Dishub

Program Kerja Dishub Aceh Harus Mendukungg RPJMA

Program kerja yang disusun harus mengarah dan mendukung pemenuhan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA). Hal itu disampaikan oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah saat hadir mendengarkan pemaparan Buku Kerja pejabat struktural dan fungsional Dinas Perhubungan Aceh, Jumat, 4 Februari 2022. Taqwallah mengingatkan, setiap pejabat Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) perlu kiranya menaruh komitmen yang tinggi terhadap apa yang telah ditulis di dalam buku kerja. Di samping itu, ia juga meminta pejabat di lingkungan Dishub Aceh untuk terus meningkatkan etos kerja. Buku kerja pejabat di lingkungan Pemerintah Aceh merupakan salah satu indikator kinerja yang di antaranya berisi target-target yang direncanakan, dan harus dicapai pada tahun 2022. “Buku kerja ini harus dibayangkan prosesnya. Apa yang ada dalam pikiran kita, kita sistematiskan, itulah buku kerja,” sebut Taqwallah. Plt Kepala Dinas Perhubungan Aceh, T Faisal, saat membuka acara menyebutkan, pemantapan buku kerja ini diharapkan mampu meningkatkan realisasi program kegiatan tahun 2022 di Dinas Perhubungan Aceh dibanding tahun sebelumnya. Di samping pemantapan buku kerja, kehadiran Taqwallah juga untuk memantau penerapan program Bersih, Rapi, Estetis, dan Hijau atau BEREH di Dishub Aceh. (AM) Baca Juga Menakar Capaian Pembangunan Transportasi Aceh Baca Juga Kerja Keras Membangun Kepercayaan

