*Oleh Muhammad Nabiya Lubis, Juara 1 Lomba Menulis Transportasi Aceh 2025
Transportasi massal ibaratkan urat nadi sebuah kota. Transportasi massal bukan hanya soal mobilitas, melainkan juga cerminan dari identitas, nilai, dan arah pembangunan masyarakat. Di Aceh, narasi ini hadir dalam bentuk Trans Koetaradja, suatu moda transportasi massal yang sejak 2016 hadir sebagai wajah baru sistem mobilitas perkotaan Banda Aceh dan Aceh Besar. Namun, di balik roda-rodanya yang berputar, terdapat peluang besar untuk menjadikannya tidak hanya sekadar angkutan massal, melainkan sarana literasi budaya yang mengintegrasikan kearifan lokal, nilai Islami, dan inovasi modern.
Dua dekade silam, Banda Aceh adalah salah satu kota paling terdampak oleh bencana tsunami 2004. Kehancuran yang terjadi tidak hanya menyapu rumah dan bangunan, tetapi juga meruntuhkan sendi-sendi infrastruktur transportasi. Namun, pasca tragedi itu, Aceh bangkit. Dengan dana rekonstruksi lebih dari 6,7 miliar dolar AS atau setara dengan Rp107,2 trilliun (Asian Development Bank, 2005). Kini Banda Aceh telah berubah menjadi kota yang berkembang pesat, menjadi pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, sekaligus destinasi wisata sejarah dan religi.
Pertumbuhan pesat jumlah penduduk dan aktivitas ekonomi di kota ini menghadirkan tantangan baru, yakni kebutuhan akan sistem transportasi massal yang modern, inklusif, dan berkelanjutan. Dalam konteks inilah Trans Koetaradja hadir, bukan hanya sebagai alat transportasi, tetapi juga sebagai simbol transformasi pasca-bencana. Sejak mulai beroperasi pada Mei 2016, Trans Koetaradja telah menjadi alternatif transportasi yang vital bagi warga Banda Aceh dan Aceh Besar. Dengan armada yang terdiri dari 59 unit bus, 6 koridor utama, 5 koridor feeder, serta 14 rute yang terhubung sebagai jalur operasionalnya (PPID Perhubungan, 2025).
Setiap harinya Trans Koetaradja mengangkut ribuan penumpang menuju berbagai tujuan, mulai dari tempat kerja, sekolah, pasar, hingga kawasan rekreasi. Bedasarkan data yang dipublikasikan oleh Dinas Perhubungan Aceh melalui akun media sosial Instagram @dishub_aceh, pada Juli 2025, lebih dari 74 ribu orang telah memanfaatkan layanan Trans Koetaradja. Angka ini telah mencerminkan bagaimana Trans Koetaradja telah menjadi solusi utama dalam mobilisasi masyarakat, memberikan pilihan yang praktis dan efisien bagi penggunanya dalam menjalani rutinitas sehari-hari.
Namun, Trans Koetaradja tidak boleh berhenti sebagai sekadar moda teknis. Transportasi massal ini memiliki potensi yang lebih besar dalam menjadi ruang literasi budaya, wahana pelestarian nilai lokal, sekaligus medium edukasi publik. Sebagai transportasi massal, Trans Koetaradja dapat berperan sebagai living classroom yang menyatukan mobilitas dengan kearifan lokal, yang memperkenalkan Aceh bukan hanya sebagai daerah dengan layanan transportasi massal gratis, melainkan sebagai pelopor inovasi transportasi massal yang berbasis budaya yang ada di Indonesia.
Dengan cara menjadikan Trans Koetaradja sebagai ruang literasi budaya berjalan. Hal ini dapat di implementasikan melalui beberapa cara. Pertama, penamaan halte. Saat ini, halte Trans Koetaradja menggunakan nama lokasi geografis. Padahal, halte bisa menjadi ruang edukasi sejarah. Misalnya dengan penamaan ganda seperti, Halte Mata Ie/Hamzah Fansuri, dan Halte Seutui /Teuku Umar. Dengan demikian, setiap kali penumpang naik atau turun, mereka juga diajak mengingat kembali jejak sejarah tokoh-tokoh besar Aceh. Hal ini tidak hanya memperkuat literasi sejarah, tetapi juga menumbuhkan kebanggaan identitas kolektif.
