesalahan-kesalahan dalam pengelolan anggaran, jangan sampai terjadi lagi, karena nantinya akan berdampak pada capaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dan pembangunan menjadi terhambat,” ungkap Junaidi. Melalui workshop ini, tambah Junaidi, pada tahun 2022 Dishub Aceh lebih siap untuk melakukan percepatan pelaksanaan pengadaan barang/jasa, dan hasil akhir yang tepat waktu, tepat mutu, dan tepat biaya. “Sehingga hasil pembangunan dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat,” ujarnya. Workshop ini menghadirkan 2 pemateri yang sangat kompeten di bidang pengadaan barang/jasa dan pengelolaan keuangan. Di antaranya, Jimmi Zikria, Kasubbag Pembinaan dan Advokasi Pengadaan Barang/Jasa, Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Besar, juga sebagai ahli kontrak dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), yang menyampaikan materi tentang manajemen kontrak. . Pemateri selanjutnya, Hamam, Inspektur Pembantu IV Inspektorat Aceh, juga sebagai Auditor dan Penyuluh Anti Korupsi, yang menyampaikan materi terkait akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah. . Dalam pengelolaan keuangan secara akuntabilitas yang paling utama, yaitu tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, bertanggung jawab dan taat aturan perundang-undangan. “Melakukan yang benar dan dilakukan dengan benar,” tutup Hamam. (AM)

Sebelum Diresmikan, Kadishub Aceh Kunker ke Stasiun Kereta Api Kuta Blang

Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi melakukan kunjungan kerja ke Stasiun Kereta Api Kuta Blang Bireuen, Jumat, 7 Januari 2022. Junaidi disambut langsung oleh Abdul Kamal, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kereta Api Aceh Wilayah I. Pada kunjungan ini, Kadishub Aceh ingin meninjau persiapan stasiun yang akan diresmikan dalam beberapa waktu ke depan. Selain stasiun ini, ada juga Stasiun Geurugok yang sudah dilakukan peresmiannya terlebih dahulu. Abdul Kamal, yang akrab disapa Kamal, menyampaikan, sebelum diresmikan dan beroperasi, akan dilakukan pengujian terhadap prasarana maupun sarana perkeretaapian. “Insyaallah, rencananya tanggal 15 Januari akan turun tim penguji dari Balai Pengujian Perkeretaapian,” ungkapnya. Lintasan Kuta Blang – Geurugok sudah dilakukan pengujian jalur, dan saat ini sedang menunggu hasil dari Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan. Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Sumatera Bagian Utara merencanakan jalur kereta api Kuta Blang – Krueng Mane, dengan jarak 10.1 Km, dapat beroperasi pada tahun ini. Dengan penambahan pengoperasian ini, total keseluruhan panjang jalan rel yang beroperasi mencapai 21,45 Km. Selain Stasiun Kuta Blang, sebut Kamal, pihaknya saat ini sedang fokus menyelesaikan pembangunan Stasiun Kereta Api Paloh Lhokseumawe, yang memiliki jarak 8 Km dari Stasiun Krueng Geukuh. Stasiun Paloh ditargetkan dapat beroperasi pada tahun 2023, sehingga Kereta Api Cut Meutia dapat melayani angkutan kereta api perintis lintasan Paloh hingga Kuta Blang Bireuen dengan jarak 29.36 Km. (AM)