Kebutuhan Angkutan Perintis di Masa Depan

Akses transportasi, walau bukan termasuk kebutuhan dasar, namun harus diakui merupakan salah satu kebutuhan penting yang harus dipenuhi. Masyarakat membutuhkan transportasi untuk mencapai pelayanan kesehatan, keuangan, pendidikan, dan pusat perekonomian. Biasanya, pengelolaan transportasi diserahkan kepada pihak swasta. Pihak pemerintah hanya berperan sebagai regulator dan penyediaan prasarana untuk mengatur ketertiban arus transportasi. Namun, penyelenggaraan transportasi oleh swasta tentu dilakukan dengan perhitungan cost and benefit. Pihak operator akan menghitung terlebih dahulu proyeksi pendapatan yang akan diterima jika memutuskan untuk mengambil salah satu lintasan atau rute transportasi, lalu membandingkannya dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk menjalankan rute tersebut. Tentu saja jika proyeksi biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada proyeksi pendapatan yan diterima, pihak operator akan enggan untuk menjalankan rute tersebut. Hal ini tentu menjadi sebuah permasalahan. Walau bagaimanapun, masyarakat di rute yang diproyeksikan rugi tersebut tetap butuh terhadap transportasi. Namun pihak operator enggan untuk mengambil rute tersebut karena tidak menguntungkan. Di kondisi inilah pemerintah kemudian berhadir untuk menjembatani permasalahan yang timbul dengan memberikan subsidi kepada rute tersebut sehingga mengurangi biaya yang harus dikeluarkan oleh operator, dan masyarakat tetap mendapatkan akses terhadap transportasi yang dibutuhkan. Rute ini kemudian dikenal rute atau lintasan perintis. Rute perintis adalah rute tranportasi yang menghubungkan dua wilayah yang belum tersedia atau belum cukup tersedia moda tranportasi. Berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri Perhubungan (PM) No. 73 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Subsidi Angkutan Jalan Perintis, PM No. 104 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Penyeberangan, kriteria terhadap penetapan rute perintis adalah: 1. Menghubungkan wilayah terisolasi dan/atau belum berkembang dengan kawasan perkotaan yang belum dilayani moda transportasi, 2. Menghubungkan daerah terdepan, terluar, dan tertinggal dengan wilayah yang sudah terbangun di wilayah Indonesia, 3. Melayani daerah yang terkena dampak bencana alam, dan 4. Menghubungkan daerah yang secara komersil belum menguntungkan untuk dilayani oleh penyedia jasa angkutan. Untuk tahun 2022, Pemerintah Aceh telah mengusulkan rute dan lintasan perintis untuk angkutan udara dan angkutan penyebarangan di Aceh. Untuk rute penerbangan perintis, terdapat 11 usulan rute dengan rincian Banda Aceh – Sinabang, Banda Aceh – Kutacane, Banda Aceh – Gayo Lues, Banda Aceh – Takengon, Banda Aceh – Blang Pidie, Banda Aceh – Singkil, Banda Aceh – Tapak Tuan, Medan – Blang Pidie, Medan – Gayo Lues, Takengon – Singkil, dan Takengon – Sabang serta sebaliknya, dengan frekuensi penerbangan 1-3 kali seminggu. Untuk lintasan penyeberangan, terdapat 4 rute lintasan penyeberangan perintis, yaitu Singkil – Pulau Banyak, Ulee Lheue – Lamteng, Ulee Lheue – Seurapong, dan Calang – Sinabang serta rute sebaliknya. Melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Utara telah membangun prasarana perkeretaapian yang akan menghubungkan Aceh dan Sumatera Utara. Di samping itu juga, pemerintah telah mengimplementasikan program angkutan barang tol laut untuk mengurangi disparitas harga antar wilayah. Menakar Tingkat Kepentingan Rute Perintis Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, terdapat empat kriteria penetapan rute perintis. Penetapan empat kriteria tersebut tentu saja bukan tanpa alasan. Jika ditelisik lebih dalam, terdapat dua alasan utama dalam penetapan rute perintis. Alasan pertama adalah untuk membuka keterisoliran daerah. Hal tersebut terlihat dari kriteria penetapan lintasan yang menyasar rute yang belum dilayani oleh moda transportasi, menghubungkan wilayah yang tergolong dalam kategori 3T, serta menjangkau wilayah yang terkena bencana alam. Wilayah 3T umumnya memiliki kendala terhadap akses terhadap pelayanan, baik pelayanan dasar, pelayanan kesehatan, lembaga keuangan, serta pasar dan aktivitas ekonomi. Sebenarnya, daerah terdepan dan terluar mempunyai potensi sumber daya alam dan pariwisata yang cukup melimpah. Namun potensi sumber daya alam tersebut masih tidak bisa dimaksimalkan karena sulitnya proses pengiriman hasil sumber daya alam ke wilayah lain. Hal tersebut juga berlaku terhadap potensi wisata yang dimiliki daerah. Dengan bentangan alam yang luas dan indah, potensi ini belum dapat dikembangkan secara optimal akibat sulitnya akses bagi masyarakat luar dan pendatang. Melalui penyediaan subsidi kepada rute perintis, diharapkan wilayah 3T dapat diakses dengan mudah. Hal ini sesuai dengan visi misi pemerintah untuk membangun Indonesia dari pinggiran dengan menguatkan sisi sosial, ekonomi, dan pembangunan sumber daya manusia. Dengan kemudahan akses ke daerah, maka alasan kedua pengembangan ekonomi kawasan menjadi terpenuhi. Diharapkan setelah terbukanya keterisoliran daerah, maka aksesibilitas akan meningkatkan pertumbuhan perekonomian. *** Dari penjabaran tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembukaan rute perintis penting untuk dilakukan, demi mendukung percepatan pembangunan dan pengentasan kemiskinan daerah. Pemerintah terus berupaya untuk menjalankan program pengentasan kemiskinan dengan cara meningkatkan sarana dan prasarana dalam mendukung peningkatan konektivitas, integrasi, dan pemerataan wilayah. Hal ini tentunya tidak terlepas dari sinergi dan kerja sama yang baik antara pemerintah dengan seluruh stakeholder terkait agar memberikan manfaat sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat. (Putra Randa) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya:

