Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034

Oleh Mohd. Febrianto, Juara 1 Lomba Menulis Transportasi Aceh Tahun 2023
Subtema        : Budaya Bersih untuk Transportasi Hijau

Judul              : Green Halte Trans Kutaraja: Transformasi Halte dalam Mewujudkan Budaya Sadar Lingkungan untuk Menggapai Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034

Polusi udara dan kemacetan lalu lintas menjadi tantangan serius yang dihadapi oleh banyak kota di Indonesia, tak terkecuali kota Banda Aceh. Seiring laju pertumbuhan jumlah penduduk kota Banda Aceh yang berkembang pesat, mengakibatkan aktivitas masyarakat yang semakin padat dan kebutuhan mobilitas yang tinggi. Mobilitas penduduk yang tinggi dalam bentuk penggunaan kendaraan pribadi kerap menyebabkan kemacetan dan menimbulkan polusi udara di kota Banda Aceh. Emisi dari kendaraan bermotor mengakibatkan kurang lebih 70% pencemaran udara (Munawar, 1999). Penggunaan kendaraan bermotor, terutama yang menggunakan bahan bakar fosil seperti bensin dan diesel, menghasilkan emisi gas dan partikel berbahaya ke udara, termasuk nitrogen dioksida (NO2), karbon monoksida (CO), dan partikel-partikel halus yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan kesehatan. Tingginya emisi kendaraan juga berkontribusi pada pembentukan ozon troposfer (O3), yang merupakan polutan udara yang sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat Banda Aceh. Namun, Banda Aceh patut bangga dengan pencapaian sebagai kota dengan polusi udara paling rendah di Indonesia. Hasil pengukuran Indeks Kualitas Udara atau Air Quality Index standar Amerika Serikat (AQI-US) pada 11 Agustus 2023, Banda Aceh memperoleh skor 13 poin yang menunjukkan bahwa kota Banda Aceh memiliki kadar polutan udara yang sangat rendah dan kualitas udara yang baik. Namun tidak cukup hanya dengan berbangga hati, pemerintah sejatinya perlu terus menggalakkan upaya-upaya inovatif di berbagai sektor untuk mempertahankan predikat tersebut.

Kendati demikian, jauh sebelum mendapatkan predikat yang membanggakan tersebut, pemerintah kota Banda Aceh pada tahun 2014 telah merespon isu-isu lingkungan dengan mengusung Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 sebagai langkah solutif dalam upaya mengurangi dampak negatif dari mobilitas penduduk yang tinggi terhadap kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia. Konsep pembangunan kota berkelanjutan dan ramah lingkungan ini bertujuan menjadikan Banda Aceh sebagai kota yang layak huni bagi masyarakat lokal dan eco-friendly city bagi wisatawan. Green City Initiative Kota Banda Aceh memiliki visi menjadi kota terhijau di Indonesia tahun 2034. Salah satu sektor yang memainkan peran besar guna mencapai visi tersebut adalah green transportation. Kebijakan yang ingin diwujudkan di tahun 2029 dari sektor ini adalah peningkatan penggunaan transportasi umum dan penurunan rasio kepemilikan kendaraan pribadi melalui pengembangan sistem transportasi umum yang ramah lingkungan dan terintegrasi (Kepala Bappeda Kota Banda Aceh, 2014).

Perwujudan green transportation sudah mulai dirasakan dengan kehadiran Trans Kutaraja yang menjadi alternatif setelah ditinggalkannya moda transportasi publik tradisional “labi-labi”. Selain sebagai upaya menurunkan penggunaaan kendaraan pribadi guna mengurangi angka kemacetan di kota Banda Aceh, Teuku Faisal selaku Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Aceh menyebutkan bahwa Trans Kutaraja diproyeksikan menjadi angkutan massal yang terkoneksi dengan pusat aktivitas masyarakat, serta menjadi pilihan masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar (Dishub Aceh, 2023). Sejak dioperasikan pada tahun 2016, hasil survei terkait persepsi masyarakat terhadap kebijakan Trans Kutaraja di tahun 2019 menyatakan bahwa selain Trans Kutaraja menjadi kebijakan yang tepat, moda transportasi publik ini juga dianggap dapat mengatasi masalah lingkungan (Merfazi, Sugiarto, dan Anggraini 2019). Eksistensi Trans Kutaraja ternyata memang jawaban dari kebutuhan mobilitas masyarakat. Sebagai bentuk kepedulian, Pemerintah Aceh memberi perhatian khusus pada tingginya permintaan pelayanan Trans Kutaraja dari masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar untuk menjangkau wilayah layanan yang lebih luas. Hingga saat ini Trans Kutaraja telah melayani 6 koridor utama dan 4 rute feeder lintas Banda Aceh – Aceh Besar. Namun demikian, untuk mewujudkan Green City Initiative melalui green transportation tidak cukup hanya dengan mengandalkan keberadaan Trans Kutaraja, sarana dan prasarana moda transportasi publik ini pun dituntut mampu mendukung keberlangsungan mobilitas tersebut dengan kondisi aman, nyaman, dan bersih.

Halte merupakan salah satu prasarana Trans Kutaraja yang merujuk pada suatu tempat atau struktur yang dirancang khusus untuk melayani penumpang. Sebagai prasarana pendukung utama penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan, halte diartikan sebagai tempat pemberhentian kendaraan bermotor umum untuk menaikkan dan menurunkan penumpang (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan). Halte yang merupakan titik akses yang jelas bagi penumpang untuk menggunakan layanan Trans Kutaraja perlu mendapatkan perhatian. Karena sudah sewajarnya masyarakat akan merasa nyaman jika halte tempat mereka menunggu dalam kondisi bersih disertai lingkungan yang kondusif. Kondisi halte yang tercemar polusi udara dan bau dari sampah makanan akan mengganggu masyarakat pengguna layanan Trans Kutaraja. Tak ayal masyarakat pun rentan terkena sick building syndrome. Dalam dunia arsitektur, sick building syndrome diartikan sebagai permasalahan kesehatan dan ketidaknyamanan yang disebabkan oleh kualitas udara dan polusi dalam bangunan yang ditempati, sehingga mempengaruhi produktivitas penghuninya (Susilawati, 2017). Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti sirkulasi udara yang buruk, polusi kendaraan bermotor, asap rokok, serta pembuangan sisa hasil makanan. Halte yang mendapatkan minim perhatian akan mempengaruhi persepsi masyarakat dan berdampak pada buruknya layanan Trans Kutaraja. Oleh karenanya, sebagai langkah preventif dari dampak buruk lingkungan terhadap kesehatan masyarakat dalam menggunakan halte Trans Kutaraja, pemerintah perlu mengusung konsep Green Halte Trans Kutaraja. Selain mendukung cita-cita Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034, konsep ini diyakini akan memberikan kenyamanan bagi masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar dalam memanfaatkan layanan Trans Kutaraja, serta secara tak langsung akan meningkatkan kepercayaan publik kepada pemerintah.

Mengapa Green Halte Penting?

Green halte adalah sebuah konsep yang berfokus pada pengembangan halte dengan mengintegrasikan konsep ramah lingkungan ke dalam infrastruktur transportasi Trans Kutaraja. Penerapan konsep green halte sangat penting dalam konteks transportasi perkotaan. Green halte tidak hanya sekedar infrastruktur fisik, namun juga merupakan simbol perubahan dalam perilaku dan budaya masyarakat. Dalam kaitannya dengan penggunaan Trans Kutaraja, green halte mengajak masyarakat untuk mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan lebih memilih menggunakan transportasi publik yang didukung oleh fasilitas yang nyaman dan bersih. Merujuk pada manfaatnya, penerapan halte ramah lingkungan ini akan memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Penurunan polusi udara dapat mengurangi risiko penyakit pernapasan dan penyakit lainnya yang disebabkan oleh dampak buruk lingkungan. Selain itu, green halte juga akan meningkatkan keindahan lingkungan perkotaan dengan perluasan ruang terbuka hijau di tengah-tengah lanskap perkotaan yang padat. Sehingga akan menciptakan tempat yang lebih menyenangkan bagi penumpang menunggu kedatangan Trans Kutaraja. Konsep green halte Trans Kutaraja juga diharapkan dapat menjadi pusat pendidikan tentang lingkungan berkelanjutan dan praktik ramah lingkungan. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kesadaran, kepedulian, dan perubahan perilaku masyakarat yang lebih ramah lingkungan. Dalam mewujudkan green halte Trans Kutaraja, pemerintah dapat menerapkan upaya-upaya yang sejalan dengan prinsip-prinsip lingkungan berkelanjutan.