Bus Listrik, Bus Pengumpan Ekonomis dan Ramah Lingkungan

Kendaraan ramah lingkungan mulai dilirik banyak kalangan saat ini. Mulai dari pemerintah, produsen, pengamat otomotif, peneliti, bahkan masyarakat umum. Hal ini didorong harapan besar untuk menciptakan kendaraan yang hemat energi, dan mampu mengatasi problematika efek gas rumah kaca. Bus listrik adalah salah satu solusi terhadap persoalan tersebut. Kendaraan ramah lingkungan ini telah melalui proses kajian yang mendalam, ditambah lagi dengan sistem pengujian berkala yang telah dikembangkan oleh pemerintah. Kehadiran bus listrik ini sekaligus menjadi pertanda semakin majunya teknologi dan elektrifikasi kendaraan di Indonesia. Untuk layanan Trans Koetaradja, bus listrik direncanakan sebagai bus feeder untuk menghubungkan koridor utama Trans Koetaradja dengan rute feeder yang menjangkau wilayah yang belum terlayani angkutan umum. Kehadiran feeder ini bertujuan untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat pengguna angkutan umum di Kota Banda Aceh. Bus listrik ini memiliki ukuran yang relatif lebih kecil, sehingga bisa memaksimalkan fungsinya sebagai bus feeder yang dapat menjangkau kawasan padat penduduk. Bus ini dapat beroperasi pada ruas jalan cenderung sempit dan tidak terlalu lebar yang selanjutnya dapat menjadi penghubung dengan koridor-koridor utama Trans Koetaradja. Sebelum beroperasi, diperlukan adanya pengujian yang bertujuan untuk mengetahui kinerja dari bus listrik tersebut. Setiap Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) yang berbasis baterai yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyarat teknis dan laik jalan seperti yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis baterai (Battery Electrical Vehicle) untuk Transportasi Jalan. Dalam regulasi tersebut juga disebutkan persyaratan teknis dan laik jalan tersebut harus melalui pengujian kendaraan berbahan bakar listrik di jalan. Uji Coba di Lima Rute Pada tanggal 13 Januari – 6 Februari 2021, Dinas Perhubungan Aceh bekerjasama dengan PT. Bakrie Autoparts untuk melakukan kerja sama uji coba bus listrik pada rute feeder Trans Koetaradja. Uji coba ini dilaksanakan di lima rute feeder dengan panjang rute yang berbeda, yaitu rute feeder 1 Darussalam (4,61 Km), rute feeder 2 Lampineung – Pango (9,17 km), rute feeder 3 Sp. Jambo Tape – TPI Lampulo (7,8 Km), rute feeder 5 Sp. Rima – Ulee Lheue (9,9 Km) dan rute feeder 6 Sp. PU – Sp. Rima (9,15 Km). Dari hasil uji coba tersebut didapatkan bahwa bus listrik dinilai lebih ekonomis dibanding dengan bus yang menggunakan BBM, baik dari sisi operasional harian maupun perawatan rutin. Bus Trans Koetaradja konvensional yang menggunakan bahan bakar diesel rata-rata membutuhkan biaya operasional hingga Rp. 266,010/kendaraan/hari. Sedangkan untuk bus listrik rata-rata biaya operasional yang dibutuhkan hanya Rp. 103,624/kendaraan/hari dengan asumsi biaya listrik per kilometer sebesar Rp. 1.400/hari. Selain ekonomis, bus listrik juga diharapkan dapat mengurangi gas buang CO2 kendaraan bermotor. Dari hasil uji coba yang dilakukan di lima rute feeder, bus listrik mampu menurunkan gas buang CO2 sebesar 17,6% – 36,2% dibandingkan dengan penumpang yang menggunakan kendaraan roda 4. Uji coba bus listrik ini merupakan tindak lanjut dari program Aceh Green, yaitu program pemerintah yang mendukung pembangunan yang berwawasan lingkungan. Bus listrik yang diklaim rendah emisi ini diharapkan dapat membangkitkan animo masyarakat dalam menggunakan angkutan umum dalam aktivitas sehari-hari serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan demi mengurangi pencemaran udara dari aktivitas transportasi masyarakat terutama di perkotaan Banda Aceh. (Nia Robiatun J) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Sekda Aceh: Tetap Berikan Pelayanan Terbaik Bagi Masyarakat

Tetap berikan layanan terbaik kepada masyarakat. Tolong pastikan pegawai kita semuanya sudah divaksin dan melakukan donor darah rutin. Pesan tersebut disampaikan Sekretaris Daerah Aceh, Taqwallah saat menyapa para koordinator Terminal Tipe B dan Pelabuhan Penyeberangan, yang dikelola oleh Pemerintah Aceh, usai melakukan zikir dan doa bersama yang diikuti oleh seluruh ASN Pemerintah Aceh secara virtual di Depo UPTD Angkutan Massal Trans Kutaradja, Banda Aceh, Kamis, 6 Januari 2022. Taqwallah menyebutkan, petugas yang bekerja di terminal tipe B maupun pelabuhan penyeberangan, telah memberikan pelayanan terbaik. Apalagi di masa pandemi seperti saat ini, mereka yang bertugas pada simpul-simpul transportasi bekerja ekstra menjaga pintu masuk ke Aceh. Selain menyapa mereka yang bertugas di daerah, Taqwallah juga menyapa dan mendengarkan pengalaman para pramudi dan pramugara bus Trans Koetaradja dalam melayani perjalanan masyarakat perkotaan. Selanjutnya, Taqwallah bersama Kadishub Aceh, Junaidi, serta pejabat struktural Dishub Aceh mengunjungi ruang pusat kendali (CCTV Room) UPTD Trans Kutaraja. Ia memantau jalannya operasional bus yang melayani mobilitas masyarakat di wilayah Kota Banda Aceh. (AM)

