Pulau Banyak, Keindahan yang (Masih) Sulit Dijangkau

Hari itu, sang surya terbenam dengan warnanya yang lebih pekat. Entah karena pengaruh kepala dan badanku yang mulai berat setelah menempuh perjalanan melelahkan dari Kota Banda Aceh. Butuh 14 jam perjalanan dari Banda Aceh (Ibukota Provinsi Aceh) ke Singkil (Ibukota Kabupaten Aceh Singkil).

Jalanan pun tidak semuanya lurus mulus, tapi berliku dikelilingi pegunungan sawit, hanya sesekali tampak garis pantas juga mengiringi. Lelah, jelaslah sudah, tapi menyerah bukan jalan ninjanya.

Sebelum sang surya itu terbenam di peraduannya, terdengar omongan para pengunjung warung kopi (warkop) menyebutkan sebuah paradise terbentang di seberang daratan ini. Aku mulai tercengang dan bersemangat, terlupakan letih yang telah mendekam.

Kata mereka, tanah seberang itu taklah berwarna coklat tapi terhampar putih berkristal dengan gradasi airnya, dari biru tua hingga bening. “Tekadku bulat, aku takkan menyerah dengan perjalanan ini, meskipun panjang dan melelahkan, ada yang lebih indah untuk aku jumpai di seberang sana,” tutur batinku.

Pelabuhan Singkil menjadi pintu gerbang yang harus dilewati untuk menikmati paradise island yang diperbincangkan tadi. Melewati gerbang keberakatan atau gangway, terlihat sebuah kapal bermesin bersandar di badan dermaga. Truk-truk bermuatan penuh menyesaki lambung kapal, hingga tak bercelah. Bahkan di lorong sempit pinggiran truk tersebut juga dipenuhi kendaraan roda dua dan tumpukan logistik seperti tong-tong ikan dan kebutuhan pokok lainnya.

Ada aroma khas saat menyusuri lorong sempit menuju ruang penumpang. Aroma ikan, sayuran dan air laut telah bercampur padu menciptakan indera penciuman bingung mengartikannya.

Ada pemandangan lain yang terpampang di ruang penumpang. Para penumpang tertidur pulas di atas kursi dan beberapa lainnya di atas lantai yang dilapisi tikar. Belum lagi, tumpukan barang bawaan yang berpola abstrak di sepanjang mata memandang. Angin laut menjadi pendingin alami bagi mereka. Tidur pulas mereka mengalahkan nyamannya hotel bintang lama.

Setelah lebih kurang empat jam berteman dengan ombak dan samudera, kini pasukan nyiur mulai menyapa dari kejauhan. Semakin dekat, kristal-kristal sepanjang pasir pantai lebih terlihat jelas. Gerombolan ikan pun menyambut begitu lincah, berenang indah dari satu sisi ke sisi lainnya. It’s a perfect island, the paradise in Aceh.

Seperti yang dikatakan oleh Yans dan Alison, pelayar asal Amerika yang singgah ke Pulau Banyak sebelumnya berlayar dari Benua Kangguru, menyampaikan ketakjubannya akan pesona yang disungguhkan alam Pulau Banyak. Air laut yang sangat indah dan bening bersih, pasirnya yang cantik serta masyarakatnya yang ramah “It’s perfect combination,” ujarnya.

Namun pulau-pulau kecil yang tersebar di kawasan Pulau Banyak ini begitu sulit untuk diakses. Satu-satunya cara yang dapat diambil dengan menyewa boat kayu nelayan setempat. Seperti boat pada umumnya, fasilitas keselamatan yang dimiiki belum memadai. Di sinilah, peran pemerintah menjadi support system untuk mendampingi masyarakat dalam menyelenggarakan transportasi yang berkeselamatan.

Dilema transportasi di pulau paling ujung Aceh ini seakan tak ada ujungnya. Banyak wisatawan yang mengurungkan niatnya untuk berkunjung ke sana karena akses menuju gugusan pulau ini termasuk ruwet dan ribet. Memang selama kehadiran KMP Aceh Hebat 3 memberi kemudahan transportasi di wilayah kepulauan ini. Namun, jadwal kapal yang tidak beroperasi tiap hari ini juga menjadi kendala terbesar.

Pada kebiasaan perjalanan wisata menganut sistem berburu waktu, ada banyak spot yang harus dikunjungi, dengan penundaan keberangkatan atau off pelayaran kapal akan menghancurkan rencana awal petualangan ini. Dongkol, pastinya. Namun perjalanan ke Pulau Banyak bergantung pada kapal penyeberangan ini. Jika dengan kapal kayu, seperti yang dibicarakan pada awal tadi, faktor keselamatan belum dapat dipertanggungjawabkan. (Misqul Syakirah)

Selengkapnya klik download :

TRANSit

Skip to content