Dishub

Trans Kutaraja Tanggap Pencegahan Penyebaran Virus Corona

*Mencegah lebih baik dari Mengobati Dinas Perhubungan Aceh berupaya melakukan pencegahan terhadap penyebaran virus covid19 (corona). Sesuai slogan, mencegah lebih baik dari mengobati, UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja melakukan sosialisasi pencegahan terhadap corona di dalam Bus Angkutan Massal TransKoetaradja, Banda Aceh, 04/03/2020. Para pramugara bus membersihkan bagian bus yang sering disentuh oleh penumpang terutama pegangan gantung dan railing besi di pintu masuk/ keluar bus. “Ini hari pertana kita melakukan sosialisasi untuk pencegahan para rute Blang Bintang, karena rute ini didominasi penumpang yang berpergian ke Bandara maupun sebaliknya,’ kata Zikri, pengawas Operasional Trans-K. Pembersihan dilakukan dua kali sehari, pada saat siang hari dan sore hari. Diharapkan semoga masyarakat tetap tenang dan nyaman menggunakan transportasi umum bus Trans Koetaradja. (HM)

LOMBA FOTO SELFIE

Mau dapetin 2 Tiket Kapal Cepat Express Bahari Banda Aceh-Sabang (PP) Kelas VIP ?? Ikuti LOMBA FOTO SELFIE angkutan umum Aceh cek infonya di twitter Dishub Aceh, atau klik disini

Pemerintah Belanda Rehab Pelabuhan Malahayati

Aceh merupakan kawasan di Asia yang mempunyai latar belakang sejarah yang panjang mengenai perdagangan maritim dan kepelabuhanan. Pelabuhan-pelabuhan di Aceh merupakan pelabuhan tertua di jalur Selat Melaka. Namun kegemilangan dan kejayaan Aceh di bidang perdagangan maritim dan kepelabuhan ini tidak berkembang dan berlanjutan sehingga ke hari ini. Pelabuhan Malahayati salah satunya yang sejak dulu disinggahi oleh pedagang dari Cina yang kemudian dikenal dengan sebutan Lamwuli. Lamwuli yang dimaksud yaitu Kerajaan Lamuri yang letaknya tidak jauh dari posisi Pelabuhan Malahayati saat ini. Pelabuhan ini merupakan sebuah pelabuhan yang sudah ada dan dibangun sejak zaman Sultan Iskandar Muda. Oleh masyarakat Aceh, kata Lamuri kemudian berubah menjadi Lamreh. Pelabuhan tua ini kemudian diambil alih oleh PT Pelindo pada tahun 1970. Pelabuhan ini pernah menjadi salah satu pelabuhan transit ke Pulau Sabang di era 80- an. Kemudian pelabuhan tersebut beralih fungsi menjadi tempat persinggahan kapal. Pelabuhan Malahayati ini sebelumnya dikenal sebagai pelabuhan penyeberangan kapal-kapal besar. Pelabuhan Malahayati pada era 90an merupakan salah satu akses penyeberangan ke Sabang dan ke Belawan. Kapal yang mengangkut penumpang ke Belawan juga relatif banyak. Namun seiring berkembangnya dunia transportasi, maka perlahan-lahan para pengguna moda laut yang menuju ke Medan pun banyak beralih ke moda transportasi darat. Akhirnya rute ke Belawan pun akhirnya tak ada lagi. Saat tsunami, lokasi pelabuhan ini pun ikut terkena imbas gelombang pasang air laut. Beberapa saat pelabuhan ini tidak bisa disinggahi kapal. Namun pasca tsunami sekitar satu minggu pelabuhan Malahayati menjadi salah satu pengiriman logistik melalui jalur laut, begitu juga banyak relawan yang menggunakan moda laut melalui pelabuhan Malahayati. Pasca bencana menghancurkan sebagian dermaga Malahayati, Pemerintah Belanda membantu rehabilitasi Pelabuhan Malahayati yang rusak akibat tsunami, di posisi Kade 3. Bantuan yang berasal dari multi donor dan masyarakat Belanda tersebut mengalokasikan dananya sebesar US$ 8,2 juta. Selain merehabilitasi dermaga, beberapa fasilitas baru pelabuhan juga dibangun. Dengan pelabuhan itu, berbagai bahan baku rekontruksi bisa dipasok lebih cepat. Berkat pembangunan dan perbaikan kembali, akhirnya pada tahun 2007, pelabuhan ini dapat digunakan dan beroperasi lagi. Sekarang, melalui PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) I fokus untuk mengembangkan fasilitas pelabuhan Malahayati, Krueng Raya Aceh Besar berupa perluasan tempat penampungan box (kontainer) hasil bongkar muat. Selain itu juga melakukan renovasi dermaga atau jembatan pelabuhan. Seperti diketahui, Pelindo 1 Malahayati kini telah dilengkapi dengan fasilitas Peti Kemas. Pelabuhan Malahayati resmimenjadi pelabuhan peti kemas pada tanggal 05 Agustus 2016. Seperti yang diungkapkan oleh General Manager Pelindo I Cabang Malahayati Sam Arifin Wiwi “peti kemas selama ini meningkat dari tahun ke tahun berkisar 10.000 box atau dengan rata-rata per bulan sekitar 1000 box kontainer”. Menurutnya selama ini terus terjadi peningkatan volume pembongkaran di pelabuhan Malahayati, karena selain lebih aman, moda transportasi laut lebih murah dan cepat. Arus peti kemas (throughput) melalui Pelabuhan Malahayati terus meningkat. Pelabuhan Malahayati secara geografis lebih dekat dangan kawasan Eropa dan Timur Tengah, selain sangat memungkinkan untuk direct call (angkutan langsung), sehingga produk ekspor asal Aceh bisa diangkut langsung dari Malahayati tanpa lewat Belawan atau Tanjung Priok lagi. Pelabuhan Malahayati diharapkan menjadi terminal peti kemas ketiga yang dikelola Pelindo I, setelah Belawan (Medan) dan Perawang (Riau). (Dewi) Versi cetak digital dapat diakses dilaman : https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/ Simak video nya dibawah ini :

