Dishub

Aksi Gebrak Masker di Pidie Jaya, Bentengi Diri dari Penyebaran COVID-19

Sebanyak 19.400 masker disebar Tim Gebrak Masker (GEMA) Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh ke Pidie Jaya, Kamis (3/9/2020) untuk disebar di lima kecamatan. Diantaranya Kecamatan Bandar Dua, Meurah Dua, Bandar Baru, Pante Raja, dan Trieng Gadeng. Masker ini tersebar ke 144 gampong di 5 kecamatan ini. Selain itu, Dishub Aceh juga menyebarkan baliho, spanduk, dan poster ke masjid, sekolah, puskesmas serta fasilitas umum lainnya. Masker yang disebar ini adalah distribusi dari Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang diserahkan ke Pemerintah Aceh saat kunjungannya ke Aceh beberapa waktu lalu. Seperti diketahui, masker telah terbukti mampu mencegah penyebaran Covid-19, membentengi diri, dan menjaga orang lain. Yang terpenting lainnya adalah, setelah memakai masker, kita dianjurkan tetap jaga jarak 1-2 meter. Covid-19 adalah nyata dan telah merenggut ribuan nyawa di Indonesia. Pada hari yang sama, mewakili Kadishub Aceh, Sekretaris Dishub Aceh, T. Faisal menyerahkan secara simbolis SK Kenaikan Pangkat PNS ke Plt. Sekda Pidie Jaya, Jailani Beuramat di ruang Setdakab Pijay. Penyerahan SK Kenaikan Pangkat bagi PNS ini periode 1 Oktober 2020 di Pijay dan Cabang Dinas SKPA di Pijay kepada 6 orang PNS. Selain itu, 22 SK Kenaikan Pangkat PNS lainnya diserahkan melalui Eselon III disaksikan Camat di 5 Kecamatan setempat. Penyerahan SK pada hari ini dilakukan secara serentak di 23 Kabupaten/Kota se-Aceh dengan total 3.527 SK Kenaikan Pangkat dan 65 SK Pensiun. “Diharapkan dengan kenaikan pangkat ini menjadi pendorong semangat dalam melanjutkan pengabdian kepada daerah, bangsa, dan negara,” ungkap Faisal. (MR)

BELAJAR KOMUNIKASI PUBLIK BERSAMA WIRA RISMAN

Digital kini telah menjadi kebutuhan sekaligus kekuatan dalam menyajikan informasi yang kredibel. Penyajian informasi dan publikasi menjadi salah satu kiat agar kinerja pemerintah dapat diketahui oleh masyarakat. Sehingga masyarakat memperoleh informasi yang utuh dan berimbang terkait kebijakan dan program-program pemerintah yang telah dilaksanakan. Untuk menghasilkan kualitas publikasi yang baik dan bermutu, Dishub Aceh selenggarakan coaching clinic sekaligus silaturrahmi bersama Wiratmadinata (Staf khusus Gubernur Aceh) dan Risman Rachman (Penasehat khusus Gubernur Aceh) di Aula Dishub Aceh, Banda Aceh, Selasa, 30 Juni 2020. Wiratmadinata berbagi pengetahuan dan pengalamannya serta pendekatan penggunaan jaringan telekomunikasi yang bersifat konstruktif pada ranah komunikasi publik dan kehumasan. Pada kesempatan yang sama, Wira juga mengajak Aparatur Sipil Negara (ASN) Dishub Aceh untuk ikut berpartisipasi dalam mempublikasikan kebijakan dan program-program Pemerintah Aceh khususnya pada instansi masing-masing. “Jika semua ASN bersatu padu dalam menyajikan informasi yang bersifat transparan dan jelas, sungguh ini akan menjadi sebuah bumerang yang baik dalam memajukan Aceh, cukup lima puluh persen saja, ini akan menjadi gebrakan yang brilian,” ujarnya penuh semangat di tengah diskusi ini. Jubir yang telah malang melintang di dunia jurnalistik ini juga menyampaikan pentingnya meningkatkan kuantitas dan kualitas komunikasi kerja Pemerintah Aceh di tengah serbuan informasi yang berlimpah, termasuk serbuan hoax. “Sekarang jamannya tsunami informasi, semua tersaji luas dengan akses yang begitu mudah, seluruh aktifitas setiap menitnya tercatat secara algoritma di mesin pencari, apalagi yang membuat kita tidak mempergunakannya dengan tepat?,” lanjutnya lagi dengan mata berbinar penuh antusias. Risman Rachman, yang turut berbagi pengetahuan dan pengalamannya dalam coaching clinic, menyampaikan bahwa publikasi yang berkualitas adalah publikasi yang mampu menarik perhatian pembaca. “Orang yang membuat konten dikalahkan oleh orang yang membuat perhatian, perhatian adalah kekuatan, konten adalah kunci,” sebutnya. Sebelum coaching, keduanya menyempatkan diri untuk mengunjungi Innovation Center Room (ICR) yang berada di lantai 2 kantor Dishub Aceh. ICR merupakan ruang dimana ASN Dishub Aceh melahirkan inovasi baru dan menjadi dapur produksi setiap publikasi.

Terapkan New Normal, Dishub Diapresiasi Asisten II Pemerintah Aceh

Dinas Perhubungan (Dishub) Aceh mendapatkan apresiasi terkait penerapan tatanan baru atau New Normal di lingkungan perkantoran. Hal ini disampaikan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretariat Pemerintah Aceh, T. Ahmad Dadek, saat kunjungan ke Dishub Aceh Rabu (3/6/2020). Kunjungan ini guna memastikan program BEREH (Bersih-Rapi-Estetik-Hijau) dan penerapan New Normal telah berjalan di kantor ini. Apresiasi ini tentunya dikarenakan Dishub Aceh telah menerapkan protokol kesehatan dan menghadirkan berbagai inovasi. Apresiasi ini meliputi tersedianya wastafel di lobi kantor, pengecekan suhu tubuh kepada semua ASN/tamu dan dilanjutkan pengisian kartu kewaspadaan kesehatan, pengaturan jarak 1 meter di front office maupun di ruang kantor. Selain itu, di pintu masuk kantor Dishub Aceh juga telah memasang stiker himbauan New Normal dan pesan lainnya di baliho, spanduk serta TV Signage yang tersedia. Sementara itu, Dadek juga menyarankan agar di front office Dishub Aceh memasang pembatas shield plastic. Hal ini demi menciptakan kenyamanan bagi tamu maupun staf yang bertugas. (MR)

Plt. Gubernur Aceh Tinjau Posko Perbatasan Aceh Tamiang

Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah bersama Forkopimda Aceh, Ketua DPR Aceh, Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, Wakajati Aceh, meninjau posko penanggulangan virus corona di terminal tipe B Aceh Tamiang, Selasa, 19 Mei 2020 yang disambut Bupati Aceh Tamiang, Mursil. Dalam kunjungan tersebut, Plt. Gubernur Aceh menyampaikan bahwa jelang lebaran Idul Fitri 1441 H jumlah pemudik dipastikan meningkat. Untuk mengantisipasi lonjakan pemudik, pemeriksaan dan pendataan di posko perbatasan perlu diperketat sesuai protokol kesehatan. “Kita yang bertugas di sini harus bekerja ekstra. Arus mudik dan arus balik harus dipastikan aman,” ujar Nova. Terkait kekurangan personil posko, Nova meminta Satuan Tugas Covid-19 Kabupaten Aceh Tamiang berkoordinasi dengan Gugus Tugas Covid-19 Pemerintah Aceh untuk kemungkinan-kemungkinan yang bisa dikolaborasikan antara Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. “Tolong perkuat personil di posko. Jika kurang, jajaki untuk penempatan relawan baik dari Tagana maupun organisasi sipil,” pesan Nova yang juga didampingi oleh Kadinsos Aceh dan Kadishub Aceh. Forkopimda Aceh mengharapkan semua pihak mendukung posko yang sudah dibentuk dengan mengevaluasi kekurangan-kekurangan yang ada. Sementara itu, opsi pendirian posko lain harap dipertimbangkan karena keterbatasan personil di semua sektor. Selain petugas Satgas Kabupaten Aceh Tamiang, Dishub Aceh juga telah menerjunkan 4 tahap regu pendataan pemudik dengan aplikasi SAPAMUDIK.id yang mulai bertugas 15 Mei 2020 sampai 27 Mei 2020. Tim gelombang 4 ini juga diperkuat oleh Tim Dalops LLAJ untuk memastikan semua angkutan umum yang datang dari Sumatera Utara ke Aceh masuk ke Terminal Type B Aceh Tamiang. Dibandingkan dengan 3 posko perbatasan lainnya, Aceh Tamiang merupakan gerbang masuk pendatang dari Provinsi Sumatera Utara. Kepala Dinas Perhubungan Aceh Junaidi, mengatakan bahwa Regu pendataan SAPAMUDIK ini akan terus bertugas ditengah lebaran Idul Fitri 1441H, dan pada tanggal 26 Mei 2020 direncanakan akan diturunkan kembali Regu Gelombang 5 untuk fokus pada pendataan arus balik. (AM)

