Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal

Oleh Zikrillah, Juara 2 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023

Subtema        : Transportasi perkotaan yang didambakan

Judul              : Menjadikan Transkutaraja Angkutan Massal Perkotaan Yang Andal

Pada kawasan perkotaan seperti Banda Aceh dan sebagian wilayah Aceh Besar yang menjadi penyangga ibu kota provinsi Aceh sebagai salah satu pusat kawasan pertumbuhan ekonomi, pembangunan insfrastruktur, jumlah penduduk, jumlah pendatang tentu akan terus meningkat dan mengakibatkan pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor yang signifikan terutama kendaraaan roda dua. Hal ini jika tidak  diantisipasi sedini mungkin akan menimbulkan permasalahan serius dimasa yang akan datang. Kemacetan yang memiliki banyak dampak buruk serta polusi udara yang berpengaruh pada kesehatan akan memjadi kerugian yang besar. Kondisi angkutan umum yang ada sebagai salah satu solusi untuk mengatasi hal tersebut saat ini masih dirasakan belum dalam kondisi yang ideal, akibatnya kendaraan pribadi khususnya roda dua menjadi pilihan untuk melakukan perjalanan karena dianggap lebih murah dan praktis. Permasalahan ini menjadi semakin rumit, karena upaya pemerintah untuk menghadirkan angkutan massal perkotaan Transkutaraja saat ini sepertinya juga belum mampu menjadi solusi untuk mengatasi hal tersebut.

Banyak pihak yang mungkin menganggap bahwa Transkutaraja saat ini telah berfungsi sebagai angkutan massal perkotaan yang ideal, namun sebenarnya terdapat beberapa kekurangan yang menyebabkan Transkutaraja masih tergolong sebagai angkutan umum. Hal ini sesuai dengan penjelasan Undang Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 1 ayat 3, angkutan umum adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas jalan. Berdasarkan hal tersebut angkutan umum lebih sesuai untuk perjalanan antar kota dan antar provinsi, bukan pada kawasan utama suatu wilayah perkotaan. Angkutan massal dalam perkotaan seharusnya mengikuti standar angkutan massal berbasis jalan yang diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan. Peraturan Menteri Perhubungan ini menjelaskan bahwa angkutan massal berbasis jalan merupakan suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di Kawasan Perkotaan. Mengacu kepada peraturan ini maka Transkutaraja saat ini masih memiliki fungsi sebagai angkutan umum dan belum berfungsi menjadi angkutan massal perkotaan, karena syarat dasar mengenai lajur khusus terproteksi belum diterapkan sehingga belum mampu memberikan pelayanan yang optimal.

Agar Transkutaraja dapat memberikan pelayanan yang lebih baik maka perubahan fungsi dari angkutan umum menjadi angkutan massal perkotaan mutlak untuk segera dilakukan. Perubahan ini akan banyak sekali memberi manfaat dan keuntungan yang dirasakan masyarakat, tetapi dengan syarat pelaksanaan sistem transportasi massal ini dilakukan secara utuh dan lengkap berdasarkan konsep serta manajemen yang baik. Semua hal terkait pelaksanaan sistem transportasi massal Transkutaraja harus disusun dalam sebuah pedoman berupa standar operasional prosedur (SOP), diantaranya standar operasional prosedur pengoperasian kendaraan dan standar operasional prosedur penanganan keadaan darurat. Untuk melakukannya, Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012 Tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan seharusnya dijadikan sebagai acuan utama. Penerapan kebijakan yang sudah diterapkan di daerah lain bahkan di negara lain yang terbukti sukses menjadikan angkutan massal menjadi pilihan mayoritas penduduknya juga dapat menjadi tambahan referensi.

Mengacu pada peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor PM. 10 Tahun 2012, hal utama dan pertama yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal ini adalah membuat lajur khusus terproteksi agar memastikan Transkutaraja memiliki keandalan tertutama dari sisi kepastian waktu tempuh. Hal ini dapat terjadi karena Transkutaraja tidak akan terjebak kemacetan dengan kendaraan lain, bahkan dengan kondisi bus Transkutaraja yang memiliki ukuran relatif besar bukan tidak mungkin menjadi penyebab utama kemacetan tersebut. Penerapan jalur khusus ini mungkin memang membutuhkan biaya yang besar, namun hal ini sebanding bahkan lebih besar dari manfaat jangka panjang yang akan diperoleh. Agar waktu tempuh Transkutaraja lebih optimal, maka hal selanjutnya yang harus menjadi perhatian adalah standar pemenuhan waktu dalam satu kali perjalanan harus ditetapkan untuk masing-masing rute. Apabila selama ini waktu yang dijadikan acuan kinerja Transkutaraja ditentukan dengan menetapkan jadwal kedatangan bus pada tiap-tiap halte, maka ada baiknya diganti dengan dengan selisih waktu antara atau headway bus, misalnya ditetapkan selama 5 (lima) menit. Untuk memastikan waktu ini terjaga dengan baik, maka jumlah bus harus dipastikan tercukupi untuk satu rute. Sebagai contoh bila satu bus melayani satu rute adalah rata-rata membutuhkan waktu 40 (empat puluh) menit, maka untuk menjaga waktu antara 5 (lima) menit harus disediakan sebanyak 40 (empat puluh) menit dibagi 5 (lima) menit yaitu 8 (delapan) unit bus.