Jalan Sri Ratu Safiatuddin Akan Dijadikan Jalur Satu Arah

Banda Aceh merupakan Ibu Kota Provinsi Aceh yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Kota Banda Aceh terletak di ujung pulau Sumatera dengan masyarakatnya berasal dari daerah yang berbeda-beda. Banyaknya penduduk ditambah adanya urbanisasi ke Banda Aceh menjadikan kota ini semakin padat. Tak terkecuali kepadatan kendaraan sangat terasa pada jam sibuk mulai pukul 07.00-18.00 WIB. Seperti pada jalan Sri Ratu Safiatuddin di Simpang Lima. Kawasan ini dipenuhi dengan perkantoran, perhotelan, pusat kuliner, dan pasar induk Peunayong. Karena hal ini, menjadikan kawasan tersebut banyak dilalui oleh kendaraan. Permasalahan ini seperti yang diungkapkan Sekertaris Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh, Muhammad Zubir, S.SiT, M.Si, didampingi Rahmy Wahyuni, S.T., staf  Bidang Lalu lintas dan Angkutan Jalan, saat ditemui tim Aceh TRANSit Kamis (27/02/2020) di ruang kerjanya. Menurut Zubir, Dishub Kota Banda Aceh telah melakukan survei awal terkait Rekayasa Lalu Lintas Satu Arah melibatkan dosen dan mahasiswa Teknik Sipil Unsyiah. Rahmy Wahyuni yang ditunjuk sebagai koordinator telah melakukan survei tanggal 1 dan 3 Februari 2020 tepatnya hari libur dan hari kerja pada pukul 07.00-21.30 WIB untuk melihat banyaknya kendaraan yang menggunakan jalan tersebut. “Kita bisa lihat bahwa di jalan ini banyak kendaraan yang parkir di badan jalan, sehingga mengganggu aktivitas kendaraan dua arah,” ungkapnya. Dilanjutkan Zubir, upaya ini untuk mengurangi kemacetan di jalan Sri Ratu Safiatuddin. Dishub Kota Banda Aceh berencana menjadikan jalur satu arah dimulai dari Jalan Sri Ratu Safiatuddin menuju Jalan Ahmad Yani dilanjutkan ke Jalan Khairil Anwar dan berakhir di Jalan Panglima Polem. “Tindak lanjut dari Rekayasa Lalu Lintas Satu Arah ini akan dilakukan diskusi dengan beberapa stakeholder terkait,” pungkas Zubir. (CT)

N219, Sepenuhnya Karya Anak Bangsa

Temperatur Bandung saat itu agak terik. Sang Surya juga tak segan-segan m e n a m p a k k a n dirinya dengan gagah. Landasan panjang hitam dengan warna semakin memudar memberikan irama decit ban mesin terbang tersebut. Dari lantai atas gedung yang pernah mencetak sejarah dirgantara itu tampak barisan bukit dan pemukiman di lembahnya. Sesekali dari jauh terdengar suara mesin yang dihidupkan dan hendak mengangkasa di udara bersama cita-cita mereka yang tinggi. Mereka begitu fokus dengan mesin itu. Ada yang sibuk dengan interiornya, ada pula yang sibuk dengan rangka baja bakal pesawat terbang itu sendiri. Ada yang terus mengecek komponen kecil atau bahkan mempersatukan komponen tersebut menjadi burung mesin raksasa. Ada isu besar yang harus kita pertimbangkan saat pesawat terbang diciptakan oleh anak bangsa. Cita-cita yang digantungkan pada aksesibilitas dan potensi anak bangsa jangan sampai terserap oleh pasar internasional, ada hasrat ingin membangun bangsa namun terjerat jarak dan loyalitas. Hal ini khususnya menjadi penting karena khazanah besar dari apa yang lazim menjadi cita-cita anak bangsa. Suatu anugerah besar dapat menapaki tanah dimana kejayaan dirgantara Indonesia akan mengepak ke semesta. Seorang lelaki paruh baya berpakaian batik lengan panjang dan celana hitam panjang mulai membawa cita-cita itu kembali ke rangkulan negeri ini. Beliau Palmana Banandhi, pria berzodiak Scorpio berasal dari Tegal merupakan Program Manager Pesawat N219 PT. Dirgantara Indonesia (PTDI). Vakum dengan program pengembangan membuat Palmana dan rekan-rekannya memutar otak untuk menciptakan sebuah terobosan dengan tantangan keuangan, diakui hal ini sangatlah sulit. “Engineering itu harus punya sesuatu atau karya baru. Karena itu, kami berpikir bagaimana membuat pesawat sederhana tapi tidak memerlukan anggaran yang gede. Di situlah kawan-kawan melakukan kajian, pesawat kecil seperti apa yang bisa dikembangkan. Maka tercetuslah N219 dari pemetaan kondisi dan situasi yang ada,” jelasnya dengan mata berbinar. Kondisi geografis Indonesia yang dikelilingi perbukitan dan dataran tinggi dan landasan pacu yang relatif pendek juga menjadi gagasan awal menciptakan N219. Di samping itu juga, konektivitas dan peningkatan ekonomi serta mitigasi bencana menjadi esensi penting terwujudnya mesin terbang raksasa ini. Pesawat ini dirancang dengan sistem pendeteksi atau disebut terrain awareness warning system (TAWS) yang dapat digunakan untuk menvisualisasikan perbukitan dalam bentuk 3D sehingga memudahkan pilot bermanuver. TAWS ini dapat difungsikan dengan rentang ketinggian terbang 5000 – 10.000 kaki. Pesawat N219 ini juga bersifat multifungsi, dapat digunakan untuk angkutan penumpang, barang dan bahkan ambulans udara. Model setting-an dengan perubahan konfigurasi kabin pesawat dapat disetel dan interiornya juga dapat berganti sesuai kebutuhan. Kabin ini juga dilengkapi dengan freezer, peralatan medical evacuation, kargo, pallet-pallet dan peralatan pengikat kargo. “Saat ini, tenaga kerja yang ada jauh berbeda dari kondisi yang ada dari zaman Pak Habibie mengembangkan N250. Engineer yang ada masih sangat lengkap dan didukung juga dengan tenaga-tenaga asing untuk mem-backup. Namun, ini tidak menjadi kendala bagi kita. Potensi anak bangsa yang sungguh luar biasa tidak menyurutkan keinginan kita sedikit pun,” ungkapnya dengan rona semangat menyeruak. Ini merupakan total hasil pemikiran anak bangsa, tidak ada campur tangan tenaga asing. Hampir 220 engineer yang terlibat langsung dalam pengembangan pesawat N219 dan bagian production line juga terlibat 400 mekanik dalam perakitan N219. Semuanya merupakan putra putri bangsa Indonesia. Sebagian generasi baru juga diikutsertakan untuk kepentingan masa depan melanjutkan estafet pengembangan N219 berikutnya. Ada sekitar 300 engineer baru yang dididik untuk menjadi ahli pesawat terbang di PTDI. Saat ini, komponen pesawat masih harus diorder dari perusahaan asing karena Indonesia sendiri belum memiliki industri yang mampu memasok komponen pesawat. Sehingga, banyak komponen ini masih diambil dari perusahaan luar, khususnya dari Amerika. “Namun, ada beberapa komponen yang telah kita ajak dari industri dalam negeri seperti kaca depan dan tutup redeem pesawat. Panel-panel interior juga sudah mulai melibatkan industri-industri dalam negeri. Kedepan, diharapkan semua komponen dapat diproduksi lokal. Dengan program ini bukan hanya PTDI yang tumbuh, namun industri-industri lain juga kita ajak bersama. Nantinya, PTDI tidak berdiri sendiri, betul-betul dari Indonesia untuk Indonesia,” jelasnya lagi. Nantinya, pengembangan N219 juga dapat ditingkatkan menjadi transpotasi amfibi, yang dapat mendarat di perairan. Sehingga, wilayah-wilayah kecil di pinggir laut tidak perlu membangun bandara. “Kami juga berterima kasih kepada Pemerintah Aceh yang telah memberikan penghargaan kepada kami dan mendukung produk-produk anak bangsa. Mudah-mudahan dapat kita realisasikan menjadi sesuatu yang nyata,” pungkasnya dengan senyum lebar menghiasi wajahnya. (Syakirah) Versi cetak digital dapat diakses dilaman :   Simak video nya dibawah ini :