Logistik menjadi Prioritas Angkutan Penyeberangan Ulee Lheue – Balohan

Kebijakan pembatasan orang bepergian yang dilakukan oleh sejumlah daerah kabupaten/kota di Aceh semakin memperkecil kemungkinan bertambahnya kasus positif Covid-19. Sebaliknya, aktifitas pengiriman logistik terus dilakukan agar ketersediaan logistik di daerah dapat terpenuhi, khususnya di kepulauan. Sabang sebagai salah satu pulau yang menjadi tujuan wisatawan domestik maupun mancanegara pun harus mengambil langkah pembatasan berpergian ke dan dari Kota Sabang. Walikota Sabang mewajibkan setiap orang  yang keluar/masuk Pulau Weh ini memiliki izin yang dikeluarkan Gugus Tugas Kota Sabang, kecuali PNS, TNI/Polri yang dapat menunjukan Surat Tugas. Guna memastikan aktifitas mobilitas berjalan lancar, hari ini Selasa, 12 Mei 2020, Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah, MT., kunjungi Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue Banda Aceh yang didamping Kadishub Aceh, GM PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Banda Aceh dan Ka. UPTD Pelabuhan Pemko Banda Aceh juga mengecek kesiagaan petugas pelabuhan dan awak kapal dalam menjalankan prosedur pengendalian penularan virus corona di area Pelabuhan dan di atas kapal. General Manager PT. ASDP Cabang Banda Aceh, Abjar, mengatakan bahwa seluruh fasilitas umum di atas kapal selalu disemprot cairan disinfektan sebelum di operasikan dan dalam pelayanan kapal juga mengikuti protokol kesehatan. “Kita sudah menyediakan wastafel umum di dek utama kapal. Dalam waktu dekat, kita juga akan menyiapkan APD lengkap bagi petugas kapal,” ujar Abjar. Informasi yang diperoleh dari Kapten KMP. BRR, M. Noer, saat ini kendaraan yang menyeberang ke Sabang dan sebaliknya hanya untuk mengangkut sembako dan logistik lebih diutamakan, sedangkan kendaraan pribadi tidak diperbolehkan kecuali emergency. Siang itu KMP BRR bertolak Kembali ke Sabang mengangkut 21 kendaraan barang serta 13 penumpang. (AM)

Waspada Itu Harus : Bersama Kita Cegah Penyebaran Covid-19 di Tanoh Rencong

Banda Aceh – Corona menjadi isu utama dunia saat ini. Keresahan dan kepanikan menyeruak di kalangan masyarakat. Ironisnya, sebuah video parodi pun bisa saja dianggap sebuah berita yang kian menakutkan dan berdampak pada penyebaran isu penuh dramatis. “Virus ini muncul bukan untuk dipanikkan apalagi gabut, akan tetapi pola hidup kita perlu berubah dengan standar kesehatan yang sudah kita ketahui bersama. Pola ini bukan hanya wejangan sebatas angin lalu dan tak perlu dihirau,” mungkin kata ini terdengar sadis, tapi tidak kali ini. Seberapa lama lagi kita dapat menganggap ini lelucon? Seiiring dengan merebaknya kasus Covid-19 yang terus melonjak tajam dan di balik aksi tanggap darurat di belahan dunia lainnya kian mengambil opsi akhir penanganan (lockdown –red), Dinas Perhubungan Aceh juga terus melakukan pencegahan secara optimal dengan pengawasan ketat dalam pelayanan transportasi. Kepala Dinas Perhubungan Aceh, Junaidi Ali selaku Ketua Komite Fasilitas (FAL) Aceh juga menyarankan pihak bandara terus memantau ketat dan mengoptimalkan fasilitas dalam menangani pencegahan Covid-19. Arus penumpang dan kargo juga terus dipantau agar tidak terjadinya kecolongan di pintu gerbang masuk ke Aceh. “Kita juga bertanggungjawab menjaga keamanan dan kenyamanan masyarakat Aceh dari titik awal yang berpotensi besar sebagai tempat menyebarnya virus corona,” ujarnya. Internal Dishub Aceh sendiri mulai dari diberlakukan absensi manual dan pengecekan suhu tubuh ASN Dishub Aceh sebagai langkah kecil hingga penyemprotan disinfektan di sejumlah fasilitas transportasi umum seperti areal terminal penumpang dan kargo Bandara Sultan Iskandar Muda, armada bus di Terminal Tipe A Batoh, Kapal KMP. BRR, KMP. Tanjung Burang, dan KMP. Papuyu. Tentunya langkah ini tidak serta merta dapat membumihanguskan Covid-19, namun perhatian dan kesadaran seluruh kalangan sangatlah diperlukan. Plt. Gubernur Aceh dalam rapat Forkopimda pada selasa malam (17/03) juga memberi instruksi tegas agar melakukan pengawasan ketat dan penertiban aktivitas yang berlangsung di keramaian seperti nongkrong di café atau warung kopi, taman, tempat wisata, pasar dan tempat keramaian lainnya. Menindaklanjuti instruksi tersebut, Perangkat Dishub Aceh yang dikoordinir langsung oleh Kadishub Aceh, Junaidi Ali membahas aksi yang harus dilakukan dalam memberi pelayanan transportasi bagi masyarakat dan kesiagaan mencegah wabah virus corona. “Jika ada hal yang tidak urgent, maka petugas perlu menghindari keramaian sementara ini, kesiagaan juga perlu terus ditingkatkan. Pantau terus kondisi terminal dan SDM agar tetap sehat,” ujar Junaidi saat melakukan teleconference bersama koordinator terminal Tipe B yang berada di daerah masing-masing. Jika Pemerintah saja yang bergerak dalam membekuk Covid-19 sungguhlah itu akan menjadi sebuah hal sedikit mustahil. Namun, jika kesadaran ini kita jadikan tameng bersama untuk menghadang Covid-19 maka dengan penuh kewibawaan kita cegah ia meyebar di Tanoh Rencong ini. Dan juga satu hal yang perlu kita lakukan bersama, tidak terindikasi dengan berita hoaks yang menyebar dan kepanikan hanya akan membawa kita pada langkah dan tindak lanjut yang keliru. (MS)

LOMBA FOTO SELFIE

Mau dapetin 2 Tiket Kapal Cepat Express Bahari Banda Aceh-Sabang (PP) Kelas VIP ?? Ikuti LOMBA FOTO SELFIE angkutan umum Aceh cek infonya di twitter Dishub Aceh, atau klik disini

