Menguji Hasrat: Kita Tidak Siap dengan “Larangan Mudik”

Mudik, suatu tradisi yang selalu ada tiap tahun terlebih menjelang Idul Fitri. Banyak orang di perantauan memilih dan telah mempersiapkan untuk mudik walau hanya sekedar hajat merayakan lebaran bersama sanak famili di kampung halamannya. Namun ada dilema yang berkata lain kali ini, ada instruksi tegas yang melarang mudik, pasalnya ini menjadi sebuah “malapetaka” bagi yang tercinta.

Saat peraturan “dilarang mudik” dikeluarkan oleh pemerintah, disitulah mulai terjadi kelonjakan orang-orang yang mudik, dikarenakan mereka berfikir kalau nanti tidak akan bisa pulang lagi. Tetapi kenyataannya, masih banyak orang yang tidak memperdulikan larangan itu, mereka berpikir tetap harus mudik dan berlebaran di kampung halaman.

Realita mengilustrasikan mereka yang mudik lebih banyak berasal dari wilayah terjangkit Covid-19 seperti Jakarta, Surabaya dan wilayah lainnya. Putusan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) juga telah diterapkan pada wilayah tersebut sesuai amanat dalam aturan turunan dari Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 25 Tahun 2020. Aturan ini sungguhlah jelas dan tegas, dikatakan lagi, sanksi-sanksi yang diberlakukan jika melanggar aturan tersebut. Aturan ini memuat ketentuan teknis mengenai operasional di semua layanan moda transportasi, baik angkutan darat, laut, kereta api, maupun pesawat terbang.

Larangan ini menjadi polemik besar dalam masyarakat, kepanikan dan keresahan memicu “adrenalin” masyarakat untuk berjibaku dengan aturan ini. Ide-ide “kreatif “ muncul menghiasi ranah transportasi dalam mengakali cara untuk pulang kampung. Ada yang menyamar menjadi petugas kesehatan bahkan ada yang bersembunyi di truk-truk logistik agar sampai ke tanah kelahiran. Ironis, Banyak akal “somplak” yang jadi tontonan kali ini.

 

Pengukuran suhu tubuh penumpang menjadi hal biasa dilakukan di Bandara SIM

Larangan tersebut dikecualikan untuk angkutan logistik atau barang kebutuhan pokok dan kendaraan pengangkut obat-obatan, serta kendaraan pengangkut petugas, kendaraan pemadam kebakaran, ambulans dan juga mobil jenazah.

Terkait dengan pemberian sanksi bagi pelanggar larangan mudik, pada tahap awal penerapannya pemerintah akan mengedepankan cara-cara persuasif. Tahap pertama yaitu pada tanggal 24 April hingga 07 Mei 2020 yang melanggar akan diarahkan untuk Kembali ke asal perjalanan.

Pada tahap ke dua, yaitu 07 Mei sampai dengan 31 Mei 2020 atau sampai berakhirnya peraturan, yang melanggar selain diminta Kembali ke asal perjalanan juga akan dikenai sanksi sesuai perundang-undangan yang berlaku

Namun, yang menjadi dilema saat ini adalah masih minimnya rest area di tempat chek point yang diaktifkan sebagai posko penangkalan Covid-19. Sebenarnya di Aceh masih steril terhadap corona, tapi juga tidak dapat disepelekan, karena ada pembawa yang nekad dari wilayah terjangkit. Bahkan, masih ada jalan tikus yang digunakan untuk menerobos agar sampai ke tempat tujuan.

Khususnya Aceh, Untuk mengantisipasi dan mencegah masuknya Covid-19 tersebut telah dibangun posko perbatasan Aceh yang berbatasan dengan Sumatera Utara itu berada di empat titik. Keempat lokasi itu, yakni di Aceh Tamiang, Kota Subulussalam, Aceh Singkil, dan Aceh Tenggara. Namun, masih ada masyarakat yang enggan memberi tahu asal tujuan, karena takut dicurigai dan dihadang untuk tidak pulang ke kampung.

Prediksi dari kekhawatiran ini, keluar masuk mobil angkutan umum dan kendaraan pribadi antar kedua daerah ini semakin meningkat. Tentu hal ini karena menjelang Idul Fitri 1441 Hijriah. Pemeriksaan itu semakin ketat dalam beberapa hari terakhir ini. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah juga telah jauh-jauh hari sudah melarang warga mudik, apalagi bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sudah diatur sanksinya.

Aceh memang belum memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), namun bisa berupaya dengan memperketat perbatasan dan tidak melakukan mudik terlebih dulu. memang berat, karena kebiasaan sebuah “larangan” adalah pelanggaran dan menguji hasrat untuk terus melawan arus. Tapi, apa salahnya kita membuktikan cinta pada tanah kelahiran dan penghuninya dengan mematuhi larangan mudik pada masa ini. (Dewi)

Cek tulisan cetak versi digital di laman :

Tabloid ACEH TRANSit

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Skip to content