Terminal Tipe B Pidie Jaya Akan Segera Beroperasi

Terminal Tipe B Pidie Jaya perlu segera diaktifkan operasionalnya guna meningkatkan pelayanan kepada penumpang dan diharapkan dapat berdampak secara okonomi kepada masyarakat sekitar. Upaya percepatan pun dilakukan oleh Dishub Aceh bersama Dinas Perhubungan Pidie Jaya melalui pembentukan forum percepatan pengoperasian Terminal Tipe B Pidie Jaya. Menindaklanjuti pembentukan forum tersebut, Kepala UPTD Penyelenggaraan Terminal Tipe B, Erizal melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait di Pidie Jaya agar Terminal Tipe B Pidie Jaya beroperasi dengan cepat, Kamis (27/02/2020). Salah satunya terkait pemindahan loket angkutan penumpang dari pasar Meureudu ke dalam lokasi terminal. “Melalui koordinasi tersebut, semua pihak mendukung upaya pemindahan loket agar pelayanan terhadap penumpang di terminal dapat segera dilakukan,” sebut Erizal. Selain pemindahan loket, dishub aceh dalam waktu dekat akan melakukan inspeksi kendaraan (ramp check) berupa pemeriksaan administrasi, fisik, dan awak kendaraan, serta dalam perencanaannya akan melakukan revitalisasi bangunan terminal dengan konsep rest area. (AM)

LUNAS KAPAL? KAPALNYA DIBAYAR LUNAS?