Digitalisasi Pelayanan Trans Koetaradja

Di tengah kesibukannya mempersiapkan acara peresmian Depo Angkutan Massal Trans Koetaradja yang akan diresmikan oleh Plt. Gubernur Aceh Ir. Nova Iriansyah, M.T., pada Selasa, 24 Desember 2019, Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Trans Kutaradja, Muhammad Al Qadri, S.SiT, M.T., menyempatkan diri untuk diwawancarai oleh Tim ACEH TRANSit, Kamis (19/12) malam. Muhammad Al Qadri, yang lebih akrab disapa Bang Al menjelaskan panjang lebar terkait pencapaian UPTD Angkutan Massal Trans Kutaraja pada tahun 2019. “Pada akhir tahun ini, Dishub Aceh akan meresmikan beberapa pekerjaan yang telah dilaksanakan. Kita akan meluncurkan beberapa inovasi yang akan diterapkan pada pelayanan Trans Koetaradja,” ungkapnya. Beberapa pekerjaan yang akan diresmikan diantaranya; peresmian 12 unit armada baru Trans Koetaradja dan Ruang Pusat Kendali Trans Koetaradja, serta peluncuran aplikasi ETA (Estimate Time Arrival) dan prototype e-ticketing hasil kerjasama dengan Jurusan Teknik Elektro dan Komputer Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. Pengadaan 12 unit bus baru berukuran sedang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2019. Penambahan jumlah armada ini dimaksudkan untuk memperkecil jarak waktu tiba antar bus di halte agar sesuai dengan time table yang telah disusun. Yang mana menurut Al Qadri, salah satu faktor sering terlambatnya bus tiba di halte disebabkan jumlah armada yang beroperasi masih kurang pada suatu koridor, khususnya koridor 3 dan 5. Selain armada yang kurang, belum maksimalnya pelaksanaan pengawasan di lapangan juga menjadi faktor sering terlambatnya bus tiba di halte. Hal tersebut disebabkan masih minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada sehingga pengawasan terhadap operasional bus di lapangan tidak dapat dilakukan selama 12 jam bus beroperasi. Menurut Al Qadri, kendala pengawasan tersebut melatar belakangi UPTD Trans Kutaraja membangun Ruang Pusat Kendali. Ruang Pusat Kendali berfungsi sebagai media pengawasan terhadap operasional Trans Koetaradja di lapangan. Didukung sejumlah perangkat baru seperti; NVR (Network Video Recorder), People Counting Camera, CCTV dan Digital Signage yang terpasang di setiap halte, pihak Trans Koetaradja dapat memantau setiap pergerakan bus di lapangan. “Pada prinsipnya, tujuannya untuk meningkatkan pelayanan kepada pengguna Trans Koetaradja. Karena masyarakat ingin bus tiba di halte tepat waktu, kondisi bus bersih, dan pelayanannya bagus,” ungkapnya. Melalui pusat kendali, pergerakan bus juga dapat diawasi dengan NVR, dan GPS sebagai media tracker. Jika terjadi suatu kendala terhadap pelayanan Trans Koetaradja di lapangan, pihak UPTD Trans Kutaraja dapat mengambil tindakan responsif agar pelayanan kepada masyarakat tidak terhenti. Peningkatan pelayanan lainnya yang dilakukan adalah pemasangan CCTV dan Digital Signage di halte. Perangkat ini akan memudahkan pihak Trans Koetaradja untuk memantau kondisi halte setiap saat. “Kita berharap dapat mengetahui kondisi halte setiap saat melalui CCTV dan Digital Signage, baik untuk melihat kondisi penumpang maupun kedatangan bus itu sendiri. Dengan alat tersebut juga diharapkan dapat mencegah aksi pencurian yang pernah terjadi sebelumnya di halte,” harap Al Qadri. Selain peresmian armada baru dan ruang pusat kendali, UPTD Trans Kutaraja juga akan meluncurkan aplikasi ETA (Estimate Time Arrival) dan prototype e-ticketing. Al Qadri menjelaskan, aplikasi ETA berguna untuk memudahkan masyarakat mengetahui lokasi bus yang terdekat dengan halte. Aplikasi tersebut sudah dapat diunduh di Play Store melalui handphone berbasis android. Sedangkan e-ticketing, yang sudah diprogramkan sejak tahun 2016, ditujukan untuk pendataan dan akuntabilitas pendapatan Trans Koetaradja. “Pada tahun 2019 kita luncurkan prototype-nya. Setelah usai uji, pihak Universitas Syiah Kuala akan melakukan registrasi hak kekayaan intelektual dan diharapkan pada tahun depan dapat diproduksi di Aceh untuk dapat digunakan pada angkutan massal Trans Koetaradja,” ujar Al Qadri. Target jangka pendek yang ingin dicapai UPTD Trans Kutaraja ke depan diantaranya; melengkapi NVR dan people counting camera pada seluruh bus, memperbaiki jaringan internet di ruang pusat kendali, dan melakukan pemasangan running text ETA di setiap halte. Pemasangan running text ETA ditujukan bagi masyarakat yang tidak menggunakan telepon genggam berbasis android, seperti para lansia dan pelajar sekolah. UPTD Trans Kutaraja juga menargetkan load factor Trans Koetaradja pada tahun 2020 mencapai 70 persen. Di akhir wawancara Al Qadri berpesan, Trans Koetaradja masih baru dan butuh dukungan dari semua pihak termasuk masyarakat agar dapat memberikan pelayanan yang semakin baik. “Dengan penambahan armada dan teknologi, target kita bus Trans Koetaradja bisa tepat waktu. Kita juga berharap masyarakat semakin gemar menggunakan Trans Koetaradja,” tutup Al Qadri. Masih takut terlambat naik Trans Koetaradja? (Amsal) Versi cetak digital dapat diakses dilaman : TRANSit Yuk simak peresmian Depo Pusat Kendali Trans Koetaradja dalam vide ini