Rooftop Garden dan Panel Tenaga Surya

Rooftop garden atau taman atap adalah area taman yang dibangun di atas atap halte Trans Kutaraja. Konsep ini merupakan transformasi penggunaan area atap halte yang sebelumnya tidak dimanfaatkan menjadi ruang yang berfungsi estetis dan fungsional. Desain halte dengan taman atap yang mengandung tanaman hijau tidak hanya akan meningkatkan estetika, tetapi juga membantu menyaring udara dan mengurangi polusi. Selain membantu menyediakan ruang hijau yang sangat dibutuhkan penumpang untuk relaksasi sembari menunggu kedatangan Trans Kutaraja, rooftop garden yang memiliki fungsi sebagai sistem penyaring udara dapat membantu mengurangi konsentrasi polutan di udara seperti partikel debu, gas beracun, dan zat kimia berbahaya. Dampak yang diharapkan dari konsep ini sudah pasti untuk meningkatkan kualitas udara yang akan “dinikmati” oleh pengguna halte. Selain itu, penerangan yang bersumber dari tenaga surya juga perlu dilakukan dalam penerapan green halte Trans Kutaraja. Selain bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi konvensional dan menghemat biaya listrik, penggunaan energi matahari sebagai sumber daya energi dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak negatif lainnya terhadap lingkungan. Panel surya juga dapat membantu memberikan penerangan tambahan di sekitar halte pada malam hari atau saat kondisi cuaca buruk, terutama saat terjadi pemadaman listrik di area halte.

Kawasan Tanpa Rokok

Sampai saat ini masih banyak penumpang yang menunggu kedatangan Trans Kutaraja di halte sambil merokok. Hal ini sangat disayangkan, mengingat halte adalah ruang publik yang menjadi titik kumpul para penumpang. Meskipun bersifat ruang terbuka, namun halte adalah infrastruktur publik tempat berkumpulnya banyak orang dan kendaraan berlalu-lalang. Sehingga menurut pasal 5 ayat (6) Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR), halte dapat dikategorikan sebagai area yang bebas dari asap rokok. Esensi kebijakan KTR pada halte Trans Kutaraja adalah sebagai bentuk aksi nyata dalam memberikan pelayanan yang inklusif. Infrastruktur pendukung utama moda transportasi Trans Kuataraja ini juga dinikmati oleh kelompok rentan. Mereka yang termasuk dalam kelompok rentan adalah penyandang disabilitas, lanjut usia, wanita hamil, anak-anak, korban bencana alam, dan korban bencana sosial (Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Dengan penerapan kebijakan KTR, pemerintah ikut andil dalam melindungi kelompok rentan dari dampak buruk asap rokok terhadap kesehatan mereka. Oleh karenanya, paradigma kemanfaatan halte sudah saatnya diubah, bagaimana halte Trans Kutaraja tidak hanya menunjang kepentingan ekonomi daerah saja, tetapi juga memperhatikan lingkungan dan memberikan pelayanan inklusif serta memiliki kepedulian sosial bagi semua penumpang tanpa terkecuali. Maka diperlukan kebijakan tegas dari pemerintah untuk memperluas ruang lingkup KTR dengan memasukkan halte-halte Trans Kutaraja. Dalam penerapan kebijakan KTR, di setiap halte perlu dipasangkan tanda larangan merokok disertai dengan sanksi tegas terhadap pelanggaran kebijakan tersebut. Karena bisa dikatakan “sama dengan nol”, jika pemerintah hanya gencar mencanangkan green city atau green transportation, namun fasilitas publik yang ramai pengguna seperti halte Trans Kutaraja malah semakin tercemar dengan asap rokok.

