BANDA ACEH – Angkutan umum perkotaan merupakan bagian dari sistem transportasi yang berperan penting dalam mendukung pertumbuhan kawasan perkotaan dan sekitarnya. Di berbagai kota di belahan dunia, kebutuhan akan transportasi perkotaan semakin berkembang, tidak hanya ramah, nyaman dan aman bagi lingkungan tapi juga harus berkelanjutan.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan Aceh Teuku Faisal saat membuka Seminar Eksistensi Angkutan Umum Perkotaan dalam mewujudkan transportasi berkelanjutan di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, Senin, 4 Desember 2023.
Ketersediaan layanan angkutan umum perkotaan yang terintengrasi dan dikelola dengan sistem yang baik, menurut Teuku Faisal, akan berimplikasi pada efektivitas mobilitas masyarakat, efisiensi pengelolaan sistem transportasi, serta meningkatkan kenyamanan dan menjaga kualitas hidup masyarakat perkotaan.
Pada kesempatan tersebut, Teuku Faisal menggugah akan pentingnya memulai sejak dini perencanaan dan implementasi transportasi perkotaan sesuai dengan kebutuhan di wilayah masing-masing. Dan mungkin bagi sebagian kabupaten/kota, transportasi perkotaan belum menjadi program prioritas.
“Kenapa kita harus memikirkannya dari sekarang? Karena kita paham, transportasi perkotaan sangat berkaitan erat dengan masalah lain seperti masalah sosial, ketersediaan ruang ataupun lahan, infrastruktur, anggaran dan kebijakan pemerintah,” ungkap Teuku Faisal di hadapan para Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten/Kota se-Aceh yang turut hadir dalam acara ini.
Sebagai gambaran, perencanaan angkutan massal Trans Koetaradja yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh dimulai pada tahun 2010 dan pertama kali beroperasi pada tahun 2016 dengan melayani ke simpul-simpul penting di Kota Banda Aceh seperti bandar udara, pelabuhan, kampus, pusat perkantoran, rumah sakit, bank dan lain-lain.
Seiring tumbuhnya minat masyarakat, layanan Trans Koetaradja pun diperluas hingga melayani 6 koridor utama dan 5 koridor pengumpan (feeder) yang meliputi wilayah Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, serta layanan yang menjangkau lokasi pariwisata pada hari tertentu, atau lebih dikenal dengan “Trans Meudiwana”.
Sejalan dengan perkembangannya, kata Teuku Faisal, operasional angkutan massal Trans Koetaradja dihadapkan pada beragam permasalahan dan tantangan di antaranya belum tersedianya jalur khusus, kebutuhan modernisasi dan digitalisasi pelayanan, integrasi cakupan layanan, keterbatasan pembiayaan, dan berbagai tantangan lainnya.
“Oleh karena itu, kami berharap kegiatan ini bermanfaat bagi kita untuk membangun harapan, pemahaman dan terjalinnya diskusi tentang proyeksi kebutuhan penyediaan layanan angkutan umum perkotaan untuk mewujudkan transportasi yang terintegrasi dan berkelanjutan di Aceh,” harap Teuku Faisal.
Seminar Eksistensi Angkutan Umum Perkotaan ini menghadirkan Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno sebagai narasumber.
Djoko menyebutkan bahwa penyelenggaraan angkutan massal Trans Koetaradja di Banda Aceh dan Aceh Besar sudah berjalan cukup baik dan patut diapresiasi. Ia menilai keberpihakan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan angkutan umum perkotaan menjadi poin penting, baik dari sisi kebijakan maupun anggaran.
Di samping itu, kata Djoko, masalah utama dari sistem angkutan umum bertrayek adalah moda angkutan lanjutan seperti ojek, taksi, dan becak yang terkoneksi dengan angkutan utama belum sepenuhnya tersedia. Sehingga hal itu bisa mengakibatkan minat masyarakat untuk menggunakan angkutan umum menjadi menurun dan lebih memilih pemakaian kendaraan pribadi.
Oleh sebab itu, subsidi tarif angkutan umum seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Aceh pada angkutan massal Trans Koetaradja bisa menjadi solusi.
Keberadaan transportasi perkotaan, menurut Djoko, sebenarnya sangat penting untuk mengurangi risiko kemacetan di jalan raya, polusi udara yang semakin mengkhawatirkan, hingga kasus kecelakaan di jalan raya yang didominasi oleh usia pelajar dan produktif.
Dalam seminar tersebut, Djoko juga memaparkan berbagai informasi dan praktik penyelenggaraan angkutan umum perkotaan yang telah berlangsung di Indonesia. Pemaparan ini diharapkan bisa menjadi pembelajaran bagi pemerintah kabupaten/kota di Aceh untuk mulai menginisiasi penyelenggaraan angkutan umum di wilayahnya masing-masing.(AB)