Titik Retak

Setiap hulu akan berujung pada hilir, begitu pun hilir akan bertemu dengan lembah ataupun samudera. Langkah pertama menjadi penentuan untuk hasil akhir. Semestinyalah percaya bahwa semua perjalanan akan ada rintangan yang memiliki dua pilihan : memulai dengan kanan ataukah kiri. Senja kala. Akhir selalu bertemu awal yang lain. Rasa takut menyelimuti Langkah berikutnya. Seperti gelap yang kemarin. Esok selalu ada harapan. (KMP. Aceh Hebat 2, 28 November 2021) Ujung tidak bermakna berakhir dan rampung, akan tetapi menjadi pangkal untuk langkah selanjutnya. Ada satu catatan penting dari sebuah awal, harus dirancang atau direncanakan sebaik mungkin hingga menyenangi tantangan terkecil sekalipun. Sesuatu yang tidak terpikirkan kebanyakan orang, terkadang dapat mendekatkan yang jauh, dengan demikian jangan menolak sesuatu yang tidak dimengerti. Memulai setiap perjalanan harus menyiapkan strategi, karena di tengah perjalanan akan dihadapkan oleh rintangan dan hambatan. Seumpama gangguan cuaca yang dihadapi seorang pilot saat menerbangkan pesawatnya, pastinya telah menyiapkan standar untuk menjadi pegangannya. Begitu pun jika sebuah kebijakan dijalankan di suatu wilayah, perlu diciptakan sebuah patron mendekatkan semua usaha pada sasaran yang ditetapkan, tujuan bahkan outputnya dalam jangka waktu tertentu yang selalu memiliki awal dan akhir. Gagasan selalu memperkuat sebuah permulaan yang kemudian bergerak dengan kecepatan dan arah untuk mancapai tujuan, seperti pesawat terbang yang berawal dengan take off untuk “mengejar” tujuan, pilot tentu sudah bersiap untuk landing dengan mulus. Seperti gangguan cuaca, realisasi ini penuh dengan guncangan yang keras. Jika tidak diperhitungkan sejak dini, guncangan itu akan berwujud menjadi titik retak yang dapat mencelakakan. Membahas titik retak, Buku Mr. Crack Dari Pare-pare karangan A. Makmur Makka menuliskan bahwa crack propagation yang amat penting dan serba sulit hasil penemuan BJ Habibie cukup memesonakan hati. Ia menemukan satu cara yang sebelumnya masih misterius untuk memprediksi umur material pesawat yang berpotensi mengalami “kegagalan” material akibat adanya retakan atau crack. Teori BJ Habibie atau Crack Progression Theory adalah teori yang menjelaskan tentang titik awal retakan pada sayap dan badan pesawat yang sering mengalami guncangan keras baik ketika take off maupun landing. Teori yang ia buat berhasil menghitung letak dan besar retakan pada konstruksi pesawat. Sebab, BJ Habibie membuat teorinya dengan sangat detail, bahkan hingga ke tingkat atom. sehingga pesawat jauh lebih aman meski ada gangguan cuaca, mengurangi kegagalan dan maintenance-nya jauh lebih mudah. Oleh sebab itu, Habibie dijuluki “Mr. Crack” dalam dunia penerbangan. Dalam aktivitas sosial, praktik teori keretakan sering mengakibatkan perselisihan dan perseteruan. Banyak yang tidak sependapat bahwa kemiskinan adalah satu titik retak, bahkan masih dikelola untuk “mengejar” kepentingan pada musim-musim tertentu. Kegagalan demi kegagalan kian menjadi catatan biografi yang diagungkan, keretakan semakin mewarnai pergolakan awal atau akhir sebuah langkah. Titik retak telah melemahkan serta menghancurkan sendi utama tatanan sosial. Akhirnya, berujung pada kegagalan strukur yang berakibat pada kerugian dan kehancuran kepercayaan. Belum ada keputusan agar keretakan harus dideteksi lebih awal, karena “keretakan” hanya untuk menakut-nakuti sesama. Sebenarnya kegagalan dapat diprediksi dari perancangan awal atau langkah pertama yang diambil. Antisipasi titik retak pertama pada pesawat yang begitu sulit dipecahkan kini telah menemukan resep mujarabnya. Namun, bagaimana dengan solusi terhadap keretakan sosial yang terjadi setiap harinya di depan pelupuk mata? Sengajakah ia diciptakan? Sebenarnya kita tahu sebab musabab dimana titik awal keretakan sosial terjadi. Berpangkal pada penodaan kepercayaan akibat kesenjangan yang terjadi terus menerus. Mr. Crack ikut buka suara bahwa kejujuran dan kepercayaan adalah pokok keberhasilan dan kesejahteraan, “Kalau kita saling percaya maka perjanjian dua hal saja cukup. Sebaliknya, kalau kita berdua tidak saling percaya perjanjian tertulis setebal buku pun tidak akan menolong”. Kejujuran dan kepercayaan akan mengisi ruang retak secara perlahan jika ia dilakukan pemeliharaan rutin. Seperti halnya pola retak, meski telah dipoles sedemikian rupa pasti meninggalkan jejak luka. Namun, jejak ini masih dapat berpucuk kegagalan maupun keberhasilan jika kendali di tengah perjalanan itu tetap pada poros hakikatnya. Poros itu akan membawa pada satu persimpangan menuju kemakmuran atau kemiskinan. Perjalanan pengembangan “mengejar” kesejahteraan, BJ Habibie mengarahkan pada sebuah kalimat sederhana yang disebut program “mulai dari akhir dan berakhir dari awal”. Terasa tidak mudah untuk memahami konsep ini atau tidak bersedia mengerti, akan tetapi beberapa konsep lain ternyata tidak juga menunjukkan keampuhannya sampai saat ini. (Junaidi Ali) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya cek di: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Terima Kasih Pak Junaidi Atas Dedikasi untuk Dishub Aceh

