Ketimpangan Trayek Tanggung Jawab Siapa

Kehadiran bus di Aceh tak lepas dari kebiasaan m a s y a r a k a t n y a . Sebelum pesawat dan kapal penyeberangan berkembang pesat, menggunakan bus menjadi pilihannya. Moda ini dianggap mengeluarkan biaya yang lebih murah ketimbang lainnya. Meskipun membutuhkan waktu lebih lama, tetapi tetap diminati masyarakat untuk menggunakannya.

Dahulu awal mula adanya angkutan bus di Aceh pertama kali adalah PO PMTOH, seperti diceritakan Ramli, Ketua DPD Organda Aceh kepada Aceh Transit. Mereka dan lainnya seperti ALS (Antar Lintas Sumatera), Kurnia Grup, dan Tramindo merupakan pionir perusahaan otobus yang sangat berperan waktu itu.

“Karena dari dulu, masyarakat Aceh banyak melakukan perjalanan ke Medan, baik membawa dagangan maupun berbelanja hingga kemudian muncul rute-rute lain yang dilayani dari dan ke Banda Aceh,” ujarnya.

Saat ini, perusahaan otobus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) banyak yang melayani rute lintas Sumatera seperti ke Pekanbaru dan Palembang serta ke Pulau Jawa mulai Jakarta, Bandung, hingga Semarang. Sementara untuk lintas Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP) menyebar hampir di seluruh Aceh, mayoritas terpusat dari Banda Aceh.

Simak Video Fatal Jika Tidak Tata Lalu Lintas

Meski demikian, persebaran antar rute di Aceh masih terdapat ketimpangan dengan banyaknya rute yang tidak seimbang antara permintaan dan penawarannya yang lazim dinamakan dengan rute gemuk dan rute kurus. Rute di Aceh sendiri terbagi menjadi tiga lintasan utama, yaitu lintas timur, tengah, dan barat yang mana lintas timur sering disebut rute gemuk dengan supply angkutan umumnya paling banyak. Sebaliknya lintas barat diistilahkan sebagai rute kurus karena armada yang melayani lebih sedikit.

Dampak dari kondisi ini adalah tidak meratanya cakupan wilayah yang dilayani angkutan. Tidak seimbangnya jumlah penumpang dengan jumlah angkutan yang melayani menjadikan persaingan yang tidak sehat serta tingkat keterisian penumpang (load factor) rata-rata makin menurun menyentuh angka 40 persen, bahkan pada kondisi tertentu tak jarang para operator ini kesulitan untuk sekedar menutup biaya operasional kendaraan atau yang biasa kita kenal dengan tutup setoran.

Kepala Seksi Sarana dan Angkutan, Bidang LLAJ Dinas Perhubungan Aceh, Renny Anggeraeni menyampaikan, sebagian besar angkutan umum yang ada di Aceh beroperasi secara legal namun proses pengajuan izin trayek baru untuk sementara dibatasi persetujuannya karena perlu diatur kembali penataan trayeknya. “Operator angkutan yang sudah memiliki izin trayek beroperasi secara resmi, meski tetap ada kendaraan yang izin trayek dan kartu pengawasannya telah mati dan termasuk ilegal dalam pengoperasiannya.” tambahnya.

Saat ini, Dishub Aceh sedang menyusun Peraturan Gubernur tentang Jaringan Trayek AKDP. Pergub ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada perusahaan AKDP terkait Online Single Submission-Risk Based Approach (OSS-RBA) dan sistem perizinan sekarang yang telah up to date / terintegrasi dengan sistem digital sehingga dapat memetakan pelayanan angkutan umum di Aceh agar semua masyarakat dapat merasakannya. (Reza Ali Ma’sum)

Download Tabloid Aceh TRANSit Edisi 8
Selengkapnya:

TRANSit

Skip to content