Penyediaan Tempat Sampah Daur Ulang

Kenyamanan dan kebersihan halte sebagai prasarana ruang tunggu publik sangat ditentukan dari pengelolaan sampah atau sisa hasil makanan yang bersumber dari penumpang dan masyarakat sekitar. Sampai saat ini, halte-halte Trans Kutaraja masih terkesan jorok dan menimbulkan bau tak sedap dari sampah yang berserakan di sekitar halte. Oleh karenanya, penyediaan tempat sampah daur ulang di halte Trans Kutaraja merupakan langkah strategis dalam mendukung praktik pengelolaan sampah yang lebih berkelanjutan. Langkah yang dapat diambil untuk menyediakan tempat sampah daur ulang di halte Trans Kutaraja adalah dengan menentukan jenis sampah yang dapat didaur ulang, seperti kertas, plastik, logam, atau kaca. Perlu juga disertai dengan informasi yang mengedukasi tentang manfaat daur ulang dan cara yang benar dalam memilah sampah. Selain penyediaan tempat sampah daur ulang, perlu diperhatikan juga sistem pengelolaan sampah yang efektif, termasuk pengosongan dan pengumpulan sampah secara teratur. Pengelolaan sampah yang efektif dan efisien melalui penyediaan tempat sampah daur ulang akan berdampak pada terpeliharanya kondisi halte yang bersih dan nyaman.

Edukasi Lingkungan Berkelanjutan

Pada umumnya, penumpang akan menunggu kedatangan Trans Kutaraja di halte selama lebih dari 5 menit. Aktivitas mereka pun bervariasi salama menunggu transportasi publik idaman masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar ini, mulai dari mengobrol bersama teman hingga menggunakan smartphone untuk berinteraksi di media sosial. Urgensi lingkungan berkelanjutan pada green halte tidak hanya dipraktikkan melalui dukungan fasilitas semata, namun bagaimana fasilitas pendukung Trans Kutaraja ini dapat menjadi titik edukasi bagi para penumpang. Oleh karenanya, pemerintah dapat memfasilitasi papan informasi terkait lingkungan berkelanjutan di halte-halte Trans Kutaraja. Papan informasi ini berfungsi sebagai media edukasi dalam meningkatkan kesadaran dan kepedulian para penumpang dan masyarakat umum tentang pentingnya lingkungan berkelanjutan terhadap kesehatan masyarakat.

Tantangan Green Halte Trans Kutaraja

Meskipun potensinya sangat besar, implementasi green halte Trans Kutaraja tidak datang tanpa tantangan. Salah satu tantangan utamanya adalah perencanaan dan pengembangan yang terkoordinasi. Pengintegrasian konsep ramah lingkungan ke dalam infrastruktur transportasi yang sudah ada dapat memerlukan penyesuaian dan investasi yang signifikan. Ini dapat menjadi hambatan dalam mengimplementasikan konsep green halte, terutama jika anggaran terbatas. Selanjutnya, beberapa halte Trans Kutaraja di area Banda Aceh dan Aceh Besar yang memiliki keterbatasan ruang menjadikannya sulit didukung oleh fasilitas-fasilitas hijau tertentu. Sehingga implementasi konsep green halte secara masif pun sulit untuk diterapkan. Manfaat green halte mungkin juga tidak selalu terlihat dalam waktu singkat, bahkan bisa membutuhkan waktu untuk mendapatkan dampak jangka panjang terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Begitu pula dalam meningkatkan kesadaran masyarakat, dibutuhkan waktu dan kesabaran untuk menghasilkan perubahan perilaku masyarakat yang lebih sadar lingkungan. Selain itu, konsistensi dalam merawat dan memelihara fasilitas hijau di berbagai halte Trans Kutaraja pun menjadi tantangan, terutama pada halte-halte yang selama ini menjadi tempat penumpukan sampah. Jika kondisi ini tidak dikelola dengan baik maka dapat dipastikan green halte yang seharusnya menjadi “batu loncatan” untuk menggapai green transportation hanya akan menjadi impian yang tak kunjung terwujud.