Terkadang, pertemuan dan perpisahan terjadi terlalu cepat. Namun kenangan dan perasaan tinggal begitu lama. Itulah yang dirasakan oleh segenap keluarga besar Dinas Perhubungan Aceh kala melepas kepergian Bapak Junaidi, Kadishub Aceh periode 2018 – 2022, yang kini menjabat Asisten II Sekretariat Daerah Aceh, pada acara perpisahan yang helat hari ini, Rabu, 2 Februari 2022. Perpisahan yang berlangsung penuh keakraban ini dibuka oleh Sekretaris Dinas Perhubungan Aceh, T Faisal, ST., MT., yang kini menjabat Plt Kepala Dinas Perhubungan Aceh. Faisal, dalam sambutannya menyebutkan, hari ini menjadi hari yang sulit bagi segenap keluarga Dinas Perhubungan Aceh melepas kepergian Pak Junaidi ke tempat kerja baru, setelah 19 tahun berkarya di sektor perhubungan Aceh. Namun, sebutnya lagi, tentu sebuah kebanggaan bagi Dishub Aceh, salah satu kadernya dipercayakan oleh pimpinan ke level yang lebih tinggi. “Bagi saya Pak Jun bukan hanya kolega kerja dan senior, tapi juga sebagai abang sangat sabar, hangat dan tentu sangat inspiratif. Saya belum pernah menemukan pimpinan yang sangat komplit seperti beliau, ilmunya, pengalamannya dan sebagainya,” ungkap Faisal penuh haru. “Terima kasih atas dedikasi dan legacy yang ditinggalkan di Dishub Aceh. Kini sudah sepatutnya tugas kami sebagai penerus melanjutkan estafet pembangunan untuk melahirkan transportasi Aceh yang berkeadilan,” sebutnya. Pada kesempatan yang sama, Junaidi menyampaikan banyak terima kasih kepada keluarga besar Dishub Aceh atas kebersamaan dan keakraban selama ini. Tidak lupa pula, ia memohon maaf atas segala kesalahan, baik sengaja maupun tidak, yang dilakukan selama ini. Ia berpesan kepada seluruh jajaran Dishub Aceh agar tetap semangat dalam memberikan dedikasi terbaik bagi transportasi Aceh. Meskipun, tambahnya, masih butuh waktu dan kerja keras untuk mewujudkan transportasi yang berkeadilan di Aceh. (AM) Simak Video 5 Citra Manusia Perhubungan https://www.youtube.com/watch?v=BaOAPB-bUmU

Usai Sea Trial, KMP. Aceh Hebat 2 Kembali Layani Penumpang

Keselamatan pelayaran merupakan faktor penting dalam pelayanan transportasi penyeberangan. Oleh sebab itu, KMP Aceh Hebat 2, yang baru saja selesai docking/perawatan tahunan, perlu dilakukan serangkaian pengujian dan pemeriksaan sebelum kembali beroperasi. Di antaranya, pelaksanaan sea trial yang diawasi langsung oleh Marine Inspector dari Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Wilayah I Aceh, Jumat, 28 Januari 2022. Sea trial meliputi pemeriksaan dan pengujian alat keselamatan, navigasi, performa mesin, dan pemenuhan Syarat Pelayanan Minimum (SPM). Pengujian ini adalah prosedur wajib yang harus dilalui sebelum kapal kembali beroperasi setelah docking tahunan. Seperti diketahui, docking tersebut merupakan proses yang wajib dilakukan sesuai regulasi sebagai salah satu upaya memelihara kapal agar tetap memenuhi persyaratan operasional pelayaran. Aktivitas docking bertujuan untuk memastikan kondisi kapal tetap dalam keadaan baik selama beroperasi. Hal ini tentu saja untuk menjamin keselamatan penumpang, sebagai pengguna jasa, saat kapal berlayar. Setelah selesai proses pengujian, kapal Aceh Hebat 2 langsung berlayar perdana malam ini dari Banda Aceh ke Sabang. Sehingga perjalanan masyarakat maupun wisatawan ke Pulau Weh, Sabang kembali berjalan normal. (AM)