Salam rakan moda! Kali ini kita akan berusaha untuk mengarungi lautan nan luas. Berpetualang bersama pelaut-pelaut, melihat bumi tanpa sekat dan garis lurus di ujung pandangan yang membatasi warna biru laut dan langit, dan tentunya memberi warna gradasi tersendiri. Eittss… namun sebelum jauh kita berpesiar keliling dunia, pernahkah rakan moda bertanya mengapa kapal dapat berlayar di lautan dan tidak tenggelam? Bagian kapal mana yang mampu menopang kapasitas kapal dan muatan yang besar sehingga tetap berdiri gagah di atas permukaan air? Pertanyaan rakan moda yang terngiang-ngiang dalam ingatan selama ini akan kita coba uraikan bersama di sini. Namun, adakah di antara rakan moda yang tahu tentang lunas kapal? Tapi bukan kapal yang dibeli dan dibayar lunas? Tenang… ini bukan tentang sistem pembayaran. Baiklah, rakan moda sekarang kita akan membahas apa sih “Lunas Kapal”? Kok ada ya istilah lunas di Kapal? Lunas merupakan bagian terbawah kapal yang terendam di dalam permukaan air. Lunas ini berfungsi melindungi dasar kapal apabila terjadi pergeseran atau gesekan dengan dasar perairan atau bila kandas serta juga sebagai penyeimbang kapal terhadap olengan yang mungkin terjadi saat berlayar. Lunas terdiri dari berbagai jenis yaitu lunas dasar, lunas tegak dan lunas lambung. Lunas dasar merupakan lajur kapal pada dasar yang tebalnya ± 35 % dari pada kulit kapal lainnya. Sedangkan lunas tegak ialah lunas yang tegak sepanjang kapal , tebalnya 5/8 lebih besar daripada lunas dasar pada 4/10 bagian lunas tegak di tengah–tengah kapal. Kapal besar pada umumya memiliki lunas lambung biasanya terdapat 1/4 – 1/3 dari panjang kapal pada bagian tengah. Nah, rakan moda yang sedang atau pernah naik kapal ke Sabang, Simeulue atau Pulau Banyak sudah tahu kan yang mana dinamakan lunas. Hati-hati jangan sampai lupa sama keselamatan rakan moda saat berlayar dan nyebur ke lautan karena khusyuk liatin lunas, atau nyebur gara-gara mikirin hutang yang belum lunas. (MS) Simak video tentang KM Sabuk Nusantara dalam video ini :

