ALAM telah memberikan semua yang dibutuhkan manusia, sudah selayaknya kita memberikan yang terbaik untuk kelestariannya. Apakah kita telah melakukannya? Data dari World Economic Forum 2017, lebih dari 620 ribu ton sampah plastik mencemari lautan Indonesia yang disebabkan oleh pengelolaan sampah kurang tepat diantaranya dilakukan oleh rumah tangga dan bisnis kecil dimana 78 persen sampah plastik rumahan dibakar dekat rumah, 12 persen dibuang ke aliran air, 10 persen dikubur yang akhirnya sampai ke laut.
Fakta itu tentu bukan hal yang baik, bukanlah yang alam inginkan sebagai balas budi kita untuknya. Perlu penanganan yang lebih konkret dalam pengelolaan sampah, kelestarian lingkungan adalah tujuan utamanya.
Bagaikan mutiara di lautan lepas, Tim Aceh TRANSit menyadari masih adanya masyarakat yang aware dengan pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah, setelah lama menelusuri kami akhirnya berkesempatan untuk bertemu Abdul Halim, founder Gerakan Sedekah Aceh (instagram: @gerakan_sedekah_aceh).
Berawal dari Sedekah Uang
Gerakan Sedekah Aceh (GSA) merupakan sebuah komunitas non-profit yang terbentuk di awal tahun 2017, terinspirasi dari gerakan serupa di daerah lain, founder dan beberapa relawan mencoba memulai gerakan sedekah uang yang dikumpulkan setiap bulannya minimal Rp 10.000,-.
Setelah berjalan hampir 2 tahun, awal tahun 2019 GSA mencoba membuat program sedekah yang lebih peduli lingkungan dengan cara bersedekah lewat sampah, “Apabila sampah kita buang sah saja. Tetapi, kalau kita simpan dan kita jual akan bernilai, Alhamdulillah responnya luar biasa sampai kewalahan” ujarnya.
Menjemput Sampah Kerumah Warga
Tiap akhir pekan, sebagian dari 12 orang relawan GSA yang mayoritas merupakan mahasiswa ini berkeliling Banda Aceh dan Aceh Besar menyambangi rumah warga yang telah menghubungi GSA melalui Instagram maupun WhatsApp untuk mengambil sampah menggunakan mobil bak terbuka yang telah disewa.
Setelahnya sampah tadi dikumpulkan di gudang yang GSA sewa di daerah Tungkop untuk disortir menurut jenisnya seperti plastik, air minum dalam kemasan, botol plastik, kardus, kertas, alumunium dan besi. Kemudian sampah tadi dijual ke distributor/ pengepul tiap sebulan sekali.
Uang dari penjualan sampah lalu disedekahkan kepada masyarakat fakir miskin, anak yatim/ piatu, panti asuhan, pesantren dan lainnya. Secara khusus tidak ada target tertentu yang harus terkumpul, “Daripada sampah itu dibuang, dibakar maupun ditimbun akhirnya merusak lingkungan, lebih baik dimanfaatkan dengan lebih bijak.” imbuhnya.
Bersinergi dengan Sekolah dan Pemerintah
Sebagai langkah mencapai tujuan mulia, GSA melebarkan sayapnya melalui kerja sama dengan sekolah-sekolah untuk bersedekah lewat sampah dengan cara penyedian tong sampah khusus yang nantinya akan dijemput oleh relawan kemudian dijual dan hasilnya akan disedekahkan dimana 50 persen hasil penjualan diserahkan ke sekolah untuk dikelola sedekahnya secara mandiri dan 50 persen lagi dikelola oleh GSA untuk diberikan kepada mereka yang membutuhkan, sejauh ini sudah ada 1 SD dan 2 SMP di Banda Aceh yang telah bekerja sama.
Selain itu, GSA telah berkoordinasi dengan PDAM Tirta Daroy dan Pemkab Aceh Besar dalam pengelolaan sampah untuk ditukar dan menjadi sarana pembayaran air, listrik dan pulsa, namun belum dapat terlaksana. “Semoga kedepan cita-cita itu dapat terealisasikan.” tambahnya.
Berhenti Operasional Sementara
Akhir 2019, dengan hati yang teramat berat, operasional GSA harus berhenti untuk sementara waktu sampai dengan saat ini, termasuk sedekah sampah, hanya sedekah uang yang masih berjalan namun dilakukan personal melalui transfer.
Biaya operasional sedekah sampah yang cukup tinggi membuat GSA harus vakum untuk sementara waktu, terlebih memasuki pertengahan tahun 2020 kondisi perekonomian terus tergerus akibat pandemi Covid-19 walau statistik menunjukkan adanya penambahan jumlah sampah periode Maret – Mei sekitar 70 persen akibat ketergantungan terhadap delivery online sedangkan daur ulang sampah sedang menurun.
Keyakinan untuk Berkembang
Masih banyak rencana dan inovasi GSA kedepan, ketiadaan operasional dimanfaatkan untuk merumuskan inovasi program baru. Diantaranya membuat wisata sampah, hiasan rumahan dari botol, tabungan emas dan kurban lewat sampah. Harapan GSA untuk dapat berkolaborasi serta support dari pemerintah seperti bantuan operasional, tempat dan kendaraan.
Terlebih, prestasi telah ditorehkan Pemkot Banda Aceh yang mendapat predikat sebagai Kota Terbaik Pengelolaan Sampah se-Indonesia versi Lokadata pada Juli 2020 dimana kota ini mampu mengolah 95 persen sampah setiap harinya dari seluruh sampah yang ada (210-225 ton/hari), perlu konsistensi penanganan yang baik dan sinergitas antara pemerintah dan masyarakat khususnya komunitas seperti GSA agar pengelolaanya dapat lebih bermanfaat untuk menuju Banda Aceh Bebas Sampah Tahun 2025. (Reza)
Simak edisi cetak digital di laman: