Patiambang, Bandara di Negeri Seribu Bukit

PAGI itu, Rabu, 4 November 2020, indahnya pemandangan gunung dan bukit memanjakan setiap mata yang baru terbangun dari lelapnya tidur. Pegunungan dan perbukitan yang menjulang terselimuti awan yang begitu menawan. Itulah tanah Gayo, negeri yang terkenal dengan seribu bukit.

Terbentang di antara pegunungan dan perbukitan pada ketinggian 850 MDPL, menuju daerah ini dengan transportasi darat lumayan menguras tenaga. Jalanan menanjak dan berbelok yang curam cukup menyulitkan akses ke daerah ini.

Akibat akses melalui jalur darat begitu sulit, maka tak heran pada tahun 2008 Badan Rehabilitasi dan Rekonsiliasi (BRR) NAD-Nias membangun bandara yang saat itu masih berupa airstrip atau landasan pacu. Bandara ini rencananya akan berfungsi sebagai persiapan penanggulangan bencana di wilayah Gayo Lues.

Namun, seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkan moda transportasi udara, Pemerintah Kabupaten Gayo Lues melakukan pengembangan dengan membebaskan lahan di sekitar bandara.

Pemkab Gayo Lues juga membangun sejumlah fasilitas seperti landasan pacu, apron, dan taxiway pada sisi udara. Sedangkan pada sisi darat, Pemkab Gayo Lues membangun terminal penumpang darurat, gedung PKP-PK, rumah tipe 45 sebanyak 2 Unit, dan peralatan komunikasi Air to Ground AFIS. Bandara ini memiliki runway hanya sepanjang 810 x 23 meter, praktis bandara ini hanya dapat menerima pendaratan pesawat Cessna atau sejenisnya.

Pembangunan gedung-gedung operasional lainnya mulai berjalan pada tahun 2018 seperti gedung operasional tipe 36 (RN), gedung genset, kantor, dan gedung terminal melalui berbagai sumber anggaran termasuk Anggaran Pembangunan Belanja Aceh (APBA).

Bandara Blangkejeren sempat beberapa kali mengalami pergantian nama, mulai dari bandara Seunubung, Blang Kejeren, hingga yang terakhir menjadi Bandara Patiambang. Penamaan Patiambang merujuk kepada nama kerajaan masa lalu yang ada di Gayo Lues.

Sementara itu, menurut Wahyu, Kepala Satuan Pelaksana Bandara Patiambang, bandara tersebut masih terdaftar sebagai Bandara Blangkejeren sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 69 tahun 2013. Pada International Air Transport Association (IATA) atau Asosiasi Transportasi Udara Internasional, bandara ini juga masih terdaftar dengan three code of letter GYO.

Saat ini Pemkab Gayo Lues sedang mengurus pergantian three code of letter bandara ini ke Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI.

Bandara ini diserahkan ke Dirjen Perhubungan Udara pada tahun 2015. Sejak saat itu, bandara ini dikelola oleh Satuan Pelaksana Bandara Patiambang di bawah Unit Pelayanan Bandar Udara (UPBU) Bandara Rembele, Bener Meriah.

Terkait layanan penerbangan, Wahyu menjelaskan bahwa bandara ini telah melayani penerbangan perintis sejak tahun 2015. Penerbangan perintis perdana kala itu melayani rute Medan – Gayo Lues dan Gayo Lues – Banda Aceh masing-masing 2 kali seminggu. Hingga saat ini bandara ini masih melayani kedua rute tersebut.

Angin dan cuaca menjadi tantangan tersendiri bagi penerbangan di bandara ini. Kondisi cuaca dapat berubah setiap saat bahkan dalam hitungan menit. Oleh karena itu, Wahyu memastikan penerbangan dari dan ke bandara ini selesai sebelum pukul 14.00 WIB setiap harinya.

Sebelum pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melanda Indonesia, target load factor penerbangan perintis di bandara ini mencapai 70 persen dari yang ditetapkan oleh Dirjen Perhubungan Udara. Sejak pandemi load factor-nya turun ke 50 persen. Bahkan pernah menyentuh 12 persen saat Gayo Lues ditetapkan sebagai zona merah penyebaran virus. Selain itu, penerbangan perintis sempat berhenti pada 29-31 Mei 2020.

Bandara Mempermudah Aksesibilitas

Bandara Blang Kejeren atau dikenal Bandara Patiambang sangat membantu mempermudah akses transportasi masyarakat, baik untuk menuju ke Gayo Lues maupun keluar. Banyak masyarakat menggunakan jasa penerbangan perintis di bandara ini karena aksesnya yang cepat, biaya terjangkau, serta kemudahan interkoneksi dengan maskapai lain untuk penumpang transit, baik di Medan (Bandara Internasional Kualanamu) maupun di Banda Aceh (Bandara Internasional Sultan Iskandar Muda).

Masyarakat memanfaatkan jasa transportasi ini untuk tujuan yang beragam. Di antaranya untuk urusan kepemerintahan bagi para pegawai pada institusi pemerintah, kegiatan pendidikan bagi para mahasiswa maupun tenaga pengajar di kampus Universitas Syiah Kuala Gayo Lues, dan kunjungan pariwisata.

Sebagai perbandingan, perjalanan Blangkejeren – Medan melalui jalur darat membutuhkan waktu lebih kurang 8 hingga 9 jam. Sementara itu, Blang Kejeren – Banda Aceh membutuhkan waktu selama 12 jam perjalanan. Sedangkan perjalanan udara Blang Kejeren–Medan hanya memerlukan waktu 60 menit, dan Blangkejeren – Banda Aceh selama 1 jam 15 menit. (Arrad)

Skip to content