Urgensi Kehadiran Kapal Aceh Hebat

Suasana KMP. BRR pada musim-musim tertentu seperti akhir tahun pada 19 Desember 2020 lalu terlihat sarat penumpang. Foto Humas Dishub Aceh/Irfan Fuadi

Aceh menempati wilayah ujung paling barat di Pulau Sumatera, Indonesia.Secara geografis sebelah utara dan timur Aceh berbatasan dengan Selat Malaka, dan sebelah barat berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Permasalahan angkutan penyeberangan yang terjadi di Aceh adalah masih kurangnya layanan transportasi yang menghubungkan wilayah daratan dan kepulauan, namun kebutuhan dasar masyarakat harus tetap berlangsung. Di samping itu sistem jaringan transportasi yang ada belum sepenuhnya terintegrasi dengan baik sehingga menyulitkan perkembangan angkutan logistik.

Untuk menghubungkan antar daratan/pulau sudah sewajarnya angkutan penyeberangan menjadi pilihan karena pastinya lebih murah dan mampu mengangkut barang dalam jumlah besar dibanding dengan angkutan udara,  kehadiran angkutan penyeberangan pun bersifat urgent atau harus segera dipenuhi guna mewujudkan transportasi yang berkeadilan yang setara dengan wilayah daratan.

Selama ini, kondisi prihatin penumpukan penumpang dan angkutan barang/kendaraan yang membawa logistik terhambat pemasokan ke wilayah kepulauan sehingga harga pasar tidak terkendali, terlebih jika musim liburan tiba, penumpang melonjak signifikan.

Hampir di setiap musim liburan, ratusan penumpang masih harus menginap di area pelabuhan bahkan bisa berhari-hari untuk menunggu antrian agar dapat menyeberang.

Penundaan keberangkatan kapal penyeberangan yang disebabkan faktor alam atau kerusakan kapal juga sangat memberi dampak yang luar biasa kepada kehidupan masyarakat di sekitar pulau. Terlebih jika membawa muatan sayur mayur hasil perkebunan, tentu akan menyebabkan kerugian bagi petani jika harus menunda keberangkatannya. Kondisi ini tidak pernah dirasakan oleh masyarakat di daratan.

Dilihat dari sisi keindahan alam yang dimiliki Aceh, selain Sabang dan Simeulue, Pulau Banyak juga potensial dikembangkan sebagai destinasi wisata, panorama alamnya sangat menggugah wisatawan berkunjung ke pulau itu.

Namun selama ini, sarana transportasi kerap menjadi penghambat minat wisatawan untuk berkunjung ke pulau yang dikenal dengan keindahan pantainya itu. Terbatasnya transportasi yang memenuhi standar keselamatan dan tidak pastinya jadwal keberangkatan kapal penyeberangan membuat wisatawan acap kali telantar dan mengurung niat untuk berkunjung.

Tidak sedikit  masyarakat dan pelancong yang hendak pergi terpaksa mengandalkan jasa  boat tradisional milik nelayan sekitar. Kapal boat tradisional juga sangat bergantung pada kondisi cuaca, jika gelombang besar maka kapal akan berhenti berlayar. Atau jika air laut surut kapal akan lama berlayarnya menunggu air laut pasang atau naik.

Dilansir dari media daring, beberapa wisatawan asal Medan yang hendak menyeberang ke Pulau Banyak, Aceh Singkil, telantar di sekitar pelabuhan Singkil, Minggu (6/8/2017). Akibat tidak ada perahu yang bisa menyeberangkan mereka mengarungi lautan. Sehingga wisawatan domestik ini, hanya bisa duduk termenung di kursi kayu yang ada di area Pelabuhan Singkil.

Faktor keselamatan jadi ancaman, kecelakaan kapal kecil atau kapal tradisonal yang berbahan kayu dengan sistem bahan bakar yang kurang memenuhi standar keselamatan pelayaran, temperatur ruang mesin melebihi 42 derajat celsius serta sistem kelistrikan kapal tidak sesuai standar.

Tidak tersedianya transportasi tujuan Pulau Banyak yang nyaman, murah meriah menjadi kendala dalam mengembangkan wisatawan di daerah itu. Kapal feri sebelumnya hanya ada dua kali sepekan yaitu KMP. Teluk Singkil, sementara perahu tradisional berangkat tidak tentu jadwalnya.

Angkutan penyeberangan merupakan faktor  penunjang utama masuk dan keluarnya wisatawan ke Pulau Banyak. Tak hanya penyeberangan dari Singkil, transportasi antar pulau juga tak kalah penting untuk segera ditata pemerintah.

Masyarakat Pulau Banyak sangat berharap agar ada penambahan armada kapal penyeberangan, mengingat intensitas penumpang yang cukup tinggi untuk menggunakan jasa angkutan penyeberangan. Terutama yang membawa kendaraan, jumlahnya mencapai puluhan unit setiap keberangkatan. Penambahan armada kapal sangat dibutuhkan  untuk menyeimbangi lonjakan penumpang/barang sehingga dapat memenuhi kebutuhan logistik serta merangsang sektor pariwisata.

Padatnya penumpang yang turun di Pelabuhan Kuala Bubon yang baru tiba dari Simeulue menggunakan KMP. Teluk Sinabang terlihat ketika puncak arus balik lebaran pada 23 Mei 2021 lalu. Foto: Humas Dishub Aceh/Irfan Fuadi

Hadirnya KMP Aceh Hebat merupakan salah satu perwujudan dari pemenuhan tujuan yang ingin dicapai pada Visi Misi Pemerintah Aceh tahun 2017-2022 yaitu “Mengurangi Ketimpangan Antar Wilayah”, kegiatan pembangunan kapal ferry Ro-Ro pada Dinas Perhubungan Aceh dengan anggaran 178 miliar rupiah untuk ketiga kapal. Kapal itu diplot untuk mencapai sasaran meningkatkan konektivitas antar wilayah/antar pulau di Aceh.  Pengadaan 3 kapal ini juga mendukung program Presiden RI, Joko Widodo dalam mengoptimalkan sektor kemaritiman Indonesia, melalui program tol laut salah satunya.

Dengan menambah armada kapal baru,  bukan berarti persoalan terkait transportasi perairan sudah tertangani. Masih perlu membenahi permasalahan pelayanan, fasilitas umum, birokrasi sampai sumber daya manusia yang berkompeten. Setiap kebijakan yang dilakukan tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, dan tanpa dukungan dari masyarakat tentu apa yang telah dipersembahkan tidak akan optimal. (Dewi Suswati)

Download

Tabloid ACEH TRANSit

Skip to content