Angkutan Perintis, Memudahkan Mobilitas

Di era kecanggihan teknologi saat ini, dunia sedang bersiap menyambut hadirnya model transportasi baru bernama Hyperloop. Di laman Grid.id disebutkan, Hyperloop mampu memindahkan penumpang menggunakan lonjakan magnet lebih dari 700 mil per jam. Hyperloop digadang-gadang menjadi salah satu transportasi terhebat pada era ini. Euforia kecanggihan teknologi pada ilustrasi di atas masih jauh dari realita yang dihadapi sebagian masyarakat Aceh saat ini. Alih-alih berbicara tentang kemajuan teknologi transportasi, sebagian masyarakat pedalaman dan wilayah terluar Aceh masih harus bergumul dengan pelbagai permasalahan klasik yang lazimnya jadi isu hangat di era 90-an ke belakang. Seperti tidak tersedianya layanan transportasi, susahnya melakukan perjalanan, hingga sulitnya mengakses layanan kesehatan dan pendidikan. Permasalahan itu hanya contoh kecil dari problematika transportasi yang dialami masyarakat, khususnya mereka yang mendiami wilayah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T). Masyarakat di pedalaman Kecamatan Simpang Jernih, Kabupaten Aceh Timur misalnya, untuk mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) saja menghabiskan waktu perjalanan (pulang-pergi) sehari ke ibukota kabupaten, Idi Rayeuk. Menurut cerita warga setempat pada 2019 yang lalu, mereka terpaksa menginap di rumah famili di Kuala Simpang bila perjalanan pulang sudah tidak memungkinkan karena takut kemalaman di tengah jalan. Atau contoh lainnya tidak usah jauh-jauh, Pulo Aceh, pulau yang cukup dekat dengan ibukota provinsi, juga masih minim akses transportasi. Keadaan ini tentu menyulitkan masyarakat untuk memperoleh layanan publik yang sudah menjadi hak mereka. Lihat saja berapa kasus orang sakit yang dirujuk paksa dari Pulo Aceh ke Banda Aceh menggunakan boat nelayan yang tidak ramah orang sakit. Belum lagi berita pahit yang sering kita dengar tentang ketidakhadiran guru di kelas disaat dia harusnya mengajar anak-anak di sekolah. Itulah sederet fakta menyedihkan di sekitar kita yang menjadi pekerjaan rumah pemerintah saat ini. Pekerjaan rumah yang saban tahun tak terselesaikan, namun tentu ada progres yang dilakukan karena masalah ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kita tentu sepakat, transportasi merupakan urat nadi pembangunan suatu daerah. Melalui transportasi, intensifitas pembangunan dan konektivitas wilayah pun akan terjadi. Dinamika ini, secara langsung maupun tidak, akan membuka keterisoliran wilayah, lalu akan berdampak dengan sendirinya pada pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal, serta mempermudah akses layanan publik. Berbagai upaya sudah dilakukan pemerintah, salah satunya menyediakan layanan angkutan perintis sebagai bentuk kehadiran negara bagi masyarakat di wilayah 3T. Layanan angkutan perintis berupa penyediaan jasa transportasi yang dioperasikan oleh perusahaan swasta, dan operasionalnya dibiayai oleh pemerintah. Layanan angkutan perintis diharapkan benar-benar berdampak nyata bagi kehidupan masyarakat. Bukan hanya mempermudah mobilitas dan distribusi barang, tapi pada hakikatnya, untuk meningkatkan kualitas hidup mereka menjadi lebih baik. (Amsal Bunaiya) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9 Selengkapnya: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Menakar Capaian Pembangunan Transportasi Aceh