Menilik Kerelaaan Membayar Layanan Trans Koetaradja

Sebagai salah satu elemen transportasi, Trans Kutaraja memiliki peran penting untuk melayani kebutuhan perpindahan penduduk perkotaan serta meminimalisir penggunaan kendaraan pribadi. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi tingkat polusi serta kemacetan dari volume kendaraan di jalan raya. Dioperasikan sejak tahun 2016, Trans Kutaraja sudah melayani 6 rute utama dengan rata-rata tingkat load factor (keterisian penumpang) di tahun 2020 sebesar 46,69%, dengan Koridor 1 (Pusat Kota – Darussalam) menyumbang load factor tertinggi yaitu sebesar 60,81%. Untuk menarik minat masyarakat menggunakan jasa Trans Kutaraja, salah satu strategi yang dijalankan adalah dengan menggratiskan biaya layanan Trans Kutaraja. Selama ini biaya operasional Trans Kutaraja disubsidi oleh Pemerintah Aceh melalui dana APBA. Namun, subsidi tentu ada batasan dan aturan tersendiri. Sesuai dengan Keputusan Dirjen Perhubungan Darat No. SK.687/AJ.206/DRJD/2002 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Angkutan Penumpang Umum di Wilayah Perkotaan Dalam Trayek Tetap dan Teratur, disebutkan bahwa ketentuan pemberian subsidi diberikan untuk angkutan penumpang umum dengan load factor sampai dengan 70%. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka besar kemungkinan layanan Trans Kutaraja akan berbayar ke depannya. Terlebih dalam Qanun No. 2 Tahun 2019 tentang Retribusi Aceh, telah ditentukan tarif Rp 2.000 untuk mahasiswa dan Rp 5.000 untuk umum. Sementara manajemen Trans Kutaraja sendiri mewacanakan tarif sebesar Rp 3.000 untuk semua pengguna. Simak Video Keseharian Trans Koetaradja Berdasarkan hasil survei yang dilakukan, penentuan tarif layanan Trans Kutaraja dianalisis berdasarkan Ability to Pay (ATP/kemampuan membayar) dan Willingness to Pay (WTP/kerelaan membayar). Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa rata-rata biaya yang dipersiapkan responden untuk transportasi (ATP) tercatat sebesar Rp 80.187,50. Hal ini menandakan bahwa pengguna Trans Kutaraja memiliki kemampuan untuk membayar tarif Trans Kutaraja sebesar Rp 80.187,50/jasa. Hal ini jauh di atas rencana penetapan tarif Trans Kutaraja, sebesar Rp 2.000 dan Rp 5.000. Sedangkan untuk penilaian kerelaan membayar, hasil survei mencatat bahwa sebanyak 51,16% responden memilih tarif sebesar Rp 2.000, 29,07% responden memilih tarif Rp 3.000, 17,44% responden memilih tarif Rp 5.000, dan hanya 2,33% responden yang memilih tarif sebesar Rp 1.000. Dari pemilihan tarif yang dilakukan oleh responden, maka didapat rata-rata tarif yang diperoleh adalah senilai Rp 2.802. Hal ini menandakan bahwa rata-rata level WTP untuk jasa Trans Kutaraja berada pada angka Rp 2.802. Berdasarkan hasil survei tersebut, disimpulkan jika tarif Trans Kutaraja ditetapkan sebesar Rp 2.000/jasa, maka sebanyak 97,67% pengguna Trans Kutaraja bersedia untuk membayar secara sukarela. Sementara jika tarif ditetapkan sebesar Rp 3.000, jumlah pengguna yang bersedia untuk membayar secara sukarela hanya sebesar 47% saja, dan 18% jika tarifnya Rp 5.000, walau secara kemampuan membayar, pengguna Trans Kutaraja sanggup untuk membayar lebih dari nilai tersebut. Kajian terhadap ATP dan WTP erat kaitannya dengan kepuasan pengguna. Semakin baik pelayanan yang diberikan, maka akan semakin besar pula kerelaan masyarakat untuk memilih dan membayar layanan tersebut. Maka dari itu, kiranya penting bagi Trans Kutaraja untuk meningkatkan kualitas pelayanan, sehingga tujuan beroperasinya Trans Kutaraja agar masyarakat memilih angkutan massal dibandingkan dengan kendaraan pribadi dapat tercapai. Dengan memilih angkutan massal, maka kita telah berkontribusi untuk lingkungan.(Putra Randa) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/