Penetapan standar waktu tempuh berdasarkan headway ini belum cukup apabila tidak diikuti dengan pengawasan dalam pelaksanaannya. Sudah menjadi rahasia umum jika pengawasan yang dilakukan hanya melibatkan pihak internal maka hasilnya tidak akan terlalu optimal. Keterlibatan masyarakat khususnya pengguna angkutan massal Transkutaraja akan sangat dibutuhkan. Pada masa ini dimana perkembangan teknologi sangat pesat, maka persoalan ini dapat dengan mudah diatasi dengan pengggunaan teknologi informasi. Apabila pada setiap bus yang ada telah dipasang GPS Tracker, maka penyelenggara Transkutaraja dapat membuat aplikasi serupa yang digunakan pada trasportasi online, dimana calon penumpang akan mengetahui keberadaan bus yang akan menuju halte yang ada. Informasi ini juga dapat disampaikan melalui papan informasi digital pada tiap halte yang menyampaikan perkiraan waktu dalam hitungan menit terkait estimasi bus akan tiba di halte tersebut.

Selanjutnya upaya lain yang harus diprioritaskan adalah penyempurnaan sarana dan prasarana Transkutaraja agar dapat memenuhi standar dari segi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sebagaimana diatur pada Peraturan Menteri Perhubungan terkait angkutan massal berbasis jalan. Evaluasi secara menyeluruh mutlak dilakukan terhadap fasilitas dan pelaksanaan sistem transportasi angkutan massal Transkutaraja selama ini. Penyelenggara Transkutaraja harus memastikan jumlah petugas dan peralatan yang sudah tersedia cukup serta mumpuni untuk mendukung tujuan tersebut. Pada halte dan bus wajib dipastikan penerangannya cukup, udaranya sejuk, ramah disabilitas kemudian diupayakan terdapat CCTV dan petugas untuk memastikan kemananan serta informasi terkait gangguan keamanan tersedia. Hal ini juga berlaku untuk setiap titik pemberhentian bus yang belum memiliki halte, kenyamanan dan keamanannya juga harus terjamin. Estetika tangga untuk menaiki bus pada titik pemberhentian juga harus menjadi perhatian. Sedapat mungkin desain tangga baik bentuk dan warnanya diupayakan memiliki ciri khas yang serupa dengan halte yang ada, sehingga akan memberikan kesan yang lebih baik sebagai satu kesatuan sistem angkutan massal.

Halte angkutan massal Transkutaraja yang ada ini juga harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat dari wilayah tempat tinggalnya. Saat ini masih banyak wilayah di Kota Banda Aceh dan sebagian Kabupaten Aceh Besar yang kesulitan untuk menjangkau halte eksisting. Sebagian wilayah tersebut memang saat ini masih dapat diakses oleh labi-labi, hanya saja kondisinya sudah tidak ideal sebagai transportasi umum baik kelayakan kendaraannya maupun operasionalnya. Pengoperasian angkutan pengumpan atau feeder akan memegang peranan yang sangat penting untuk mengatasi permasalahan ini, untuk itu sangat dibutuhkan adanya angkutan penumpang berkapasitas lebih kecil yang mengakses wilayah-wilayah tempat tinggal tersebut. Namun agar potensi konflik sosial dapat diminimalisir, maka perlu diupayakan integrasi atau kerja sama dengan pemilik labi-labi yang telah ada sehingga menjadi satu kesatuan dengan sistem transportasi massal perkotaan sebagai bagian jaringan feeder operasional Transkutaraja. Kendaraan labi-labi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai angkutan pengumpan, dan kondisinya harus dipastikan senyaman bus Transkutaraja, dengan kondisi udara yang sejuk, keamanan dan kenyamanannya juga harus sesuai standar yang telah ditetapkan.