INTEGRASI PROGRAM MELALUI INOVASI KONEKTIVITAS

Pemerintah Aceh berhasil menempati peringkat ketujuh secara nasional sebagai daerah berkinerja baik dalam penurunan angka kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Aceh pada September 2019 turun sebanyak 9 ribu orang atau 0.31% dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin pada Maret 2019. Data tersebut bersumber dari rilis terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh pada 15 Januari 2020 lalu. Penurunan angka kemiskinan ini tidak membuat Pemerintah Aceh berpuas diri. Ada berbagai pekerjaan rumah lainnya yang harus dikejar agar angka kemiskinan terus menurun, salah satunya adalah membangun sinergitas antar sektor agar angka kemiskinan dapat turun secara lebih masif. Untuk mencapai hal tersebut, Kepala Bappeda Aceh Ir. Helvizar Ibrahim, M.Si., dan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Aceh, Safuadi, ST., M.Sc., PhD., berdiskusi dengan Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, ST., MT., untuk membicarakan kontribusi dalam rangka menurunkan angka kemiskinan di Aceh melalui sektor perhubungan, di Ruang Inovation Centre Dishub Aceh, Selasa, 25 Februari 2020. Integrasi program lintas sektor perlu diwujudkan agar pembangunan di Aceh menuju ke arah yang tepat. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Aceh pun akan bermuara pada integrasi program-program tersebut sehingga proses pembangunan tidak lagi berjalan secara parsial. Dalam kesempatan tersebut, Helvizar menyampaikan bahwa program pemerintah dalam pembangunan daerah harus menjadi stimulus yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Ada dua hal yang perlu dipastikan dalam pembangunan daerah sehingga dapat menurunkan angka kemiskinan. Pertama program tersebut dapat mengurangi beban masyarakat miskin. Kedua, program tersebut dapat membuat masyarakat berdaya secara ekonomi,” ujarnya. Apabila kedua hal tersebut terpenuhi maka kesejahteraan akan meningkat dan perekonomian masyarakat pun akan tumbuh dengan sendirinya. Oleh karena itu, pemberdayaan ekonomi masyarakat harus menjadi fokus pemerintah dalam pembangunan daerah. Pada kesempatan yang sama, Safuadi menilai ada beberapa program yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Aceh sebagai jalan pintas/shortcut dalam mengentaskan kemiskinan. Diantaranya adalah dengan memanfaatkan komoditi lokal Aceh untuk ekspor langsung ke luar negeri. Saat ini komoditi lokal Aceh diekspor melalui Pelabuhan Belawan, sehingga Provinsi Sumatera Utara secara tidak langsung tercatat sebagai “district of origin” ekspor dan berhak mendapatkan Dana Insentif Daerah (DID) dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia. “Aceh punya begitu banyak komoditi lokal yang tidak ada di daerah lain. Bila Pemerintah Aceh dapat memanfaatkan ini maka Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan bertambah, tentu perlu kolaborasi terintegrasi, terstruktur dan terukur dari semua pihak” ungkapnya. Selain itu, ekspor langsung dari Aceh akan menguntungkan para petani. Mata rantai distribusi logistik menjadi sedikit sehingga nilai jual petani akan tinggi. “Maka butuh sentuhan sektor perhubungan agar sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk kegiatan ekspor tersebut dapat berjalan,” ujar Safuadi. Menanggapi hal tersebut, Kadishub Aceh mengungkapkan bahwa pada tahun 2019 yang lalu Dinas Perhubungan Aceh telah menyelesaikan 2 kajian yang mendukung kegiatan ekspor tersebut. Pertama adalah study kelayakan pengembangan Bandara Maimun Saleh Sabang sebagai terminal kargo perikanan. Dan kedua adalah study kelayakan lintasan internasional Kuala Langsa – Penang. “Tindak lanjut dari kajian tersebut diperlukan “duduk bersama” untuk menghasilkan program lanjutan yang terintegrasi,” harap Junaidi. (AM)

