Pejalan Kaki

Ketika banyak kepentingan bercampur aduk dan prioritas terlupakan, maka perilaku akan kembali pada kendali “hukum rimba”. Kecenderungan ini terbias pada hakikat kebenaran bahwa “seluruh ruang milik rakyat”. Padahal, negara bertugas untuk memenuhi kebutuhan ruang bagi rakyatnya. Pemanfaatan Ruang sedapat mungkin harus mampu menampung dan mengaspirasikan hak-hak rakyat. Sekaligus, ruang yang diperuntukkan berasas pada kesepahaman dari hakikat membangun karakter bangsa yang epik. Setidaknya, bukan sebatas “Ruang Terbuka Hijau”. Namun, ada apresiasi terhadap ruang komunikasi yang perlu diperhatikan, menciptakan wadah aspirasi pemahaman dan jawaban dari kebingungan masyarakat pada ketersediaan ruang publik untuk keberlangsungan peradaban.

Lirik lagu “sepanjang jalan kenangan” kadang kala merasuk jauh hingga ke relung hati. Rasa rindu pada sudut kota, jalanan atau sekaligus rintik hujan menjadi saksi dan memori kisah itu. Gontaian langkah kaki meiramakan satu semangat yang akan diceritakan pada generasi mendatang. Kisah tentang gemerlapnya kota atau teduhnya pedesaan menjadi background nostalgia masa lampau. Banyak kisah lain yang menggambarkan keteduhan jalanan utama kota ini. Layaknya, jalan setapak tanpa rumput membentuk garis tanpa ilusi. Semua terus berubah, hilir mudik kendaraan serta riuhnya penjaja dagangan kian bersahutan. mereka tersingkir jauh ke pinggiran. Semburan asap dari knalpot yang menyeruak bak letusan gunung api mengusir kenangan indah. Perjalanan ini menjadi pengantar cerita cucunya kelak. Dialah, si pejalan kaki, Kemanakah ia? Rentakah ia bersama masa dan budaya? Atau tersingkirkah ia dari kota ini?

Pejalan kaki, moda transportasi pertama yang dipelajari oleh umat manusia. seremoni “turun tanah” sebagai awal seseorang diajarkan untuk berjalan sepertinya telah menjadi sesuatu yang sinis. Teori masih mengakui bahwa seseorang yang bepergian dengan berjalan kaki dalam perjalanannya atau paling tidak sebagian dari perjalanannya, disebut juga pejalan kaki. Misalnya, ia sedang berlari, jogging, hiking atau bahkan ketika duduk dan terbaring di jalan.

Semua manusia pada hakikatnya adalah pejalan kaki. Aktivitas pergerakan dari rumah ke kantor atau ke suatu tempat tujuan lainnya. Bahkan, mungkin berjalan kaki dalam satu atau beberapa bagian dari perjalanan seperti menuju ke dan dari halte bis.

Ironisnya, pejalan kaki kian tersingkirkan dari peradaban transportasi. Anggapan kere atau dari kasta yang rendah merekat erat di bahu mereka, sehingga tidak ada perhatian yang dilakukan untuk memfasilitasi pejalan kaki. Kondisi ini menjadi kritis ketika mengetahui bahwa lebih dari seperlima kematian akibat kecelakaan lalu lintas jalan di seluruh dunia yang mencapai 1,24 juta orang per tahun adalah pejalan kaki (Pedestrian Safety: a road safety manual for decision-makers and practitioners, WHO).

Faktor resiko penyebab kecelakaan pejalan kaki dalam melakukan aktivitas transportasi penting untuk dilakukan “intervensi”. Tindakan ini merupakan suatu bentuk perlindungan bagi kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki. Para praktisi keselamatan jalan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah diharapkan dapat membantu implementasi tindakan-tindakan khusus dalam mencegah kecelakaan lalu lintas jalan, meminimalkan cedera serta mengevaluasi dampak.

Apakah Intervensi untuk mencegah kecelakaan pejalan kaki menjadi bagian dari subsidi untuk menjaga ruang gerak bagi rakyat. Namun, mendukung pengembangan kapasitas nasional dan kerjasama internasional untuk perlindungan pejalan kaki harus menjadi agenda. ada sudut pandang segelintir pemikiran, “Subsidi ini bebannya negara”. Atau kita akan mengutip bayaran kepada pejalan kaki.

Tak belari jauh dari intervensi, subsidi, negara, masyarakat dan seluruh unsur yang berpijak di atas tanah ini memiliki peranan penting dalam setiap denyut nadi negara ini. Mengambil peran dalam porsinya, dengan dalih insentif atau disinsentif. Pendapat umum bahwa subsidi seperti mutiara di laut dalam yang hanya tersentuh oleh mereka yang punya koneksi menembus dalamnya palung. Pelayanan seadanya, infrastruktur seadanya. Toh, tak perlu bersusah payah, untung ruginya tidak terkait dengan kualitas pelayanan.

Ruang pergerakan selama ini dilirik sekilas oleh penyedia transportasi khususnya perintis. Faktanya, prinsip utama transportasi terabaikan. Pelayanan transportasi bersifat lebih kaku dan searah. Jadwal dan upaya pelayanan bergulir sebagaimana maunya bukan sebagaimana mestinya. Ala kadar, tanpa berbuat baik pun mereka tak akan “menggulung tikar”. kelihatannya, masyarakat tak mengeluh dengan itu. Yah, nyaman saja, asal mereka sampai ke tujuan walaupun dengan segala keterbatasan yang ada.

Subsidi pada hakikatnya merupakan instrumen fiskal yang bertujuan untuk memastikan terlaksananya peran negara dalam aktivitas ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Seperti halnya, subsidi pada sektor angkutan umum diperuntukkan agar masyarakat dapat mengakses wilayah dengan aman, cepat, dan nyaman sebagai ideologi dasar transportasi.

Sekarang, sejauh mana subsidi telah menyentuh persoalan ekonomi rakyat menjadi lebih berdaya dan tidak sedang “membelah bambu”. Subsidi menjadi surga bagi segelintir dan neraka bagi sebagian lainnya. Ironis, ya, sangat disayangkan! Subsidi tertopang hanya pada sebelah tongkat. Terpingkal-pingkal dan tertatih-tatih beranjak kepada “si tuan punya badan”. Implementasi subsidi transportasi juga merupakan wujud peruntukan dalam membuka ruang publik atau ruang pergerakan masyarakat. Keterbukaan ruang ini sebagai wadah masyarakat dalam mengaspirasikan kehendaknya.

Kita tidak dapat menghentikan perkembangan moda transportasi yang semakin canggih. Tetap saja, berjalan kaki adalah fitrahnya manusia. Sejauh mana hak pejalan kaki akan tetap dihargai? Pemerintah perlu instrospeksi agar memiliki sikap yang tegas untuk memberi prioritas kepada pejalan kaki termasuk memberi rasa aman terhadap terjadinya kecelakaan dan keberpihakan pada polusi lingkungan.

Junaidi, S.T., M.T.

Tulisan versi cetak online dapat diakses pada laman ini
https://dishub.acehprov.go.id/publikasi-data/aceh-transit/tabloid-transit/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content