Komite FAL : Kesiagaan untuk Cegah Corona Masuk Aceh

Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda (SIM) sebagai pintu masuk ke Aceh telah melakukan upaya siaga terhadap virus corona yang menjadi isu mengkhawatirkan masyarakat saat ini. Simulasi yang dilakukan pihak-pihak terkait beberapa waktu lalu untuk melatih kesiapsiagaan serta tanggap darurat apabila terjadi urgensi. “Untuk mengantisipasi hal ini, pihak Angkasa Pura II telah mengambil kebijakan tegas dalam mencegah virus corona masuk ke Aceh, mengingat sedang dilakukannya relayout di terminal penumpang memang ada masalah keterbatasan ruangan untuk isolasi. Tetapi, hal ini sudah dipenuhi walaupun secara darurat dengan tetap mengikuti prosedur yang ada,” ujar Indra Gunawan, General Manager PT Angkasa Pura II Bandara SIM. Secara nasional GM PT Angkasa Pura II Bandara SIM juga menyampaikan bahwa telah diambil kebijakan untuk menutup semua penerbangan langsung dari Cina mulai besok (Rabu 5 Februari 2020 pukul 00.00 WIB-red). Jadi, tidak adalagi pesawat dari Cina yang langsung ke Indonesia, dengan demikian diharapkan penyebaran virus corona sudah lebih mudah dikendalikan. Rapat Komite Fasilitas (FAL) Bandara SIM, Selasa (4/2/2019) di Aula Dishub Aceh, merupakan pertemuan sebagai wadah koordinasi yang dilakukan secara rutin menyikapi surat edaran Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan RI. Komite FAL melaksanakan koordinasi sekurang-kurangnya 2 (dua) bulan sekali atau bila diperlukan untuk menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Dalam kesempatan rapat ini, komite secara khusus membahas kewaspadaan terhadap penyebaran virus corona dan langkah-langkah antisipasi yang perlu dilakukan oleh masing-masing sektor berdasarkan tugas pokok. Menurut Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas III Banda Aceh, Nuryanto menegaskan pihaknya saat ini masih terus melakukan thermal scanner kepada setiap penumpang yang datang ke Aceh khususnya kedatangan internasional di Bandara SIM. Hal ini juga dilakukan pemantauannya di beberapa kota lainnya. “Kita juga bekerjasama dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas serta Rumah Sakit rujukan yaitu RSUZA di Banda Aceh dan Rumah Sakit Cut Meutia di Lhokseumawe yang telah dipersiapkan untuk menangani virus ini dan terus berupaya agar warga nyaman dan terhindar dari virus ini,” sebutnya. Kadishub Aceh, Junaidi Ali selaku Ketua Komite FAL mengatakan, “Pemerintah hadir untuk menjaga masyarakat terkait penyebaran virus ini melalui bandara. Untuk itu, kita terus berkoordinasi dengan semua pihak yang terkait penyelenggaraan untuk meningkatkan kewaspadaan di Bandara SIM,” ujarnya. Pencegahan lainnya juga dilakuan Kantor Pos bersama Beacukai dengan menyetop pengiriman barang dari Cina. Sementara itu, informasi yang didapatkan dari Station Manager Garuda Indonesia, Riezky Arief Kautsar menyebutkan Australia dan Singapura telah melakukan hal yang serupa. Tak terkecuali, mereka juga memantau riwayat penerbangan dari Cina. Ditambahkannya, setiap crew pesawat Garuda Indonesia telah dilakukan private medical chek-up untuk tiap penerbangan. “Kita berkoordinasi internal authority di sana dengan perwakilan Garuda Indonesia di negara setempat,” ungkapnya. Koordinasi ini melibatkan banyak stakeholder lintas sektor. Diantaranya, Balai Karantina Pertanian, Kantor Kesehatan Pelabuhan, Kantor Imigrasi, BASARNAS, Disbudpar Aceh, BMKG, Pos Indonesia, AirNav, Angkasa Pura II Bandara SIM, DPPU Bandara SIM, Garuda Indonesia, Lion Grup, Air Asia, Fire Fly, Citilink, dan Susi Air. Mengakhiri rapat Komite FAL, Kadishub Aceh menyampaikan agar seluruh anggota Komite FAL untuk dapat menghadiri undangan Gubernur Aceh dalam acara Zikir dan Doa Bersama untuk Mahasiswa Aceh di Wuhan Cina pada Selasa, 4 Februari 2020 di Masjid Raya Baiturrahaman Banda Aceh setelah shalat Isya berjamaah. Zikir dan Doa ini akan diisi oleh Tgk Asy’ari Ibrahim, S.Pd.I serta tausyiah oleh Ustaz Masrul Aidi. (*)