Aceh Thanks The World

Mungkin ini hanya dianggap sebuah “legenda”, sebuah kisah dongeng yang diceritakan pada anak-anak di waktu senggang. Alam bergemuruh, angin semilir tapi tidak membawa kesejukan. Burung-burung beterbangan tanpa arah, sesekali hinggap sambil bersiul tanpa irama khasnya, mereka tampak cemas, ingin berteriak tapi tak ada yang paham “bahasa”nya. Tepat 15 tahun lalu, cerita itu tercetak sejarah. Gempa bumi waktu itu menggertak pagi, ia mengayun seantero Aceh. “Ie beuna, ie beuna (tsunami, tsunami –red),” teriak mereka dari pinggiran pantai menggelegar hingga ke daratan. Orang-orang tercengang, “hai, panee na ie laot teuka u darat, bek ta peugah yang hana-hana hai nek (mana ada air laut menyeruak ke daratan, jangan mengada-ngada wahai nenek-red)”. Tanpa pertanda, gelombang tinggi berdiri tegak di belakang mereka, ia siap mengejar dan menyapu habis apa saja yang berniat menghadangnya tanpa terkecuali. Ia murka dalam diam. Aceh “butuh” waktu yang cukup panjang untuk membenahi diri, bangkit dari keterpurukan yang hampir dianggap “kota mati” saat itu. Struktur dan infrastruktur kota yang porak-poranda karena bencana tsunami membungkam para relawan yang ikut andil hendak membangun kembali Aceh. Dalam keputusasaan, terbesit harapan kala relawan dan bantuan menyentuh tanah Aceh. Tak lama berselang, Dunia buncah dengan bencana Aceh saat itu. Dengan cekatan dan sigap, seluruh dunia meminta pintu Aceh dibuka lebar. Pesawat darurat, para relawan, logistik dan seluruh kebutuhan siap dalam hitungan jam, hanya menunggu gerbang itu terbuka saja. Peluh yang kian deras mengalir di sekujur tubuh tak menyurutkan motivasi mereka untuk mengevakuasi korban bencana. Saat itu, asa kembali mengalir ke pembuluh nadi Rakyat Aceh. Pemerintah pusat pun kemudian membentuk badan khusus untuk menangani Aceh. Lembaga ini diberi nama Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi NAD – Nias atau yang lebih dikenal dengan nama BRR. Saat itu, BRR memegang peranan penting dalam proses perbaikan Aceh, karena pemerintah daerah di Aceh sudah kolaps, termasuk instansi Dinas Perhubungan Aceh. “Perencanaan yang dilakukan oleh BRR pada masa itu telah memiliki grand design dan gagasan dalam pembentukan Kota Banda Aceh pasca bencana. Namun berbagai polemik yang muncul dan juga keterbatasan waktu kerja BRR yang hanya lima tahun menyebabkan hal itu tidak dapat terwujud,” ujar Direktur SDM dan Benefit BRR, Irfan Sofni. “Sedangkan dana yang tersedia saat itu sudah sangat mencukupi untuk membangun Banda Aceh menjadi lebih baik. Seandainya semua komponen mendukung program ini, bukan tidak mungkin sekarang kita tinggal di Kota Banda Aceh yang baru dengan infrastruktur yang lebih bagus termasuk infrastruktur transportasi,” ungkapnya lagi. Dengan dibenahnya infrastruktur transportasi Aceh, BRR berharap perkembangan nantinya berbasis ekonomi guna membangkitkan perekonomian rakyat Aceh. Berapa banyak pelabuhan dan bandara yang telah dibangun di Aceh yang diperuntukkan untuk sarana perekonomian, pelabuhan yang seharusnya menjadi sarana ekspor impor, namun dalam pelaksanaannya hanya digunakan untuk sarana penyeberangan penumpang. Bertahun-tahun kemudian, pemanfaatan untuk prasarana yang mendukung investasi masih menjadi wacana. Secara umum, seharusnya semua infrastruktur transportasi yang telah dibangun sedemikian rupa di Aceh dapat menjadi daya ungkit ekonomi masyarakat di Aceh. Pengembangan prasarana dan peningkatan ekonomi tidak berjalan simultan, masih terdapat “gap” di antara mereka sehingga berjalan terpisah. Setelah berakhirnya tugas BRR, kini Pemerintah Aceh kembali memegang kendali membangun Aceh seperti yang tertuang dalam visi misi Gubernur Aceh sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Aceh (RPJMA) dimana Dinas Perhubungan Aceh sebagai perangkat daerah bertanggung jawab “Mewujudkan Transportasi Berkeadilan Untuk Mengurangi Kesenjangan Antar Wilayah”, saat ini termasuk membangun jalur transportasi Aceh dalam program konektivitas. Sekarang, 15 tahun lalu itu cukup menjadi pembelajaran bagi Aceh, tidak menjadikannya benang hitam ketertinggalan Aceh. Pada masa itu, Ia seakan terkubur dan tenggelam dalam peradaban, mungkin namanyalah yang akan menjadi sejarah dalam sebuah lembaran. Namun, dunia menyapa dan mengulurkan ribuan tangannya pada Aceh. Rangkulan dunia menjadi selimut hangat Rakyat Aceh. Ia kembali bangkit dan menyembuhkan lukanya yang dalam. Aceh berterimakasih pada masyarakat dunia. (Rizal Syahisa) Versi cetak digital dapat diakses dilaman :

PENGUMUMAN HASIL SELEKSI CALON PRAMUDI DAN PRAMUGARA BUS TRANS KOETARADJA

Sehubungan telah selesainya pelaksanaan seleksi/test Pramudi dan Pramugara Bus Trans Koetaradja pada tanggal 28/29 Januari 2020, berikut disampaikan hasil seleksi/test yang “LULUS” sebagai Pramudi dan Pramugara Bus Trans Koetaradja Tahun 2020. Daftar peserta yang lulus dan arahan selanjutnya dapat dilihat pada lampiran berikut; Klik di sini