Pawai Kapal Hias, Impresi Kemahsyuran Maritim Aceh

Kerajaan Aceh adalah salah satu kerajaan di nusantara yang bercorak islam. Kerajaan ini awalnya ialah sebuah pelabuhan transit yang kemudian yang berkembang pesat menjadi kota pelabuhan hingga akhirnya berubah menjadi sebuah kerajaan. Kerajaan Aceh didirikan oleh raja pertamanya yaitu Ali Mughayat Syah (1514-1530 M). Adapun kerajaan ini dapat berubah menjadi kerajaan besar sendiri tidak lepas dari pengaruh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511.


Karena hal tersebut, Aceh yang wilayahnya sangat strategis terletak di Selat Malaka pun menjadi pelabuhan alternatif bagi para pedagang, khususnya pedagang muslim yang enggan berbisnis di Malaka karena telah dikuasai oleh Portugis.Kehidupan ekonomi masyarakat Aceh adalah dalam bidang pelayaran dan perdagangan. Dalam perdagangan Kerajaan Aceh memiliki komuditas meliputi lada, emas, minyak tanah, kapur, sutera, kapas, kapur barus, menyan dan belerang.


Hasil bumi dan alam yang banyak menjadi bahan ekspor dan komiditas perdagangan yang penting bagi Aceh, sehingga perekonomian Aceh maju dengan pesat. Dalam bidang pelayaran, Aceh yang letaknya sangat strategis di selat malaka pun sangat diuntungkan sehingga menjadi kota pelabuhan. Dari kota pelabuhan tersebut, Aceh mengadakan hubungan dengan pihak asing. komoditas utama atau bisa dikatakan unggulan di Kesultanan Aceh yang diekspor ke luar adalah lada. Adapun kapal yang dimiliki oleh Kerajaan Aceh yang digunakan untuk perdagangan dan pelayaran pada masa keemasan dibawah pimpinan Sultan Iskandar Muda sendiri adalah Kapal Galleon.


Pawai Kapal Hias dari Krueng Aceh hingga pendopo Gubernur Aceh yang diselenggarakan dalam rangka memeriahkan PKA 8 Tahun 2023 bertepatan di Hari Minggu (5/11/2023) menjadi suatu peristiwa yang memvisualisasikan dan merayakan kejayaan maritim Aceh. Perjalanan pawai ini tidak sekadar perayaan visual, tetapi juga merangkum sejarah dan warisan keberlanjutan tradisi maritim Aceh.


Krueng Aceh sebagai Landasan Sejarah


Pawai Kapal Hias dimulai dari Krueng Aceh, yang merupakan simbolisasi landasan sejarah kejayaan maritim Aceh. Krueng Aceh, sebagai jalur air yang mengalir melalui sejarah perdagangan dan perlawanan, menjadi awal perjalanan pawai yang sarat makna.


Kapal Hias sebagai Warisan Budaya


Kapal Hias yang dihias dengan megah bukan hanya perwujudan seni, tetapi juga warisan budaya yang memperkaya kekayaan maritim Aceh. Setiap kapal membawa cerita tentang perdagangan rempah-rempah, keberanian panglima laut, dan kejayaan maritim Kesultanan Aceh.


Perjalanan Menuju Pendopo Gubernur


Perjalanan kapal hias menuju pendopo Gubernur Aceh mencerminkan peran penting Aceh dalam konteks regional dan nasional. Pendopo Gubernur, sebagai tempat pertemuan dan pengambilan keputusan, menjadi saksi kejayaan maritim Aceh yang turut membentuk nasionalisme dan identitas bangsa.


Simbol Keberlanjutan Tradisi


Pawai Kapal Hias tidak hanya merayakan masa lalu, tetapi juga menunjukkan keberlanjutan tradisi maritim Aceh. Melibatkan generasi muda dalam pawai ini memberikan pesan bahwa warisan maritim harus dijaga dan dilestarikan untuk masa depan sekaligus dapat menyaksikan, merasakan kebanggaan akan kejayaan maritim Aceh.


Pawai Kapal Hias menjadi peristiwa yang mencerminkan keberagaman dan kekayaan budaya maritim Aceh. Lebih dari sekadar perayaan, ini adalah suatu bentuk penghormatan terhadap warisan sejarah yang melibatkan masyarakat dalam merawat dan melestarikannya. Dalam pawai ini juga, mengingatkan kembali kita pada seorang laksamana wanita yang begitu tangguh dan ditakuti di samudera nan luas ini.
Ialah Panglima Malahayati terkenal karena strategi militernya yang cerdas dan berhasil memimpin pasukan laut Aceh dalam melawan pasukan kolonial Belanda pada abad ke-17. Namun, dampak dan ketenaran strateginya tidak hanya terbatas di wilayah Aceh, tetapi juga mencapai Eropa. Inilah tujuannya, pawai kapal hias menjadi visualisasi Sejarah bagi generasi sekarang, sehingga penerus bangsa ini tidak lupa dengan kejayaan yang dulu bersanding dengan nama Aceh ini.(*)

Versi cetak digital Tabloid Aceh TRANSit Edisi 15 dapat diakses di laman:

Skip to content