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, penerapan green halte Trans Kutaraja memiliki potensi besar untuk menciptakan lingkungan yang lebih sehat, berkelanjutan, dan nyaman bagi pengguna transportasi publik perkotaan. Dengan pengelolaan yang baik dan komitmen dari berbagai pihak, tantangan-tantangan ini dapat diatasi. Sebagai sebuah konsep baru, green halte memang belum bisa diterapkan secara menyeluruh di semua halte Trans Kutaraja. Akan tetapi, halte-halte yang potensial dan berlokasi strategis dapat menjadi pionir dari aksi nyata transformasi halte yang ramah lingkungan. Perlu dipahami, berbagai tantangan ini tidak hanya menjadi beban bagi Pemerintah Aceh, namun perlu dipikul dan dipikirkan bersama oleh segenap komponen dan organisasi yang berada dalam wilayah Aceh. Diperlukan kolaborasi lintas sektor dan partisipasi aktif dari pihak-pihak terkait, termasuk pemerintah, organisasi peduli lingkungan, private sectors, dan juga masyarakat umum. Selain itu, penggunaan dana CSR (Corporate Social Responsibility) juga dapat dimanfaatkan secara efektif untuk mendukung fasilitas green halte Trans Kutaraja. Selain bertujuan untuk mengatasi tantangan-tantangan dalam penerapan green halte, penggunaan dana ini memiliki potensi yang lebih besar untuk menggalakkan budaya bersih dan perubahan perilaku masyarakat perkotaan yang lebih sadar dan peduli lingkungan.

Kesimpulannya, penerapan green halte adalah contoh nyata bagaimana infrastruktur perkotaan dapat dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek lingkungan. Ini sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan menggabungkan teknologi terbarukan, desain ramah lingkungan, dan perubahan perilaku masyarakat, green halte memiliki potensi untuk mengurangi dampak negatif transportasi terhadap lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat Banda Aceh dan Aceh Besar. Meskipun tantangan dalam implementasinya tidak bisa diabaikan, manfaat jangka panjang yang dapat dihasilkan seharusnya menjadi alasan kuat untuk mendorong upaya terwujudnya konsep green halte Trans Kutaraja. Selain dapat membantu membangun citra positif kota yang peduli terhadap lingkungan dan inovasi berkelanjutan, keberadaan green halte Trans Kutaraja juga bisa menjadi daya tarik bagi penduduk dan wisatawan. Pengembangan halte berwawasan lingkungan ini adalah langkah kecil dalam mewujudkan Green City Initiative Kota Banda Aceh 2034 melalui green transportation. Dengan komitmen dan kerjasama lintas sektor yang tepat, konsep ini bisa menjadi pijakan menuju masa depan yang lebih berkelanjutan dan lebih baik bagi semua.

Referensi

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik

Qanun Aceh Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Merfazi, M., Sugiarto, S., dan Anggraini R. 2019. Persepsi Masyarakat terhadap Kebijakan Trans Koetaradja pada Koridor Pusat Kota – Mata Ie dan Pusat Kota – Ajun – Lhoknga Menggunakan Indikator Variabel Laten. Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan. 2(1). 58-67.

Munawar, A. 1999. Traffic Accident Database Management System in Indonesia, Proceedings the 3rd International Conference on Accident Investigation, Reconstruction. Jakarta.

Susilawati, D. 2017. Pendekatan Green Arsitektur pada Terminal Bus Terpadu Leuwipanjang Bandung. Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur. Jurusan Arsitektur Itenas. 3(1).

databoks.katadata.co.id. 2023. 10 Kota Paling Minim Polusi Udara di Indonesia, Banda Aceh Juara. Diakses pada 16 Agustus 2023, dari laman https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/08/11/10-kota-paling-minim-polusi-udara-di-indonesia-banda-aceh-juara

dishub.acehprov.go.id. 2023. Trans Koetaradja Jadi Kebutuhan Dasar Masyarakat Kota. Diakses pada 18 Agustus 2023, dari laman https://dishub.acehprov.go.id/informasi/trans-koetaradja-jadi-kebutuhan-dasar-masyarakat-kota/

Kepala Bappeda Kota Banda Aceh. 2014. Inisiasi Kota Hijau Banda Aceh 2034 (Presentasi PowerPoint). Diunduh pada 16 Agustus 2023, dari laman https://acehprov.go.id/berita/kategori/wisata-lingkungan/green-city-initiative-kota-banda-aceh

Skip to content