Kedua, musik tradisional sebagai hiburan di dalam bus. Alih-alih hanya musik nasional atau pop global, bus Trans Koetaradja dapat memutar lagu-lagu tradisional Aceh yang dikemas dengan modern, seperti yang dipopulerkan oleh artis lokal, seperti lagu Meusare-sare dan Ratoh yang dinyanyikan oleh Safira Amalia, Krueng Daroy yang dibawakan oleh Rafly Kande, atau Tarek Pukat yang di improvisasi oleh Kaka Alfarisi. Lagu-lagu tradisional Aceh ini dapat dikemas dengan aransemen modern agar lebih menarik bagi kalangan muda, tanpa kehilangan nuansa asli Aceh. Musik lokal yang dipopulerkan oleh musisi muda Aceh dapat menjembatani generasi muda dengan akar budayanya, sekaligus memperkuat nuansa khas Aceh di ruang publik. Inovasi ini tidak hanya menciptakan suasana khas Aceh, tetapi juga berfungsi sebagai sarana pelestarian seni tradisional yang semakin tergerus oleh arus budaya global. Mengingat banyak moda transportasi massal di kota-kota lain yang lebih memilih musik nasional dan lagu-lagu dari artis luar daerah, hal ini berpotensi mengurangi identitas lokal dalam sistem transportasi. Dengan memasukkan musik Aceh, Trans Koetaradja dapat memperkenalkan budaya lokal kepada penumpang dan wisatawan, sekaligus menjaga kekayaan budaya Aceh agar tetap relevan di tengah modernitas.
Ketiga, Promosi Wisata dan Kuliner melalui Poster atau Tayangan Digital di Dalam Bus. Setiap bus dapat berfungsi sebagai galeri bergerak yang menampilkan informasi singkat tentang destinasi wisata, sejarah, dan kuliner khas sesuai rute yang dilewati. Misalnya, bus yang melintasi rute Ulee Lheue bisa menampilkan potensi wisata pantai dan kuliner laut setempat, atau rute menuju Ulee Kareng yang dapat memperkenalkan Warung Kopi Solong yang berada di arah Ulee Kareng, atau bahkan rute Masjid Raya Baiturrahman yang dapat menampilkan Pasar Atjeh dan kuliner yang berada di sekitar kawasan Masjid Raya Baiturrahman seperti Mie Kocok Si Doel. Setiap bus nantinya akan menampilkan objek wisata dan kuliner yang berbeda sesuai dengan rute operasional yang dilalui. Dengan cara ini, wisatawan yang menumpang Trans Koetaradja tidak hanya mendapatkan panduan menuju tujuan mereka, tetapi juga pengalaman kultural yang lebih kaya. Selain itu, promosi ini berpotensi memajukan dan meningkatkan pendapatan bagi pelaku usaha wisata dan kuliner di sepanjang rute yang dilewati, sehingga transportasi massal dari Aceh mampu menciptakan dampak positif bagi ekonomi lokal.
Keempat, Literasi Digital melalui Aplikasi Trans Koetaradja. Aplikasi Trans Koetaradja yang telah dikembangkan oleh Dinas Perhubungan Aceh adalah bentuk bagaimana penerapan Intelligent Transport System (ITS). Aplikasi ini dapat diperluas fungsinya, tidak hanya sebagai alat untuk melihat jadwal bus, tetapi juga sebagai sarana edukasi. Misalnya, fitur “Sejarah Halte” yang menyajikan kisah singkat tokoh-tokoh besar Aceh sesuai nama halte, lalu “Peta Wisata Interaktif” yang menunjukkan destinasi wisata sepanjang rute, serta “Pesan Budaya” yang menampilkan kutipan hikmah Islami dan kearifan lokal setiap kali pengguna membuka aplikasi. Dengan demikian, teknologi digital tidak hanya mempermudah akses informasi, tetapi juga mencerdaskan penumpang dan wisatawan, sekaligus memperkenalkan nilai-nilai budaya Aceh secara lebih luas.