Pembangunan Aceh berlangsung sangat dinamis sejak awal k e m e r d e k a a n Indonesia. Nuansa dan paradigma pembangunan diwarnai oleh suasana konflik tanpa jeda yang berkepanjangan dan silih berganti. Kondisi ini menyebabkan struktur pembangunan di Aceh tidak memiliki pondasi yang kokoh dan cenderung menimbulkan kerawanan ekonomi dan sosial. Di sektor transportasi misalnya, program-program peningkatan aksesibilitas dan konektivitas antar wilayah di Aceh terhambat oleh suasana konflik yang mencekam. Banyak penelitian yang menyimpulkan bahwa konflik Aceh berpengaruh negatif secara keseluruhan terhadap kinerja ekonomi, di mana angka pertumbuhan ekonomi Aceh periode 1990-2005 yaitu -2,5% pertahun dengan laju inflasinya mencapai 17,7% per tahun. Kondisi ini telah memperburuk tingkat kesejahteraan rakyat di mana pelayanan sektor kemiskinan, pendidikan dan kesehatan terus memburuk terutama di wilayah konflik. Pada masa-masa konflik tersebut, cita-cita pembangunan untuk sampai ke pelosok rimba, kawasan terpencil, dan wilayah kepulauan bak angan semata. Namun, qadarullah musibah besar pada akhir tahun 2004 berupa gempa bumi dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh secara fisik, psikologis, dan kelembagaan ternyata telah menghadirkan hikmah yang besar berupa perdamaian yang dihitam-putihkan dalam sebuah Nota Kesepahaman antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang kemudian dikenal sebagai MoU Helsinki. Saat ini, kesepakatan damai telah menjadi semangat dan inspirasi dalam membangun Aceh. Bahkan secara eksplisit dicantumkan pada poin pertama dalam diktum pertimbangan Qanun Aceh tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) pada periode 2012-2017 dan 2017- 2022. Sektor perhubungan merupakan salah satu fokus layanan urusan wajib non-dasar yang diamanatkan sebagai satu misi RPJMA periode 2017-2022, yaitu pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur terintegrasi dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu strategis pengembangan infrastruktur dasar dan konektivitas antarwilayah (Aceh Seumeugot) diharapkan dapat menurunkan kesenjangan antar wilayah dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh sesuai dengan RTRW Aceh, yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan kualitas hidup masyarakat Aceh. Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh mengambil peran dalam pencapaian misi ke-10 tersebut sebagai salah satu perangkat daerah yang bertanggung jawab terhadap sektor transportasi Aceh, sehingga Visi Gubernur Aceh Terpilih yaitu “Terwujudnya Aceh yang Damai dan Sejahtera Melalui Pemerintahan yang Bersih, Adil dan Melayani” dapat terwujud. Dishub Aceh juga merupakan salah satu perangkat daerah terkait pada misi ke-1 “reformasi birokrasi menuju pemerintahan yang adil, bersih, dan melayani”, serta misi ke-8 “membangun dan mengembangkan sentra-sentra produksi, industri dan industri kreatif yang kompetitif” khususnya mendukung Program Pengembangan Destinasi Pariwisata Aceh. Dishub Aceh berupaya meningkatkan konektivitas antarwilayah melalui strategi peningkatan dan pengembangan subsektor perhubungan darat, laut, dan udara. KMP. Aceh Hebat 1, KMP. Aceh Hebat 2, KMP. Aceh Hebat 3, Angkutan Massal Trans Koetaraja, peningkatan layanan pelabuhan penyeberangan dan terminal tipe B, penataan sistem dan standar pelayanan, serta keterbukaan informasi, merupakan puzzle-puzzle kecil dari cita-cita besar pelayanan transportasi yang berkeadilan untuk memajukan wilayah Aceh secara berimbang. “Tak Ada yang Tak Mungkin” dan “Tak Ada yang Sempurna” adalah dua kalimat yang sering dihadapkan ketika berbicara tentang suatu harapan dan capaian. Pemahaman pemangku kepentingan dan kebijakan terhadap arti pentingnya peran transportasi akan melahirkan dukungan dalam bentuk regulasi, anggaran dan sumber daya manusia, hingga pada akhirnya semua sasaran menjadi logis dan mungkin untuk diimplementasikan. Namun sebaik apapun sebuah rencana, upaya dan kesungguhan pelaksanaannya, tetap saja tidak akan sampai pada hasil yang sempurna. Semua capaian maksimal kita hanyalah pada titik optimal, itupun sebuah titik yang masih akan diperdebatkan berdasarkan perspektif dan kepentingan masing-masing. Lalu bagaimana sikap kita? Menurut kami, suatu capaian yang diraih dengan kesungguhan dan segala keterbatasan harus diapresiasi sebagai sebuah kebanggaan agar setiap orang mendapat reward atas peran dan pengabdiannya. Dan atas keterbatasan dan kegagalan pencapaian titik optimum yang dicita-citakan, maka permohonan maaf adalah upaya terakhir untuk meminta pemakluman atas berbagai kondisi yang perlu dipahami. Wallahuálam (Diana Devi) Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8 Selengkapnya cek di: https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Berapa Jumlah Penumpang Trans Koetaradja Tahun 2021?

