Angkutan Udara di Aceh

Kondisi geografis yang beragam serta kerawanan bencana yang tinggi menjadi tantangan dalam mitigasi bencana, dan pemerataan pembangunan serta pertumbuhan ekonomi yang masih terpusat di wilayah ibu kota Provinsi dan Kabupaten/Kota yang berada di wilayah pantai timur Aceh. Angkutan udara menjadi sebuah alternatif yang tidak terelakkan, ditambah lagi Aceh memiliki potensi besar dibidang kedirgantaraan, dimana terdapat 11 Bandara yang tersebar di Kabupaten/kota di Aceh, namun pemanfaatannya belum optimal.

Berkaca pada kondisi tersebut, Pemerintah Aceh melalui Dinas Perhubungan Aceh Menyusun dua kajian yaitu kajian kebutuhan transportasi udara dan kajian teknis angkutan udara Aceh. Dari hasil kedua kajian ini didapatkan bahwa Aceh membutuhkan 4 (empat) unit pesawat yang dapat melalui wilayah tebing dan berbukit, dan juga memiliki kemampuan short take off – landing sehingga tidak membutuhkan landasan yang panjang mudah dioperasikan di daerah terpencil sesuai dengan karakteristik beberapa bandara di Aceh untuk kemudian dioperasikan sebagai ambulans udara, angkutan barang/kargo, dan angkutan perintis.

Dengan gempa dan tsunami seperti tahun 2004 yang selalu mengancam wilayah pantai barat Aceh dibutuhkan angkutan udara jenis ambulans udara untuk kebutuhan medis dan evakuasi dalam melaksanakan penanggulangan bencana. Pesawat ambulans udara menggunakan konfigurasi khusus dengan kapasitas 9 stretcher, 2 double + 1 single troops seat. Dari hasil kedua kajian tersebut didapatkan bahwa dua unit pesawat dapat mengevakuasi sebanyak 144 orang/hari dengan asumsi loading/unloading time ≈ 1 jam dan kecepatan pesawat 180 Knots.

Disamping kesiapsiagaan bencana, kebutuhan akan pengiriman hasil alam juga sama pentingnya. Kinerja ekspor perikanan Provinsi Aceh terus mengalami peningkatan yang sangat signifikan, hanya saja pergerakan kargo menggunankan transportasi darat dan laut membutuhkan waktu yang lebih lama. Simulasi pergerakan kargo menggunakan pesawat yang dilakukan dengan asumsi pesawat memiliki maksimum payload sebesar 2,3 ton/keberangkatan dengan kecepatan 180 knots, didapatkan bahwa 6,90 Ton potensi hasil perikanan Aceh dapat terangkut dalam waktu kurang lebih 4 jam dari tiga wilayah yang berbeda. Hal ini tentu dapat meningkatkan nilai jual dari hasil sektor perikanan Aceh.

Dalam penyelenggaraan aktivitas pemerintahan, mobilitas tinggi dari kabupaten/kota menuju ibukota Provinsi Aceh sangat tinggi. Kedua kajian yang dilakukan mencoba mensimulasikan beberapa rute penerbangan perintis dari beberapa wilayah di Aceh untuk menekan waktu tempuh ke Banda Aceh hingga kurang dari 6 jam perjalanan dengan estimasi utilisasi angkutan udara sebesar 1,106 jam/tahun. Selain itu, beberapa rute penerbangan perintis juga beririsan dan saling melengkapi dengan rute pariwisata potensial dalam wilayah Aceh serta mendukung potensi rute  Internasional yaitu: Sabang – Phuket dan Sabang – Langkawi sebagai penguatan Kerjasama Indonesia – Malaysia – Thailand Golden Triangle (IMT-GT) dibidang pariwisata.

Kedua kajian tentang angkutan udara ini dilakukan untuk dapat memberikan gambaran kebutuhan dan potensi angkutan udara dalam mengembangkan wilayah Aceh dengan seluruh potensinya, baik potensi wisata, perikanan, perkebunan, dan lainnya demi peningkatan sosial perekonomian masyarakat Aceh. (Arrad Iskandar)

Selengkapanya cek di Tabloid Aceh TRANSit Edisi VII
Tabloid ACEH TRANSit | Dinas Perhubungan Aceh (acehprov.go.id)

Simak Video Bandara Patiambang Gayo Lues

Skip to content