Namun, seluruh gagasan inovatif ini tentu tidak lepas dari tantangan yang dihadapi oleh sistem transportasi massal di Aceh. Jika melihat ke belakang, transportasi massal di Aceh sempat terhenti operasi karena masalah habisnya kontrak dengan penyedia armada dan keterlambatan pencairan dana operasional (Noviandi, 2025). Salah satu tantangan terbesar yang dihadapi adalah mengenai pendanaan. Selama ini, seluruh biaya operasional Trans Koetaradja bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA). Pada tahun 2023, biaya tersebut mencapai sekitar Rp9,5 miliar per tahun (Hilda, 2024). Ketergantungan penuh pada APBA tentu memiliki risiko, terutama jika terjadi tekanan fiskal atau perubahan prioritas anggaran yang dapat mengancam kelangsungan operasional transportasi massal ini.
Oleh karena itu, selain inovasi menjadikan transportasi massal di Aceh sebagai ruang literasi budaya bergerak, dibutuhkan pula inovasi dalam hal pendanaan alternatif yang lebih berkelanjutan. Salah satunya melalui kolaborasi multipihak. Pendanaan dapat melibatkan sektor swasta melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), kerja sama dengan merek/Brand dalam kampanye publik, serta sumbangan mikro dari masyarakat melalui aplikasi Trans Koetaradja. Inovasi ini dapat menjadi cara efektif untuk membangun sumber pendanaan alternatif bagi transportasi massal, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada anggaran pemerintah (Nalmpantis, 2019).
Sumbangan mikro dari masyarakat dapat di implementasikan dengan pengembangan fitur #RakanModaMeuseraya. Fitur ini nantinya dapat di integrasikan dengan QR Code resmi ke rekening simpanan milik Trans Koetaradja.QR Code ini bertujuan sebagai sarana yang memudakan penumpang dalam memberikan donasi sukarela sesuai kemampuan mereka. Bayangkan, jika tiap pengguna rutin menyumbang Rp2.000 saja per bulan, jumlah ini bisa terkumpul dan meningkat secara signifikan. Proyeksi awal, kontribusi mikro dapat menutup 5–7% biaya operasional, atau sekitar Rp450–630 juta per tahun. Inisiatif ini tidak hanya menambah sumber dana, tetapi juga memperkuat partisipasi masyarakat, yang selaras dengan nilai meuseuraya (gotong royong) yang kental dalam budaya masyarakat Aceh.
Dengan menerapkan dan mengembangkan gagasan-gagasan inovatif, transportasi massal di Aceh mencerminkan bagaimana beradaptasi terhadap tren pasar transportasi publik di Indonesia yang terus berkembang. Berdasarkan data dari Statista, sektor transportasi publik diproyeksikan mencapai pendapatan sebesar USD 1,89 miliar atau setara Rp31 triliun pada 2025, dengan pertumbuhan tahunan (CAGR) sebesar 3,47 persen hingga 2030 yang di iringin oleh peningkatan jumlah pengguna yang diperkirakan mencapai 148 juta orang, dan 23 persen pendapatan akan berasal dari transaksi daring pada 2030 (Statista, 2025). Data ini menegaskan posisi Trans Koetaradja sebagai bentuk prototipe penting dalam transformasi transportasi publik berbasis Intelligent Transport System (ITS). Penerapan teknologi maju, seperti elektronik, komputer, dan telekomunikasi, dalam sistem transportasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, keselamatan, dan kenyamanan pengguna. ITS memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk mengelola lalu lintas dan memberikan informasi real-time kepada pengguna, serta meningkatkan berbagai aspek transportasi sebagai smart city di Indonesia (Prihanika, 2020).
Dengan menggabungkan pendanaan alternatif, digitalisasi, dan kearifan lokal, Dinas Perhubungan Aceh memastikan bahwa Trans Koetaradja sebagai moda transportasi massal tidak hanya menjaga kelangsungan layanan, tetapi juga memperkuat nilai sosial dan budaya. Inovasi-inovasi ini juga mencerminkan dukungan pemerintah Aceh dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Upaya inovasi ini dapat tercermin dalam beberapa pilar SDGs, yaitu SDGs 11 tentang Kota dan Pemukiman Berkelanjutan, karena Trans Koetaradja menawarkan transportasi yang inklusif, ramah lingkungan, dan terjangkau (gratis). SDGs 9 tentang Infrastruktur, Industri, dan Inovasi, karena layanan ini mengintegrasikan teknologi ITS, aplikasi digital, dan inovasi manajemen. SDGs 10 tentang Pengurangan Ketimpangan, karena Trans Koetaradja menyediakan layanan terbuka untuk semua lapisan masyarakat, tanpa diskriminasi (Bappenas, n.d).