Bus Trans Koetaradja hadir di Banda Aceh sebagai moda transportasi yang melayani perjalanan masyarakat kota untuk berkegiatan sehari-hari. Angkutan massal perkotaan ini menjadi solusi awal mengurai kemacetan di jalan raya yang kian meningkat tahun demi tahun. Saat ini, mayoritas pengguna jasa masih didominasi oleh kalangan pelajar dan mahasiswa. Hal ini terlihat dari data yang muncul pada grafik, di mana jumlah penumpang pada koridor 1 (Pusat Kota – Darussalam) mencapai 435.141 penumpang. Tingginya pengguna jasa Trans Koetaradja pada koridor ini cukup logis, mengingat ramainya mahasiswa yang menimba ilmu pada 2 kampus ternama di Aceh. Lalu bagaimana kondisi pengguna jasa Trans Koetaradja pada koridor lainnya? Dan, kira-kira menurut Rakan Moda, penumpang di koridor lainnya dominasi oleh kalangan mana, ya? Bagikan pendapatnya di kolom komentar, ya! (AM) Selengkapnya Klik Jumlah Penumpang Trans Koetaradja Tahun 2021

Suasana Keseharian Terminal Tipe B Bener Meriah

Terminal Tipe B Bener Meriah menjadi salah satu simpul transportasi darat yang melayani perjalanan masyarakat di wilayah tengah Aceh. Supaya menjadi sarana transportasi yang representatif bagi pelayanan mobilitas masyarakat, Dishub Aceh melalui UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B telah melakukan berbagai pembenahan pada terminal ini. Selain pembenahan secara fisik, pembenahan juga dilakukan pada tata kelola pelayanan terminal. Pembenahan terminal ini menjadi lebih moderen guna menjawab tantangan yang cukup komplek serta beradaptasi dengan kondisi angkutan umum saat ini. Di samping itu, Dishub Aceh juga berupaya lebih kreatif untuk menghidupkan suasana terminal, seperti pengembangan pelayanan fasilitas berbasis teknologi informasi, serta memperluas fungsi terminal agar dapat juga dijadikan sebagai area publik yang nyaman. (AM)

Kenang 26 Tahun Tenggelamnya KMP Gurita, Ahli Waris Gelar Doa Bersama

Para ahli waris, penumpang, dan kru kapal KMP BRR menggelar doa bersama mengenang 26 tahun tenggelamnya Kapal Penyeberangan KMP Gurita yang terjadi pada 19 Januari 1996 silam. Selain doa bersama, juga dilakukan tabur bunga pada titik lokasi tenggelamnya KMP Gurita dari atas KMP BRR, Rabu, 19 Januari 2022. Peristiwa tenggelamnya KMP Gurita terjadi di perairan Ujoeng Seuke menjelang bulan Ramadhan, tepatnya 3 hari sebelum hari pertama puasa. Saat itu, kapal bertolak dari Pelabuhan Penyeberangan Malahayati, Aceh Besar menuju Pelabuhan Penyeberangan Balohan, Sabang pada pukul 18.45 WIB dengan membawa 378 penumpang. Sebanyak 40 penumpang selamat dari musibah ini. Sedangkan 54 penumpang dinyatakan meninggal, dan 284 lainnya hilang bersama karamnya KMP Gurita. Mari sejenak kita kirimkan doa terbaik kepada para syuhada, semoga mereka ditempatkan pada tempat terbaik di sisi Allah SWT. Amin. (AM)