Bahasa telah menjadi kebutuhan yang mutlak dalam kehidupan. Apa jadinya manusia tanpa bahasa? tanpa bahasa, kita akan sangat sulit menyampaikan informasi dan apa yang menjadi keinginan maupun harapannya. Apalagi, bahasa yang disampaikan harus mudah dipahami. Bahasa yang baik dan benar menunjukkan identitas suatu bangsa. Begitu pula pada tataran pemerintahan, informasi dan kebijakan yang disampaikan kepada masyarakat mudah dipahami dan tidak menimbulkan makna yang ambigu. Apalagi kebijakan yang dikeluarkan menjadi referensi yang akan menuai respon masyarakat. Guna mencapai kompetensi berbahasa yang ideal, Dinas Perhubungan Aceh menyelenggarakan Webinar yang bertemakan “ASN Dihub Terampil dan Carong : ASN Cerdas Berbahasa Tangkas” secara daring, Kamis, 29 Juli 2021. Kegiatan ini diisi oleh sang pemantik diskusi yang berkompeten di bidang bahasa yang telah menerbitkan beberapa buku karyanya. Hadir Herman R, S.Pd., M.Pd., dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) FKIP USK. “Senang membaca agar mengenal dunia, suka menulis agar dikenal dunia,” sebut Herman yang menjadi mottonya menulis. Herman menambahkan, bahasa yang digunakan dalam kepenulisan seperti surat menunjukkan identitas instansi. Ilmu kepenulisan Bahasa Indonesia yang ideal, kontekstual dan tangkas sesuai situasi dan kondisi harus menjadi suatu kompetensi bagi setiap Aparatur Sipil Negara (ASN). Mengapa demikian? Karena, ASN bertanggungjawab menyampaikan informasi yang benar dan akurat terkait kinerja pemerintahan sehingga masyarakat mengosumsi informasi yang benar adanya. “ASN yang cerdas harus berbahasa tangkas, berarti mengetahui kapan harus menggunakan bahasa yang baik dan benar. Bahasa yang disampaikan sesuai konteks, misalnya dalam penulisan surat dinas harus menggunakan bahasa formal yang baik dan benar,” jelas dosen yang pernah mengajar di Thailand ini. Bahasa merupakan cermin budaya. Karena dari sebuah tutur akan memberikan nilai karakteristik sebuah bangsa. Contohnya saja, ketika bangsa ini dianggap jam karet oleh bangsa luar. Ini karena dari penuturan bahasa kita, kita sering menyematkan janji dalam sebuah makna yang super luas. “Pajan tanyoe jak merumpok pak geuchik?” (Kapan kita bertemu dengan Kepala Desa?), jawab lainnya “Singoh beungoh” (Besok Pagi). Dalam konteks bahasa ini, Singoh Beungoh ini dapat berarti besok pagi, menjelang siang atau bahkan usai dhuhur, lebih bermakna luas yakni waktu yang fleksibel untuk satu harian. Namun, jika dalam bahasa Inggris, penempatan keterangan waktu sangatlah jelas. Misalnya, I buy the book today dengan kata I bought the book yesterday, menerangkan waktu hari ini dan kemarin secara tegas. Inilah yang dimaknai bahasa cermin budaya. Sebagai masyarakat dan ASN khususnya, berbahasa yang baik dan benar sesuai konteks akan mempermudah masyarakat menyerapkan informasi secara konkrit dan aktual, sehingga tidak menimbulkan respon yang provokit dalam penafsiran yang makna yang ambigu atau berbeda-beda. (MS)