Mengintegrasikan kearifan lokal, nilai-nilai Islami, dan inovasi teknologi, Trans Koetaradja sebagai transportasi massal dapat menjadi contoh bagaimana transportasi tidak hanya berfungsi sebagai penghubung antar titik, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan pelestarian budaya. Dengan adanya literasi budaya, musik tradisional, promosi wisata, dan aplikasi digital, Trans Koetaradja bisa menjadi perpustakaan budaya bergerak yang mengedukasi masyarakat. Selain itu, model pendanaan berbasis meuseuraya memungkinkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menjaga kelangsungan layanan ini, sehingga menciptakan rasa memiliki dan kebersamaan dalam menjaga keberlanjutan transportasi massal di Aceh.
Trans Koetaradja bukan sekadar moda transportasi massal. Tetapi jalan baru menuju Aceh yang berbudaya dan berteknologi. Di setiap putaran rodanya, tersimpan harapan akan masa depan yang lebih inklusif, berakar, dan berkemajuan. Melalui inovasi ini, transportasi massal yang di kelola oleh Dinas Perhubungan Aceh membuktikan bahwa modernitas tidak harus memutus hubungan dengan nilai-nilai luhur, justru sebaliknya, transportasi massal dapat menjadi alat untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong, cinta budaya, dan kebanggaan identitas. Dengan semangat meuseuraya, Trans Koetaradja menjadi milik bersama, cermin dari wajah Aceh yang bersatu. Di dalamnya, masyarakat tidak hanya menjadi penumpang, tetapi juga penjaga, pembelajar, dan pelaku perubahan. Inilah inovasi yang tidak hanya bergerak di atas aspal, tetapi juga menyentuh hati dan kesadaran kolektif kita sebagai orang Aceh.(*)
Referensi:
Asian Development Bank. (2005, July 01). Indonesia Progress Report : Aceh-Nias Rehabilitation and Reconstruction. Retrieved from reliefweb.int: https://reliefweb.int/report/indonesia/indonesia-progress-report-aceh-nias-rehabilitation-and-reconstruction
Bappenas, S. (n.d). SDGs KNOWLEDGE HUB Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Retrieved from https://sdgs.bappenas.go.id/: https://sdgs.bappenas.go.id/tentang/
Hilda. (2024, Jan 13). Bus Gratis Trans Koetaradja di Aceh, Jawaban Transportasi Perkotaan. Retrieved from kompas.com: https://lestari.kompas.com/read/2024/01/13/060000586/bus-gratis-trans-koetaradja-di-aceh-jawaban-transportasi-perkotaan?page=all
Nalmpantis, D. R. (2019, April 15). Evaluation of innovative ideas for Public Transport proposed by citizens using Multi-Criteria Decision Analysis (MCDA). Retrieved from etrr.springeropen.com/: https://rdcu.be/eBqqN
Noviandi, Z. (2025, Jan 02). Masa Kontrak Kerja Berakhir, Bus Trans Koetaradja Berhenti Beroperasi di Banda Aceh. Retrieved from kompas.com: https://regional.kompas.com/read/2025/01/02/124138078/masa-kontrak-kerja-berakhir-bus-trans-koetaradja-berhenti-beroperasi-di?page=all
PPID Perhubungan. (2025, Feb 24). Bus Trans Koetaradja Kembali Beroperasi, Layani 14 Rute. Retrieved from dishub.acehprov.go.id: https://dishub.acehprov.go.id/2025/02/24/bus-trans-koetaradja-kembali-beroperasi-layani-14-rute/
Prihanika, D. D. (2020). Implementasi Fasilitas Intelligent Transportation System (ITS) Di Kota Palangka Raya. Media Ilmiah Teknik Sipil, 72-78.
Statista. (2025, Juni). Public Transportation – Indonesia: Market Outlook. Retrieved from Statista: https://www.statista.com/outlook/mmo/shared-mobility/public-transportation/indonesia