Adil bukan suatu kata yang bermakna sama rata atau rasio pembagian yang sama pada setiap individual. Namun, adil merupakan rasio pembagian atau pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan kewajiban individual di atas hak yang dimilikinya.
Polemik keadilan belakangan ini menjadi suatu perbincangan hangat di dalam masyarakat. Polemik tersebut mengarah terhadap pembangunan maupun pelayanan satu arah, yakni arah pembangunan dan pelayanan yang hanya fokus pada wilayah perkotaan.
Perkembangan transportasi perkotaan yang pesat tidak berjalan beriringan dengan transportasi wilayah pelosok yang sedikit jauh tertinggal. Fenomena ini dapat dilihat pada pelayanan transportasi yang belum merata hingga bagian dalam pedesaan. Hal ini membuat masyarakat desa mengalami kesulitan dalam mengakses angkutan umum. Mereka harus berjalan kaki beberapa kilometer agar dapat menikmati angkutan umum sehingga upaya penghematan waktu tempuh pun tidak tercapai dengan kebiasaan yang demikian.
Dalam hal ini, perencanaan pembangunan transportasi Aceh merujuk pada prinsip keadilan dan kemandirian. Kedua prinsip tersebut akan terwujud apabila adanya pelayanan transportasi yang memadai yang akan berimbas pada semua sektor lainnya. Pada hakikatnya, pembangunan bidang transportasi saat ini merupakan salah satu upaya yang paling tepat dalam pengembangan keterpaduan sektor ekonomi, pendidikan, kesehatan, pariwisata, dan sosial budaya.
Aksesibilitas terhadap pelayanan transportasi memberi ketegasan terhadap kualitas dan keterjangkauan dari prasarana dan sarana yang ada. Kualitas pelayanan transportasi yang baik akan memberikan kepuasan yang tinggi pula terhadap pelayanan sehingga mereka akan kembali menggunakan transportasi umum yang cepat, efisien, dan tepat. Dengan demikian, keterjangkauan tersebut terus ditingkatkan agar dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Pemerintah Aceh terus berupaya untuk mencapai cita-cita transportasi yang merata hingga setiap wilayah. Cita-cita tersebut dapat diwujudkan dengan cara mengembangkan pelayanan transportasi yang merata. Garis-garis integrasi terus dipadupadankan agar pelayanan tersebut dapat mencapai tingkatan di mana masyarakat dengan mudahnya mengakses pelayanan transportasi dari pelosok hingga pusat kegiatan yang dituju.
Tatanan transportasi terus ditata melalui sistem keberlanjutan. Keberlanjutan di sini juga memiliki arti pemeliharaan prasarana sehingga umur pemanfaatan lebih awet dari perkiraan dan pengendalian risiko (mitigasi) yang akan terjadi dari segala aspek sehingga dapat disusun suatu kebijakan yang cepat, tanggap, dan tepat. Pelaksanaan keberlanjutan juga mengukur tingkat kesadaraan pemeliharaan dan kepemilikan prasarana bagi semua kalangan baik dari tingkatan pemerintah hingga masyarakat penerima manfaat.
Dari segi regulasi, Pemerintah juga terus berupaya untuk menghindari timbulnya kesenjangan antar wilayah koridor transportasi dan sektor pendukung lainnya, maka pembangunan daerah tertinggal terus ditingkatkan dengan penciptaan transportasi lokal ke wilayah pertumbuhan dan percepatan pemenuhan infrastruktur serta fasilitas keselamatan. Di sisi lain, percepatan pengembangan konektivitas dan pelayanan publik terus dupayakan dan dijadikan sebagai program strategis pemerintah daerah. (Syakirah)
Versi cetak online sila unduh di laman ini