Semangat Aceh dan Kepercayaan Dunia

Bertemu tokoh sekaliber Prof. Dr. Kuntoro Mangkusubroto, mantan Menteri Pertambangan dan Energi Indonesia yang juga pernah menjabat sebagai orang nomor satu di Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) NAD – Nias, ternyata tidaklah sesulit yang dibayangkan. Sehari setelah tim ACEH TRANSit, Arrad Iskandar menyampaikan keinginan untuk wawancara, tokoh super sibuk yang masih aktif di School of Business and Management Institut Teknologi Bandung Jakarta ini langsung menkonfirmasi dan mengajak bertemu disalahsatu café di kawasan SCBD Jakarta. Sore itu ditemani secangkir kopi obrolan pun mengalir dengan santai. Usai berbasabasi sejenak, semua pertanyaan tim ACEH TRANSit satu persatu pun disimak dan dijawab dengan ramah dan santai oleh beliau. Berikut petikan wawancaranya. Setelah 15 tahun pasca tsunami, apakah bapak masih memantau perkembangan Aceh? Saya melihat investasi di Aceh belum tumbuh seperti apa yang saya harapkan ketika meninggalkan Aceh 10 tahun yang lalu. Menilai dari infrastruktur yang telah dibangun di masa BRR maupun setelah masa BRR seharusnya investasi di Aceh sudah cukup tinggi. Besarnya investasi itu menunjukkan tingkat kepercayaan para investor dan sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Saya kira salah satu faktornya adalah kebijakan Pemerintah Daerah seharusnya lebih ramah terhadap sektor investasi. Ketiadaan kepastian hukum untuk melindungi investor pasti akan membuat investasi lesu. Ketika pertama kali melihat kerusakan yang sangat besar akibat tsunami, bagaimana Bapak merasa yakin untuk mampu mengerjakan rehabilitasi dan rekonstruksi? Saat pertama melihat dampak gempa dan tsunami yang meluluhlantakkan Aceh, baik dari sisi infrastruktur, kondisi psikologi masyarakat ditambah lagi konflik yang masih berlangsung, jujur saja saya merasa ragu mampu membangun Aceh seperti sedia kala. Setelah enam bulan di Aceh, saya bertemu dengan banyak masyarakat korban tsunami, mendengar harapan-harapan mereka, saya mulai berpikir sudah saatnya masyarakat Aceh tidak lagi hanya diperlakukan sebagai korban bencana, namun juga sebagai masyarakat yang ingin membangun daerahnya. Saya mengajak segenap masyarakat Aceh untuk bersama-sama membangun Aceh kembali, karena saya di Aceh ini cuma sementara sedangkan masyarakat Aceh disini selama-lamanya. Masyarakat Aceh dapat melihat ketulusan niat saya sehingga banyak yang mau berkontribusi dan membantu saya dalam membangun Aceh kembali. Dari situlah mulai timbul keyakinan dalam diri saya bahwa saya bisa membangun Aceh kembali, karena saya tidak sendiri dalam membangun Aceh. BRR berhasil membangun Pelabuhan Ulee Lheue dalam waktu 7 bulan dan Pelabuhan Malahayati dalam waktu 9 Bulan. Ini sesuatu yang luar biasa, dan diluar ekpektasi semua orang dan tidak mungkin terwujud tanpa adanya dukungan dan kepercayaan dari rakyat Aceh. BRR mengelola uang bantuan sebesar $7,2 Milyar dengan penyaluran bantuan tersebut mencapai 93 persen, jauh diatas rekor dunia yaitu Honduras dengan 63 persen, dapat Bapak ceritakan sedikit tentang pencapaian tersebut? Realisasi 93 persen itu jika kita menghitung hanya sampai pada bulan April 2009, saat masa tugas BRR berakhir di Aceh. Saat itu beberapa NGO masih membangun rumah bantuan dan menyalurkan bantuan lainnnya untuk korban tsunami. Jadi kalau saya perhitungan saya tidak salah jumlah realisasi penyaluran bantuan untuk Aceh itu adalah sekitar 103 persen di akhir tahun 2009. Bagaimana bisa realisasinya melebihi 100 persen? Saya menyewa dua perusahaan finance kelas dunia, yaitu Price Water