Feerder Transkutaraja ini sebisa mungkin didesain dan disesuaikan berdasarkan tata ruang wilayah dimana jaringan trayek utama Transkutaraja beroperasi. Feeder ini nantinya harus memikirkan integrasi prasarana berupa titik transfer yang menawarkan kemudahan untuk berpindah ke moda transportasi yang lain, fasilitas pejalan kaki yang ramah, serta jaringan yang terhubung ke seluruh angkutan massal. Selanjutnya operasionalnya juga harus terintegrasi, sebagai contoh informasi operasional rute dan jadwal baik secara elektronik dan non-elektronik dapat memberikan gambaran utuh secara kesatuan antara jaringan trayek utama dan feeder.

Perilaku petugas untuk melaksanakan operasional Transkutaraja baik pada jaringan utama dan feeder juga harus dapat dipastikan sesuai dengan pedoman perilaku yang telah disusun, sehingga memberikan kenyamanan kepada penumpang. Salah satu contoh perilaku yang kurang baik dan sering terlihat antara lain bus Transkutaraja yang kerap menunggu penumpang dengan pola pikir seperti mengendarai labi-labi, dimana menganggap armada bus berangkat dari pemberhentian awal jika dalam kondisi penuh. Hal ini adalah pemikiran yang sangat keliru karena angkutan massal perkotaan mengutamakan ketepatan waktu pada tiap titik pemberhentian. Kemudian perilaku petugas lain yang dirasa kurang sesuai, seperti meminta mahasiswa/mahasiswi berdiri dan memberikan tempat duduknya hanya untuk seorang ibu atau bapak yang kategori usianya ataupun fisiknya masih sangat mampu untuk berdiri, padahal dalam bus sudah tersedia kursi prioritas yang secara umum sudah sangat jelas peruntukannya. Perbaikan-perbaikan ini diharapkan mampu menjadikan Transkutaraja angkutan yang nyaman dan andal sehingga dapat dijadikan pilihan utama dalam melakukan perjalanan.

Agar upaya-upaya dimaksud dapat lebih optimal, maka dukungan berupa kebijakan pemerintah yang diatur dalam suatu peraturan sangat dibutuhkan. Kebijakan tersebut harus mampu membuat Transkutaraja sebagai pilihan utama bagi pengguna transportasi, seperti penerapan tarif parkir yang mahal dan progresif pada setiap daerah yang bersinggungan dengan jaringan trayek utama Transkutaraja. Hal ini akan sangat membantu, contohnya peningkatan tarif menjadi Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah) dan penambahan kelipatan 50% setiap jamnya akan sangat efektif. Selanjutnya jika ditambah dengan penggunaan ERP (Electronic Road Pricing) atau jalan berbayar seperti di Singapura maka akan menjadikan Transkutaraja sangat unggul dibandingkan kendaraan pribadi. Selanjutnya perlu juga dibuat kesepakatan dengan perguruan tinggi tentang larangan membawa kendaraan bermotor bagi mahasiswa, terutama yang menggunakan bahan bakar fosil pada area kampus yang ada di Aceh dan telah diakses oleh Transkutaraja. Kebijakan pelarangan membawa kendaraan dari rumah untuk pegawai pemerintah dan swasta yang lebih populer dikenal dengan “hari bebas kendaraan” apabila diberlakukan juga akan sangat membantu, kebijakan ini tentunya harus memastikan bahwa kendaraannya memang ditinggalkan di rumah. Hal ini penting, karena konsep hari bebas kendaraan dapat disalahartikan dengan makna tidak boleh parkir dalam kawasan perkantoran, maka yang terjadi adalah menumpuknya kendaraan disekitar kantor. Kondisi ini akan mengakibatkan terjadinya hambatan samping pada jalan utama sehingga menyebabkan perlambatan pergerakan kendaraan bermotor, dan secara otomatis akan menghasilkan Co2 yang lebih banyak sebagai salah satu penyebab emisi gas rumah kaca.    

Kebijakan lainnya yang harus dipikirkan adalah penerapan tarif Transkutaraja, hal ini menjadi penting karena bukan tidak mungkin akan ada masanya APBD tidak mampu lagi membiayai operasional yang tidak sedikit untuk dialihkan kepada kegiatan yang dianggap lebih prioritas. Memikirkan pilihan lain untuk membiayai sebagian bahkan seluruh operasional Transkutaraja selain menggunakan anggaran pada APBA adalah hal penting untuk dilakukan saat ini. Ada baiknya saat ini sudah dipikirkan dan dikaji penerapan tarif dengan memperhitungkan berbagai faktor atau variabel pengeluaran dan melakukan efisiensi sedini mungkin, sehingga jika diterapkan tarif berbayar masih dirasakan sangat terjangkau bagi masyarakat. Penerapan tarif yang sudah dihitung secara keahlian ini sebaiknya tidak dilakukan secara mendadak tetapi dapat diberlakukan secara bertahap, hal ini sebagai upaya sosialisasi kebijakan agar penumpang dapat lebih siap menerima perubahan ini. Penerapan tarif secara penuh sebaiknya dilakukan jika seluruh fasilitas sarana dan prasarana baik pada jaringan utama dan feeder telah mencapai kondisi ideal, sehingga Transkutaraja telah bertransformasi menjadi angkutan massal perkotaan yang andal dan dirasa sepadan dengan tarif yang akan dikenakan. Pemanfaatan badan bus dan halte sebagai media iklan juga dapat menjadi alternatif pendapatan untuk menunjang operasional Transkutaraja.

Apabila semua hal tersebut berhasil diwujudkan, maka akan mampu meningkatkan kinerja Transkutaraja menjadi sangat andal dan dampaknya akan dapat langsung dirasakan. Sebagian besar pengguna kendaraan pribadi dapat dipastikan akan berpindah ke angkutan massal Transkutaraja, angka kecelakaan dan kemacetan otomatis akan berkurang. Penghematan pengeluaran juga menjadi manfaat lainnya, dimana biaya yang dikeluarkan tentu lebih murah dibandingkan penggunaan kendaraan pribadi. Tidak perlu kesulitan mencari dan membayar biaya parkir juga menjadi keuntungan lainnya. Pilihan menggunakan angkutan massal juga membuat kita lebih banyak bergerak, misalnya saat harus berjalan kaki dari rumah ke halte hingga lokasi tujuan. Bergeraknya badan membuat aliran darah mengalir dan memacu organ tubuh bekerja dengan baik, hal ini sangat menguntungkan bagi yang jarang memiliki waktu untuk berolahraga. Dengan menggunakan transportasi massal kita juga dapat bersosialisasi dengan orang-orang baru yang bukan tidak mungkin dapat menambah koneksi dan memperluas relasi hanya karena menggunakan Transkutaraja.

Kondisi Transkutaraja yang sudah ideal ini juga seharusnya akan sangat berkontribusi dalam melestarikan lingkungan hidup. Menurut Nations Human Settlements Programme (UNHABITAT) tahun 2011 mengenai Global Report On Human Settlement menyatakan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan kota berkontribusi sebesar 70% terhadap polusi dunia yang sebagian dihasilkan oleh kendaraan berbahan bakar fosil. Peningkatan pengguna jasa transportasi yang berpindah menggunakan angkutan massal Transkutaraja akan membantu mengendalikan jejak karbon dengan mengurangi frekuensi penggunaan kendaraan bermotor pribadi sehingga turut berkontribusi membantu menurunkan emisi gas rumah kaca. Penggunaaan bus listrik juga harus menjadi opsi prioritas agar lebih optimal dalam membantu mengurangi polusi udara karena tidak memakai bahan bakar fosil. Bus listrik mempunyai mekanisme laju yang diproses menggunakan daya listrik, sehingga tidak menghasilkan residu emisi karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) yang dapat mencemari udara, dengan syarat pembangkit listrik yang digunakan untuk pengisian daya juga diusahakan ditransformasi menggunakan energi baru terbarukan. Penghijauan di area sekitar halte dan pejalan kaki dengan menggunakan jenis pohon yang mampu menyerap karbon juga perlu dipikirkan agar dapat memberikan lebih banyak manfaat, selain itu juga akan memberikan kenyamanan lebih dengan menghadirkan suasana yang indah dan asri bagi calon penumpang.

Perlu kita sadari bahwa semua upaya pembenahan yang kita lakukan ini dapat berhasil hanya dengan upaya yang sungguh-sungguh terhadap perbaikan menyeluruh manajemen, fasilitas sarana dan prasarana, budaya petugas, pengawasan dan keterlibatan masyarakat. Sukses untuk menjadikan Transkutaraja sebagai angkutan massal perkotaan yang menjadi pilihan utama masyarakat memang tidak mudah tapi bukan tidak mungkin, untuk sukses yang paling dibutuhkan adalah memulai tindakan bukan mengeluh dengan keadaan. Dengan upaya bersama kita akan mampu mewujudkan angkutan massal Transkutaraja menjadi “Transportasi Murah Berkelas” yang mampu menghadirkan pelayanan cepat, massal dan murah.

Skip to content