Kereta Api Aceh Dulu dan Kini

Tanggal 17 Juni 1864 menjadi awal sejarah p e r k e r e t a a p i a n Nusantara, dimulai pembangunan rel lintasan Desa Kemijen – Desa Tanggung sepanjang 26 km. Pada tahun 1874 atau 10 tahun kemudian, rel kereta api pertama dibangun di Aceh oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-54, James Loudon, dengan lintasan Ulee Lheue – Kuta Radja.

Pada tahun 1884, jalur kereta api diubah lebar relnya, dari 1067 mm menjadi 750 mm. Hal ini sesuai dengan keinginan Pemerintah Hindia Belanda, yaitu jalan rel yang akan dibangun harus berada pada satu ruang dengan jalan raya.

Kereta api ini dioperasikan oleh perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia – Belanda, Atjeh Tram (AT) yang berubah nama menjadi Atjeh Staats Spoorwegen (ASS) pada tahun 1916. Perusahaan tersebut mengelola perkeretaaapian di Aceh dengan panjang lintasan 511 km dengan total investasi yang pembangunan sebesar 20.000.000 gulden atau setara ± Rp. 10,5 triliun jika dikonversi dengan nilai rupiah saat ini.

Namun pada tahun 1982 angkutan kereta api Aceh benar-benar terhenti, karena tidak mampu bersaing dengan sarana transportasi jalan raya yang sudah semakin baik pada saat itu.

Trans Sumatera Railway

Pada tahun 2002 dibuatlah Rencana Umum Pengembangan Kereta Api Sumatera, yang merupakan hasil kesepakatan Gubernur se-Sumatera. Program Perkeretaapian Aceh merupakan bagian dari program Trans Sumatera Railway Development yang akan menghubungkan kota-kota di Aceh dengan kota-kota lain di Sumatera.

Pembangunan kereta api Aceh dimulai kembali dari lintas Bireuen – Lhokseumawe dengan lebar sepur 1435 mm (standard gauge) sesuai dengan rekomendasi dari sebuah perusahaan asal Perancis Société Nationale des Chemins de fer Français (SNCF) melakukan studi di tahun 2005 dan merekomendasikan lokasi tersebut karena dinilai sangat strategis dari segi potensi pengembangan wilayah kedua daerah tersebut.

Pada tahun 2013, lintasan Bireuen – Lhokseumawe dengan Stasiun Krueng Mane – Stasiun Bungkaih – Stasiun Krueng Geukueh dilakukan uji coba dengan panjang lintasan 11,35 km. Lintasan Krueng Mane – Bungkaih – Krueng Geukueh menjadi satu-satunya lintasan aktif di Indonesia yang menggunakan standard gauge yang saat ini digunakan oleh hampir 60% trek kereta api di seluruh dunia.

Kereta api yang melayani Stasiun Krueng Mane – Stasiun Krueng Geukueh pertama kali beroperasi pada tanggal 3 November 2016. Kereta Api ini diberi nama KA Cut Meutia yang diambil dari nama seorang pahlawan nasional Indonesia wanita asal Aceh.

Kereta Api Cut Meutia merupakan salah satu angkutan kereta api perintis yang diselenggarakan di beberapa wilayah di Indonesia oleh Kementerian Perhubungan RI melalui Direktorat Jenderal Perkeretaapian. Oleh karenanya masyarakat yang ingin menggunakan kereta api ini hanya dikenakan biaya sebesar Rp. 1000,- per orang.

Saat ini hanya ada tiga Stasiun yang telah beroperasi di Aceh yaitu; Stasiun Krueng Mane, Bungkaih, dan Krueng Geukueh. Sementara itu terdapat dua stasiun yang sudah selesai pembangunannya yaitu; Stasiun Kuta Blang dan Geurugok di Kabupaten Bireuen.

Direncanakan pada lintasan kereta api antara Stasiun Kuta Blang – Krueng Mane akan segera dioperasikan dalam waktu dekat. Jarak antara Stasiun Kuta Blang dengan Krueng Mane adalah sejauh 10,1 km, sehingga apabila lintasan ini dioperasikan, total keseluruhan panjang jalan rel yang beroperasi akan menjadi 21,45 Km. Direktorat Jenderal Perkeretaapian melalui Balai Teknik Perkeretaapian Kelas II Wilayah Sumatera Bagian Utara juga telah merencanakan pembangunan kembali lintasan ke arah Paloh – Lhokseumawe dengan jarak 8 kilometer. (Arrad Iskandar)

Selengkapnya Cek dan Unduh di:
Tabloid Aceh TRANSit Edisi 9

Skip to content