Keselamatan Berlalu Lintas Mengakibatkan Peningkatan inflasi?

Oleh Drs. Deddy Lesmana*

Transportasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah atau sering disebut sebagai urat nadi dalam pembangunan ekonomi. Salah satu peran penting transportasi dalam pertumbuhan ekonomi adalah menjaga stabilitas harga barang melalui proses distribusi barang dari lokasi produksi menuju konsumen. Bank Indonesia mengelompokkan sektor transportasi sebagai salah satu faktor penting bagi indikator utama di sektor ekonomi, yaitu inflasi. Inflasi terjadi akibat meningkatnya harga barang secara umum dan terus-menerus yang diikuti dengan penurunan daya beli masyarakat.

Inflasi dapat terjadi antara lain akibat konsumsi masyarakat yang meningkat dan ketidaklancaran distribusi barang. Peningkatan konsumsi masyarakat akan menyebabkan persediaan barang menurun dengan cepat. Karena permintaan terus naik, namun persediaan mengalami kendala sehingga tidak dapat mengimbangi permintaan konsumen, maka menimbulkan kenaikan harga. Di sisi lain, ketika distribusi barang tidak lancar, terjadi peningkatan harga karena kelangkaan barang di pasar sehingga tidak mampu memberi supply sesuai demand dari konsumen.

Apakah kendala distribusi menjadi hambatan besar? Ya, distribusi tidak lancar berpengaruh pada inflasi. Upaya mengendalikan tingkat harga dapat dilakukan dengan tetap menjaga stok barang dan meningkatkan kelancaran distribusi.

Pengendalian harga melalui perdagangan antar daerah erat kaitannya dengan “ekspor” dan “impor” antar daerah. Ketika daerah satu kekurangan akan barang maka ia akan melakukan impor sedangkan ekspor dapat dilakukan oleh daerah yang memiliki kelebihan produksi. Kegiatan ini akan berdampak pada pengendalian harga sehingga dapat mengantisipasi potensi tidak terkendalinya inflasi. Secara umum perdagangan antar daerah disebabkan karena adanya perbedaan harga dan biaya transportasi. Perdagangan antar daerah dapat meningkatkan akses kepada sumber daya yang terbatas, meningkatkan output yang ada dan dapat meningkatkan konsumsi daerah

Dalam hal persaingan harga barang, meminimalkan biaya logistik itu selalu menjadi salah satu fokus perhatian dari sebuah bisnis. Pendistribusian suatu barang sektor industri tentu membutuhkan sebuah transportasi, biaya transportasi turut “menyumbang” perbedaan harga (dalam hal ini peningkatan) antar daerah. Penurunan biaya logistik menjadi perhatian banyak pihak, tidak hanya pelaku usaha, konsumen, dan juga pemerintah.

Dengan “dalih” menurunkan biaya transportasi, masih sangat “lazim” kita temui pengangkutan barang yang berlebihan muatan, yang saat ini dikenal sebagai over loading (OL). Bahkan dalam “upaya” tersebut tidak jarang pula ditemui pengusaha angkutan barang melakukan modifikasi terhadap kendaraan yang digunakan agar dapat mengangkut barang jauh lebih banyak, dikenal dengan istilah over dimension (OD). Kendaraan (truk) yang dimodifikasi sehingga jauh melampaui kapasitas angkut yang seharusnya akan berpengaruh terhadap fungsi mesin hingga pengereman, tidak ada jaminan bahwa modifikasi yang dilakukan membuat truk tetap bisa aman dan selamat beroperasi di jalan.

Fenomena pelanggaran Over dimension dan over loading (ODOL) pada angkutan barang di Indonesia sudah menjadi permasalahan yang sangat serius. Dalam praktiknya, over dimension dan over loading (ODOL) dinilai sangat merugikan pemerintah dan masyarakat. Kerusakan jalan akibat ODOL memicu peningkatan anggaran untuk pemeliharaan jalan.

Dampak ODOL selain membuat kerusakan jalan, juga membuat kerusakan infrastruktur lainnya seperti jembatan, kerusakan kapal pada kasus penyeberangan dan menyebabkan kecelakaan lalu lintas. Kasus kecelakaan yang melibatkan truk ODOL atau kelebihan muatan dan dimensi juga sudah banyak terjadi. Bahkan di antaranya sampai mengakibatkan banyak korban jiwa, dan juga kerugian materiil yang tidak sedikit.

Korlantas juga mencatat jumlah kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan oleh ODOL merupakan kasus dengan laka massal dan fatal. Kendaraan ODOL menjadi penyebab laka massal dan laka fatal karena tabrakan beruntun dan tabrak belakang yang merenggut banyak korban jiwa dalam satu peristiwa.

Pemerintah mengeluarkan Rencana Umum Nasional Keselamatan Jalan (RUNK) 2011-2035 dan telah ditindaklanjuti dengan Instruksi Presiden Nomor 4/2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan Jalan dengan target mewujudkan lima pilar aksi keselamatan jalan yaitu:

  1. Manajemen keselamatan Jalan;
  2. Jalan yang berkeselamatan;
  3. Kendaraan yang berkeselamatan;
  4. Perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan; dan
  5. Penanganan pra dan pasca kecelakaan.

Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sudah mencanangkan Gerakan Zero ODOL 2023, sehingga Penertiban truk Over Dimension dan Over Loading (ODOL) pun menjadi perhatian serius dari pemerintah. Selain tilang, penerapan normalisasi kendaraan juga akan dilakukan sesuai Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor KP. 4294/AJ.510/ DJRD/2019, tentang Pedoman Normalisasi Kendaraan Bermotor.

Banyak anggapan yang beredar, dengan asumsi truk ODOL akan dinormalisasi Kembali, maka barang yang sebelumnya dapat diangkut dalam sekali Jalan dengan satu truk, harus diangkut dalam dua kali Jalan. Akibatnya biaya pengangkutan (transportasi) akan membengkak sehingga harga barang akan naik.

Namun, keselamatan lalu lintas tidak bisa ditawar-tawar. Kerugian jiwa, materil dan non materil jauh lebih besar ketika terjadi insiden kecelakaan akibat kendaraan ODOL. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan harga pada barang lainnya. Bahkan kecelakaan akibat kendaraan ODOL ini pun bisa mengakibatkan distribusi barang tidak lancar.

*Kepala Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Dinas Perhubungan Aceh

Skip to content