Restorasi Ulee Lheue: Langkah Awal Menuju Perubahan

Ragam kesibukan menyambut Tim Aceh TRANSit saat memasuki Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue hari itu. Ya, para petugas pelabuhan sedang sibuk bergotong royong membersihkan area taman dan gedung terminal pelabuhan. Kegiatan ini termasuk salah satu fokus dalam rangka peningkatan pelayanan di pelabuhan penyeberangan bagi masyarakat.

Pelabuhan Ulee Lheue adalah “rumah” bagi kapal motor yang melayani rute penyeberangan ke Pulo Aceh dan Sabang. Pelabuhan ini merupakan salah satu simpul transportasi yang penting di Aceh.

Selain fungsi utamanya sebagai tempat untuk mengangkut penumpang dan distribusi logistik ke wilayah kepulauan, Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue juga menopang fungsi ekonomi dan pariwisata, dari berbagai aktivitas yang dilakukan masyarakat di area pelabuhan. Hal ini terlihat dengan meningkatnya aktivitas masyarakat dari tahun ke tahun, baik dalam frekuensi pengguna jasa penyeberangan maupun jasa pelabuhan lainnya. Menilik narasi di atas, maka memastikan Ulee Lheue dapat “memenuhi” fungsi-fungsinya adalah hal yang krusial.

Berdiri di atas lahan seluas 17,5 hektare (Ha), Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue terbagi atas dua sisi, yaitu sisi laut seluas 8,5 Ha dan sisi darat seluas 9 Ha. Dari data yang berhasil dihimpun, secara keseluruhan fasilitas infrastruktur di Pelabuhan Ulee Lheue dalam kondisi berfungsi di tingkat cukup dengan persentase 75%. Namun, beberapa infrastruktur yang fungsinya cukup penting membutuhkan perbaikan segera karena telah mengalami penurunan kinerja yang besar.

Fasilitas sisi laut yang membutuhkan perbaikan adalah mooring dolphin, breasting dolphin, dan breakwater. Sementara di sisi darat perlu ditambahkan lampu penerangan, rambu lalu lintas, serta jalan dan area parkir. Infrastruktur yang berfungsi optimal tentu sangat penting karena erat kaitannya dengan keamanan maupun keselamatan selama pelabuhan beroperasi.

Dalam fase awal keberjalanannya, program percepatan pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue berfokus pada pembersihan secara menyeluruh di area pelabuhan, mengembalikan kembali ruang-ruang yang ada sesuai dengan peruntukannya, serta melakukan penataan kembali ruang-ruang tersebut dengan memperhatikan kenyamanan bagi penumpang.

Operasional suatu pelabuhan Penyeberangan juga tak bisa lepas dari Sumber Daya Manusia (SDM). SDM dengan jumlah yang cukup dan berkompeten pada bidangnya menjadi kunci baiknya performa suatu pelabuhan.

Selama ini, pelabuhan di ujung Kota Banda Aceh masih mengalami kekurangan dari segi jumlah personel. Jumlah personel yang kurang membuat kinerja pelayanan di pelabuhan terhambat, terutama pada saat-saat dimana frekuensi kegiatan di pelabuhan sedang tinggi.

Selain penambahan jumlah personel, Pemerintah Aceh melalui Tim Program Percepatan Pengembangan Pelabuhan Ulee Lheue (TP4U) juga telah memberikan peningkatan kapasitas diri baik soft skill maupun hard skill bagi personel pelabuhan yang ada untuk membekali dan mendukung pelaksanaan tugas mereka sehari-hari.

Terapkan SOP dan Standar Pelayanan

Pada era modern seperti sekarang ini, pelayanan di pelabuhan penyeberangan didorong untuk menjadi lebih efektif dan efisien. Tentunya, hal ini perlu didukung dengan penerapan Standar Pelayanan Minimal yang berbasis pada regulasi dan penerapan Standar Operasional Prosedur (SOP) di Pelabuhan.

Standar Operasional Prosedur (SOP) menjadi pedoman yang menjamin setiap proses kegiatan dapat berjalan dengan benar, lancar, aman, tertib, dan prosedural. Urgensi akan kebutuhan SOP terutama untuk mengatur kebersihan dan keamanan.

Dalam aspek kebersihan, misalnya, perlu adanya SOP yang mengatur tentang pengelolaan kebersihan di kawasan pelabuhan dan pengelolaan limbah dari hasil aktivitas pelayaran maupun operasional pelabuhan. Sementara dari sisi keamanan, diperlukan SOP yang mengatur zonasi area pelabuhan, sirkulasi orang dan kendaraan, serta kegiatan bongkar muat.

Sementara itu, uji coba standar pelayanan di Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang telah dilakukan berdasarkan pada kondisi eksisting yang ada. Standar pelayanan yang meliputi pelayanan penumpang dan kapal diukur dengan beberapa indikator; seperti keselamatan, keamanan, kenyamanan, keandalan dan keteraturan, kemudahan dan keterjangkauan, serta kesetaraan.

Menggenapkan program percepatan pengembangan Pelabuhan Penyeberangan Ulee Lheue yang sedang berjalan, masyarakat sebagai objek utama yang langsung bersentuhan dengan pelayanan di pelabuhan pun dimintai pendapatnya melalui survei. Survei yang dilakukan meliputi survei kepuasan pelanggan terhadap pelayanan pelabuhan yang diterima selama ini dan survei on time performance (OTP).

Survei kepuasan pelanggan menitikberatkan pada penilaian terhadap aspek kebersihan dan kenyamanan fasilitas pelabuhan. Sedangkan survei OTP mengukur bagaimana pendapat masyarakat terhadap ketepatan jadwal kedatangan dan keberangkatan kapal penyeberangan di Pelabuhan Ulee Lheue selama ini, baik kapal cepat maupun kapal feri ro-ro. Hasil survei diharapkan dapat menjadi evaluasi secara objektif dan acuan dalam merumuskan langkah-langkah aksi berikutnya secara lebih tepat dan akurat.

Kontinuitas dalam perubahan yang bersifat progresif adalah keharusan. Oleh karena itu ide-ide out of the box yang melahirkan inovasi baru dalam hal pengelolaan pelabuhan penyeberangan mesti terus ditumbuhkan dan dikembangkan. Tak lupa, usaha-usaha itu harus pula ikut dibarengi dengan semangat dan sinergi dari seluruh stakeholder dan komunitas pelabuhan yang ikut terlibat.

Semua itu tidak lain adalah untuk mewujudkan pelayanan dan memberikan jasa transportasi (dalam hal ini pelabuhan dan angkutan penyeberangan) yang prima bagi seluruh lapisan masyarakat. Restorasi Pelabuhan Ulee Lheue adalah langkah awal yang kita harapkan dapat menjadi batu loncatan berubahnya kualitas pelayanan pelabuhan-pelabuhan penyeberangan di Aceh ke arah yang lebih baik. (*)

Skip to content