House Cooper dan untuk mengaudit dan Ernst & Young untuk sistem pengendalian keuangan. Segala laporan saya buka ke publik. Saya juga menggagas satuan anti korupsi di BRR. Saya ingin mendapatkan kepercayaan dunia dengan menunjukkan bahwa kita tidak main-main dalam membangun Aceh kembali. Ketika kita berhasil mendapatkan kepercayaan dunia, maka bantuan pun terus mengalir untuk Aceh. Selain kegiatan yang dilaksanakan langsung oleh BRR, ada begitu banyak NGO dari seluruh dunia hadir membantu Aceh, Bagaimana Bapak mensinergikannya? Saya menggunakan metode yang sangat sederhana namun sangat efektif yaitu hanya berupa dua lembar formulir. Saya meminta seluruh NGO yang ingin menyalurkan bantuan untuk Aceh mengisi formulir yang isinya Lembaga apa, dari negara mana, berapa jumlah dana yang disumbangkan, membawa barang apa, bentuk sumbangannya apa, dan lokasinya dimana. Formulir itu lalu saya kumpulkan dan pelajari selanjutnya saya arahkan untuk menyalurkan bantuannya. Tantangan terberat saat Rehab Rekon di Aceh? Saat itu kondisi Aceh masih didera konflik, walau penandatangan MoU Helsinki sudah terlaksana namun tidak serta merta membuat situasi menjadi kondusif. Pernah dalam perjalanan ke Calang, saya dan rombongan dicegat oleh sekelompok orang tidak dikenal, saat itu sekitaran tengah malam. Saya menjelaskan bahwa saya dan rombongan ini dari BRR, datang untuk memberikan bantuan kepada masyarakat korban gempa dan tsunami di Calang. Saya bersyukur tanpa ada diskusi yang panjang kami akhirnya dipersilahkan melanjutkan perjalanan. Menurut saya hal-hal seperti ini sangat menghambat pergerakan BRR dalam penyaluran bantuan untuk Aceh saat itu. Saat ini Aceh mengembangkan pusat kajian mitigasi bencana untuk berbagi pengalamannya dengan masyarakat dunia, bagaimana bapak melihat ini sebagai sesuatu yang strategis? Saya melihat hal ini sebagai hal yang penting, ada banyak pelajaran yang dapat diambil dari gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh. Dengan adanya pusat kajian ini, data, fakta, maupun pengalaman penyintas gempa dan tsunami yang dapat menjadi sebuah penelitian yang manfaatnya dapat dipublikasikan dan juga diterapkan tidak hanya di Aceh tapi dimanapun tempat yang berpotensi menghadapi ancaman yang sama. Apa pengalaman yang paling berkesan di Aceh? Untuk saya yang paling berkesan di Aceh itu adalah SDN 17 Peulanggahan Banda Aceh. Peulanggahan itu salah satu daerah cukup parah terkena dampak gempa dan tsunami. Setelah SD tersebut melakukan pendataan ulang, ternyata jumlah murid yang selamat hanya 14 orang. Saya memerintahkan untuk membangun ulang SD tersebut walaupun banyak yang mempertanyakan keputusan saya. Keputusan saya tidak salah, tahun ke tahun siswa di SD tersebut terus bertambah. Saya juga sempat berfoto dengan ke 14 siswa tersebut sebagai kenang-kenangan. Ini pengalaman yang sangat berkesan untuk saya selama di Aceh. Pertumbuhan penduduk atau perkembangan kota Banda Aceh concern terhadap pemukiman pada kawasan rawan bencana, padahal dulu pernah digagas agar tidak bermukim di kawasan tersebut, bagaimana pendapat bapak? Saya melihat ketakutan dan trauma terhadap bencana gempa dan tsunami hanya berlangsung setahun. Setelah itu masyarakat mulai pulih dan kembali bermukim didaerah yang rawan terkena tsunami. Penetapan kawasan rawan bencana ini sangat sulit diterapkan karena ada tiga faktor yaitu romantisme kepemilikan tanah tersebut karena sudah turun temurun tinggal didaerah tersebut, keyakinan bahwa bencana tsunami tidak akan terulang lagi dalam waktu dekat, dan mata pencaharian karena banyak masyarakat yang