KITA begitu dekat dengan sepeda. Sampai-sampai telah menjadi bagian dan tren hidup umat manusia. Sejak pertama kali muncul 12 Juni 1817 di koran Mannheim, Jerman, penemunya Baron Karl Von Drais pria asal Karlsrhuhe itu mencipatkan Laufmachine. Inilah yang menjadi cikal bakal sepeda masa kini sebagai transportasi ramah lingkungan.
Konon, Baron menciptakan Laufmachine lantaran kuda yang digunakan sebagai transportasi tidak lagi digunakan. Kuda dikonsumsi karena terjadi krisis pangan di Eropa. Krisis pangan terjadi karena letusan Gunung Api Tambora di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 1815. Dikabarkan, awan letusan ini hampir menutupi Eropa. Akibatnya terjadi gagal panen dan kelaparan.
Selang beberapa abad setelah diciptakan sepeda, tanpa kampaye besar-besaran, pesepeda Banda Aceh memulai kampaye ramah lingkungan dengan ramai-ramai bersepeda. Bak mereka menyukai lontong saat lebaran tiba.
Inilah warga kota. Sebagai kaum urban yang jenuh dengan kemacetan, ini menjadi gerakan sosial terbaik dalam upaya melawan polusi kendaraan bermotor yang menjangkiti Banda Aceh. Namun, sejauh mana pesepeda yang mayoritas newbie ini paham aturan bersepeda?
Sebuah meme pesepeda viral beberapa waktu lalu. Nampak dalam meme, pesepeda kota menyerobot jalanan bergerombolan. Di sisi lainnya, meme menampakkan orang desa yang konvoi sepeda berbaris satu baris dengan rapi.
Menjadi pertanyaan, mayoritas orang kota di dominasi tingkat pendidikan tinggi. Sementara di desa, mayoritas masyarakat aktivitas sehari-harinya adalah bertani, berkebun dan lainnya. Tetapi, kenapa pelanggaran ini justru dinampakkan oleh kaum urban kota yang dekat dengan akses pengetahuan dan pendidikan.
Ada kalanya, ini pula yang menjadi kerisauan Dinas Perhubungan Aceh menggelar Diskusi Kota Transportasi Hijau bertajuk ‘Bike Booming Selama Pandemi’, Sabtu (22/8/2020) secara webinar.
Salah satu narasumber, Dr. Irin Caisarina, menyebutkan bahwa pembangunan infrastruktur pesepeda perlu memahami permintaan pesepeda dan perencanaan infrastruktur sepeda (Seperti jalur sepeda). Hal ini harus memperhatikan sumber asal seped. Sebagai contoh permukiman, topografi, hambatan, dan jaringan antar-wilayah. Selain itu, di negara Asia beriklim tropis, cuaca juga menjadi pengaruh bagi pesepeda.
“Hal terpenting adalah saat keluar dari tempat asal (rumah) menuju tujuan tersedia jalur sepeda dan akses tersebut diharapkan dapat terintegrasi dengan angkutan umum ,” sebut Irin.
Ditambahkannya, program dan kebijakan untuk mempromosikan bersepeda di lingkungan perkotaan merupakan salah satu dari permintaan transportasi kota. Di mana dapat diterapkan dalam bentuk command and control dan soft policy (kebijakan lunak). Beberapa program soft policy meliputi program pengurangan perjalanan (trip reduction), travel awareness, rute aman ke sekolah, dan penetapan hari bike to work, diyakini dapat memberikan efek untuk bersepeda.
Fitria A. Gani, anggota pesepeda Club Hobbic saat diwawancarai melalui aplikasi Rabu (26/8/2020) mengungkapkan bahwa pesepeda saat ini banyak tidak ikut aturan. Misalnya kalau di jalan belum ada toleransi menggunakan jalan dengan pengendara lain. Mereka memilih jalan di tengah, harusnya di pinggir jalan. “Akibatnya kecelakaan tidak bisa dihindari,” katanya.
Tak ada yang salah dalam bersepeda. Selama mengikuti aturan berlaku dan mematuhinya, tentu memberikan kebaikan bersama. Penggunaan mobil, sepeda motor, dan pesepeda dapat berjalan beriringan. Ibarat dalam saf salat, tak ada pembeda atasan dengan bawahan. Begitu pula, pengguna jalan setara selaku pemakai fasilitas publik.
Budaya bersepeda ini harus diapresiasi sebagai gaya hidup baru warga urban. Ikhwal mereka masih belum sepenuhnya mengikuti aturan yang ada di tengah keterbatasan fasilitas, seyogyanya diperlukan sosialisasi yang masif dan berkelanjutan.
Di antara bagian ini pula, pesepeda juga perlu memahami dan mengikuti setiap aturan pesepeda di jalanan demi kebaikan bersama. Sanggup bersepeda tentu sanggup pula beretika di jalanan. Jika ini dijalankan dengan baik, bukan tak mungkin. Aceh tidak hanya dikenal sebagai negeri syariatnya. Tetapi, dalam setiap tindak tanduknya juga tertib berlalu lintas. (Muarif)
Simak edisi cetak digital di laman